Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini FAO | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEMENTAN, FAO, DAN BBGP JABAR INTEGRASIKAN ZOONOSIS DALAM KURIKULUM SEKOLAH

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menandatangani Perjanjian Kerja Sama Program Pemberdayaan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Penggerak dalam Peningkatan Kesadaran Zoonosis pada Jenjang Pendidikan Tingkat Dasar di wilayah Provinsi Jawa Barat  (Foto : FAO)


Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Barat, meluncurkan Program Pemberdayaan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Penggerak dalam Peningkatan Kesadaran Zoonosis pada Jenjang Pendidikan Tingkat Dasar di wilayah Provinsi Jawa Barat pada acara puncak perayaan Hari Rabies Sedunia atau World Rabies Day (WRD) di Bandung Sabtu (7/10).

Sesuai dengan semangat kampanye global WRD 2023 yang bertemakan, ‘All for 1, One Health for All’, kolaborasi multisektor ini mengambil pendekatan baru yang inovatifdengan memperkenalkan pendidikan zoonosis kepada siswa SD dan SMP melalui Kurikulum Merdeka Belajar.

 

Rabies merupakan salah satu dari enam penyakit zoonotik prioritas lintas sektor di Indonesia. Rabies adalah penyakit zoonotik pertama yang dikampanyekan sebagai model untuk memulai program ini, mengingat Jawa Barat masih dalam proses pembebasan rabies, khususnya Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sukabumi yang masih endemis terhadap penyakit berbahaya ini


Oleh karena itu, pendidikan sejak usia dini sangat penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam respons rabies. Program ini merupakan bagian dari upaya pencegahan rabies yang lebih luas dengan melibatkan masyarakat dalam sektor pendidikan yang bertujuan untuk mengurangi risiko rabies, terutama di kalangan anak-anak.

 

Pada kesempatan tersebut, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian bersama Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menandatangani Perjanjian Kerja Sama sebagai bentuk dimulainya pelaksanaan program tersebut. 


“Rabies memerlukan program pengendalian lintas sektor yang terpadu berdasarkan prinsip One Health. Kesadaran terhadap masyarakat berisiko tinggi, dalam hal ini anak-anak, sangat diperlukan, mengingat 40% korban rabies adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun,” kata Syamsul Ma'arif, Direktur Kesehatan Masyarakat VeterinerKementerian Pertanian.

 

Mohammad Hartono, sebagai Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menyambut baik adanya program ini, dan menyatakan bahwa kurikulum ini, nantinya perlu disampaikan kepada seluruh sekolah, tidak terbatas hanya di Sekolah Penggerak saja. 


“Program ini merupakan bentuk kerja sama multisektoral yang strategis dan inovatif di Sekolah Penggerak Provinsi Jawa Barat untuk mengendalikan zoonosis dan memperkuat ketahanan kesehatan melalui pendidikan,” kata Hartono.

 

“Memasukkan zoonosis ke dalam Kurikulum Merdeka Belajar pada pendidikan tingkat SD dan SMP merupakan kolaborasi  multisektoral yang strategis untuk menciptakan generasi yang sadar akan zoonosis yang mengancam kesehatan masyarakat dan bersedia mengambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian rabies atau zoonosis lain yang mungkin muncul di Indonesia kedepannya," kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste.


FAO percaya bahwa program ini dapat memberikan dampak yang signifikan dalam membantu mencapai rencana strategis global untuk menghilangkan kematian manusia akibat rabies yang disebabkan oleh anjing pada tahun 2030, sehingga menciptakan Indonesia bebas rabies.

 

Sebagai bagian dari kegiatan komunikasi risiko rabies dan keterlibatan masyarakat, FAO Indonesia sebelumnya memfasilitasi webinar online tentang pencegahan rabies bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, yang secara eksklusif menyasar para guru dan staf kependidikan Sekolah Penggerak di Provinsi Jawa Barat untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai ancaman rabies dan tindakan yang tepat dalam merespon penyakit tersebut. Setelah itu, materi informasi, edukasi, dan komunikasi dibagikan ke seluruh Sekolah Penggerak di Provinsi Jawa Barat sebagai alat bantu ajar untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang rabies. (INF)

MENGHAYATI PENTINGNYA PERAN TECHNICAL SERVICE DALAM MEMINIMALISIR AMR

Foto Bersama Para Peserta


Sabtu 17 Juni 2023 yang lalu di Hotel Oak Wood Taman Mini Indonesia Indah digelarlah Lokakarya Nasional Aksi Bersama Mencegah AMR Bagi Tenaga Pelayan Teknis (Technical Services) Peternakan Unggas di Indonesia.

Acara tersebut terselenggara berkat kolaborasi dari beberapa stakeholder di dunia peternakan seperti Asosiasi Dokter hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Food and Agriculture Organization (FAO), World Animal Health Organization (WOAH), dan tentu saja Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Dalam sambutannya Ketua Umum ADHPI, Drh Dalmi Triyono menyampaikan bahwa sejatinya penggunaan antibiotik di bidang kesehatan manusia dan hewan adalah keniscayaan. Namun kurang bijak dan sesuainya penggunaan antibiotik menyebabkan terjadinya resistensi antimikroba (AMR). 

"Salah satu bidang pekerjaan dokter hewan di perunggasan misalnya, Technical Service. Mereka merupakan garda terdepan untuk mengedukasi peternak, bukan hanya menjual produk saja, tetapi harus lebih banyak memberikan pengetahuan dan mengubah mindset peternak khususnya dalam penggunaan antibiotik," tutur Dalmi.

Dalam kesempatan yang sama secara daring Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan juga telah melakukan berbagai upaya pengendalian AMR melalui penetapan peraturan yang mendorong AMU yang bijak dan bertanggung jawab.

Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan salah satu indikator pengendalian AMR 2020-2024 adalah tercapainya penurunan 30% penggunaan antimikroba untuk tujuan profilaksis di peternakan unggas pedaging pada tahun 2024. Dengan mulai terbukanya pasar negara lain terhadap produk unggas Indonesia, tata laksana terapi antimikroba yang baik bukan saja mendukung target pemerintah dalam pengendalian AMR, tetapi juga mendukung usaha dalam memperluas pasar produk perunggasan Indonesia.

Sedangkan Tikiri Priyantha yang merupakan perwakilan WOAH mengatakan bahwa resistensi antimikroba menjadi permasalahan bersama secara global dan merupakan sepuluh besar ancaman yang membutuhkan perhatian serius. Menurutnya AMR bisa membahayakan semua makhluk, tak hanya hewan, namun juga manusia hingga lingkungan, Untuk itu sebuah gerakan bersama pengendalian AMR, untuk meningkatkan kesadaran di antara para pemangku kepentingan menjadi sebuah hal yang penting. (CR)


FAO LUNCURKAN PEDOMAN TRANSPORTASI DAN PENYEMBELIHAN TERNAK UNTUK ASIA - PASIFIK

Buku Panduan Transportasi dan Penyembelihan Hewan Ternak
(Sumber : FAO, 2023)


Awal tahun ini organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) meluncurkan panduan teknis tentang transportasi dan pemotongan hewan ternak yang disesuaikan dengan kondisi negara-negara di wilayah Asia-Pasifik. Panduan ini mencakup proses transportasi untuk sapi, babi, kambing, domba, dan ungags, dengan penekanan pada transportasi darat, melengkapi dua panduan terdahulu tentang peternakan cerdas-iklim (climate-smart livestock) dan peternakan dan pemotongan skala rumah tangga (backyard farming and slaughtering) yang diluncurkan pada 2021 silam. 

Dokumen ini menyediakan informasi penting tentang bagaimana perlakuan sebelum penyembelihan, pada saat pemingsanan, serta praktik penyembelihan yang tidak memperhatikan kesejahteraan hewan atau animal welfare dengan perlakuan yang membuat ternak merasa sakit, takut, serta stress. Namun, panduan ini tidak mencakup proses lebih lanjut setelah kematian hewan terkonfirmasi.

Hal ini dilatarbelakangi oleh perdagangan hewan ternak hidup yang telah terjadi selama ribuan tahun. Hewan ternak telah diperdagangkan sejak praktik sistem pertukaran hewan sederhana dilakukan oleh masyarakat, hingga perdagangan hewan modern dengan jarak yang sangat jauh. Sifat produksi dan perdagangan ternak komersial terjadi sedemikian rupa sehingga pada titik tertentu memerlukan pengangkutan massal dari peternakan yang berfokus pada pembibitan ke pasar komersial, hingga ke rumah potong hewan atau tempat penyembelihan.

Sistem produksi peternakan di Asia dan Pasifik kini semakin terstratifikasi, dengan beberapa lalu lintas atau perpindahan ternak di antara peternakan produksi dan pemotongan, yang sebagian besar masih berupa peternakan tradisional. Pengurangan rantai pasar dan perencanaan lalu lintas yang baik secara hati-hati dapat dengan signifikan mengurangi risiko terhadap kesehatan atau penyakit hewan, kesejahteraan hewan, serta penyakit yang dimediasi dengan makanan (foodborne diseases). Selain itu, pengurangan durasi dan frekuensi transportasi, sambil mengoptimalkan kondisi transportasi (sehingga secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesejahteraan hewan), juga akan berpengaruh terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.

Transportasi berpotensi bahaya bagi hewan, terlepas dari apakah perjalanan yang dilakukan antar- atau di dalam wilayah suatu negara, atau melalui jalur darat, kereta api, pesawat udara, atau kapal laut. Beruntungnya, masih ada cara di mana stakeholder peternakan tetap bisa mengidentifikasi risiko terhadap kesejahteraan hewan dan memberikan opsi lain yang cocok untuk menghasilkan kesjahteraan hewan yang optimal, yang menghasilkan produk ternak yang berkualitas. (WF)

PERINGATAN HARI PANGAN SEDUNIA : FAO & KEMENTAN TEGASKAN PENTINGNYA STANDAR PANGAN UNTUK MITIGASI AMR

Menteri Pertanian bersama FAO mengajak masyarakat mengonsumi produk hewan yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) dalam peringatan Hari Keamanan Pangan Sedunia 2023.
(Sumber : FAO 2023)

Dalam rangka memperingati Hari Keamanan Pangan Sedunia, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengajak masyarakat untuk mengkonsumsi produk pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).

Puncak peringatan Hari Keamanan Pangan Dunia atau World Food Safety Day (WFSD) 2023 yang dilaksanakan di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian pada Kamis (8/6) sangat meriah.  Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, serta Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Pada kesempatan tersebut Mentan SYL menyampaikan, peringatan ini menjadi momentum dalam meningkatkan peran bersama untuk kita menjaga keamanan pangan.  “Pangan memiliki peran fundamental dalam keberlangsungan kehidupan manusia dan pangan yang aman merupakan hak setiap orang,” kata Mentan SYL. Sehingga menurutnya, segala upaya dalam memastikan pangan yang aman mutlak diperlukan.  

Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah menyampaikan, salah satu upaya pemerintah untuk menjamin keamanan pangan bagi masyarakat adalah melalui sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV), yang merupakan salah satu bentuk jaminan keamanan pangan untuk produk asal hewan. “Adanya standar memberikan panduan penanganan makanan yang higienis bagi peternak, termasuk batas residu pestisida dan obat hewan, untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba (AMR),” jelasnya.

Sebagai informasi, sejak tahun 2006, Indonesia bekerjasama dengan FAO dan USAID, serta pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat sistem pengawasan keamanan pangan dengan memastikan keamanan produk ternak di Indonesia, serta secara efektif mengendalikan ancaman AMR melalui anjuran penerapan biosekuriti 3-zona dan kebersihan-sanitasi di peternakan.

Sementara itu, Yohanes Baptista Satya Sananugraha, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Penduduk, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan  menjelaskan pangan yang aman, sehat dan bergizi sangat diperlukan dalam setiap tahapan siklus hidup, mulai sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. “Salah satu bahan pangan yang sangat baik untuk tumbuh kembang anak dalam upaya pencegahan stunting adalah protein hewani,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, menyoroti pentingnya keamanan pangan bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rajendra menyatakan, “Dengan menegakkan standar keamanan pangan yang tinggi, kita dapat menyelamatkan nyawa dan memastikan rantai pasokan pangan yang lebih aman.”

 

Lebih lanjut, Rajendra menegaskan bahwa pangan yang tidak aman juga dapat dihasilkan dari kontaminasi organisme AMR yang berpotensi menimbulkan ‘silent pandemic’ atau pandemi senyap. Untuk itu  penggunaan antimikroba secara bijak dan bertanggung jawab pada semua sektor harus terus digencarkan. “Mari berkomitmen untuk menjunjung tinggi standar keamanan pangan dan bekerja secara kolaboratif untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (INF)

HARI KEAMANAN PANGAN SEDUNIA 2023 : STANDARISASI PANGAN MENYELAMATKAN NYAWA

Memastikan Kemanan Pangan Yang Dikonsumsi adalah Suatu Keniscayaan

Memastikan keamanan pangan kita menjadi hal yang penting dalam dunia yang terus berubah dengan cepat. Dengan pertumbuhan populasi, urbanisasi, perluasan lahan pemukiman, dan perubahan iklim, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menekankan pentingnya standar pangan untuk melindungi kesehatan masyarakat. 

Menyambut Hari Keamanan Pangan Dunia yang dirayakan besok pada tanggal 7 Juni, FAO mendesak para pembuat kebijakan, praktisi, dan investor untuk memberi prioritas pada produksi dan konsumsi pangan yang aman dan berkelanjutan demi kehidupan yang sehat.  

Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, menyoroti pentingnya keamanan pangan dengan mengatakan, "Dengan menjaga standar keamanan pangan yang tinggi, kita dapat menyelamatkan nyawa dan memastikan rantai pasokan pangan yang lebih aman." 

Tema Hari Keamanan Pangan Dunia tahun ini, "Standarisasi pangan menyelamatkan nyawa," bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang peran kritis standarisasi pangan dalam melindungi konsumen dan mempromosikan perdagangan pangan yang adil. 

 "Mempromosikan keselamatan pangan membuat perbedaan. Melalui upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk sektor swasta, kita melihat peningkatan kesadaran tentang keamanan pangan, yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," tambah Aryal. 

Angka statistik yang mengkhawatirkan mengungkapkan bahwa satu dari sepuluh orang di dunia jatuh sakit akibat makanan terkontaminasi setiap tahun. Hal ini terjadi di setiap negara. Lebih dari 200 penyakit terkait dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi. "Kita harus bekerja sama untuk melindungi populasi rentan, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun, yang menjadi korban dari kontaminasi makanan ini," tekan Aryal terkait fakta bahwa anak-anak adalah salah satu yang pertama kali terkena penyakit akibat kontaminasi makanan. 

Peran Indonesia dalam Komisi Codex Alimentarius 

Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam kerja Komisi Codex Alimentarius, badan pengatur standar pangan internasional yang didirikan oleh FAO dan WHO. Pemerintah Indonesia mengakui pentingnya menyelaraskan standar keamanan pangan nasional dengan standar internasional Codex untuk memastikan perdagangan yang adil dan memberikan perlindungan kesehatan bagi warganya. 

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai penanggung jawab untuk Codex di Indonesia memainkan peran penting dalam melaksanakan dan mempromosikan standar Codex. Sebagai penanggung jawab, BSN turut mengoordinasikan Komite Nasional Codex yang terdiri dari perwakilan dari berbagai lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, organisasi konsumen, dan institusi ilmiah, serta meninjau, mengadopsi, dan mengusulkan revisi atau standar baru jika diperlukan. Tujuan dari Standarisasi adalah memastikan standar keamanan pangan nasional Indonesia sejalan dengan standar Codex internasional, untuk menjamin pangan yang aman dan berkualitas tinggi bagi konsumen. 

FAO bekerja sama erat dengan pemerintah Indonesia dan mitra lainnya untuk memperkuat sistem pengendalian keamanan pangan di negara ini. Melalui bantuan teknis, pembangunan kapasitas, dan panduan kebijakan, FAO bertujuan untuk meningkatkan praktik dan standar keamanan pangan di seluruh rantai nilai pangan. Kemitraan FAO dengan Indonesia dan negara-negara lainnya sangat penting untuk mempromosikan keamanan pangan dan menjamin kesehatan masyarakat. 

"Siapapun anda atau apa yang anda lakukan, anda memainkan peran penting dalam memastikan pangan aman untuk dikonsumsi. Mari berkomitmen untuk menjunjung tinggi standar keamanan pangan dan bekerja secara kolaboratif untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," tambah Aryal. 

FAO mengimbau individu, bisnis, dan pemerintah untuk menyadari tanggung jawab mereka dalam memastikan keamanan pangan. (INF)

FAO DAN KEMENTAN UNDANG BARA GELAR WORKSHOP AMR

Foto Bersama Para Peserta dan Trainer

Resistensi antimikroba (AMR) tentunya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Isu tersebut bahkan merupakan salah satu topik yang dibahas oleh para pemimpin dunia pada KTT G-20 di bali beberapa waktu yang lalu.

Indonesia sendiri masih berjuang dalam mengendalikan resistensi antimikroba. Dengan tujuan studi banding sekaligus berbagi pengalaman, FAO ECTAD Indonesia bersama Kementan melaksanakan kegiatan workshop mengenai AMR bertemakan MPTF - BARA Traning and Workshop di Hotel Aston Priority, Jakarta Selatan (23/5) lalu. Pesertanya merupakan semua stakeholder baik pemerintah dan swasta yang bergerak dalam bidang medis, akuakultur, dan pertanian yang bersinggungan dengan penggunan antimikroba. 

Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi yang hadir mewakili Direktur Kesehatan Hewan dalam sambutannya menyatakan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung keberlangsungan acara tersebut. Ia menyebut bahwa pelatihan ini merupakan upaya dari pemerintah dalam mengendalikan resistensi antimikroba.

"Kita berkolaborasi dengan BARA dan FAO juga bukan tanpa alasan, di Bangladesh kampanye AMR ini sangat masif, dan kita bisa mengambil hal - hal positif dari mereka," tutur Ria.

BARA (Bangladesh AMR Response Alliance) sendiri merupakan organisasi independen yang terdiri dari bermacam profesi yang berhubungan dengan medis seprti dokter, dokter hewan dokter gigi, apoteker, dan semua pihak yang berkecimpung di sektor keamanan pangan, akuakultur, dan pertanian secara luas.

Hal tersebut disampaikan oleh Jahidul Hasan selaku fasilitator / trainer dalam acara tersebut Pria yang berprofesi sebagai apoteker tersebut juga merupakan salah satu anggota BARA. Ia mengatakan bahwa BARA terbentuk sejak tahun 2018 atas keresahan mengenai resistensi antimikroba yang terjadi di Bangladesh.

Di negaranya, Jahidul mengatakan bahwa penggunaan antimikroba di berbagai sektor dapat dibilang sangat serampangan. Bahkan ia menyebut bahwa seorang profesor di satu rumah sakit besar di Bangladesh sampai terkaget - kaget bahwa bakteri yang diisolat dari rumah sakit tempatnya bekerja merupakan superbug alias bakteri yang resisten terhadap berbagai macam jenis antibiotik.

"Ini tentu sangat meresahkan, oleh karena itu kami berinisiatif membangun BARA. semua sektor kami rangkul, dokter, dokter gigi, dokter hewan, bahkan dari sektor akuakultur dan pertanian juga boleh, kami tidak membatasi keanggotaan kami, siapapun yang merasa terpanggil akan masalah ini boleh menjadi anggota kami," tuturnya.

Kegiatan yang dilakukan BARA antara lain melakukan penyuluhan, pendampingan, konsultasi, dan pelatihan ke masyarakat, pelajar, mahasiswa, kalangan medis, bahkan petani, peternak, dan pembudidaya ikan. Mereka umumnya melaksanakan kegiatan dengan pendekatan yang persuasif dan menyenangkan sehingga masyarakat menerima kedatangan mereka.

"Kami memulai dari bawah, mengumpulkan data, melihat apa yang terjadi, dan melakukan action sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan. Pemerintah pun ikut andil dalam hal ini, karena kami tahu bahwa data adalah hal yang penting juga bagi mereka dalam mengambil keputusan," kata Jahidul.

Dari data yang terkumpul, BARA kemudian mengolahnya dan menjadikanya aplikasi yang dapat digunakan oleh masyarakat. Dari situlah masyarakat dapat mengakses isu tentang AMR, teredukasi, dan lebih menyadari pentingnya isu tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Drh Erianto Nugroho selaku perwakilan FAO ECTAD Indonesia mengatakan bahwa program ini sangat bagus dan esensial bagi Indonesia yang tengah berjuang menghadapi AMR. Ia menilai dari sini Indonesia bisa banyak belajar, membagi dan berbagi pengalaman terutama challenge di lapangan terkait pengendalian AMR.

"Bisa saja kita membuat semacam organisasi kaya BARA, orang yang ikut yang benar - benar independen. Tapi sebagus - bagusnya program yang dibuat kalau masyarakatnya tidak aware akan hal ini juga rasanya percuma, jadi fokus utamanya bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dulu ya mungkin," tutur dia.

Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari dimulai dari 23-26 Mei 2023. Diharapkan dengan selesainya kegiatan ini kapasitas Indonesia dalam mengendalikan AMR semakin meningkat dan lebih baik. (CR)


BANTUAN FAO DAN PEMERINTAH AUSTRALIA UNTUK TANGANI WABAH PENYAKIT HEWAN DI INDONESIA

Sapi Yang Terinfeksi LSD 
(Sumber: FAO 2023)

Merespon wabah Penyakit Kulit Berbenjol (Lumpy Skin Disease / LSD) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) baru-baru ini pada ternak di Indonesia, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Pemerintah Australia berkolaborasi untuk mendukung pemerintah Indonesia untuk menghentikan dan mengendalikan penyebaran penyakit ternak berdampak ekonomi tinggi ini.


Pemerintah Australia juga memberikan kontribusinya berupa dana sebesar AUD 1 200 000 (USD 792 000 atau sekitar 12 milyar rupiah). FAO bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia meningkatkan kapasitas para petugas kesehatan hewan di lapangan dan para peternak untuk membantu mencegah dan mengendalikan wabah LSD dan PMK, serta memperkuat komunikasi risiko pada target kelompok-kelompok peternak yang ternaknya berisiko tinggi untuk tertular penyakit tersebut.

“Warga Australia memiliki sejarah yang membanggakan untuk membantu tetangga dekat kami, dan kami sangat senang untuk  membantu menghentikan penyebaran lebih lanjut penyakit kaki dan mulut (PMK) dan LSD di wilayah ini. Upaya ini membutuhkan sumber daya yang signifikan, keahlian teknis dan kolaborasi, dan kami akan terus bekerja sama untuk saling mendukung dan berbagi pengetahuan,” ujar Murray Watt, Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia.

“Kami berharap dengan dukungan tambahan dari Australia ini, melalui rekan-rekan kami di FAO, dapat membantu mengurangi dampak negatif penyakit ini terhadap ketahanan pangan dan mata pencaharian peternak Indonesia, sekaligus melindungi industri peternakan di negara lain, termasuk Australia," tambahnya.

Sangat menular, berakibat fatal, dan sangat merugikan

Meskipun tidak mengancam kesehatan manusia, LSD dan PMK adalah penyakit virus yang sangat menular yang menyerang sapi dan hewan ternak lainnya. Lebih dari 600.000 hewan di Indonesia telah terinfeksi PMK dan lebih dari 11.000 telah mati dan peternak terpaksa memotong  15.000 ternak lainnya. Indonesia telah bebas dari PMK selama lebih dari 30 tahun, tetapi pada September 2022, pemerintah melaporkan bahwa wabah PMK telah terdeteksi di 24 dari 34 Provinsi. Sejak itu, tiga provinsi lainnya telah tertular. Sementara itu, LSD telah menginfeksi lebih dari 22.000 hewan di 13 provinsi di Indonesia, seiring dengan berlanjutnya wabah.

Potensi kerugian ekonomi setiap tahun akibat wabah PMK bisa mencapai 1 triliun Rupiah. Hal ini cukup buruk bagi perekonomian negara secara keseluruhan, dan menghancurkan perekonomian peternak dan keluarganya.

"Peternakan adalah komponen penting dari banyak ekonomi pedesaan, menyediakan makanan, pendapatan, dan mata pencaharian bagi jutaan orang di seluruh dunia. Mengontrol dan memberantas penyakit seperti PMK dan LSD sangat penting untuk melindungi mata pencaharian ini dan memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi masyarakat pedesaan," kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste.

“FAO berkomitmen penuh untuk mendukung negara-negara anggota kami dalam mencapai tujuan ini."

Dukungan dari pemerintah Australia terhadap penanganan PMK dan LSD ini dinamai “Mengurangi Dampak Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Penyakit Kulit Berbenjol (LSD) dan Membangun Kapasitas Respon Terhadap Wabah Ini di Indonesia” akan dilaksanakan selama periode satu tahun. (INF)

PROVINCIAL BRIDGING WORKSHOP UNTUK MEMPERKUAT PROGRAM PENGENDALIAN RABIES DI BALI


Provincial Bridging Diharapkan Dapat Membantu Pemerintah Tanggulangi Rabies

Berbagai Organisasi Non Pemerintah (NGO) seperti FAO, WHO, WOAH, GARC, FLI Jerman, dan Tim Kesiapsiagaan Epidemi Jerman mengadakan provincial bridging workshop untuk pengendalian rabies di Bali dari tanggal 12 hingga 14 April 2023. Tujuannya tentu saja untuk  mendukung Pemerintah Indonesia dalam pengendalian penyakit rabies terutama di Bali. 

Pada lokakarya ini, peserta diajak membahas status penyakit rabies di Bali saat ini, strategi pengendaliannya, serta mengidentifikasi kegiatan lintas sektoral untuk mencapai target pemberantasan rabies global "zero by 2030". Metodologi International Health Regulations dan Performance of Veterinary Services (IHR-PVS) diadaptasi untuk memfasilitasi kolaborasi lintas sektor untuk kegiatan strategis dalam pencegahan dan pengendalian rabies di seluruh wilayah di Bali.

Ada beberapa rekomendasi dan tindak lanjut yang dihasilkan dari kegiatan ini, antara lain pembentukan tim koordinasi pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit menular baru (emerging infectious diseases) di Bali, menyusun program tematik penganggulangan rabies, serta mengadopsi hasil lokakarya dalam bentuk roadmap bersama untuk pemberantasan rabies sebagai rencana kerja lintas sektoral di Bali. Sebagai catatan, Indonesia merupakan negara kedua yang menjadi percontohan lokakarya ini selain Ghana. (WF)

KEMENTAN BERSAMA FAO LUNCURKAN PETA JALAN NASIONAL UNTUK MEREDUKSI AMR

Suasana Lauching Buku Manual Penyakit Unggas

Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) telah meluncurkan peta jalan untuk mengurangi penggunaan antimikroba di peternakan.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Layanan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Nasrullah pada forum diskusi berkala dengan pemangku kepentingan unggas yang disebut OBRASS (Obrolan  Ringan Akhir Pekan Seputar Unggas) di Jakarta, Sabtu (04/03). Peta jalan ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan antimikroba untuk pencegahan hingga 40% pada tahun 2029.

Dalam kegiatan ini juga diluncurkan tiga publikasi lainnya, yaitu: (1). Manual Penyakit Unggas edisi 2023; (2). Pedoman Umum untuk Penatagunaan Antimikroba di Sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan; dan (3). materi komunikasi, informasi, dan edukasi penatagunaan antimikroba.

“Kita juga libatkan Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) dalam penyusunan peta jalan ini. Publikasi ini ditujukan untuk membantu semua pemangku kepentingan dalam upaya memerangi resistensi antimikroba (AMR), terutama di sektor peternakan,” kata Nasrullah menjelaskan.

Menurut Nasrullah, penyalahgunaan antimikroba baik di sektor kesehatan manusia dan hewan, maupun dalam produksi pangan dapat mempercepat terjadinya AMR. “AMR merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat global terbesar karena dapat mempersulit pengobatan infeksi dan meningkatkan jumlah kematian, serta menimbulkan kerugian ekonomi,” imbuhnya menerangkan.

Menyadari besarnya dampak kesehatan dan ekonomi ini, Indonesia telah mengembangkan Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba tahun 2020-2024.

“Publikasi yang diluncurkan ini merupakan penjabaran dari Rencana Aksi Nasional yang mendukung strategi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi seluruh sektor dalam melaksanakan praktik penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab,” tandasnya.

Rajendra Aryal, perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, mengapresiasi kerja sama semua pihak dalam mengembangkan pedoman ini. 

“Panduan yang diluncurkan hari ini menjadi titik capaian penting dalam memperkuat pengendalian AMR melalui pendekatan One Health multisektor yang dapat digunakan pada semua tingkatan. Keberlanjutan dari komitmen yang ada saat ini dalam pelaksanaannya pada sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan juga produksi pangan, merupakan hal utama yang diperlukan untuk terus meningkatkan dampak positif yang dihasilkan,” kata Aryal.

Kedepannya , FAO akan terus mendukung pemerintah Indonesia dalam menanggulangi AMR melalui pendekatan One Health dengan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).

Kepala Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Dalmi Triyono, menekankan pentingnya menerapkan pedoman-pedoman ini guna mencapai target rencana aksi nasional untuk mengendalikan AMR.

“ADHPI mendorong semua pemangku kepentingan, terutama dokter hewan dan peternak, yang berada di garis terdepan dalam pengendalian AMR, untuk mengimplementasikan manual dan pedoman ini dengan baik agar dapat meningkatkan manajemen kesehatan unggas dan memperlambat laju AMR,” jelas Triyono.

Sebagai informasi, Sejak 2016, FAO telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan program pencegahan dan pengendalian AMR dalam produksi ternak dan sektor kesehatan hewan di seluruh Indonesia. Upaya yang berkelanjutan ini dilakukan untuk mengendalikan penggunaan antimikroba di sektor peternakan sekaligus mendorong peternak agar menghasilkan produk ternak yang lebih aman untuk konsumsi publik. (CR)

KEMENTAN DAN FAO DISKUSI ONE HEALTH BERSAMA ANIMATOR MUDA

ANTERO Science Discussion bersama pakar dari Kementerian Pertanian, FAO, dan kanal Akar Ilmiah, 

Dalam upaya meningkatkan kesadaran di kalangan anak muda dan  masyarakat umum mengenai One Health dalam menanggulangi zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB), Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) dengan dukungan Kementerian Pertanian serta Amerika Serikat melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), menyelenggarakan Diskusi Sains ANTERO di Jakarta yang ditujukan untuk anak muda, bekerja sama dengan Kok Bisa pada (9/1) yang lalu.

Diskusi sains ini merupakan acara penutup dari Program Creators Challenge yang diadakan selama sebulan, yakni sebuah kompetisi video animasi sains yang mengajak para animator muda berusia 18 hingga 25 tahun dari seluruh Indonesia untuk membuat video animasi tentang One Health.  

Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah menjelaskan, One Health merupakan solusi pendekatan holistik yang menyatukan kekuatan bersama untuk menjaga kesehatan manusia dan hewan, termasuk lingkungan dengan menggarisbawahi pentingnya kolaborasi multisektoral. 

Sebagian besar penyakit infeksi dan endemik bersifat zoonosis, yang dapat menular ke manusia dari hewan dan sebaliknya. Oleh karena itu, menurut Nasrullah, komitmen dari semua pihak, termasuk kaum muda, sangat penting dalam menanggapi dan mencegah ancaman keamanan kesehatan yang mungkin terjadi. 

“Anak muda memiliki peran penting dalam menguatkan penerapan One Health karena mereka adalah inovator dan pengguna teknologi dan praktik baru, termasuk media digital“, ungkap Nasrullah. “Keterlibatan dan kepemimpinan pemuda secara intrinsik berkaitan dengan banyak aspek dalam mencapai ketangguhan kesehatan global, salah satunya melalui kreativitas pemuda dalam penggunaan media digital dan teknologi baru untuk menyebarluaskan kesadaran tentang mengenai masalah keamanan kesehatan,” imbuhnya. 

“Keterlibatan anak muda sebagai bagian dari garis depan dalam menjaga kesehatan manusia dan hewan merupakan kekuatan besar untuk memastikan komunitas yang lebih sehat dan kuat. Belakangan ini, peran kaum muda dalam kesehatan sangat diperlukan, dan suara mereka sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman kesehatan yang muncul,” ujar Rajendra Aryal, perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste dalam kata sambutannya.

“Amerika Serikat, melalui USAID, bangga bermitra dengan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, FAO, dan Kok Bisa untuk memicu minat generasi muda tentang ilmu kesehatan yang penting dengan cara yang kreatif dan menyenangkan,” kata David Stanton, Wakil Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia. “Konten kreatif tentang One Health akan membantu anak-anak muda memahami bagaimana penguatan kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan hidup akan membantu Indonesia untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman penyakit menular seperti COVID-19 dengan lebih baik, dan meningkatkan ketahanan dan ketangguhan kesehatan secara keseluruhan dalam jangka panjang.”

Program Creators Challenge mengajak para animator muda yang inovatif untuk membuat video sains yang berkualitas guna meningkatkan kesadaran publik tentang One Health dalam mengatasi zoonosis dan PIB. Program ini terdiri dari tiga hari pelatihan secara daring tentang penelitian, penulisan, dan pembuatan animasi yang mencakup topik One Health untuk tiga puluh kelompok peserta terpilih dari lebih dari 200 pendaftar.  

Pada acara penutupan ini, panitia mengumumkan tiga kelompok pemenang, dan satu kelompok yang menjadi juara favorit. “Selamat kepada seluruh pemenang! Karya Anda akan menginspirasi jutaan pemuda Indonesia untuk berperan aktif sebagai agen perubahan dalam menyebarluaskan kesadaran akan pentingnya menjaga ketahanan kesehatan global di seluruh dimensi sistem pangan dan kesehatan,” kata Rajendra sembari mengapresiasi pencapaian para peserta.

Rangkaian acara ini merupakan bagian dari kegiatan Global Health Security Program (GHSP) yang didanai oleh USAID dalam meningkatkan kesadaran anak muda untuk memperkuat kesehatan global dengan meningkatkan kapasitas nasional untuk mencegah, mendeteksi dan menangani ancaman penyakit, menggunakan pendekatan One Health secara multisektoral. (INF)

INDONESIA JALIN KERJASAMA INTERNASIONAL KENDALIKAN PMK

Petugas Teknis di Lapangan Memeriksa Sapi Terindikasi PMK

Indonesia tengah berupaya mengendalikan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang nusantara. Hingga saat ini, vaksinasi telah diluncurkan di provinsi-provinsi tersebut, bersama dengan upaya nasional lainnya seperti karantina hewan dan peningkatan protokol biosekuriti 

  

Untuk meningkatkan upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama internasional dengan menggandeng Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) serta berbagai mitra internasional, seperti Pemerintah Australia. 

 

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), mengatakan selain memaksimalkan vaksinasi sebagai agenda temporary dan permanen dalam penanganan PMK, pemerintah juga terus melakukan pengobatan dan penyemprotan kandang dengan disinfektan sebagai upaya penekanan penularan PMK.  Mengenai hal ini, Mentan menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kontribusi besar semua pihak dalam menangani PMK.  

 

Terkait dengan kunjungan Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia, Mentan SYL mengatakan banyak hal yang didiskusikan terkait kerjasama antar dua negara dalam sektor pertanian. 

  

“Banyak hal yang kami diskusikan, isu global, tantangan-tantangan climate change, dan kebutuhan dua negara baik dalam pengamanan pertanian di Indonesia dan Australia,” ucap Mentan SYL 

  

Salah satu isu yang dibahas dengan serius dalam perjanjian kerja sama ini adalah masalah PMK. Australia sebagai negara yang memiliki letak geografis yang dekat dengan Indonesia memberikan perhatian khusus dalam masalah ini. 

 

“FAO telah bekerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia sejak awal wabah untuk mengendalikan PMK yang mengancam rantai pasokan pangan dan mata pencaharian peternak”, kata Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste. 

  

Lebih lanjut, FAO telah memfasilitasi upaya kerjasama internasional, seperti memberikan 10 ribu dosis vaksin PMK dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui proyek bersama FAO-Australia-ASEAN untuk penguatan mekanisme kesehatan hewan di Asia Tenggara (SMART-ASEAN). Ini merupakan salah satu kloter vaksin pertama yang tiba di Indonesia untuk mengawali upaya vaksinasi nasional pada bulan Juni 2022 yang lalu.  

  

FAO juga telah memfasilitasi beberapa pertemuan konsultasi dengan pakar internasional dari berbagai negara untuk bertukar pengetahuan dan praktek terbaik untuk mengendalikan PMK. Baru-baru ini, FAO juga menerjunkan tim ahlinya dalam misi darurat ke beberapa provinsi yang terdampak PMK untuk memberi saran tentang tindakan jangka pendek dan jangka panjang kepada Pemerintah Indonesia. 

  

Selain itu, FAO telah memasok berbagai peralatan laboratorium tambahan untuk meningkatkan kapasitas deteksi PMK oleh balai-balai veteriner. FAO dan Pemerintah Indonesia juga berharap dapat segera meluncurkan program pelatihan virtual bagi sekitar 350 petugas lapangan kesehatan hewan di 34 provinsi untuk mengendalikan PMK secara cepat dengan menggunakan materi pembelajaran yang berstandar internasional. (INF)

 

PENGERTIAN BIOSEKURITI DI PETERNAKAN UNGGAS

Ilustrasi. (Sumber: Dok. IICA)

Apakah Biosekuriti Itu? (Bio = Hidup, Sekuriti = Perlindungan)
Biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman yang menyebabkan penyakit unggas.

Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat dengan mengunakan sumber-sumber yang ada di peternakan, mengelola ternak unggas secara semestinya, menggunakan obat lebih sedikit, serta mengurangi kontaminasi.

Tujuan biosekuriti yang baik adalah untuk membangun dan mengintegrasikan beberapa usaha perlindungan yang dapat menjaga ternak unggas supaya tetap sehat. Biosekuriti yang baik menghasilkan kematian yang lebih sedikit pada unggas, penghematan yang cukup besar dalam biaya produksi serta pendapatan yang lebih tinggi bagi peternak unggas.

Selain itu penerapan biosekuriti juga untuk mengurangi risiko adanya penyakit di peternakan dengan cara memelihara higiene yang baik, keteraturan dan disiplin, memelihara lingkungan sekitar peternakan, mengendalikan hama, serta tindakan pencegahan lainnya.

Prosedur Biosekuriti Harus Baik
Penyakit unggas berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak dan bahkan kadang membahayakan kesehatan manusia. Peternakan unggas selalu berisiko terserang oleh penyakit yang mengakibatkan berkurangnya produksi daging dan telur, tergantung pada tingkat keparahan penyakit.

Ketika unggas dipaparkan pada kondisi lingkungan yang tidak sehat seperti panas yang berlebihan, kedinginan, kelembapan, amonia, suara bising, kekurangan air dan/atau pakan, tingkat ketahanan mereka terhadap penyakit menjadi berkurang, membuat ayam rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.

Biosekuriti adalah penerapan yang sangat berguna yang berperan pada perlindungan menyeluruh terhadap industri unggas dari wabah dan penyakit eksotis. Hal yang penting diingat dalam penerapan Biosekuriti adalah:

• Manusia adalah penyebar utama penyakit
• Sebanyak 90% dari kejadian penyakit unggas disebarkan dari satu peternakan ke peternakan lainnya oleh manusia, peralatan dan kendaraan yang telah terkontaminasi.
• Tenaga penjual produk-produk kesehatan hewan, pasokan unggas, pakan, peralatan dan lain sebagainya, berpindah dari satu peternakan ke peternakan lain, berbicara dengan para peternak unggas yang berbeda dan sering kali tidak mengambil tindakan pencegahan dengan membersihkan pakaian, sepatu dan kendaraan.
• Waspadai kehadiran pembeli unggas hidup dan kehadiran pembeli kompos dari kotoran unggas.
• Waspadai para pekerja peternakan unggas komersial yang memiliki unggas di pekarangan rumahnya sendiri.
• Penjaga gerbang atau peternak yang tidak melakukan prosedur sanitasi terhadap pengunjung seperti yang telah ditetapkan oleh peternakan.
• Pemilik peternakan unggas yang mengunjungi peternakan unggas lainnya.
• Penggunaan ulang karung yang sudah kosong, alas kandang dan wadah obat-obatan.
• Tidak melakukan proses pembuangan secara benar untuk unggas yang mati, membiarkan hewan lain memakannya, atau mengizinkan unggas mati untuk dijual.
• Jarak yang berdekatan antara peternakan unggas, khususnya unggas yang berbeda jenis.
• Unggas liar dari daerah berdekatan dan burung liar yang bermigrasi dari daerah yang jauh.
• Pembuangan atau penggunaan yang tidak semestinya dari kotoran unggas, alas kandang bekas pakai, bulu, boks anak ayam, jarum suntik, botol bekas vaksin dan lainnya.
• Sumber air (aliran air, kolam atau sungai) yang digunakan bersama-sama dengan peternakan unggas lain merupakan risiko besar untuk kontaminasi.
• Kehadiran hewan jenis lain di peternakan, seperti anjing, kucing, babi, kelinci, sapi, kuda, ayam-ayam pekarangan, ayam jago, bebek, angsa, burung kakak tua, merpati, kenari, puyuh, kalkun dan sebagainya.

Sebab suatu penyakit dapat menyebar antar kandang melalui manusia yang menjadi penyebar utama penyakit, ataupun melalui bangunan kandang unggas yang terlalu dekat satu sama lain, peralatan yang berpindah dari satu peternakan ke peternakan yang lain dan unggas yang berbeda umur dalam kandang yang sama, serta melalui serangga, kutu, binatang pengerat, burung dan binatang piaraan lainnya.

Pembagian 3 Zona pada Peternakan Terkait Biosekuriti
Adalah penting membagi peternakan menjadi tiga zona, yaitu zona merah, kuning dan hijau. Zona merah adalah zona kotor, batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi penerimaan dan penyimpanan egg tray/boks bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli ayam/telur, technical service, maupun pengunjung lain seperti tetangga atau peternak lain. Pada area ini kemungkinan cemaran bibit penyakit sangat banyak.

Penerapan 3 zona merah kuning, hijau untuk memudahkan isolasi dan pengaturan lalu lintas di lingkungan kandang. (Sumber: Dok. FAO)

Zona kuning merupakan zona transisi antara daerah kotor (merah) dan bersih (hijau). Area ini hanya dibatasi untuk kendaraan yang penting seperti truk ransum, DOC/pullet dan telur. Akses hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang, lokasi tempat menyimpan egg tray/boks telur yang sudah bersih dan sudah diisi.

Zona hijau adalah zona bersih yang merupakan wilayah yang harus terjaga dari kemungkinan cemaran/penularan penyakit. Area ini merupakan kandang tempat tinggal ternak. Hanya pekerja kandang yang boleh masuk zona hijau. Untuk masuk ke wilayah ini, pekerja harus menggunakan alas kaki khusus zona hijau. Kendaraan tidak boleh masuk ke zona ini. Begitu pula dengan pengunjung, kecuali jika ada kepentingan khusus, misalnya tenaga vaksinasi (vaksinator) atau technical service yang ingin mengontrol kesehatan ayam dengan syarat harus bersedia mengikuti prosedur yang diterapkan di farm tersebut. ***

Dirangkum dari Buku Biosekuriti Peternakan Unggas (Gita Pustaka)

BERSAMA MENCEGAH RESISTENSI ANTIMIKROBA


Dibutuhkan kerjsama lintas sektor dalam mengendalikan AMR

Sebagaimana kita ketahui bahwa pekan kesadaran antimikroba sedunia (World Antimicrobial Awareness Week) diperingati tiap tahunnya pada 18 - 24 November. Peringatan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran ketahanan antimikroba secara global dan mendorong praktik nyata para pemangku kepentingan, termasuk sektor kesehatan, perikanan, dan peternakan, untuk mencegah bahaya kesehatan pada manusia akibat resistansi antimikroba.Resistensi antimikroba juga sudah menjadi isu global, buktinya dalam pertemuan G20 nanti isu tersebut merupakan salah satu isu yang bakal dibahas. 

Dalam rangka memperingati event tersebut FAO, WHO, USAID, bersama Kementerian Kesehatan, Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berkolaborasi melaksanakan media briefing mengenai pentingnya antimikroba kepada awak media (18/11) yang lalu melalui daring zoom meeting.

AMR Kian Mengkhawatirkan

Dalam presentasinya Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani mengatakan bahwa saat ini kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun dan diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia.

"Distribusinya diprediksi terbanyak di Asia dan Afrika sekitar 4,7 juta jiwa dan Afrika 4,1 juta jiwa, sisanya di Australia, Eropa, Amerika,” tutur Kalsum.

Kalsum menjelaskan, strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan, dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini, ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.

Upaya selanjutnya pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.

Dalam rencana aksi global tahun 2015, disusun dengan pendekatan multi sektor atau pendekatan One Health. Di dalamnya ada lima strategi utama bagaimana negara-negara dapat melakukan pengendalian AMR dan memitigasi dampaknya, yakni Peningkatan Kesadaran terhadap AMR, Surveilans, Pencegahan Infeksi, Penatagunaan Antimikroba, serta Riset dan Pengembangan.

Peternakan dan Perikanan Berbenah

Beberapa sektor yang rentan berisiko dan kerap disalahkan ketika terjadi resistensi antimikroba adalah perikanan dan Peternakan. Dalam paparannya, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan TB Haeru Rahayu mengatakan, untuk bisa memelihara ikan, udang, dan komoditas akuatik lainnya dibutuhkan upaya untuk menjaga kesehatannya.

Sementara dalam program manajemen kesehatannya pembudidaya belum bisa lepas dari penggunaan obat, baik itu yang sifatnya herbal maupun yang sifatnya kimiawi. Salah satunya yakni masih digunakannya sediaan antimikrobial seperti beragam jenis antibiotik.

"Ini yang sedang kita coba kendalikan untuk penggunaannya supaya lebih bijak, supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” katanya.

Ia melanjutkan, dampak penggunaan antimikroba yang tidak terkendali kemudian dilepas ke alam atau ke lingkungan maka ini bisa berpengaruh secara tidak langsung.

“Saya beserta jajaran terus memotivasi teman-teman, memotivasi pembudidaya untuk tetap bijak menggunakan antibiotik ketika memang hanya diperlukan saja dan sesuai kebutuhan,” ucap Haeru.

Pengendalian AMR di sektor peternakan juga perlu diperhatikan. Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin mengatakan, Kementan sudah mengeluarkan berbagai regulasi pengendalian di sektor kesehatan hewan.

Secara tegas pada UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 51 ayat 3 menyebutkan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia. Selain itu, dalam Permentan 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan pada pasal 4 disebutkan obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Pihaknya juga telah melakukan surveilans pada populasi umum unggas broiler, survei di provinsi sumber produksi unggas broiler, dan pengembangan sistem surveilans AMR pada bakteri patogen unggas petelur.

“Perlu diperkuat pengawasan bersama. Pada rantai distribusi antimikroba dari produsen sampai dengan konsumen harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan antimikroba,” kata Nuryani.

Memperkuat Kerjasama Dalam Mengendalikan AMR

Berbanding terbalik dengan kecepatan berkembangnya AMR, riset dan penemuan jenis antimikroba baru dalam mengendalikan resistensi antimikroba ini berjalan lambat. Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia Benyamin Sihombing mengatakan, dalam laporan tahun 2020, WHO mengidentifikasi dari 26 kandidat antibiotik yang sedang dalam pengembangan klinis untuk menghadapi 8 patogen prioritas dunia, yang ampuh untuk multidrug-resistant hanya dua.

“Padahal kita mau menargetkan 8 patogen tapi hanya 2 yang berhasil. Ini mengartikan bahwa kecepatan munculnya resistensi antimikroba itu jauh melebihi penemuan antibiotik baru yang ampuh,” ucap Benyamin.

Dr Paranietharan yang juga perwakilan WHO untuk Indonesia menuturkan, resistensi antimikroba adalah salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling mendesak dan membutuhkan aksi yang dilaksanakan dengan segera. Respons berbasis One Health yang berkelanjutan dan mendorong keterlibatan semua sektor, yakni manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan, sangatlah penting untuk mengatasi ancaman ini.

Berbeda dengan pandemi Covid-19, AMR bukanlah krisis yang tidak terduga dan kita sudah tahu bagaimana cara mencegahnya. Kita harus meningkatkan pencegahan dan pengendalian infeksi dan WASH (air, sanitasi, dan hygiene).

“Kita harus mempromosikan penggunaan antimikroba yang bertanggung jawab. Kita harus meningkatkan kapasitas laboratorium untuk surveilans. Dan kita harus memperkuat koordinasi lintas sektor maupun kerangka regulasi,” ujar Perwakilan WHO untuk Indonesia tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau FAO senantiasa mendukung pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuannya dalam mengendalikan AMR, sebagaimana tertuang dalam rencana aksi nasional.

“Kami berharap dapat bekerja sama dengan Anda semua untuk mempromosikan penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab dalam sistem pertanian pangan, melalui kebijakan dan edukasi publik yang efektif,” kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste. (CR)


MEWASPADAI BAHAYA DIBALIK MAKANAN YANG KITA MAKAN

Denny Widaya Lukman berbincang dalam Live stream talkshow 

Memperingati hari pangan sedunia yang jatuh pada 16 Oktober lalu FAO berkolaborasi bersama USAID, dan Kementan mengadakan live streaming talkshow bertajuk "Adakah Bahaya Tersembunyi Dibalik Makanan Kita" melalui kanal youtube kokbisa? pada Minggu (14/11) yang lalu. Tujuannya tentu saja sebagai salah satu wahana dalam mengedukasi masyarakat mengenai food safety, food hygiene, bahkan zoonosis. 

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Denny Widaya Lukman Staff Pengajar sekaligus Komisi Ahli Keswan, Kesmavet, dan Karantina Hewan Kementerian Pertanian. Dalam acara yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut Dr Denny menjelaskan mengenai foodborne disease dan foodborne zoonosis dengan bahasa yang santai dan mudah dimengerti. Sebagai catatan kanal youtube kokbisa? diikuti (subscribe) oleh 3,2 juta orang yang sebagian besar adalah generasi muda milenial.

Dalam diskusi tersebut Dr Denny juga menjawab berbagai pertanyaan dari para penonton terkait masalah higiene pangan serta serba - serbi, hoax, dan mitos yang beredar di masyarakat tentang pangan terutama pangan asal hewan.

Misalnya saja terkait daging ayam yang mengandung hormon, secara tegas Dr Denny menolak isu tersebut dimana sebenarnya tidak pernah ada daging ayam yang disuntikkan hormon ke dalamnya.

"Ayam negeri (broiler) itu sudah dikondisikan sedemikian rupa oleh para ilmuwan agar cepat tumbuh, jadi memang tumbuhnya cepat, enggak ada pakai - pakai hormon. Kalau tidak percaya ayo sama - sama kita ke peternakan langsung lihat apakah peternak itu pakai hormon atau tidak?," tutur Denny.

Denny juga memberikan beberapa tips terkait membeli, mengonsumsi, dan treatment pada pangan asal hewan sebelum dikonsumsi agar tetap aman bagi konsumennya. Ia juga mengajak kepada para penonton yang memiliki hewan peliharaan baik pet animal maupun exotic animal agar "rajin - rajin" memeriksakan hewannya ke dokter hewan karena hewan peliharaan berpotensi menularkan zoonosis kepada pemiliknya.

Hingga kini kanal acara tersebut sudah ditonton sebanyak 29 ribu kali dan mendapatkan banyak feedback positif oleh penontonnya. Tentunya ini merupakan salah satu media yang efektif sebagai ajang edukasi masyarakat terutam kaum milenial agar lebih cerdas terkait isu - isu di peternakan, kesehatan hewan, dan pangan asal hewan. Untuk mengaksesnya silakan kllik link ini. (CR)



HARI PANGAN SEDUNIA 2021: AKSI BERSAMA MENDESAK UNTUK SISTEM PERTANIAN-PANGAN YANG LEBIH BAIK DI INDONESIA

Memperingati Hari Pangan Sedunia

Hari Pangan Sedunia (#WorldFoodDay) diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Untuk kedua kalinya Hari Pangan Sedunia diperingati saat pandemi COVID-19. Pandemi telah memicu resesi ekonomi yang hebat, menghambat akses pangan, dan mempengaruhi seluruh sistem pertanian - pangan. Namun bahkan sebelum pandemi, kelaparan terus berlangsung; Gizi buruk dan jumlah orang kelaparan meningkat di seluruh dunia.

Situasi ini mendorong Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Hari Pangan Sedunia tahun ini mengangkat tema: Tindakan kita, masa depan kita, untuk produksi, gizi, lingkungan dan kehidupan yang lebih baik (four betters). Tema ini menyoroti pentingnya sistem pertanian-pangan berkelanjutan untuk membangun dunia yang lebih tangguh dalam menghadapi masa depan.


Dunia mengalami kemunduran besar dalam perang melawan kelaparan. Saat ini, lebih dari tiga miliar orang (hampir 40% populasi dunia) tidak mempunyai akses terhadap makanan sehat. Sebanyak 811 juta orang kekurangan gizi di dunia dan sebaliknya, 2 miliar orang dewasa kelebihan berat badan atau obesitas karena pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.


Di Indonesia, jumlah orang dewasa yang obesitas meningkat dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Seiring dengan itu, obesitas pada anak juga meningkat. Di sisi lain, 27,67% anak di Indonesia di bawah usia 5 tahun mengalami stunting, atau terlalu pendek untuk usia mereka. Angka stunting ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka rata-rata di kawasan Asia. 


Statistik yang kontras ini menunjukkan sistem pertanian pangan saat ini tidak setara dan tidak adil. Sistem yang mencakup perjalanan makanan dari lahan pertanian ke meja makan – termasuk saat ditanam, dipanen, diproses, dikemas, diangkut, didistribusikan, diperdagangkan, dibeli, disiapkan, dimakan, dan dibuang – mendesak untuk berubah menjadi sistem yang lebih berkelanjutan.


“Hidup kita bergantung pada sistem pertanian pangan. Setiap kali kita makan, kita berpartisipasi dalam sistem. Makanan yang kita pilih dan cara kita memproduksi, menyiapkan, memasak, dan menyimpannya menjadikan kita bagian yang tak terlepas dari sistem pertanian pangan", kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia.


Sistem pertanian pangan berkelanjutan adalah sebuah sistem di mana berbagai makanan yang  bergizi, seimbang, dan aman tersedia dengan harga yang terjangkau untuk semua orang.  Pada situasi itu tidak ada yang kelaparan atau menderita kekurangan gizi atau obesitas dalam bentuk apa pun.


Sistem yang berkelanjutan di semua sektor pangan


Sistem pertanian pangan mempekerjakan 1 miliar orang di seluruh dunia, lebih banyak dari sektor ekonomi lainnya. Namun sayangnya, cara kita memproduksi, mengonsumsi, dan membuang makanan  mengorbankan banyak hal dalam planet kita. Sistem produksi pangan yang tidak berkelanjutan  menghancurkan habitat alami dan berkontribusi pada kepunahan spesies.


FAO telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan berkontribusi untuk memastikan pembangunan pertanian pangan berkelanjutan di Indonesia. Sejak 2019, FAO bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk menganalisis sistem pertanian pangan nasional dan memberikan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kapasitas sistem pertanian pangan nasional yang berkelanjutan. 


Dukungan terhadap berdirinya Badan Pangan Nasional yang mengoordinasikan masalah terkait sistem pertanian pangan serta peningkatan kapasitas terkait perencanaan sistem pertanian pangan merupakan bagian dari dukungan FAO kepada BAPPENAS.


Pada sektor peternakan dan kesehatan hewan, FAO telah bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) sejak tahun 2006 dengan dukungan USAID dan mitra internasional lainnya untuk mencegah, mendeteksi dan mengendalikan berbagai ancaman kesehatan global.  Ancaman kesehatan rseperti flu burung, rabies dan resistansi antimikroba dapat menular dari hewan kepada manusia melalui sistem pertanian pangan. Pertanian keluarga, desa organik, pertanian konservasi dan pertanian digital juga merupakan kerjasama FAO dengan Kementrian Pertanian yang menjadi sorotan beberapa tahun belakangan ini.


Pada produksi ikan di ekosistem laut dan perairan darat, FAO bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendorong konservasi dan praktik perikanan berkelanjutan.


Terobosan dari upaya kolektif tersebut adalah IIFGIS (Integrated Inland Fisheries Geographic Information System) berbasis wilayah pengelolaan perikanan perairan darat (WPP-PD) Indonesia. Sistem ini mengintegrasikan sistem informasi geospasial dan data statistik untuk mendukung sistem pemantauan danpenilaian data perikanan darat, serta ketertelusuran.


Ketertelusuran selalu menjadi isu utama dalam sektor perikanan. FAO berkomitmen untuk bekerja sama dengan KKP dan memberikan dukungan teknis untuk meningkatkan ketertelusuran di sektor perikanan. Hal ini berkontribusi pada fourbetter yang merupakan tema Hari Pangan Sedunia tahun ini.


FAO juga mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melestarikan hutan dan lahan gambut untuk mengatasi dampak perubahan iklim.


“Kita membutuhkan tindakan kolektif untuk mengubah sistem pertanian pangan kita. Setiap orang harus memahami bahwa perlakuan mereka terhadap makanan mempengaruhi sistem pangan. Transformasi global hanya bisa terjadi jika dimulai dari individu. Cara Anda memilih, memproduksi, mengonsumsi, dan membuang makanan Anda memengaruhi orang lain. Kita perlu bertindak, dan sekarang, Mari kita bersama-sama berusaha dalam kapasitas apa pun yang kita bisa”, tambah Rajendra. (INF)



ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer