-->

Pembentukan Sapi Indonesian Commercial Cross Mulai Digagas

Direncanakan pengembangan sapi Indonesian Commercial Cross untuk akselarasi produksi daging dan susu nasional. (Sumber: Istimewa)

“Perlunya dibentuk bangsa sapi potong dan perah komersial asli Indonesia yang mempunyai produktivitas mumpuni, namun juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropis di Indonesia.”

Keresahan kaum intelektual di perguruan tinggi dan lembaga penelitian terhadap ketiadaan brand sapi komersial asli Indonesia, sedikit mulai menemukan jawaban. Pertemuan ilmiah antara akademisi, peneliti dan praktisi peternakan ruminansia dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), yang dibuka oleh Prof Dr Ir Ali Agus, selaku Dekan Fapet UGM telah terlaksana dengan baik dan menghasilkan secercah harapan untuk masa depan sapi potong dan perah di Indonesia.

Bertempat di Ruang Sidang Besar, Gedung H-1, Fapet UGM Yogyakarta pada Jumat, (21/12), para akademisi dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian, serta praktisi dan pengusaha ternak ruminansia berkumpul, untuk menyamakan persepsi terhadap tujuan, arah dan model kombinasi untuk mendapatkan bangsa sapi komersial Indonesia (beef dan dairy) yang mampu menjawab kebutuhan daging dan susu di Indonesia.

Peserta akademisi berasal dari Fapet UGM, Unpad Bandung, UNS Surakarta, Unlam Kalimantan Selatan, Udayana Bali dan Kanjuruhan Malang. Sedangkan peneliti yang dihadirkan berasal dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, BPTBA LIPI Yogyakarta, dan Loka Penelitian Sapi Potong Grati. Turut hadir pula perwakilan dari Koperasi Susu Warga Mulya Sleman dan PT Widodo Makmur Perkasa Klaten.

FGD diawali dengan pemaparan oleh Prof Dr Ir Sumadi, tentang definisi dan karakter yang dibutuhkan dalam pembentukan sapi Indonesian Beef Commercial Cross (IBCC) dan sapi Indonesian Dairy Commercial Cross (IDCC), serta potensi dan output yang diharapkan.

“Indonesia defisit satu juta ekor sapi potong yang saat ini diwujudkan dalam bentuk impor sapi sebanyak 700 ribu ekor dan impor daging setara 300 ribu ekor. Sedangkan untuk sapi perah, kita defisit dua juta induk, jika mengacu pada kebutuhan susu sapi nasional. Kurang lebih 70% kebutuhan susu nasional, kita dapatkan dari impor,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, perlu dibentuk bangsa sapi potong dan perah komersial asli Indonesia yang mempunyai produktivitas mumpuni, namun juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropis di Indonesia.

Bentuk Bangsa Sapi IBCC dan IDCC
Pembentukan bangsa sapi IBCC dan IDCC dapat ditempuh mulai dari nol (bisa mengacu pada pembentukan bangsa Kuda Pacu Indonesia), atau dengan cara pemetaan dari bangsa sapi yang ada saat ini.

Alternative crossing yang dapat dilakukan diantaranya dengan memaksimalkan heterosis (prestasi rata-rata anak di atas rata-rata induknya), grading up (mengubah bangsa satu ke bangsa yang lain), ataupun melalui pembentukan bangsa baru (komposit). Pemetaan bangsa sapi yang ada saat ini, menurut Prof Ir I Gede Suparta Budisatria, dapat mengacu pada hasil-hasil riset perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang mengarah ke akselerasi produksi daging dan susu nasional. Hasil-hasil riset itu perlu disinkronisasikan, dirakit, hingga didapatkan komposit terbaik yang bisa diambil sebagai solusi untuk hasil yang lebih singkat, mengingat pekerjaan breeding beresiko menghabiskan waktu puluhan tahun hingga dihasilkan generasi sapi yang diharapkan.

Terkait dengan ketersediaan bangsa sapi lokal pure yang siap dijadikan sumber indukan, menurut Prof Dr Ir Sri Bandiati, telah tersedia bangsa sapi Pasundan hasil penelitian di Jawa Barat. Di lain pihak, Dr Syahruddin Said, menambahkan bahwa telah teridentifikasi genetik sebanyak 13 ekor sapi Sumba Ongole (SO) murni hasil kolaborasi dengan Puslit Bioteknologi LIPI di kandang milik PT Karya Anugerah Rumpin (KAR) Bogor. Sapi SO tersebut telah tersertifikasi SNI dan siap digunakan sebagai sumber indukan.

Sementara, dosen jurusan peternakan UNS, Nuzul Widyas, ikut menegaskan perlu juga dipertimbangkan bahwa tidak serta-merta persilangan antara Bos indicus (bangsa sapi tropis) dengan Bos taurus (bangsa sapi subtropis) selalu menghasilkan keuntungan. Sebagai contoh pada bangsa sapi Belgian blue di Belgia yang merupakan hasil persilangan berbagai bangsa sapi hingga didapatkan sapi dengan double muscling, yang ternyata mempunyai kekurangan berupa mengecilnya saluran reproduksi akibat pertumbuhan otot yang super, sehingga diperlukan operasi sesar dalam setiap penanganan kelahirannya. Tentu ini menambah biaya dan tenaga.

Saat ini diketahui bahwa sapi-sapi yang dipelihara di Indonesia tidak mudah lagi untuk dideteksi berapa persen darah suatu bangsa ada dalam ternak tersebut. Lemahnya recording system di tingkat peternak menjadi salah satu faktor, di samping sosiokultural sebagian masyarakat yang semakin senang jika ternak mereka semakin berwarna “merah” (darah Bos taurus semakin tinggi), tanpa mereka sadari bahwa akan semakin tinggi pula biaya yang di keluarkan untuk pemenuhan nutrien pakan dan pemeliharaan jika diinginkan produktivitasnya optimal.

Sementara terkait dengan pembentukan IDCC, Prof Dr Ir Tridjoko Wisnu Murti, menegaskan bahwa akselerasi yang dibutuhkan saat ini bukan hanya dalam pemenuhan jumlah tonase susu yang dihasilkan, tetapi juga pada kualitas susu itu sendiri.
Saat ini di lapangan, dengan 600 ribu ekor sapi perah yang dimiliki Indonesia, hampir seluruhnya merupakan sapi Friesian Holstein (FH) dan peranakannya (PFH) yang identik dengan warna hitam dan putih. Padahal, lanjut dia, terdapat sapi FH berwarna merah dan putih yang lebih adaptif terhadap kondisi tropis, serta bangsa sapi Jersey yang juga merupakan bangsa sapi perah dengan kemampuan adaptasi iklim tropis yang lebih baik, sehingga perlunya pemikiran untuk melakukan akselerasi dengan pendekatan breeding yang lebih terkonsep dengan baik.

Hal ini diamini oleh peternak sapi perah yang tergabung dalam Koperasi Susu Warga Mulya Sleman. Jenis sapi yang diinginkan peternak adalah sapi perah yang low cost, yaitu sapi yang dengan postur dan kemampuan produksi yang tidak superior, namun dapat dikelola sesuai dengan kemampuan peternak.

Sebab yang terjadi selama ini adalah, peternak “dipaksa” memelihara sapi perah FH/PFH dengan tuntutan biaya pakan tinggi, karena memang secara genetik sapi tersebut membutuhkan pakan dengan kuantitas dan kualitas tinggi. Ketika hal ini tidak dapat dipenuhi secara kontinu, maka produksi susu akan turun jauh di bawah performa yang diharapkan, bahkan rentan terjadi metabolic diseases dengan ditemukannya sapi perah produksi tinggi yang ambruk.

Menutupi kekurangan margin usaha sapi perah, para peternak menyilangkan induk perah mereka dengan straw sapi potong seperti Limousin dan Simmental, yang akan menghasilkan anakan dengan harga jual lebih tinggi. Ini pasti menimbulkan masalah, baik pada reproduksi maupun untuk replacement stock. Oleh karena itu, keluhan peternak ini harus segera dicarikan solusinya. Bisa jadi IDCC sebagai salah satu solusinya.

Dengan adanya bangsa sapi perah yang lebih adaptif terhadap iklim tropis, akan memudahkan peternak dalam mengelola pakan tanpa kekhawatiran menimbulkan kekurangan nutrien, sehingga produksi susu secara optimal dapat diraih. Satu hal yang pasti, meskipun bukan jumlah produksi susu yang superior, namun biaya yang dikeluarkan masih terjangkau peternak.

Dari kegiatan FGD tersebut, diharapkan menjadi awal inisiasi pemikiran seluruh stakeholder bidang sapi potong dan perah, untuk turut serta mengatasi permasalahan industri persapian. Pertemuan selanjutnya akan dilakukan pada awal 2019 di Bogor, dengan agenda pembentukan konsorsium sapi potong dan perah komersial Indonesia, serta penentuan langkah teknis, hingga diharapkan launching IBCC dan IDCC bisa terwujud pada 2022 mendatang.

Pengembangan bangsa sapi komersial ini membutuhkan dukungan dan kerja-keras semua pihak, mulai dari pihak swasta, asosiasi/organisasi, pemerintah sebagai regulator, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. ***


Awistaros Angger Sakti, M.Sc.
Peneliti di BPTBA LIPI Yogyakarta

Mentan : Impor Jagung Selamatkan 2,5 Juta Peternak

Peternak ayam layer asal Blitar (Foto: Dok. Kementan)

“Ada 2,5 juta peternak kecil yang harus kita lindungi. Keputusan kami melakukan impor, agar para peternak ini terselamatkan usahanya,” tutur Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Gorontalo, Rabu (30/1/2019). 

Hal tersebut dikemukakan Amran terkait kebijakan impor jagung sebanyak 100 ribu ton yang dilakukan pemerintah.

Lebih lanjut Amran menjelaskan, pada mulanya pengusaha pakan ternak ayam skala besar enggan mengimpor gandum karena pelemahan nilai tukar rupiah. Padahal, mereka membutuhkan 200 ribu ton gandum untuk dijadikan bahan baku.

"Harga rupiah melemah kurang lebih Rp 15 ribu, nah itu lebih Rp 1.000 (selisihnya). Sehingga mereka menganggap lebih murah kalau mengambil (bahan baku pakan) dari dalam negeri," katanya.

Persoalannya, lanjut Amran, para pengusaha pakan ternak malah membeli jagung dari petani dengan sistem ijon. Hal itulah yang menyebabkan kekosangan pasokan bahan baku pakan ternak.

Menurut Amran, meski melakukan impor, pada tahun lalu produksi jagung mengalami surplus. Pada 2018, Indonesia mengekspor jagung sebanyak 380 ton, sementara yang diimpor saat ini hanya 100 ribu ton.

"Berarti surplus 280 ton ribu. Dan perlu diingat, dulu impor di awal pemerintahan 3,5 juta ton itu kita stop. Satu tahun nilainya Rp 10 triliun, kalau tiga tahun berturut-turut itu Rp 30 triliun, menyelamatkan devisa," paparnya. (Sumber: republika.co.id)

Kali Ini Bulog Impor Jagung Tanpa Kuota

Lagi-lagi impor jagung, kali ini tanpa kuota (Foto: Pixabay)

Ternyata dua kali impor jagung dengan kuota 100.000 ton dan 30.000 ton belum mencukupi kebutuhan peternak ayam. Perum Bulog kembali mengimpor jagung untuk pakan ternak tanpa dibatasi kuota.

"Permintaan-permintaan dari peternak kecil menengah baik petelur maupun pedaging masuk terus ke Bulog. Waktu kita review, bahkan impor 30 ribu kemudian yang sudah di jalan itu sudah habis, permintaannya lebih banyak dari situ," kata Darmin di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (29/1/2019), seperti dikutip dari finance.detik.com.

Darmin menegaskan, meski impor jagung kali tanpa kuota, pemerintah membatasi sampai pertengahan Maret 2019 agar tidak bentrok dengan musim panen jagung.

Permintaan jagung ini, kata Darmin, bahkan juga datang dari perusahaan-perusahaan besar. Kendati  demikian, pemerintah mengutamakan pengusaha kecil menengah.

"Terus terang peternak besar banyak juga yang minta, tapi kita bilang diutamakan peternak kecil menengah dululah. Artinya harga di market, ritel itu masih terlalu tinggi, sehingga mereka berharap ada impor pemerintah supaya harganya turun," pungkasnya. (NDV)

Kementan-FAO Luncurkan Dokumen Panduan Hadapi PIB dan Zoonosis

Foto bersama pada saat peluncuran dokumen panduan PIB dan zoonosis oleh Kementan dan FAO. (Sumber: Istimewa)

Kementerian Pertanian bersama FAO meluncurkan tiga buku panduan (dokumen) dalam menghadapi ancaman penyakit infeksi baru (PIB) atau berulang dan zoonosis.

“Panduan tersebut fokus untuk menguatkan kapasitas petugas di lapangan dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan wabah penyakit dan juga membantu para pembuat keputusan di tingkat daerah dan pusat melalui pendekatan One Health,” ujar Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Fadjar Sumping Tjatur Rasa dalam acara peluncuran buku, Selasa (29/1) di Jakarta.

Adapun ketiga dokumen yang diluncurkan diantaranya “Strategi Komunikasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Baru/Berulang dan Zoonosis Tertarget dengan Pendekatan One Health” kemudian “Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru untuk Petugas Lapang Tiga Sektor dengan Pendekatan One Health” dan “Panduan Praktis Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) melalui Optimalisasi Fungsi Puskeswan dengan Dukungan Dana Desa”.

“Buku-buku ini adalah dokumen penting yang berisi panduan bagaimana kita bisa mengerahkan semua kemampuan kita dalam menghadapi ancaman terjadinya wabah. Ini merupakan hasil kolaborasi, koordinasi dan komunikasi kita bersama,” ucap Fadjar.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Naalih Kalsum, menyampaikan, penyakit dan kematian manusia yang disebabkan oleh zoonosis setiap tahun, mengindikasikan hubungan kuat antara kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan. Untuk itu, pendekatan multisektoral (One Health) menjadi penting untuk mendeteksi, mencegah dan mengendalikan ancaman tersebut.

Hal senada juga disampaikan Siti Ganefa dari Kementerian Kesehatan. Menurutnya beban untuk menghadapi ancaman PIB dan zoonosis  tidak bisa ditanggung sendiri. Perlu adanya koordinasi lintas sektor, lintas disiplin ilmu untuk menghadapinya.

Sementara itu, Indra Exploitasia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyambut positif langkah Kementan bersama FAO, dalam merangkul berbagai pihak untuk bersiap siaga menghadapi ancaman pandemi. 

Pada momen yang sama, FAO ECTAD Team Leader, James McGrane, menegaskan, dalam peningkatan kapasitas pemerintah Indonesia untuk mencegah, mendeteksi dan merespon ancaman kesehatan global yang baru atau yang muncul kembali dan zoonosis, FAO mendukung penuh pemerintah Indonesia melalui program EPT2 yang didanai oleh USAID.

“Semoga dengan kehadiran tiga dokumen (buku) ini, kita dapat melindungi masyarakat Indonesia dan sumber penghidupannya,” katanya. (RBS)

GRATIS ! Kalender Bisnis Peternakan 2019 Infovet

Dapatkan Kalender Bisnis Peternakan 2019 Infovet versi digital, Gratiss....
Kalender Bisnis Peternakan 2019 Infovet merupakan kalender meja yang diterbitkan khusus untuk memberikan informasi tanggal-tanggal khusus di dunia peternakan dan kesehatan hewan, baik kegiatan skala nasional, regional maupun internasional. Dengan adanya kalender ini  para pelaku bisnis dapat mengetahui event-event penting sehingga dapat berpartisipasi didalamnya.

Kalender disertai data bisnis peternakan antara  lain populasi ternak, market obat hewan, perkembangan produksi pakan dan lain lain

Cara mendapatkannya gampang, tinggal isi form di bawah ini, kami akan segera kirim ke alamat email Anda.

Terbatas hanya untuk 100 pengisi formulir .
 

Dua Ribu Ton Jagung Diberikan untuk Peternak Ayam Kendal dan Solo

Ilustrasi jagung (Foto; Pixabay)

Sebanyak dua ribu ton jagung disalurkan untuk seluruh peternak ayam petelur di Kabupaten Kendal dan Solo. Direktorat Jenderal Pertanian dan Kesehatan Hewan bersama Bulog langsung turun menyerahkan bantuan.

Seperti informasi yang dirangkum dari suaramerdeka.com, Selasa (29/1/2019) Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bantuan tersebut bisa membantu para peternak ayam untuk mendapatkan pakan dengan harga terjangkau. Sementara, untuk daerah di Jateng yang menjadi lumbung jagung, bisa dengan intervensi dari kepala daerah masing-masing.

“Jeritan dari para peternak itu adalah jagung. Kemarin saya bertemu dengan para peternak ayam secara informal, dan mereka menyampaikan jagungnya masih kemahalan. Maka, kita perlu untuk segera mencari dan mendukung para peternak ini, agar harga ternaknya juga tidak tinggi. Nah, sementara posisi luar negeri itu memang murah dan sekarang yang dibutuhkan adalah ada di mana jagung di dalam negeri ini. Termasuk yang di Jawa Tengah, maka di Grobogan masih ada atau tidak,” kata Ganjar, dilansir dari Radio Idola.

Dua daerah di Jateng yang merupakan sentra produksi peternakan ayam mmperoleh bantuan pakan ternak berupa jagung. Kabupaten Kendal mendapat 160 ton dan Solo Raya 140 ton di tahap pertama.

Bantuan itu diberikan, untuk memfasilitasi pemenuhan jagung bagi peternak mandiri sampai akhir Februari 2019 mendatang. (Inf/suaramerdeka.com)

Mukernas PDHI Dihadiri Dirjen PKH


Pembukaan Mukernas oleh Ketut Diarmita (Foto: Dok. PDHI)

Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mengadakan Mukernas  pada tanggal 25 dan 26 Januari 2019 di BUUTKP Cikarang. Mukernas tersebut mengusung tema Mewujudkan Organisasi PDHI Profesional Transparan dan Akuntabel.

Dirjen PKH, Bapak Dr drh Ketut Diarmita membuka Mukernas yang dihadiri oleh 154 Dokter Hewan. Peserta Mukernas terdiri dari perwakilan 42 PDHI cabang dan 19 Organisasi Non Teritorial.

Foto Bersama Pengurus PDHI (Foto: Dok. PDHI)

Mukernas menghasilkan kesepakatan 8 Surat Keputusan sebagai pedoman Jalannya Organisasi bagi PDHI cabang dan ONT. Salah satu SK menetapkan, bahwa PDHI akan segera mewujudkan kantor sekretariat permanen dan menerapkan aplikasi untuk seminar online bekerja sama dengan HaloVet.

PDHI berharap Mukernas ini akan membawa PDHI menjadi lebih baik di masa depan.

Annual Meeting 2019, Memantapkan Organisasi yang Tangguh

Foto bersama seluruh Direksi, Staf dan Karyawan PT Gallus Indonesia Utama. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Bersama Kita Memantapkan Organisasi yang Tangguh” menjadi tema Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama dalam mengawali awal tahun 2019. Kegiatan tahunan ini dilaksanakan di Jakarta, Kamis (24/1).

Seperti perusahaan pada umumnya, rapat tahunan ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kinerja seluruh divisi PT Gallus sepanjang periode 2018 dan persiapan program kerja pada 2019.

Direktur Utama PT Gallus, Ir Bambang Suharno, mengawali acara dengan pemaparan mengenai ASSA (Asumsi, Sasaran, Strategi dan Aksi) untuk 2019. Dalam presentasinya, sistem manajemen mutu dan memantapkan pemasaran lintas divisi menjadi hal yang ditekankan.

Usai pemaparan direksi, acara dilanjutkan dengan pemaparan ASSA masing-masing divisi PT Gallus, diantaranya oleh Ir Darmanung Siswantoro (Majalah Infovet, Info Akuakultur dan Cat&Dog), Wawan Kurniawan (Gita Pustaka), Efrida Uli (Gita Consultant), M. Sofyan (Supporting Team) dan Mariyam Safitri (Gita EO). Masing-masing divisi menyampaikan perolehan kinerja selama 2018 dan program kerja serta target 2019 untuk mendapat hasil yang maksimal.

Usai penyampaian ASSA, dilaksanakan penandatanganan budgeting 2019 oleh seluruh manajer divisi disaksikan langsung oleh direksi PT Gallus. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemaparan Komisaris PT Gallus, Gani Hariyanto.

Dalam paparannya, Gani mengatakan beberapa resep dalam memantapkan organisasi yang tangguh. Pertama, dibutuhkan profesionalisme, diantaranya memahami tugas dan tanggung jawab, bekerja sesuai Sispro dan target oriented. Kedua, dibutuhkan teamwork untuk melancarkan kerja berantai, informatif dan komunikatif, serta berpikir positif dan solusi oriented. Ketiga, dibutuhkan integritas, di mana bekerja bisa berjalan dengan tulus, patuh dan jujur. 

“Untuk membentuk organisasi yang tangguh, bekerja secara profesional sesuai target dan sasaran, bekerja secara teamwork dan integritas yang harus kuat untuk memajukan perusahaan. Jadi, profesional, teamwork dan integritas dibutuhkan untuk bersama-sama memantapkan PT Gallus yang tangguh,” tutur Gani.

Sementara, hadir memenuhi undangan, Ketua Umum ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia), Drh Irawati Fari, turut mengapresiasi pencapaian yang diperoleh PT Gallus. “Tiap tahun selalu berubah menjadi lebih positif berkat manajemen PT Gallus yang semakin baik. Diharapkan bisa lebih ditingkatkan lagi,” ujar Irawati.

Ia pun mengimbau, capaian target kerja menjadi fokus penting dengan memanfaatkan sesuatu yang baru, salah satunya seperti pelarangan AGP yang dapat menjadi peluang. “Kita harus mencari hal-hal baru, bekerja secara inovatif, komunikatif dan teamwork (lintas divisi). Secara garis besar kalau dilihat optimis sekali untuk PT Gallus karena banyak kegiatan. Tetap semangat di 2019, lebih sukses mencapai target,” pungkasnya. (RBS)

Jagung Masih Mencemaskan, Harga Telur Ayam Bisa Naik?

Harga jagung yang mahal berdampak ke harga telur.

Masalah jagung masih saja mencemaskan kalangan peternak. Presiden Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah suplai jagung.

Harga jagung yang masih mahal bakal berdampak ke harga telur dan daging ayam. Dikutip dari www.cnbcindonesia.com, Musbar mengatakan apabila suplai jagung masih langka dan harganya terus mahal, harga telur di tingkat farm gate (peternak) akan mengalami kenaikan hingga Rp 2.000/kg dari harga yang diatur pemerintah.

Pasalnya, biaya produksi telur peternak dengan harga jagung saat ini telah mencapai Rp 20.800 - 22.000 per kilogram. Sementara Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 mengatur harga acuan pembelian telur dan daging ayam di tingkat peternak seharga Rp 18.000 - 20.000/kg.

"Pemakaian jagung itu 50% dalam adukan pakan, artinya ada kenaikan harga Rp 1.000 per 1 kg pakan," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa umumnya bahan pangan dari unggas seperti daging dan telur ayam harganya mengikuti tren "bulan Jawa", atau tren kenaikan permintaan saat ada hari-hari besar keagamaan seperti puasa, Lebaran atau Natal.

"Trennya Januari-Februari permintaan telur memang sedang menurun, sehingga harga telur jatuh. Sementara harga pakannya naik," keluhnya

Jika pemerintah tidak segera turun tangan menambah impor jagung, permintaan telur yang naik di
akhir Februari- Maret akan membuat harga telur melonjak.

“Saat ini banyak peternak memilih memotong dan menjual daging ayam petelurnya dibandingkan merugi,” pungkas Musbar. **

PDHI Siap Berkolaborasi dengan ISPI

Pelantikan Pengurus Besar ISPI periode 2018-2022 sukses digelar pada Rabu (23/1) yang lalu. Tidak hanya dihadiri oleh pemerintah serta perwakilan perusahaan, tetapi juga oleh organisasi profesi lainnya, misalnya PDHI. Dalam acara pelantikan pengurus besar ISPI 2018 – 2022 hadir pula Ketua Umum PDHI Drh. Muhammad Munawaroh. 

Hadir sebagai undangan, Ketua Umum PB PDHI mengucapkan selamat kepada pengurus ISPI yang baru dilantik. Selain itu ia juga menekankan pada ISPI, bahwa PDHI sebagai “saudara tua” sesama organisasi profesi akan selalu siap melakukan kerjasama dalam bentuk apapun bersama ISPI.


Munawaroh : peternakan & kesehatan hewan jangan dipisahkan (Sumber foto : Infovet/Cholill)

“Peternakan dan Kesehatan Hewan itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, oleh karenanya kami siap membantu dan selalu berkoordinasi dengan ISPI dalam membangun sektor peternakan Indonesia,” tukas Munawaroh. Lebih lanjut ia menjelaskan, kolaborasi tersebut bisa dilakukan dalam banyak hal, misalnya saja dalam upaya pemenuhan protein hewani bagi masyarakat, penanganan bencana, dan lain sebagainya.


“Contoh baru – baru ini misalnya saja bencana erupsi Gunung Batur di Bali, kami (PDHI) di Bali sudah berkoordinasi dengan peternak serta perwakilan ISPI di sana untuk membantu para peternak yang kesulitan mengevakuasi ternaknya. Selain itu dari segi medis dan manajemen kami pun juga turut berkolaborasi di sana,” pungkasnya.

Munawaroh berharap, dengan terjalinnya kerjasama yang baik antar organisasi profesi dapat memberikan kontribusi lebih bagi masyarakat terutama peternak. (CR)

Koordinasi Apik, Karantina dan AVSEC Gagalkan Pengiriman Telur Burung Unta

Petugas BKP Pekanbaru Menggagalkan penyelundupan Telur Burung Unta (Sumber foto : BKP)

Pekanbaru - Karantina Pekanbaru gagalkan pengiriman telur burung unta tujuan Yogyakarta. Telur yang dikemas dalam kardus berukuran 30x30x45 cm itu dikirim melalui jasa ekspedisi.

Kecurigaan bermula pada saat paket bertuliskan makanan tersebut diperiksa melalui x-ray oleh pihak kemanan (AVSEC) cargo Bandara SSK II Pekanbaru. Terlihat pada layar berbentuk seperti telur. Kemudian pihak AVSEC berkoordinasi dengan petugas Karantina Pekanbaru dan didapati kardus tersebut berisi 4 butir telur burung unta yang dilapisi kertas koran. 3 butir telur dalam keadaan utuh, sedangkan 1 butir telah pecah.

"Pengiriman telur ini tanpa disertai sertifikat kesehatan dari karantina. Jadi kami tahan. Pemilik sudah dihubungi untuk diberikan sosialisasi tentang prosedur dan kelengkapan dokumen karantina. Harapan kami kedepannya pengiriman telur burung unta dapat dilakukan sesuai dengan peraturan," ujar drh. Rissar Siringo-ringo, petugas Karantina Pekanbaru. (BKP)

Pelantikan Pengurus Besar ISPI Periode 2018-2022


      
Pengurus Besar ISPI Periode 2018-2022 Yang Baru dilantik (Sumber : Infovet/Cholill)
Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) melaksanakan acara pelantikan pengurus besarnya, Rabu (23/1) lalu di Gedung Pusat Informasi Agribisnis, Kementan, Jakarta. Dalam sambutannya, Ketua Umum ISPI periode 2018-2022 Didiek Purwanto mengatakan bahwa sarjana bidang peternakan di Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pembangunan peternakan nasional, sebagai kekuatan dalam negeri terutama dalam penyediaan pangan asal hewan dengan pemanfaatan sumber daya lokal. 

Dalam acara tersebut dibacakan juga sambutan dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Sugiono. Ia menyampaikan hal senada dengan Didiek, serta mengajak seluruh insan sarjana peternakan melalui ISPI, untuk sama-sama bahu-membahu bersama pemerintah dan para stakeholder peternakan lainnya, mendukung pembangunan kemandirian pangan asal ternak.

“Saya yakin dan percaya ISPI mampu mengambil berbagai peran untuk meningkatkan pembangunan di sub sektor peternakan. Keanggotaan ISPI yang berasal dari berbagai elemen, seperti akademisi, birokrasi, dan praktisi pelaku usaha di berbagai komoditi yakni sapi, kambing domba, unggas, pakan dan sapronak, dapat saling bersinergi antar elemen tersebut”, jelas Sugiono.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA dalam arahannya pada acara pelantikan tersebut juga mengharapkan agar ISPI dapat menjadi katalisator agar para lulusan sarjana peternakan dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan melalui mempertemukan lembaga sertifikasi kompetensi bagi sarjana peternakan dengan perguruan tinggi. Disamping itu Syukur Iwantoro juga mengingatkan agar ISPI dapat menghilangkan sekat-sekat dan berkolaborasi dengan lembaga terkait untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan peternakan. Lebih lanjut Syukur Iwantoro juga berharap agar ISPI dapat membangun penyediaan pangan asal hewan yang sehat dan terjangkau bagi masyarakat. “Hal ini mengingat ISPI memiliki network dari pusat hingga daerah” imbuhnya.

Setelah sukses menyelenggarakan Kongres ke XII di Malang, akhir tahun lalu, ISPI semakin merapatkan barisan antar anggotanya. Tidak hanya pelantikan kepengurusan, turut pula diadakan Rapat Koordinasi antar bidang dan kelembagaan. ISPI sebagai wadah dan bentuk kerjasama para Sarjana Peternakan di Indonesia yang bertujuan untuk memajukan, mengembangkan dan mengamalkan ilmunya dalam pembangunan nasional.

Oleh karenanya diharapkan dapat terus memajukan peternakan di Indonesia dan menjadi mitra bagi pemerintah dalam meningkatkan konsumsi protein hewani. Didiek Purwanto berharap ISPI dapat menjadi tempat berkumpul, berdialog, bersosialisasi, dan berinteraksi bersama bagi anggota para Sarjana Peternakan, sehingga dapat mengembangkan keahlian dan potensi setiap anggotanya. “Langkah awal yang telah dilakukan ialah pemutakhiran anggota dengan mendata jumlah anggota secara online,” terangnya.

ISPI yang saat ini berusia setengah abad juga memiliki tugas yang sangat penting, yakni mengembangkan peternakan di Indonesia dan meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat yang masih rendah akan protein hewani. Tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah ini dipandang oleh negara lain sebagai potensi pasar bagi mereka. Untuk itu, kita sebagai bangsa sendiri juga harus dapat memanfaatkan peluang ini. (CR)

Berikut susunan pengurus ISPI periode 2018-2022
Ketua Umum : Didiek Purwanto
Ketua I : Dr. Soeharsono, S.Pt., M.Si
Ketua II : Ir. Sugiono, MP
Ketua III : Ir. Suaedi Sunanto
Ketua IV : Ir. Robi Agustiar, S.Pt., IPM
Sekretaris Jenderal : Joko Susilo S.Pt.,
Wakil Sekjen I : Ismatullah Salim S.Pt., 
Wakil Sekjen II : Andang Indarto S.Pt.,
Bendahara Umum : Idha Susanti S.Pt., MM.,
Wakil Bendahara : Christine Septriansyah S.Pt.

Professor Nidom Foundation Adakan Workshop PCR Application

Foto bersama peserta workshop dan trainer (Foto: Dok. PNF)

Professor Nidom Foundation (PNF) mengadakan workshop ”PCR Application for Animal Healthcare” dengan mendatangkan dua ahli dari Genereach Biotechnology Taiwan. Dua trainer tersebut adalah Simon Chung dan Frank Chung.

Bertempat di kantor PNF Surabaya, workshop digelar pada Sabtu (19/1/2019) yang diikuti 31 peserta terdiri dari peternak, dokter praktisi hewan kesayangan (companion animals), instansi dinas peternakan, serta akademisi.

Materi yang disampaikan oleh Simon Chung, adalah pentingnya kecepatan diagnosis dengan perangkat yang sesuai. Penggunaan metoda PCR, maka diagnosis adalah konfirmasi bukan lagi suspek.

Hal ini mengingat penyakit Zoonosis akan menjadi penyakit utama di masa yang akan datang. Jadi kecepatan, dan ketepatan diagnosis pada hewan/ternak bukan hanya untuk mencegah kerugian, namun untuk antipasi dini terhadap adanya penyakit Zoonosis.

“Setelah kami mendirikan PNF sebagai lembaga riset mandiri, banyak inspiras bermunculan dari kegiatan riset yang ada. Salah satunya kecepatan dan ketepatan diagnosis pada hewan,” ungkap Prof CA Nidom, dihubungi Infovet, Rabu (23/1/2019).

Lanjutnya, ketepatan diagnosis ini terutama hewan ternak dan kesayangan. Selama ini untuk hewan-hewan tersebut yang banyak tersedia adalah obat, vaksin dan hasil inovasi lain yang digunakan untuk menjawab atau meningkatkan problematik produksi. Sementara kecepatan dan ketepatan analisis problematiknya, terutama penyebab penyakit belum banyak kemajuan.

Oleh karena itu, PNF berinisiatif utk menjawab persoalan tersehut melalui PADIA Lab (PNF Animal Diagnotic Laboratory) dengan motto "Oneday Service".

Melalui pelayanan dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi, maka peternak/pelaku ekonomi peternakan tidak kehilangan waktu untuk menunggu melakukan tindakan terhadap problematik yang timbul.

PADIA Lab didukung oleh para ahli kompeten dan ditunjang alat yang canggih. Pelayanan dibuka 24 jam penuh, sehingga sampel yang datang dari seluruh Indonesia akan segera dilayani dan hasilnya bisa ditunggu dalam kurun 24 jam.

“Dalam pengiriman specimen, kami rencankan untuk gunakan semacam sample tissue, untuk mengurangi resiko di dalam proses pengiriman dan menghindari penggunaan es dan dry ice yang sudah tidak diperbolehkan dalam pengiriman udara. Ini masih sedang dalam proses negosiasi dengan inovatornya,” urai Prof Nidom.

Alat PCR (Foto: Dok. PNF)

Salah satu alat canggih yang baru digunakan untuk menunjang servis tersebut adalah PCR model baru  yaitu Isolated Isotermal PCR (iiPCR) yang kerjanya cepat, tepat dan tidak perlu template (bahan uji) yang banyak. Waktu yang dibutuhkan total hanya 80 menit.

Prof Nidom mengemukakan, target diadakannya workshop ini agar pihak-pihak yang selama ini membutuhkan diagnosis lab yang cepat dan tepat dapat mengetahui sekaligus mencoba metoda iiPCR ini, sehingga tidak ada keraguan lagi bahwa hasil lab bisa dalam kurun 24 jam diketahui hasilnya. “Semoga menjadi jalan alternatif untuk diagnosis hewan/ternaknya,” pungkas Prof Nidom. (NDV)

Enrekang Akan Adopsi Sistem Peternakan Jepang

Kabupaten Enrekang mempunyai potensi besar dalam pengembangbiakan sapi (Foto: Tribunnews)

Kabupaten Enrekang, salah satu daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel)  yang tengah didorong dalam pengembangan sumber daya di sektor pertanian dan peternakan. Dalam sektor peternakan, daerah yang dikenal dengan sebutan Bumi Massenrempulu ini memiliki potensi besar dalam pengembangbiakan sapi.

"Enrekang ini adalah daerah yang sangat potensial sekali. Baik dari perkembangan pertanian, peternakan, dan pariwisatanya," ungkap Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah,  Selasa (22/1/2019).

Merangkum informasi dari www.jawapos.com, dalam waktu dekat, Gubernur Sulsel akan melakukan kunjungan lagi ke Jepang untuk meninjau manajemen pengelolaan peternakan di negeri Sakura tersebut. 

Nurdin memberikan gambaran umum bagaimana pemerintah di Jepang mengelola pertanian dan peternakan dengan sumber daya manusia dan teknologi yang sangat luar biasa.

"Beberapa waktu lalu kami ke Jepang. Mereka mengembangkan peternakan itu oleh pemerintah daerah. Petani di sekitarnya menitipkan ternaknya untuk digemukkan," sebut Nurdin.

Peninjauan di Negeri Sakura nantinya diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam pengelolaan dua sektor utama Enrekang. Terutama untuk membantu mendorong upaya pengembangan hasil produksi utama masyarakat. (NDV)

Memerdekakan Peternak Rakyat

Prof Muladno.
Pada 19 September 2012 silam di salah satu hotel daerah Banda Aceh, keinginan untuk “mensarjanakan” peternak skala kecil (peternak rakyat) saya sampaikan dalam suatu pertemuan nasional yang dihadiri kepala dinas urusan peternakan dari 34 provinsi di Indonesia.

Keinginan itu dipicu oleh keprihatinan pribadi saya setelah berinteraksi dengan peternak rakyat di seluruh Indonesia sejak tahun 2001 dan menemukan fakta bahwa kondisi mayoritas peternak rakyat tidak berubah sejak saya menjadi mahasiswa fakultas peternakan di awal tahun 1980-an hingga kini.

Saya yakin, kondisi peternakan rakyat seperti itu bahkan sejak Indonesia merdeka. Jika ada perubahan yang terjadi saat ini, perubahan itu biasanya adalah jumlah peternak berkurang dan makin banyak kandang tak ada ternaknya. 

Dalam pertemuan nasional tersebut, ternyata hanya ada satu orang Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Ir Azril Azis, yang tertarik dengan konsep mensarjanakan peternak rakyat. Beliau meminta saya menerapkannya di Provinsi Sumsel mulai awal 2013.

Tiga kabupaten padat populasi ternak sapi dipilih sebagai uji coba untuk menerapkan konsep tersebut, yaitu Kabupaten Banyuasin Kecamatan Betung, Kabupaten Musi Banyuasin Kecamatan Sungai Lilin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir Kecamatan Mesuji Raya.

Dalam perjalanan mempersiapkan penerapan kegiatan tersebut, Dr Sofyan Sjaf, pakar sosiologi pedesaan IPB, mengusulkan nama Sekolah Peternakan Rakyat daripada Mensarjanakan Peternak Rakyat. Jadilah konsep pemikiran yang saya prensentasikan di Banda Aceh bernama Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) hingga kini.

Nama Sekolah Peternakan Rakyat disempurnakan lagi menjadi SPR-1111 yang bermakna bahwa di setiap SPR minimal sudah terdapat 1.000 ekor indukan dan maksimal 100 ekor pemacek milik peternak, minimal 10 strategi untuk mencapai 1 visi “peternak mandiri dan berdaulat”.

Deklarasi berdirinya SPR-1111 pertama kali di Indonesia diadakan di salah satu kantor desa di Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin. Atas komitmen Bupati Banyuasin, di kecamatan tersebut telah didirikan pula gedung pertemuan Sekolah Peternakan Rakyat dengan prasasti yang tertempel di salah satu dindingnya. Para petinggi yaitu Presiden RI, Gubernur Sumatera Selatan dan Bupati Banyuasin telah hadir dan berdialog dengan peternak SPR di dekat kandang milik peternak pada 6 Desember 2014 lalu. 

Hingga kini SPR-1111 terus berjalan dan ada 31 SPR yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia tercatat sebagai binaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB. Tidak semua SPR berjalan dan beraktivitas secara mulus dalam proses pembelajaran dan pendampingannya. Fakta di lapangan sampai saat ini menunjukkan bahwa komitmen bupati sebagai pemegang otoritas di kabupaten sangat menentukan berhasil-tidaknya proses pendampingan dan pembelajaran partisipatif peternak rakyat bersama akademisi kampus.

Sentra Peternakan Rakyat
Pada 1 Juni 2015, saya diangkat menjadi Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, berdasarkan Keputusan Presiden No. 75/2015. Karena konsep SPR-1111 terbukti berjalan dan mendapat respons baik dari komunitas peternak rakyat, konsep ini disetujui dijadikan program nasional tetapi dengan nama Sentra Peternakan Rakyat (SPR).

Filosofi yang terkandung dalam konsep SPR-1111 dan SPR sebenarnya sama.  Perbedaannya adalah bahwa SPR ini dibiayai dengan anggaran pemerintah pusat (APBN) dan bersifat kompetitif untuk mendapatkannya sedangkan SPR-1111 dibentuk atas inisiatif pemerintah kabupaten dengan anggaran APBD sendiri. Pada saat itu, saya usulkan dibentuk 500 SPR namun yang disetujui adalah 49 SPR yang tersebar di 47 kabupaten/kota. Sebagian besar anggaran APBN saat itu dialihkan untuk pembelian ternak sapi indukan.

Dengan kegiatan SPR, semangat peternak tumbuh dimana-mana karena mereka merasa mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Berbagai aktivitas untuk penguatan kelembagaan peternak dilaksanakan. Namun demikian program SPR terhenti di tengah jalan karena saya tidak bertahan lama di kursi kekuasaan sebagai Dirjen PKH. Pada 12 Juli 2016, saya diberhentikan dengan hormat sebagai dirjen dan diangkat sebagai staf ahli Menteri Pertanian RI. Karena berbagai pertimbangan, saya tidak bersedia menjadi staf ahli dan memilih kembali ke kampus IPB mengurus lagi peternak rakyat di bawah bendera SPR-1111 LPPM IPB.

Sebagaimana tradisi yang berjalan selama ini “ganti pejabat-ganti program”, maka program SPR diganti dengan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) di bawah kendali dirjen baru. SPR dibiarkan dan tidak dianggarkan lagi. Namun sebagian SPR masih bertahan dengan caranya masing-masing dan sebagian lagi layu atau mungkin mati.

Saat ini beberapa bupati yang wilayahnya terdapat SPR bekerjasama dengan rektor IPB untuk menggiatkan lagi SPR yang tidak diurusi pemerintah pusat. Melalui kerjasama rektor dan bupati, telah diselenggarakan kegiatan SPR-1111 di Sentra Peternakan Rakyat. SPR-1111 lebih berorientasi pada pendidikan peternak, sedangkan SPR lebih berorientasi pada penyediaan sarana-prasarana dan fasilitas bagi peternak. Dari waktu ke waktu, jumlah SPR-1111 binaan IPB terus bertambah seiring dengan makin dipahaminya konsep SPR-1111 secara lebih baik. Kabupaten dan perguruan tinggi makin bersinergi dalam membangun peternakan rakyat. 

Dalam waktu maksimum empat tahun, SPR-1111 dapat dinyatakan berstatus mandiri dan berdaulat setelah dilakukan penilaian oleh tim. Pada 18 Oktober 2017, dilaksanakan upacara wisuda SPR-1111 bersamaan dengan acara pembukaan expo internasional ILDEX di Kemayoran Jakarta. Enam ketua GPPT dan enam manajer dari enam SPR binaan IPB (terdiri dari Bojonegoro (tiga), sisanya dari Banyuasin, Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir) dilantik secara simbolis oleh Kepala LPPM IPB, Dr Prastowo.

Makna dari kelulusan ini secara substantif adalah bahwa SPR-1111 ini telah terbukti mampu mandiri dan berdaulat tanpa atau dengan bantuan pemerintah. Secara administratif, kerjasama antara pemerintah kabupaten dan IPB dalam rangka pendampingan dan pembelajaran partisipatif telah selesai, sehingga tak ada kewajiban bagi kedua instansi tersebut melakukan pembinaan lagi kepada peternak.

Atas keberhasilannya menerapkan konsep SPR-1111, dua Ketua Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) SPR Temayang Bojonegoro dan SPR Sungai Lilin Musi Banyuasin diundang oleh Duta Besar Indonesia untuk Austria, Djumala Darmansyah, dalam sebuah konferensi internasional yang berlangsung pada 19 September 2018 kemarin di Vienna, Austria. Mereka berdua menyampaikan kesaksiannya menerapkan konsep SPR-1111 dalam mewujudkan bisnis berjamaah di wilayah masing-masing.

Peternakan sapi skala rakyat. (Foto: Infovet/Ridwan)

Serikat Peternakan Rakyat Indonesia (SPRI)
Pada 10 November 2018, ketua GPPT dan enam manajer SPR-1111 yang telah dinyatakan lulus berkumpul di Jakarta. Selain mereka, hadir pula akademisi, pemitra, birokrat, pengusaha, perusahaan jasa asuransi dan tokoh peternak dari SPR-1111 yang masih aktif (belum lulus). Mereka bersepakat membentuk perkumpulan alumni SPR-1111, sehingga visi dan semangat kemandirian untuk berdaulat dapat dipertahankan dan ditingkatkan sepanjang waktu. 

Jadilah 10 November 2018 dinyatakan sebagai lahirnya Serikat Peternakan Rakyat Indonesia (SPRI) yang dideklarasikan di Gedung Perpustakaan Nasional lantai 17, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Pada saat bersamaan juga diadakan konsolidasi persiapan kerjasama antara Infrabanx, IPB dan SPRI dalam rangka kemitraan bisnis penggemukan dan pembiakkan sapi di Indonesia, serta penyebaran konsep SPR-1111 ke seluruh Indonesia.

Melalui kerjasama tersebut, rata-rata 750 ekor sapi bakalan per SPR dipelihara untuk penggemukan selama 3-4 bulan yang hasilnya dibagi secara proporsional antara infrabanx dan SPR. Selain itu, melalui kerjasama ini juga dilakukan konsolidasi perguruan tinggi untuk secara bersinergi melakukan pembelajaran partisipatif kepada para peternak di wilayah masing-masing, sehingga tidak hanya IPB saja yang bergerak “mendidik” para peternak untuk mencapai kemandirian dan kedaulatannya.

Ini merupakan kerjasama massif yang memerlukan dana besar dan melibatkan empat pilar utama, yaitu akademisi sebagai pengembang dan penyebar iptek, aparat pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, pelaku bisnis sebagai penyedia finansial maupun pemitra dan peternak sebagai pelaku utama dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Ini pula yang saya inginkan ketika saya diberi amanah sebagai Dirjen PKH. 

Menjadi ironis karena justru Infrabanx of Canada yang memberi kesempatan luas untuk penerapan konsep SPR-1111 secara meluas di seluruh Indonesia. Dengan menyediakan dana lebih dari Rp 3 triliun, diharapkan 500 SPR-1111 terbentuk untuk menghasilkan komunitas peternak yang handal untuk pembangunan peternakan secara nasional di Indonesia. Saat ini proses untuk mencairkan dana dari Canada ke Indonesia sedang dilakukan.

Program Infrabanx tersebut berorientasi pada bisnis profesional. Seleksi terhadap peternak yang ingin ikut bermitra dalam program Infrabanx ini sangat ketat dengan harapan ternak dapat terus berkembang melalui penyediaan sapi indukan, sedangkan penyediaan daging dari dalam negeri makin tercukupi melalui pengadaan sapi bakalan. Peternak harus mampu menunjukkan kemauan dan kemampuan untuk merawat ternak, menyediakan pakan dan berbisnis secara berjamaah.

Proses panjang untuk menjadikan peternak mandiri dan berdaulat yang dimulai 19 September 2012 masih terus berjalan dan tidak boleh berhenti. Kaderisasi akademisi yang peduli kepada pemberdayaan peternak harus dilakukan. Kaderisasi peternak berjiwa pemimpin perubahan juga harus dipersiapkan agar semangat kemandirian menuju kedaulatan terus menggelora di hati sabubari peternak. 

Perjalanan mengubah pola pikir melalui SPR-1111 ini juga memberi pelajaran penting bagi pemerintah. Program apapun yang digulirkan kepada peternak harus dimulai dengan mempersiapkan mental, pikiran dan sumberdaya yang dimiliki peternak. Berbisnis berjamaah dalam jumlah besar yang dikendalikan melalui manajemen yang baik merupakan syarat mutlak agar semua program dapat berjalan dengan baik dan sukses. ***

Muladno
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB,
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Festival Halal Qatar Targetkan Pengunjung Muda

Festival Halal Ternak tahun 2017 lalu (Foto: Gulf Times)

Festival Halal (Ternak) Qatar ke VIII digelar pada 2 hingga 10 Februari 2019 mendatang di Desa Katara.

Dilansir di Gulf Times, Selasa (22/1/2019), Festival Halal tersebut bertujuan melestarikan warisan, norma, dan budaya tradisional Qatar.

Edisi tahun ini, menyajikan serangkaian kegiatan berbeda dari penyelenggaraan sebelum-sebelumnya. Salah satunya, peran utama festival dalam mengajarkan masyarakat tentang sektor peternakan di negara itu.

"Festival ini membentuk platform unggulan bagi peternak untuk mempelajari praktik terbaik dalam profesi ini dan bertukar keahlian," kata Manajer Umum Desa Budaya Katara, Khalid bin Ibrahim al-Sulaiti.

Kegiatan Festival Halal itu menjadi salah satu agenda terbesar di Qatar dan wilayah selatan. Agenda itu berspesialisasi dalam bidang warisan ternak yang bertujuan mencerminkan suasana otentik kehidupan leluhur di Teluk, serta mendidik generasi muda.

Festival itu juga menampilkan pelelangan ternak pada jenis kambing dan domba terbaik. Sebagai bagian dari komitmen meningkatkan kesadaran di kalangan pemuda tentang halal, Desa Budaya Katara mengundang pelajar mengunjungi festival ini setiap pagi.

Lebih dari 30 kios akan menawarkan produk susu, ternak, dan makanan lokal untuk meningkatkan suasana tradisional festival tersebut.

Festival Halal Qatar merupakan festival perdagangan hewan sebagai aspek penting dari tradisi Qatar. Festival itu mencakup kompetisi, lelang publik, dan lumbung yang akan menampilkan keturunan yang berbeda dari kambing dan domba, seperti domba Syria, domba Arab, dan kambing Aaridy. Selain itu, ada kegiatan hiburan dan edukasi terutama penargetan pengunjung muda. (Sumber: republika.co.id)

Geliat Pemasaran Susu Sapi di Rejang Lebong

Susu besar manfaatnya untuk anak-anak (Foto: Pixabay)

Strategi peternak sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dalam memasarkan susu sapi ini patut dicontoh. Guna menyerap produksi susu di Rejang Lebong, peternak dan dinas terkait menggulirkan gerakan minum susu dikalangan pelajar yang mereka namakan Gerimismas, dalam bentuk kerjasama dengan sekolah-sekolah yang ada di Rejang Lebong .

"Kita akan melakukan penjualan susu sapi perah yang sudah dikemas dengan beberapa rasa ke sekolah-sekolah, karena memang susu sangat besar manfaatnya untuk anak-anak," ungkap Plt Kabid Peternakan Dinas Peternakan dan Perikanan Rejang Lebong sekaligus Kepala Puskeswan Curup, Drh Firi Asdianto.

Seperti diberitakan bengkulu.antaranews.com, Senin (21/1/2019), saat ini produksi susu sapi perah yang dihasilkan dua kelompok di Rejang Lebong mencapi 200 liter per hari, sedangkan yang terjual perharinya baru berkisar 50 persen saja.

"Dari 200-an liter susu segar yang dihasilkan ini langsung dibeli oleh koperasi baru 80 liter per hari. Sisanya harus dijual peternak sendiri dan jika tidak laku, kan sayang kalau terbuang begitu saja," ujarnya.

Dalam memaksimalkan penjualan susu segar yang dihasilkan dua kelompok peternak sapi perah yang ada di Desa Air Bening, Kecamatan Bermani Ulu Raya dan Desa Mojorejo, Kecamatan Selupu Rejang, pihaknya juga menawarkan usaha penjualan susu segar kepada masyarakat Rejang Lebong sehingga bisa membantu pemasaran produksi susu segar dari peternak.

Kalangan warga setempat yang tertarik membantu pemasaran susu peternak tersebut akan mereka dukung sepenuhnya dengan memberikan bantuan pinjaman alat untuk penjualan susu segar, antara lain lemari pendingin untuk tempat penyimpanan susu agar tidak cepat rusak.

Alat penyimpan susu ini mereka pinjam pakaikan kepada pelaku usaha susu di daerah itu. Apabila usahanya tidak produktif lagi, maka akan mereka diambil, guna diberikan kepada penjual susu lainnya yang membutuhkan.

Selain akan meminjamkan lemari pendingin, Dinas Pertanian dan Perikanan Rejang Lebong, imbuh Firi, juga akan memberikan bantuan wadah susu (cup) maupun alat pengemasan susu yang akan dijual itu sendiri. (NDV)

KUR Peternakan Klaster Sapi Segera Diluncurkan

Peternakan sapi perah di Dairy Village, Ciater, Subang (Foto: NDV/Infovet)

Direkur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani mengemukakan saat ini fokus Kementerian Pertanian adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) peternakan rakyat untuk klaster sapi potong dan perah. 

“Perkiraan satu hingga dua bulan ke depan KUR untuk klaster sapi akan diluncurkan,” ungkap Fini, Kamis (18/1/2019), seperti dilansir dari situs berita antaranews.com.

Fini memastikan perbankan akan mulai menyalurkan KUR khusus kepada klaster sapi, terutama yang sudah mempunyai pembeli (offtaker).

"Kalau sapi potong sudah terklaster, dia akan tahu pasarnya dimana saja, dan mempunyai divisi penjualan sendiri, sehingga bisa membangun kemitraan dengan offtaker," ujarnya.

Ia menambahkan penguatan KUR peternakan rakyat ini dilakukan agar kerja para peternak sapi dapat lebih efisien untuk mendorong produksi.

"Klaster yang diharapkan nanti seperti korporasi petani. Jadi, lebih efisien jika berada dalam satu lokasi yang sama, tidak individual lagi," katanya. **

Penikmatnya Bertambah, Ternak Bebek Pedaging bisa Jadi Usaha Sampingan

Bibit bebek Peking. (Sumber: Istimewa)

((Makin banyaknya restoran dan warung tenda penyedia olahan daging bebek, menjadi indikator bahwa daging unggas ini mulai banyak penggemarnya. Bagi yang jeli, usaha ternak bebek pedaging bisa jadi sumber penghasilan tambahan yang menggiurkan.))

Menikmati daging bebek, ternyata tidak semua orang berani. Ada yang menganggap daging unggas ini mengandung kolesterol tinggi, ada juga yang beralasan kurang suka dengan aroma dagingnya. Bisa jadi, karena itulah restoran atau rumah makan penyedia daging bebek tidak setenar rumah makan yang menyediakan olahan daging ayam.

“Katanya sih kolesterolnya tinggi, karena itu saya ga berani makan daging bebek. Aromanya juga saya kurang suka,” ujar Rio Ardana, saat berbincang dengan Infovet di salah satu rumah makan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pria yang bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan farmasi di Jakarta ini mengaku sempat mencicipi daging bebek, namun karena ketidaksukaan dengan aromanya ia pun kembali beralih ke olahan daging ayam.

Lain halnya dengan Kendra Suhanda, atasan Rio Ardana di tempat kerjanya itu, justru tampak lahap menyantap bebek goreng bumbu pedas.

Rio dan Kendra hanyalah dua dari sekian banyak orang yang kurang suka dan suka menyantap daging bebek. Cara mengolah dan menyajikan daging unggas yang satu ini memang menjadi salah satu penentu, orang berminat atau tidak mengonsumsi daging bebek. Seorang chef di rumah makan tempat kami bersantap, mengatakan memang harus ada perlakuan sedikit beda saat mengolah daging bebek dibandingkan dengan mengolah daging ayam.

“Kalau cara masaknya kurang pas, memang kadang masih ada aroma kurang sedap untuk daging bebek. Tapi kami memiliki bumbu spesial sehingga bebek olahan kami jadi spesial,” tuturnya.

Namun, di balik minimnya pamor daging bebek, justru para pengelola restoran kelas atas justru mengolah daging unggas ini sebagai menu andalan. Harga per porsinya pun cukup mahal, bisa mencapai Rp 90.000. Padahal, untuk menu yang tak jauh beda di warung tenda hanya dipatok tak lebih dari Rp 20.000. Tentu saja, dengan teknik pengolahan yang sempurna akan menghasilkan sajian daging bebek yang istimewa.

Saat ini, di Jakarta dan di beberapa kota besar lainnya, penikmat daging bebek cukup banyak. Indikatornya bisa dilihat dari mulai menjamurnya warung makan, khususnya warung tenda, yang menyajikan olahan daging bebek. Bahkan, di Jakarta dan Depok sudah mulai banyak warung-warung makan yang khusus menyediakan menu daging bebek, khas masakan Madura. Tak sedikit pula restoran yang khusus menyediakan olahan daging bebek.

Usaha Sambilan Menguntungkan
Makin menggeliatnya usaha rumah makan yang menyajikan olahan daging bebek ini rupanya memantik sebagian orang untuk menggeluti usaha di sektor hulunya, yakni beternak bebek pedaging.

Salah satunya adalah Purwanto Joko Slameto di Boyolali, Jawa Tengah. Sejatinya, usaha yang ia tekuni itu merupakan sumber penghasilan sampingan. Ia sendiri berprofesi sebagai dosen Jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat.

Usaha sampingan yang ditekuni dosen ini tergolong berani. Maklum, dari lingkungan kerja yang terbiasa serba bersih ia justru tertarik dengan usaha ternak bebek yang harus terbiasa dengan aroma kandang yang kurang sedap. Tapi itulah fakta yang dilakukan oleh pria yang biasa disapa Joko ini. Sekarang, ia sudah menikmati sukses bisnis sambilan bebek muda.
Kisah sukses usaha sambilannya itu diawali pada 2005 silam. Dari kegemarannya menyantap daging bebek, mendorong Joko mendirikan usaha ternak bebek di bawah bendera usaha Anugerah Barokah Gede (ABG). Singkatan ABG memberikan kesan bahwa bebek yang diternak masih muda. Kata Joko, nama ABG digunakan untuk menarik perhatian.

Menurut pengakuannya, saat mengawali usaha ternak bebek, karena tidak berpengalaman, ia memulainya dengan melakukan ujicoba menernakkan bebek lokal. Dari 50 ekor bebek, hanya 30 ekor yang sukses dibesarkan saat itu. Dari sinilah Joko mulai giat mempelajari banyak hal mengenai budidaya bebek.

Pak dosen pun mulai lebih serius, ia merogoh kocek hingga Rp 1,5 juta untuk membeli sebanyak 200 ekor bebek muda dari daerah Solo, Jawa Tengah. Dengan memanfaatkan lahan seluas 100 m2 yang merupakan lahan tidak terpakai miliknya di Boyolali, ia menjalankan peternakan sembari mempelajari sistem usaha yang akan dikembangkan dan membangun jaringan untuk pemasaran.

Ia mengawinkan indukan bebek dengan perbandingan jantan dan betina 1:5. “Hasil bebek dari ternak kedua lumayan dengan tingkat kematiannya lebih kecil dibandingkan sebelumnya,” ujar Joko. 

Usahanya terus berlanjut hingga sekarang. Ia mengungkapkan, kunci sukses usahanya adalah memperkenalkan penjualan itik jantan muda dalam bentuk karkas. Ya, di tahun kedua usaha, Joko mulai mengembangkan bebek potong (karkas) dengan target dapat menyuplai bebek ke beberapa restoran yang menyediakan menu bebek di daerah Solo dan Yogyakarta. Lambat laun, usahanya berkembang dan pemasarannya merambah ke Surabaya pada 2007. 

Di sini, Joko mengetahui bahwa permintaan bebek hidup dan bebek ungkep (prasaji) cukup tinggi. Meski tingkat persaingannya juga cukup tinggi karena banyak peternak bebek dari daerah juga memasok, Joko mengaku ikut meramaikan persaingan itu.

Tahun 2008, ia mengepakan sayap usahanya ke Jakarta. Untuk memulai usahanya di Jakarta, ia mensurvei restoran-restoran yang menghidangkan bebek. Agar bisa lebih memasok untuk kebutuhan restoran, tahun 2008 Joko membuka sistem kemitraan.

Karkas bebek. (Sumber Istimewa)

Harga Cenderung Stabil
Harga daging bebek tergolong sepi dari isu fluktuasi harga seperti yang terjadi pada daging ayam. Harga daging bebek cenderung lebih stabil. Di pasaran, harga bibit bebek untuk jenis Peking KW (persilangan betina hibrida putih dan pejantan Peking) mencapai Rp 8.500 per ekor. Sedangkan untuk bibit jenis Hibrida Rp 7.500 dan jenis Mojosari Rp 9.300 per ekor. Sebagian besar peternak bebek pedaging masih berada di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebab itu, harga bibit bebek ini akan lebih tinggi jika dijual di pasaran luar Jawa.

Seperti halnya harga bibit, harga jual bebek pedaging dewasa juga tergolong stabil. Namun demikian, setiap penyedia daging unggas ini memiliki harga yang berbeda.

Farmbos, misalnya, platform online yang bergerak pada bidang agriculture ini mematok harga bebek pedaging untuk berat 1,5 kg seharga Rp 25.000, berat 2 kg seharga Rp 33.000 dan berat 3 kg seharga Rp 42.000. Sementara Agromart, marketplace yang berkantor di Bogor juga menjual berbagai jenis daging bebek dengan harga bervariasi. Untuk karkas bebek lokal/hibrida berkisar Rp 27.000-45.000 per ekor, bebek Peking beku 1,8-1,7 kg seharga Rp 65.000-67.000 per ekor. Ada juga daging bebek premium yang dihargai Rp 17.000-40.000 per ekor. Sementara di Surabaya, supplier daging bebek Nusantara Jaya Unggul mematok harga Rp 37.000 per ekor.

Perbedaan harga dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah lokasi peternakan. Di sentra peternakan seperti Boyolali dan Mojokerto, harga lebih murah dibanding harga di lokasi lain yang bukan sentra peternakan.

Selain itu, masalah pakan juga menjadi bagian dari penentu harga unggas ini. Bebek pedaging yang diberi pakan berkualitas (pakan pabrikan) tentu akan lebih mahal dibandingkan dengan bebek yang diberi pakan racikan peternak sendiri. Sementara soal rasa daging, sangat tergantung dari cara mengolahnya. (Abdul Kholis)

El Nino & Pelarangan AGP, Ujian Berat Bagi Peternakan Indonesia

Usaha peternakan broiler yang masih menggunakan kandang tradisional. (Sumber: rri.co.id)

Tahun 2018 lalu menjadi salah satu ujian berat bagi sektor peternakan Indonesia. Selain karena cuaca yang tak menentu akibat El Nino, para peternak juga “diuji” ketahanannya dengan pakan tanpa AGP, bagaimana mereka menghadapinya?

“Untuk menjadi pelaut yang andal, harus mengetahui cuaca”. Kutipan tersebut juga berlaku di dunia peternakan. Karena untuk menjadi peternak yang andal, juga harus bisa bersahabat dengan alam. Selain faktor internal, kesuksesan dalam usaha peternakan juga didukung faktor eksternal, salah satunya iklim dan cuaca. Khususnya bagi peternak yang menerapkan sistem kandang terbuka, mereka benar-benar harus bisa bersahabat dengan alam agar performa ternaknya terjaga.

Fenomena El Nino
El Nino merupakan fenomena penurunan curah hujan di wilayah Indonesia terutama di selatan khatulistiwa. Penyebabnya adalah menghangatnya suhu muka laut di Samudra Pasifik area khatulistiwa, akibatnya musim kemarau lebih panjang daripada musim hujan. Fenomena ini juga melanda negara-negara lain di dunia. Lahan pertanian menjadi yang paling berisiko terdampak kekeringan akibat El Nino.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa Indonesia bakal mengalami El Nino pada akhir September hingga awal Oktober 2018. Prediksi tersebut ternyata benar adanya, peternak merasakan bahkan sampai bisa dibilang “merindukan” datangnya hujan.

Dampak dari musim kemarau yang panjang bagi sektor peternakan tentunya tidak main-main, suhu tinggi pada siang hari dapat menyebabkan ternak stres, yang juga lebih penting adalah ketersediaan bahan baku pakan misalnya jagung.

Musim kemarau panjang tentunya menyebabkan suhu tinggi pada siang hari, terkadang suhu naik sangat ekstrem, sehingga menyebabkan cekaman pada ternak. Menurut Prof Agik Suprayogi, guru besar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), iklim memegang peranan besar bagi produktivitas ternak dan kadang peternak sering acuh terhadap hal ini.

“Selain manajemen peternakan, jangan sekali-kali melupakan hal ini (iklim) apalagi ketika musim-musim yang sulit ditebak seperti itu, salah-salah nanti peforma ternak kita turun,” tutur Prof Agik.

Salah satu contoh iklim dapat memengaruhi maksud Prof Agik, yakni terhadap spesies hewan, misalnya sapi perah. “Sapi perah kan cocoknya di iklim dengan suhu sejuk dan dingin misalnya pegunungan, gimana coba kalau dipindahkan ke tengah kota? Produksinya turun toh,” ucapnya.

Ia melanjutkan, bahwa cekaman akibat suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, selain dapat menyebabkan stres dan penurunan performa ternak, juga merupakan pelanggaran terhadap animal welfare.

“Bebas dari rasa ketidaknyamanan juga masuk dalam five freedom of animal welfare, oleh karenanya kalau peternak santai-santai saja menghadapi iklim ekstrem dan ternaknya dirawat “biasa-biasa saja” ruginya dua kali, sudah performa turun, dosa pula,” pungkasnya sambil berkelakar.

Mengapa rasa tidak nyaman pada ternak dapat menurunkan performa?, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kamel (2016) pada ayam broiler, cekaman suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Dirjen PKH: Upsus Siwab Tambah Populasi dan Pendapatan Peternak

Dirjen PKH bersama narasumber lain saat bincang agribisnis. (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, mengatakan sejak peluncuran GBIB (Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan) dan Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), populasi sapi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Ini terbukti dari loncatan populasi sapi sepanjang 2014-2017 naik sebesar 3,86% per tahun dibanding 2012-2014 yang hanya 1,03% per tahun pertumbuhannya. Pelayanan IB sepanjang Januari 2017-Desember 2018 telah terealisasi sebanyak 7.964.131 ekor, dengan kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 triliun dengan asumsi satu ekor pedet Rp 8 juta.

“Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi Upsus Siwab pada 2017 sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 20,54 triliun rupiah,” kata Ketut, Selasa (8/1).

Ia menambahkan, Upsus Siwab memiliki esensi mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan peternak. “Siwab ini kan untuk menambah populasi dan pendapatan peternak, jadi jangan sampai berhenti. Ini terus kita lakukan, siwab terus kita genjot,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, program Upsus Siwab ini juga mampu menurunkan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif bekerjasama dengan Baharkam Polri. Sepanjang Januari-Desember 2018 pemotongan betina produktif mencapai 8.514 ekor, jumlah tersebut menurun 57,12% dibanding tahun 2017 yang mencapai sekitar 17 ribu ekor. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer