Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Upsus Siwab | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF SUKSES DITEKAN

Pemotongan sapi betina produktif bisa ditekan dengan upaya-upaya yang dilakukan Kementan bekerjasama Baharkam Polri. (Istimewa)

Hasil kerjasama Kementerian Pertanian dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terbukti menunjukkan hal positif dalam menekan laju pemotongan sapi betina produktif.

Melalui release-nya, Rabu (13/3), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita menyampaikan, berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS), tercatat penurunan pemotongan ternak ruminansia betina produktif mencapai 47,10% periode 2017-2018. 

“Angka ternak betina produktif yang dipotong pada 2017 sebanyak 23.078 ekor menurun menjadi 12.209 ekor di 2018. Hal ini tentu sangat mendukung kegiatan utama kami yakni Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) guna memacu produksi dan populasi sapi dalam negeri,” kata Ketut.

Menurutnya, pencapaian tersebut adalah hasil nyata dari pelaksanaan kerjasama pengendalian pemotongan betina produktif bersama Baharkam Polri sejak Mei 2017 lalu. Keberhasilan penurunan pemotongan betina produktif ini tentu tidak terlepas dari peran dan keterlibatan jajaran kepolisian melalui kegiatan sosialisasi dan pengawasan yang bersinergi di lapangan.

“Kami sangat mengapresiasi Baharkam dan jajarannya yang telah melakukan pengawasan kelompok ternak, pasar hewan dan check point, dari hulu sampai hilir di Rumah Potong Hewan atau di tempat pemotongan di luar RPH,” ucapnya.

Kombes Pol. Asep Tedy Nurassyah dari Baharkam Polri mengatakan, pihaknya mendukung penuh kegiatan tersebut sampai di tingkat desa (Bhabinkamtibmas). Menurutnya pelarangan penyembelihan sapi betina produktif telah tertuang dalam UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Untuk tindakan di lapangan, kita lakukan sosialisasi, pengawasan dan pembinaan, sedangkan terhadap pelanggaran yang ditemukan akan dilakukan penegakkan hukum sesuai peraturan dengan melihat karakteristik masyarakat yang dihadapi, sehingga masyarakat merasa terbina dan terayomi,” kata Asep.

Ia mengungkapkan, ada beberapa daerah yang sudah memproses kasus pelanggaran tersebut secara hukum, mulai dari surat teguran, surat pernyataan untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran dan ada yang sudah sampai ke taraf penyidikan. “Polri telah mengimbau untuk tidak memotong sapi betina produktif karena bisa mengakibatkan sanksi pidana,” tandasnya.

Jika terbukti ditemukan adanya pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda sebanyak 100 sampai 300 juta rupiah. (INF)

MAHASISWA POLBANGTAN DIDORONG JADI PENYULUH HANDAL

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita berfoto bersama para mahasiswa Polbangtan (Foto: spotnews.id)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menjadi narasumber utama dalam Kuliah Umum mahasiswa Peternakan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) di Magelang, Jumat (1/3). 

Pada kesempatan tersebut, Ketut mengatakan bahwa mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan kedepannya mampu ikut serta membangun bangsa dan negara untuk lebih sukses lagi menjadi bangsa yang mandiri dalam hal ketersediaan protein hewani. "Tugas kalian nantinya sebagai penyuluh handal, bagikan ilmu kalian ke peternak,” imbaunya.

Seperti dirangkum dari industry.co.id, Kementan mendorong mahasiswa Polbangtan nantinya setelah lulus kuliah menjadi penyuluh andalan yang dapat mencerdaskan peternak di Indonesia.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan bahwa keanekaragaman protein hewani tidak hanya berasal dari daging sapi saja tetapi juga berasal dari produk peternakan lainnya seperti daging ayam, daging kambing, telur, susu dan hasil ternak lainnya.

Ia tambahkan bahwa persoalan pangan kedepan menjadi nomor 1 yang dibutuhkan oleh semua masyarakat di dunia. Ketut mengatakan bahwa Indonesia mempunyai mimpi menjadi Lumbung Pangan Asia untuk Daging Sapi pada tahun 2045. “Guna mempersiapkannnya mau tidak mau kita harus kerja keras,” tegasnya.

"Generasi muda harus mempunyai tekat yang kuat dan tangguh untuk memajukan peternakan, terutama mahasiswa Polbangtan jurusan peternakan yang sudah diamanahkan untuk ikut serta bermain dalam mensukseskan pembangunan peternakan, sehingga mimpi Indonesia untuk menjadi Lumbung Pangan Dunia dapat terwujud,” tukasnya.

Ketut mengimbau mahasiswa Polbangtan pada saat bekerja nanti harus menerapkan kedisiplinan dan membangun networking. "Dengan kerja keras dan komunikasi yang baik, maka kita akan lebih maju. Selain itu juga harus mempunyai integriti dan komitmen, sehingga ada kepercayaan (trust) dari orang lain,” ungkapnya.

Terkait dengan penyediaan protein hewani di Indonesia, I Ketut Diarmita mengatakan bahwa pemerintah telah membuat program terobosan, yaitu: 1). Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab); 2). Penambahan sapi indukan impor; 3). Peningkatan status kesehatan hewan melalui pengendaluan penyakit; 4). Penjaminan keamanan pangan asal ternak.

Sementara program pendukung: 1). Skim pembiayaan, investasi dan asuransi ternak; dan 2). Peningkatan kualitas bibit ternak melalui introduksi pengembangan sapi Belgian Blue, Galacian Blonde dan Sapi Wagyu.

Untuk UPSUS SIWAB, Ketut menjelaskan bahwa sejak diluncurkan pada bulan Oktober 2016 oleh Menteri Pertanian hingga saat ini capaian kinerjanya sangat fantastis. Hal ini terlihat dari pelayanan Inseminasi Buatan (IB) dari Januari 2017 hingga 31 Desember 2018 telah terealisasi 7.964.131 ekor. Kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 Triliun dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp 8 juta per ekor. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp 1,41 triliun, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar Rp 20,54 Triliun.

"Esensi Upsus Siwab mampu mengubah pola pikir petani/peternak yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan diarahkan ke praktik beternak yang menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi peternak”, katanya.

Selain itu, Upsus Siwab juga berdampak terhadap penurunan pemotongan betina produktif melalui kerja sama dengan Baharkam Polri, sehingga mampu menekan angka pemotongan betina produktif mencapai 12.209 ekor pada tahun 2018 secara nasional atau mencapai 47,10% penurunan jika dibandingkan dengan pemotongan tahun 2017.

"Peternak kita harus dikenalkan dengan teknologi IB, tugas kalian semua nantinya setelah lulus sebagai penyuluh harus memberikan pengertian kepada peternak agar mereka mau membiakkan sapinya melalui teknologi IB, sehingga sapi-sapi milik peternak terus bertambah,” imbaunya dihadapan seluruh mahasiswa peternakan Polbangtan.

Mahasiswa Polbangtan juga diharapkan nantinya dapat menjelaskan tentang manfaat IB kepada peternak. Selain meningkatkan populasi, IB juga dapat memperbaiki mutu genetik ternak karena dapat menghindari in breeding (kawin sedarah).

Pada kesempatan tersebut, Ketut mengunjungi sapi Belgian Blue yang saat ini dikembangkan Polbangtan Magelang. Berat sapi tersebut kini telah mencapai 140 kg, meskipun umurnya baru 4 bulan. (NDV)

PROGRAM INI WUJUDKAN SWASEMBADA DAGING SAPI DI JAWA TIMUR

Menteri Pertanian meninjau lokasi Kontes Ternak dan Panen Pedet tahun lalu (Foto: Dok. Kementan)

Kinerja program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB) mendapat apresiasi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Hal ini menyusul tingginya populasi sapi potong di Jawa Timur pada 2018 mencapai 4.657.567 ekor. Program ini merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging.

Jawa Timur sebagai lumbung ternak dengan populasi sapi terbesar di tingkat nasional diharapkan terus mengoptimalkan peningkatan kelahiran pedet-pedet untuk percepatan peningkatan populasi.

Secara nasional, sejak pelaksanaan Upsus SIWAB 2017 hingga 16 Februari 2019 sudah lahir sebanyak 2.960.936 ekor sapi milik peternak di Indonesia.

Dalam rangka menyemangati peternak sapi untuk menjaga nilai pertumbuhan, Mentan mengadakan kontes ternak sapi madura yang melibatkan sekitar 300 sapi madura sebagai peserta. Peternak pemenang kontes dalam pun mendapat penghargaan sebanyak 12 ekor jenis sapi madura, meningkat dua kali lipat dibandingkan rencana awalnya.

Upsus SIWAB yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian ini mencakup program utama yaitu peningkatan populasi melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA).

"Program ini dicetuskan Pemkab Pamekasan lima tahun lalu dengan nama Intan Satu Saka atau inseminasi buatan, satu tahun satu kelahiran," kata Kepala Dinas Peternakan Pemkab Pamekasan, Bambang Prayogi di lapangan Desa Kaduara Barat, Pamekasan, Madura, Selasa (19/2/2019).

Sementara Bupati Pamekasan, Badrut Tamam menyebut sapi yang ada di Pulau Madura merupakan sebagai kekayaan genetik bangsa. Ia menyatakan bahwa sepertiga populasi sapi di Jawa Timur ada di Pulau Madura.

“Pengembangan agribisnis sapi potong di Madura mempunyai makna yang sangat strategis dan layak dikembangkan sebagai penggerak ekonomi daerah,” ucapnya.

Kabupaten Pamekasan mendapatkan apresiasi bergengsi dengan terpilihnya program INTAN SAKA (Inseminasi Buatan Satu Tahun Satu Ekor) pada ternak sapi dan SIGAP SRATUS 369 PLUS (Aksi Tanggap Sapi Madura Bunting dan Partus) sebagai Top 35 Program Inovasi Pelayanan Publik Tingkat Nasional Tahun 2016 dan 2017. (Sumber: www.tribunnews.com)

Dirjen PKH: Upsus Siwab Tambah Populasi dan Pendapatan Peternak

Dirjen PKH bersama narasumber lain saat bincang agribisnis. (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, mengatakan sejak peluncuran GBIB (Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan) dan Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), populasi sapi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Ini terbukti dari loncatan populasi sapi sepanjang 2014-2017 naik sebesar 3,86% per tahun dibanding 2012-2014 yang hanya 1,03% per tahun pertumbuhannya. Pelayanan IB sepanjang Januari 2017-Desember 2018 telah terealisasi sebanyak 7.964.131 ekor, dengan kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 triliun dengan asumsi satu ekor pedet Rp 8 juta.

“Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi Upsus Siwab pada 2017 sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 20,54 triliun rupiah,” kata Ketut, Selasa (8/1).

Ia menambahkan, Upsus Siwab memiliki esensi mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan peternak. “Siwab ini kan untuk menambah populasi dan pendapatan peternak, jadi jangan sampai berhenti. Ini terus kita lakukan, siwab terus kita genjot,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, program Upsus Siwab ini juga mampu menurunkan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif bekerjasama dengan Baharkam Polri. Sepanjang Januari-Desember 2018 pemotongan betina produktif mencapai 8.514 ekor, jumlah tersebut menurun 57,12% dibanding tahun 2017 yang mencapai sekitar 17 ribu ekor. (RBS)

Upsus Siwab Beri Tambahan Nilai Peternak 17,67 Triliun Rupiah

(Dari kiri): Dirkeswan Fadjar Sumping, Sekdit PKH Nasrullah, Dirjen PKH Ketut Diarmita, Dirkesmavet Syamsul Maarif dan Dirbit Sugiono, saat Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11). (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, menyampaikan, program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab), memberikan kenaikan nilai tambah bagi peternak.

“Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, jika harga anak sapi lepas sapih rata-rata sebesar 8 juta rupiah, sedangkan hasil Upsus Siwab 2017-2018 sebanyak 2.385.357 ekor ekor, maka akan diperoleh nilai ekonomis sebesar 19,08 Triliun. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Uspsus Siwab 2017-2018 hanya sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 17,67 triliun rupiah,” ujar Ketut pada acara Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11).

Menurut dia, program tersebut dicanangkan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak, dengan mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan.

Ia mengungkap, sejak pelaksanaannya pada 2017 hingga saat ini, Upsus Siwab sudah melahirkan sebanyak 2.385.357 ekor sapi dari indukan sapi milik peternak. “Sebuah catatan kinerja yang patut kita banggakan,” kata Ketut.

Capaian kinerja kelahiran pedet ini, lanjut dia, dalam enam bulan ke depan diprediksi akan bertambah mencapai sekitar 3,5 juta ekor lebih. “Sebuah bukti bahwa lompatan populasi sapi memang benar terjadi dibanding empat tahun periode sebelumnya,” ucap dia.

Ketut juga menegaskan, dampak Upsus Siwab mampu menurunkan pemotongan betina produktif. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional periode Januari-Agustus 2018 menurun sebanyak 51,38% dibandingkan periode yang sama pada 2017.

“Selain percepatan peningkatan populasi sapi dalam negeri, Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi,” terang dia.

Selain Upsus Siwab, dalam rangka percepatan peningkatan produksi, pihaknya juga melakukan pengembangan sapi ras baru Belgian Blue. “Sapi ini beratnya bisa mencapai diatas 1,2-1,6 ton dan memiliki perototan besar. Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2-1,6 kilogram,” katanya.

Sampai saat ini, lanjut Ketut, telah ada 99 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik melalui Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB), dan sudah ada sebanyak 276 ekor sapi bunting. “Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue pada 2019 mendatang,” tandasnya.

Sebagai informasi dari pemaparan Dirjen PKH, terkait pengembangan komoditas sapi/kerbau, telah terjadi loncatan populasi yang cukup signifikan. Dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau periode 2014-2017 mengalami loncatan pertumbuhan sebesar 3,83% per tahun, dibanding pertumbuhan populasi periode 2012-2014 yang rata-rata pertumbuhan per tahunnya menurun sebesar 1,03%.

Sedangkan populasi sapi dari 2014-2017 mengalami kenaikan sebesar 12,6%. Sementara, populasi kerbau dari tahun 2014-2017 meningkat 4,5%. Demikian juga dengan populasi komoditas ternak lainnya, seperti babi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging dan petelur, serta itik yang juga ikut mengalami kenaikan. (RBS)

Kontes Ternak Terbesar Akan Digelar Kementan

Foto: Dok. Kementan/detik.com
Kementerian Pertanian (Kementan) dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur akan memamerkan 2.500 ekor pedet hasil Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB) di Kabupaten Blitar pada 19-21 Oktober 2018 mendatang. Pagelaran bertajuk 'Panen Pedet dan Kontes Ternak' tersebut merupakan yang terbesar dan melibatkan peternak se-Jawa Timur.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, kegiatan ini untuk memberikan apresiasi terhadap peternak yang telah berpartisipasi mendukung Upsus SIWAB, serta menjadi usaha menggugah semangat dan gairah masyarakat untuk terus mengembangkan usaha peternakan dan pemanfaatan sumber daya lokal.

"Kami menghargai usaha peternak Jawa Timur sebagai sentra sapi nasional dalam mensukseskan program peningkatan populasi sapi. Keberhasilan Upsus SIWAB di Jawa Timur merupakan layak menjadi tolak ukur nasional," kata Amran dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/10/2018).

Menurut Amran, Jawa Timur dipilih karena berhasil mengembangkan upsus SIWAB. Pada pelaksanaan Upsus SIWAB tahun 2017, Jawa Timur mampu merealisasikan 1.697.183 dosis (124,32%) dari total target 1.365.138 akseptor (sapi penerima). Tahun 2018, Jawa Timur mendapatkan target 43% dari kegiatan Upsus SIWAB Nasional yakni 1.295.600 dari total Nasional 3.000.000 akseptor.

"Kita bangga karena berdasarkan informasi tersebut, sampai hari ini realisasi pelaksanaan IB di Jawa Timur sudah mencapai 120%, dengan angka kelahiran mencapai 98%," ungkap Mentan Amran.

Selain mengundang sapi dan pedet hasil pengembangan peternak di Jawa Timur, Amran juga menyatakan akan menampilkan sapi jenis Belgian Blue hasil Tranfer Embrio dan sapi jantan ekstrim hasil kawin suntik (Inseminasi Buatan/IB) sebanyak 1.000 ekor yang memiliki berat 1 ton lebih. Belgian Blue merupakan sapi unggul dengan bobot raksasa yang berhasil dikembangkan di Indonesia, beratnya cukup ekstrim karena bisa mencapai diatas 1 ton.

Pada acara yang rencananya akan digelar di lapangan terbuka milik Perum Perhutani dan Perum Jasa Tirta wilayah Bendungan Lodoyo/Serut, Desa Derungan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar tersebut Kementan bersama Pemda setempat akan melaksanakan IB serentak terhadap 100 ekor sapi indukan.

Selain itu, juga akan ada pemberian penghargaan dari pemerintah untuk berbagai perlombaan di bidang peternakan dan kesehatan hewan baik tingkat regional maupun nasional.

"Kita juga akan memberikan bantuan ternak dari kegiatan APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Juga pameran/expo produk, alat dan mesin serta sarana pendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, serta pembagian 1.000 paket gizi protein hewani dan Gerakan Gemar Minum Susu bantuan Pemerintah Provinsi Jatim," terang Amran.

Diperkirakan 15.000 orang akan hadir pada acara tersebut karena melibatkan peternak dari Provinsi Jawa Timur, petugas dari 38 Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) dari 38 Kabupaten/kota se-Jawa Timur, stakeholder dari 34 Provinsi se-Indonesia, Kementerian Pertanian dan Kementerian terkait. (Sumber: detik.com)

BIB Lembang Membuat Bangga Menteri Pertanian

Menteri Pertanian bersama Kepala BIB Lembang, Ir Tri Harsi (Foto; Istimewa)

Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Jawa Barat, Kamis (20/9/2018) lalu kedatangan Menteri Pertanian (Mentan), Dr Ir H Andi Amran Sulaiman MP. Dalam kunjungan tersebut, selain melihat pejantan bibit unggul BIB Lembang, Mentan mengungkapkan rasa bangganya terhadap hasil pencapaian BIB Lembang sebagai salah satu Balai Nasional produsen Semen Beku

Mentan mengatakan sebagai Balai Nasional produsen Semen Beku, BIB Lembang mempunyai andil penting dalam meningkatkan populasi sapi nasional melalui produksi dan distribusi semen beku dari bibit pejantan unggul yang digunakan untuk Inseminasi Buatan (IB).

 “Saya bangga dengan kalian. Tapi jangan berpuas hati, lanjutkan perjuangan kita.” Demikian pernyataan Mentan, bersumber dari laman biblembang.ditjenpkh.pertanian.go.id.

Lebih lanjut, Mentan menuturkan peningkatan populasi sapi mencapai lebih dari 500%. Sebelumnya 180.000 ekor per tahun, sekarang menjadi menjadi 1.000.000 ekor sapi pertahun. Hal ini tentunya sangat membantu perekonomian masyarakat juga meningkatkan populasi sapi nasional.

BIB Lembang diketahui juga memiliki peran penting dalam pemenuhan semen beku program UPSUS SIWAB atau Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting. (NDV)

Arah Pembangunan Peternakan Indonesia, Menuju Swasembada Protein Hewani


Oleh: Drh I Ketut Diarmita MP
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, pembangunan pertanian khususnya pada sektor peternakan pada intinya bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan melalui penyediaan protein hewani asal ternak. Hal ini perlu diketahui publik khususnya insan pelaku usaha peternakan.

Indonesia akan menuju Swasembada Protein Hewani. Sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat kita, berasal dari keanekaragaman ternak, tidak semata-mata bersumber dari daging sapi dan kerbau. Penguatan peningkatan produksi dan reproduktivitas selain sapi dan kerbau, kita juga mendorong bertumbuh kembangnya ternak kecil seperti kambing, domba, kelinci, unggas, sapi perah dan ikan.

Selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, Saya berpandangan, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengaksesnya (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.

Terkait penyediaan protein hewani asal ternak, saat ini Indonesia telah mencapai swasembada daging ayam, bahkan telah mampu mengekspor telur ayam tetas (hatching eggs) ke Myanmar dan telah mengekspor daging ayam olahan ke Papua New Guinea.

Pemerintah Jepang dan Timor Leste juga telah menyetujui Indonesia untuk mengekspor daging ayam olahan ke negaranya, tinggal menunggu realisasi. Pemerintah terus melakukan upaya untuk membuka negara baru tujuan ekspor daging ayam olahan, untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan daging ayam di dalam negeri.

Sementara itu, untuk komoditas kambing dan domba, saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sedang proses persiapan ekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia.

Pemerintah terus mendorong masyarakat untuk diversifikasi konsumsi protein hewani, jadi tidak hanya menkonsumsi daging sapi atau kerbau saja, bisa daging ayam, telur, daging kambing/domba dan kelinci, bahkan ikan yang jumlahnya sangat melimpah. 

Esensi Upsus Siwab
Guna memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dan tercapainya swasembada protein hewani nasional, dilaksanakan percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau. Ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2018 belum mencukupi kebutuhan nasional. Prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2018 sebesar 403.668 ton, namun perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri 2018 sebesar 663.290 ton. Sehingga kebutuhan daging sapi baru terpenuhi 60,9% dari daging sapi di dalam negeri.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penyediaan sapi potong dan daging sapi dalam negeri selama ini 98% berbasis peternakan rakyat. Peternakan sebagai lokomotif pembangunan pertanian adalah suatu keniscayaan apabila 4.204.213 Rumah Tangga Peternak/RTP (Sensus Pertanian 2013) yang menguasai lebih dari 98% ternak di Indonesia tersebut diorganisasi dan dikonsolidasikan dengan baik.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan di sub sektor peternakan khususnya sapi, diantaranya dengan memperbesar alokasi anggaran untuk peternakan sapi, di mana sejak 2017 alokasi APBN difokuskan kepada Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting). Dengan program yang dijalankan pemerintah, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat.

Esensi Upsus Siwab adalah merubah pola pikir petani ternak kita, yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan, menuju kearah profit atau menguntungkan bagi dirinya. Sesungguhnya dalam roadmap pembangunan peternakan di Indonesia telah tertuang sasaran utama pengembangan sapi tahun 2045. Kita berupaya terus secara sungguh-sungguh untuk terwujudnya Indonesia sebagai lumbung pangan Asia.

Grand desain pengembangan sapi dan kerbau tahun 2045 akan dicapai melalui empat tahapan: 1) Swasembada dan Rintisan Ekspor akan dicapai pada 2022, 2) Ekspor akan dicapai pada 2026, 3) Pemantapan ekspor akan dicapai pada 2035, 4) Lumbung Pangan Asia akan dicapai pada 2045. Kebijakan pengembangan sapi adalah peningkatan populasi, sehingga share produksi daging lokal meningkat, meningkatnya kemampuan ekspor dan bertambahnya usaha sapi berskala komersil.

Pondasi untuk menuju swasembada daging sapi tahun 2022 yaitu dengan percepatan peningkatan populasi sapi, khususnya jumlah indukan sapi sebagai basis sumber produksi. Program Upsus Siwab yang diawali pada 2017, dengan target kebuntingan sapi/kerbau tiga juta ekor, dari aseptor sebanyak empat juta ekor.

Program tersebut diatur dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/ PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada 3 Oktober 2016. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo tercapai pada 2022, serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan asal hewan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat.

Upsus Siwab 2018 dilaksanakan melalui strategi optimalisasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di 34 provinsi yang dibagi menjadi tiga bagian, 1) Daerah sentra sapi yang pemeliharaan dan IB-nya sudah dilaksanakan secara intensif, yaitu Jawa, Bali dan Lampung. 2) Daerah sentra peternakan dengan sistem pemeliharaan semi intensif (Sulawesi Selatan, Sumatera dan Kalimantan). 3) Daerah ekstensif yang tersebar di Provinsi NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, NAD dan Kalimantan Utara. Tujuh provinsi yang menjadi tumpuan Upsus Siwab yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Upaya mewujudkan capaian tersebut yaitu Pertama, melakukan sosialisasi tentang program dan kegiatan tersebut baik pada jajaran pemerintah, akademisi, swasta dan masyarakat peternak. Kemudian mendorong kinerja petugas teknis di lapangan dengan melakukan bimbingan teknis pelaporan untuk petugas inseminator. Di samping itu, juga melakukan pelatihan petugas baru dibidang IB (inseminator, PKb dan ATR) dan menyediakan alat dan sarana IB, yaitu semen beku, N2 cair, kontainer, gun, plastik glove dan lain lain, serta menyediakan insentif berupa biaya operasional pelayanan kepada para petugas inseminator, PKb dan ATR.

Kedua, memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas dan tersertifikasi dengan penguatan tujuh Unit PelaksanaTeknis (UPT) Perbibitan yaitu BPTU HPT (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Padang Mangatas, BPTU HPT Siborong-borong, BPTU HPT Pelaihari, BPTU HPT Denpasar, BPTU HPT Sembawa, BPTU HPT Baturraden, BPTU HPT Indrapuri, dengan demikian diharapkan adanya peningkatan kualitas genetik dan populasi di masing-masing UPT Perbibitan.

Ketiga, penambahan indukan impor baik oleh pemerintah ataupun melalui peran dan kontribusi swasta (feedlotter) yang memasukkan indukan sebagai prasyarat impor sapi bakalan. Penambahan sapi indukan impor pengembangannya akan difokuskan pada enam UPT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu BPTU-HPT Indrapuri, Siborong-borong, Sembawa, Padang Mangatas, Pelaihari dan BBPTU-HPT Baturraden, 39 UPTD provinsi/kabuapten/kota dan padang penggembalaan milik pemerintah daerah.

Keempat, pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak) melalui penyediaan lahan/penanaman HPT seluas 338,5 ha pada 2018. Pengembangan HPT untuk pengembangan sapi potong juga dilakukan melalui pengembangan padang penggembalaan dengan target pembangunan seluas 200 ha pada 2018, melalui optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur. Selain itu, juga dilakukan pemeliharaan terhadap 600 ha padang penggembalaan yang sudah dibangun oleh Ditjen PKH.

Kelima, penanganan gangguan reproduksi bertujuan untuk mempertahankan jumlah sapi betina produktif, sehingga angka jumlah akseptor yang akan dilakukan IB dan bunting meningkat. Target pelaksanaan gangguan reproduksi sebesar 200.000 ekor. Operasional pendanaan penanganan gangguan reproduksi dialokasikan pada delapan UPT Kesehatan Hewan (BBVet atau Bvet) dan lima provinsi, yaitu Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Komponen penanganan gangguan reproduksi terdiri dari pelaksanaan identifikasi status reproduksi, pengadaan obat dan hormon.

Keenam, pengendalian pemotongan betina produktif, bekerjasama dengan Baharkam Mabes Polri, bertujuan untuk menurunkan jumlah pemotongan sapi betina produktif, menambah atau mempertahankan jumlah akseptor Upsus Siwab  dan menyelamatkan kelahiran pedet melalui pencegahan pemotongan sapi betina produktif bunting.

Pemerintah juga melakukan perbaikan sistem distribusi dan tataniaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak. Sampai saat ini terdapat 11 sumber bibit dan pengembangan perbibitan di pulau terpilih.

Dalam pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk mendukung sub sektor peternakan dan tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta serta masyarakat pada umumnya. ***

PENANGANAN INFEKSI UTERUS SETELAH MELAHIRKAN

Kementrian Pertanian berusaha keras untuk meningkatkan populasi sapi nasional, salah satunya melalui Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Pelaksanaan teknisnya berkaitan dengan peningkatan perfoma reproduksi sapi indukan yaitu meningkatkan angka kebuntingan, menurunkan service perconseption, menurunkan jarak antar kelahiran, meningkatkan panen pedet, menangani kasus gangguan reproduksi dan langkah lainya. Data lapangan yang penulis dapatkan diantaranya, masih banyaknya kasus Anestrus postpartus dan panjangnya masa days open yang banyak dipengaruhi karena faktor infeksi saluran reproduksi dan faktor defisiensi nutrisi.
Program Upsus Siwab Kabupaten Lampung Utara 2017.
Infeksi pada uterus (rahim) merupakan kejadian yang umum terjadi pada sapi induk selama periode setelah melahirkan (postpartum). Sapi dengan masa nifas (puerperiumI normal, uterus bebas dari kontaminasi bakteri empat minggu postpartum). Uterus secara normal dilindungi dari kontaminasi bakteri oleh vulva, sphincter vestibular dan servik. Selama dan segera setelah melahirkan, normalnya uterus akan dikontaminasi oleh bermacam mikroorganisme patogen dan non-patogen. Sebagian besar bakteri akan dieliminasi oleh mekanisme pertahanan uterus selama masa puerperium. Organisme patogen yang tetap berada di uterus dan menyebabkan penyakit di uterus sapi adalah Actinomyces pyogenes. Bakteri Gram-negatif anaerob, Fusobacterium necrophorum dan Bacteroides melaninogenicus sering mengikuti A. pyogenes. Bacteroides menurunkan daya chemotaxis dan menghambat phagocytosis (pembunuhan) bakteri yang dilakukan netrofil, persistensi A. pyogenes juga diikuti coliform, Pseudomonas aeruginosa, staphylococci, hemolytic streptococci. Clostridium spp. juga dapat menginfeksi uterus dan menyebabkan metritis gangrene atau tetanus parah. Sebagian besar organisme yang mengkontaminasi uterus selama masa postpartum akan memproduksi penicillinase.
Infeksi uterus berkaitan dengan retensi plasenta/Retained Fetal Membrane (RFM), distokia, kembar, kondisi berlebihan, kondisi kekurangan, konsumsi urea berlebihan pada periode kering dan populasi sangat padat, penanganan RFM secara manual, kondisi beranak tanpa sanitasi memadai, serta adanya traumatik pada saat pertolongan kelahiran. Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi potong. Infeksi uterus diartikan infeksi dengan ciri adanya lendir dari uterus, masa postpartum, temuan klinis dan status hormonal.
Metritis merupakan hasil keradangan parah pada lapisan lapisan  uterus/endometrium (mukosa, submukosa, muskularis dan serosa). Terjadi pada minggu pertama setelah melahirkan dan berkaitan dengan distokia, RFM dan trauma saat melahirkan. Sapi mengalami sepsis, demam, depresi, anoreksia, produksi susu menurun dan keluarnya lendir dari vagina. Metritis dibagi menjadi metritis postpartum akut dan metritis toksik. Risco dkk (2007), melaporkan bahwa kejadian metritis 13,8% pada masa  laktasi, dengan angka kejadian rata-rata 17,4% dan interval kasus 8,5%-24,2%.
Endometritis adalah keradangan pada endometrium yang tidak separah metritis, hanya sebatas lapisan spongiosum. Kejadian ini mengikuti kelahiran, perkawinan, inseminasi buatan, atau karena infusi bahan yang mengiritasi ruang endometrium. Endometritis diikuti dengan eksudat purulen (kental) terlihat dari permukaan vulva. Sapi tidak terlihat sakit dan palpasi uterus teraba normal. Endometritis akut terjadi temporer, setelah siklus estrus dan bakteri umumnya dapat dieliminasi. Endometritis kronis ditandai lendir purulen pada vagina. Endometritis menimbulkan rendahnya angka konsepsi pada IB pertama dan membutuhkan  beberapa kali IB untuk terjadi konsepsi.
Pyometra menciri dengan akumulasi nanah atau eksudat purulen pada ruang endometrium, korpus luteum persisten dan anestrus. Kondisi ini sering terjadi pada sapi yang mengalami ovulasi pertama postpartum sebelum kontaminasi bakteri pada uterus benar-benar tereliminasi seluruhnya. Korpus luteum persisten akan bertahan lama, karena cairan intrauterin mencegah terjadinya luteolisis. Progesteron dari korpus luteum akan bertahan dalam uterus dan menekan  mekanisme pertahanan uterus. Pyometra disebabkan oleh Tritrichomonas fetus yang banyak terjadi pada musim kawin.

Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi
pada sapi perah dibandingkan sapi potong.
Diagnosa Infeksi Saluran Reproduksi
Berdasarkan gejala klinis, infeksi uterus bervariasi tergantung pada virulensi dari organisme penyebabnya dan adanya fakor predisposisi penyakit. Lochia (lendir postpartum) normalnya di keluarkan dari saluran reproduksi awal minggu pertama setelah melahirkan, namun lendir akan bertahan sampai 30 hari jika involusi uterus tertunda. Lendir akan berwarna coklat gelap, merah, putih atau terlihat gejala klinis sepsis. Palpasi perrektal bertujuan untuk melakukan evaluasi involusi uterus, yang umumnya terjadi setelah tiga minggu melahirkan. Involusi uterus yang tertunda teraba tanpa tonus dan kurangnya garis-garis involusi (longitudinal rugae) seperti yang ditemukan pada uterus normal. Pada kasus metritis, uterus membengkak dan rapuh, terjadi deposit fibrin dan perlengketan uterus dengan organ lain dapat diraba. Involusi berjalan  normal, jika cairan di dalam lumen uterus sudah tidak dapat dipalpasi pada 14-18 hari setelah melahirkan.
Sapi yang lumen uterusnya berisi cairan yang bertahan lama setelah kelahiran dan dapat diraba, menunjukkan adanya gangguan patologis, tertundanya involusi uterus atau terjadi kerusakan uterus yang permanen. Evaluasi ukuran servik dan terlihatnya leleran kental juga diperlukan untuk diagnosa. Endometritis pada sapi perah ditandai dengan adanya lendir kental dari uterus atau diameter servik lebih besar dari 7,5 cm setelah 20 melahirkan atau lendir mukopurulen 26 hari setelah melahirkan.
Pengamatan eksudat purulen dengan menggunakan speculum vaginoskop untuk mendiagnosa endometritis subakut dan kronis, serta untuk mengevaluasi respon penanganan. Penelitian menunjukan 16,9% endometritis dan vaginoskopi mampu mengidentifikasi lendir purulent 44% total kasus. Sterililitas speculum, disposable dan persiapan alat sangat penting dilakukan agar aseptis bagi perineum dan alat genital luar. Real-time ultrasonography digunakan untuk menunjukkan perubahan uterus yang berhubungan dengan infeksi postpartus. Cairan intrauterin karena infeksi uterin berisi partikel echogenik dan mudah dibedakan dengan cairan non-echogenik yang muncul pada saat estrus dan kebuntingan. Dinding uterus yang mengalami infeksi akan memiliki ketebalan yang berbeda. Sapi dengan kasus metritis sepsis, terjadi peningkatan jumlah netrofil (neutropenia). Hypocalcemia, yang terjadi pada awal postpartum menyebabkan metritis. Kejadian ketosis dan metritis secara bersamaan sering terjadi pada sapi perah. Konsentrasi level Nonesterified Fatty Acids (NEFAs) pada sarah sapi mengganggu fungsi limfosit dalam pertahanan tubuh.
Sampel yang digunakan untuk kultur bakteri adalah cairan intrauterine, dilakukan kultur pada lingkungan aerob dan anaerob. A. pyogenes dan Gram-negatif anaerob biasanya disebut sebagai organisme penyebab infeksi uterus. Kultur bakterial dan uji sensitifitas antibiotik menunjukkan kejadian infeksi uterus pada suatu peternakan. Pada suatu penelitian, 157 kasus endometritis terdeteksi dengan palpasi rektal, namun isolasi bakteri dari lendir uterus hanya 22% dari jumlah sampel.
Diagnosa dengan histologi sel/jaringan, netrofil memberikan respon primer pada patogen bakteria saat uterus dalam kondisi postpartum, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel Polymorphonuclear (PMN) pada lumen uterus. Evaluasi jumlah dan sebaran PMN dalam uterus dapat mengidentifikasi endometritis. Endometritis subklinis pada sapi perah, tidak menunjukkan gejala klinis, terlihat normal tanpa terlihat lendir infeski. Netrofil berkisar 18% pada 20-33 hari postpartum dan lebih besar 10% pada hari 34-47 postpartum.

Penanganan dan  Prognosa
Terapi untuk infeksi uterin dibagi menjadi empat kategori, yakni terapi intrauterin (antibiotik dan antiseptik kimia), antibiotik sistemik, supportif terapi dan terapi hormon. Beragam antibiotik dan antiseptik kimia banyak dilakukan infusi intrauterin untuk penanganan infeksi postpartum sapi. Uterus memiliki lingkungan anaerob, sehingga dipilih antibiotik yang mampu bekerja tanpa oksigen. Kebanyakan antibiotik dan kimia menekan aktivitas netrofil pada uterus dan melamahkan mekanisme pertahanan uterus, sehingga penggunaannya harus sangat hati-hati. Organisme penyebab infeksi uterus postpartum biasanya sensitif terhadap penicillin, tetapi bakteri kontaminan yang ada beberapa minggu postpartum menghasilkan penicillinase, sehingga menghilangkan efek penicillin pada pemberian intrauterin. Organisme tersebut akan tereliminasi 30 hari postpartum, maka pemberian penicillin intrauterin efektif dilakukan setelah 30 hari postpartum dengan dosis Minimal Inhibitory Concentration (MIC) 1x106U mampu menekan A. pyogenes.
Oxytetracycline tidak direkomendasikan untuk terapi intrauterin untuk infeksi postpartum, karena isolat A. pyogenes dari uterus sapi resisten terhadap oxytetracycline, oxytetracycline mengiritasi uterus dan menyebabkan endometritis, serta menimbulkan residu pada susu dengan masa withdrawal time yang sulit ditentukan. Terapi larutan iodine intrauterin banyak dilakukan dokter hewan. Kejadian RFM dan endometritis menurun pada sapi yang diinfusi dengan 500 mL, 2% Lugol’s iodine segera setelah melahirkan dan enam jam berikutnya. Pemberian infusi 50-100ml, larutan 2% polyvinylpyrrolidone-iodine 30 hari postpartus tidak meningkatkan perfoma reproduksi sapi normal dan merugikan terhadap kesuburan sapi karena endometritis. Sehingga, terapi intrauterin dengan larutan iodine untuk penanganan infeksi uterus tidak direkomendasi.
Beragam antibiotik spektrum luas direkomendasikan dengan pemberian injeksi pada kasus infeksi uterin sapi. Penicillin ataupun analog sintetiknya telah direkomendasikan (20.000 to 30.000 U/kg BB). Oxytetracycline tidak direkomendasi dengan pemberian sistemik karena susah mencapai MIC yang dibutuhkan untuk mematikan A. pyogenes pada lumen uterus. Ceftiofur (generasi ke 3 cephalosporin) merupakan antobiotik spektrum luas yang efektif untuk bakteri Gram-positif dan Gram-negatif penyebab metritis. Ceftiofur dapat menembus semua lapisan uterus tanpa menimbulkan residu pada susu. Pemberian ceftiofur subkutan dosis 1mg/kg pada sapi perah postpartum menghasilkan konsentrasi ceftiofur dan metabolitnya aktif dalam plasma, jaringan uterus dan cairan lochia, efektif untuk menangani metritis. Pemberian ceftiofur dosis 2,2 mg/kg selama lima hari berturut turut, sama efektifnya dengan pemberian procaine penicillin G atau procaine penicillin G plus oxytetracycline infusi intrauterin untuk pengobatan infeksi. Terapi cairan elektrolit (polyionic nonalkalizing) diperlukan pada penanganan dehidrasi karena metritis. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs seperti flunixin meglumine digunakan untuk mencegah toksemia dan meningkatkan kebugaran. Terapi tambahan berupa kalsium dan suplemen energi membantu pemulihan induk.
Pemberian estrogen dan oxytocin tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan kontraksi myometrium, menghasilkan estrogen sehingga material sepsis akan tersebar ke seluruh uterus dan servik, menyebabkan salpingitis bilateral. Prostaglandin F2α (PGF2α) dan analognya  banyak digunakan pada bermacam abnormalitas saluran reproduksi, seperti infeksi uterin postpartum. Konsentrasi prostaglandin F2α pada serum berhubungan dengan involusi uterus. Prostaglandin tidak berperngaruh pada aktivitas ovarium postpartus, tapi berpengaruh pada konsentrasi luteinizing hormone pada plasma. Prostaglandin merupakan hormon yang bagus untuk terapi pyometra. Luka endometrium mengalami kesembuhan dalam 30 hari, kesuburan akan membaik. Pemberian GnRH tunggal pada awal postpartum atau dikombinasi PGF2α 14 kemudian, akan menginduksi siklus estrus namun tidak meningkatkan perfoma reproduksi sapi perah dengan kasus distokia, RFM, atau keduanya.
Prognosis untuk kesembuhan infeksi uterin postpartum bervariasi tergantung tingkat keparahan. Kebanyakan sapi dengan endometritis dapat disembuhkan. Metritis diikuti dengan septisemia berakibat kerusakan permanen, penurunan produksi susu, laminitis, atau kematian pasien walaupun dengan pengobatan yang agresif. Pyometra dapat disembuhkan dengan penanganan intensif dan benar.

Pencegahan Penyakit
Sapi dengan abnormalitas postpartum seperti hypocalcemia, distokia dan RFM lebih beresiko terhadap infeksi uterus dibanding dengan sapi normal. Manajemen sanitasi, nutrisi, menjaga kepadatan populasi dan pencegahan stress harus ditingkatkan untuk mencegah kasus infeksi. Kebersihan kandang saat melahirkan, prosedur aseptis untuk penanganan distokia sangat dibutuhkan. Kontaminasi lingkungan oleh mikroorganisme patogen menimbulkan infeksi saluran reproduksi selama 2-3 bulan postpartus. Sapi dengan gejala infeksi saluran reproduksi dipisahkan ke kandang isolasi. Pemberian ceftiofur sistemik yang berhubungan dengan distokia, RFM, atau keduanya mengurangi kejadian metritis hingga 70% dibandingkan dengan sapi yang tanpa dilakukan pemberian antibiotik.

Oleh: Drh. Joko Susilo
Medik Veteriner Muda
Balai Veteriner Lampung


KAWAL PROGRAM UPSUS SIWAB, KEMENTAN GANDENG TNI-AD

JAKARTA, 28 April 2017. Bertempat di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Drh. I Ketut Diarmita, MP dan  Asisten Teritorial Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Aster TNI AD) mendeklarasikan kerjasama dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau.
“Kerjasama ini dilakukan untuk mempercepat pencapaian kecukupan pangan hewani asal ternak, termasuk di dalamnya keberhasilan Upsus Siwab,” ujar I Ketut Diarmita.
Menurut Diarmita, perjanjian kerjasama ini juga sekaligus untuk menindaklanjuti Nota Kesepahaman antara Menteri Pertanian dengan Panglima TNI Nomor 10/MoU/RC.120/M/12/2016 tentang Ketahanan Pangan. Sebagaimana diketahui bahwa terkait dengan penyediaan pangan hewani asal ternak,  Kementan mempunyai program percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau dalam rangka pemenuhan daging sapi dan kerbau di dalam negeri. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting.
Lebih lanjut disampaikan, Upsus Siwab merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara masif dan serentak, melalui pendekatan sistem manajemen reproduksi yang terdiri dari unsur-unsur: (a) pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, (b) pelayanan inseminasi buatan (IB) dan kawin alam, (c) pemenuhan semen beku dan nitrogen cair, (d) pengendalian pemotongan sapi/kerbau betina produktif, dan (e) pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.
“Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian pangan asal ternak dan meningkatkan kesejahteraan peternak sekaligus mengejar swasembada sapi tahun 2026 seperti yang ditargetkan Presiden Joko Widodo. Pada tahun 2017, kita targetkan kebuntingan ternak sapi dan kerbau mencapai 3 (tiga) juta ekor. Selain dari kelahiran anak sapi/kerbau, target lain yang akan dicapai yaitu menurunnya angka penyakit gangguan reproduksi dan menurunnya pemotongan sapi betina produktif,” kata I Ketut Diarmita.
Foto bersama jajaran Kementerian Pertanian dan TNI AD.
“Untuk mensukseskan pelaksanaan Upsus Siwab, kami perlu dukungan dan sinergi dengan program/kegiatan TNI yang bertujuan untuk peningkatkan populasi dan produksi sapi dan kerbau di Indonesia,” ucapnya. Lebih lanjut I Ketut Diarmita menyampaikan, TNI-AD sebagai instansi negara bidang pertahanan negara yang tugas pokoknya dalam pemberdayaan wilayah pertahanan di darat, serta menciptakan kondisi sosial wilayah yang kondusif dan ketersediaan logistik wilayah, sehingga diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam mewujudkan percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau.
“Deklarasi ini menunjukkan adanya komitmen bersama antara Kementerian Pertanian dan TNI AD untuk bekerjasama melaksanakan percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau,” ungkap Diarmita.
Menurutnya, Perjanjian Kerjasama ini dimaksudkan sebagai upaya bersama untuk meningkatkan keterpaduan yang sinergi melalui kegiatan percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau dalam rangka mendukung sistem pertahanan negara.
Dalam kerjasama ini, Ditjen PKH Kementan dan TNI-AD akan bersama-sama menggerakan peternak dan petugas teknis dalam pelayanan Upsus Siwab. Kedua belah pihak juga akan meningkatkan kapasitas aparatur, personil TNI AD (Babinsa), dan peternak dalam rangka pelaksanaan kegiatan Upsus Siwab, serta melakukan pendampingan kegiatan Upsus Siwab dalam rangka pengembangan sapi dan kerbau, terutama untuk pengembangan perbibitan sapi Brahman Cross ex impor yang ada di Aceh, Sumatera Utara dan Riau.
Selanjutnya disampaikan, pelaksanaan kerjasama ini akan ditindaklanjuti oleh wakil-wakil para pihak yang dalam hal ini pihak Ditjen PKH adalah Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak dan Direktur Pakan, sedangkan dari pihak Aster TNI AD yaitu Perwira Pembantu III/Perlawanan Wilayah Staf Teritorial Angkatan Darat (Paban III/Wanwil Sterad).

Dirjen PKH I Ketut Diarmita didampingi
Wakil Aster TNI AD Brigjen Budi Sulistijono
saat melayani pertanyaan wartawan. 
Mencegah Penyelewengan
Dalam kesempatan tersebut Dirjen PKH I Ketut Diarmita juga menilai bahwa banyak kecurangan yang terjadi di lapangan dalam program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Untuk itu pihaknya menggandeng Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.
Ia mengatakan TNI AD memiliki banyak pesonil (Babinsa) yang tersebar di seluruh wilayah dan dinilai mampu melakukan pengawasan. "Target kita semua sapi-sapi yang kita masukkan dari 2016 harus diawasi karena kita ingin hasilnya nanti jangan sampai menurun," ujar Diarmita.
Selain itu keamanan selama ini juga menjadi kendala. Ia mengakui program Upsus Siwab yang difokuskan di tiga provinsi Sumatra Utara, Aceh dan Riau belum terekam dengan baik. Misalnya ketika sapi indukan sakit atau mati tidak tercatat apa penyebabnya dan total jumlahnya. "Kenapa mati, bukti-buktinya, semua harus dipertanggungjawabkan dengan baik," kata dia.
Sebab selama ini tidak sedikit sapi indukan yang justru sakit atau dipotong untuk dijual dagingnya. Wakil Asisten Teritorial TNI AD Brigjend Budi Sulistijono mengatakan, pengawalan dan pendampingan Upsus Siwab merupakan implementasi pihaknya dalam mewujudkan swasembada pangan. Dalam lima tahun terakhir, kata dia, perkembangan situasi nasional khususnya komoditas daging menjadi masalah serius terutama menjelang hari raya keagamaan.
Ia mengaku, kerjasama Upsus Siwab ini sebenarnya sudah diuji coba selama lima bulan dan berjalan lancar. Pengawasan yang dilakukan pihaknya termasuk pengawasan terhadap semen beku, inseminator, petugas inseminasi buatan dan sebagainya.
"Melalui pendampingan dan pengawasan diharapkan bisa mengatasi kurang optimalnya program pemerintah membuat sapi bunting," ujar Budi.
Ia meminta Kementan membuat panduan berupa buku petunjuk atau Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) sebagai pedoman kerja. Hal tersebut nantinya bisa menjadi petunjuk kepada Babinsa dan masyarakat petani untuk meminimalisir terjadinya kesalahan di lapangan.
Untuk diketahui, total pengadaan sapi indukan 2016 sebanyak 15.824 ekor dengan rincian sapi indukan Brahman Cross ex impor sebanyak 4.397 ekor dan 11.427 ekor sapi lokal.
“Saya berpesan kepada para wakil yang ditugaskan agar melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan kerjasama ini dapat terlaksana dengan baik dan saya ucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Asisten Teritorial TNI-AD beserta jajaran, atas waktu dan kehadirannya di tengah-tengah kesibukan melaksanakan tugas negara,” pungkas I Ketut Diarmita menutup sesi tanya jawab dengan wartawan. (WK)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer