-->

POTRET DINAMIKA PENYAKIT UNGGAS 2024

Dinamika penyakit unggas di Indonesia sangat menarik untuk dicermati. (Foto: Andrew Skowron/Open Cages/thehumaneleague)

Seperti tahun-tahun sebelumnya, di 2024 industri perunggasan Indonesia menghadapi sejumlah tantangan terkait penyakit yang dapat mengancam aspek kesehatan hewan dan kesejahteraan peternak. Penyakit, merupakan salah satu makanan sehari-hari yang tentu dihadapi peternak. Pasalnya ketika penyakit menyerang, akan dibutuhkan cost tambahan dalam biaya produksi.

Baik penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius semuanya bisa jadi biang keladi kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya ke depan.

Penyakit yang Mendominasi
Dinamika penyakit unggas di Indonesia sangat menarik untuk dicermati. Pola penyakit yang berulang, membuat berbagai pihak tertarik untuk memprediksinya. Namun begitu, tidak bisa sembarangan dalam memprediksi dinamika penyakit unggas, perlu pendekatan tertentu dan pengumpulan data yang apik agar dapat memprediksinya.

Salah satu perusahaan kesehatan hewan yang rutin memprediksi penyakit unggas yakni PT Ceva Animal Health Indonesia. Melalui Global Protection Services (GPS), Ceva rutin melakukan monitoring dan surveilans untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit yang paling mendominasi sektor perunggasan. Hal tersebut disampaikan oleh Veterinary Service Manager PT Ceva Animal Health Indonesia Drh Fauzi Iskandar.

“Kami berkiblat pada Ceva Global, dimana di situ ada program yang namanya GPS. Bentuk dari program tersebut yakni awareness, monitoring, dan troubleshooting. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk servis kami kepada para customer dan sudah kami lakukan sejak 2018,” tutur Fauzi.

Lebih lanjut dijabarkan mengenai data penyakit unggas yang terjadi di 2024. Dimana Ceva rutin mengunggahnya di website mereka secara berkala setiap bulan sehingga dapat memudahkan peternak, praktisi dokter hewan, bahkan khalayak umum untuk mengaksesnya.
 
Di 2024 dicatat beberapa penyakit unggas yang menjadi ancaman utama bagi industri ini. Berdasarkan laporan dari Ceva, penyakit yang paling banyak dilaporkan meliputi CRD kompleks, CRD, infectious bronchitis (IB), newcastle disease (ND), heatstroke, coccidiosis, AI H9, coryza, gumboro, dan mycotoxicosis. Penyakit-penyakit ini mencakup sekitar 72% dari keseluruhan laporan penyakit unggas yang diterima Ceva sepanjang 2024. Untuk broiler, CRD kompleks, IB, dan coccidiosis mendominasi laporan, sementara pada layer penyakit seperti CRD, ND, dan coryza sering dilaporkan.

Ia melanjutkan, penyebaran penyakit unggas dapat dipengaruhi berbagai faktor. Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan virus atau bakteri sering terjadi secara bersamaan, memicu komplikasi yang lebih parah. Di antaranya infeksi saluran pernapasan yang melibatkan beberapa virus dan bakteri dapat memperburuk kondisi ayam, sehingga penting bagi peternak melakukan vaksinasi lengkap guna menjaga integritas saluran pernapasan ayam.

Selain itu, manajemen yang kurang tepat seperti ketidakmampuan dalam mengantisipasi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

PMK DIDUGA KEMBALI MEMAKAN KORBAN DI YOGYAKARTA

Petugas Dinas Memberikan Suplementasi Kepada Sapi 
(Foto : Istimewa)


Dugaan munculnya kasus sapi yang menderita Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) kembali terjadi di Gunungkidul. Kali ini, seekor sapi milik warga di Padukuhan Polaman, Kalurahan Pampang, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul mati secara mendadak pada Minggu, kemarin.

Beredar informasi di dusun tersebut ada 9 sapi yang mengalami gejala mirip PMK. Namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil analisis dari Dinas Peternakan. Senin (23/12/2024), pihak Dinas Peternakan akan mendatangi lokasi dusun tersebut.

Kepala Desa Dukuh Polaman, Heru Lawan ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Sapi tersebut milik Samiasri (79) yang kebetulan rumahnya di dekat kediaman Heru. Sebelum mati mendadak, ada dua ekor sapi lainnya yang juga sakit.

"Jadi yang sakit itu ada tiga ekor sapi, dan semuanya sudah disuntik," ujarnya, Minggu malam.

Beruntung usai mendapat tindakan Jumat (20/12/2024) lalu, dua sapi lainnya bisa sehat. Namun anakan sapi yang berumur 2,5 bulan, tiba-tiba mati. Sebelum mati, anak sapi berjenis kelamin laki-laki itu sempat melenguh sekitar lima kali hingga akhirnya tidak bergerak.

Karena khawatir, warga langsung mengubur sapi tersebut tidak jauh dari kandang. Disinggung soal gejala Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) pada sapi yang mati tersebut, Heru enggan berspekulasi soal itu.

Heru mengakui jika mendapat laporan bahwa sampai dengan pukul 19.48 WIB, sudah ada 9 ekor sapi yang bergejala PMK. Sapi yang bergejala tersebut, sebelumnya sudah diperiksakan ke dokter hewan oleh pemiliknya.

"Ada 9 ekor sapi milik warga bergejala PMK setelah mereka ngecek di dokter hewan," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Hewan (DPKH), Wibawanti Wulandari mengaku belum mendapat laporan kematian sapi tersebut dari UPT Paliyan. Kendati begitu, dia memastikan akan dilakukan pengecekan di lokasi.

"Warga tidak perlu panik dengan kondisi ini. Warga juga dibimbau untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan biosecurity," ujarnya. (INF)

EVALUASI DAN PREDIKSI PENYAKIT UNGGAS

Grafik 1. Evaluasi kejadian penyakit selama 2024 yang dirangkum dari laporan tim Romindo di seluruh Indonesia.

Tahun 2024 adalah tahun yang penuh warna dimana merupakan tahun politik, diawali dengan gegap-gempitanya Pilpres yang akhirnya melahirkan pemimpin baru di Indonesia. Kebijakan untuk menjadi negara yang berswasembada pangan dan makan siang gratis menjadi jargon utama dalam kampanye yang harus ditindaklanjuti setelah memenangkan gelaran Pilpres.

Pekerjaan Rumah besarnya adalah mampukah kebijakan tersebut terlaksana di tengah masih carut marutnya kebijakan harga live bird dan telur yang dirasakan para peternak yang telah menjadi pahlawan gizi?

Belum lagi tantangan lapangan berupa penyakit yang tiada henti mendera. Bobot badan yang menjadi target terasa sulit untuk dicapai karena challenge lapangan berupa penyakit dan iklim. Begitu juga tantangan pada produksi telur, yang apabila digambarkan naik turun seperti gelombang (lihat Grafik 1).

Di segmen broiler, pada April sampai November banyak dilaporkan kasus yang disebabkan oleh virus, antara lain avian metapneumovirus (AmPV), newcastle disease (ND), dan IBD. Sedangkan kasus bakterial yang marak terjadi adalah kolibasilosis, chronic respiratory disease (CRD), dan coryza.

Adanya fenomena El Nino juga meningkatkan kasus heat stress seperti yang dilaporkan oleh tim Romindo di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sehingga sedikit banyak menunjang peningkatan produk Selisseo 0,1% sebagai solusi heat stress dengan kandungan pure organic selenium 100% dan mampu disimpan di jaringan sebagai cadangan saat dibutuhkan untuk penguraian, penangkapan, dan eliminasi radikal bebas akibat produksi dari heat stress.

Kemudian kasus IBD yang masih banyak terjadi pada broiler perlu evaluasi mendalam sehingga tidak menimbulkan kerugian pada peternak yang sering di dera fluktuasi harga jual. Pemakaian vaksin IBD seawal mungkin yang dilakukan di hatchery mampu mengoptimalkan performa genetik yang terus berkembang dengan menggunakan vaksin BDA Blen. Serta untuk kasus ND menurut analisis penulis yang masih perlu dievaluasi adalah pemberian tambahan vaksinasi ND kill di hatchery dengan Gallimune ND.

Sedangkan pada segmen layer, kasus-kasus bakterial sepanjang 2024 yang dilaporkan antara lain CRD, CRD kompleks, kolibasilosis, fatty liver dan coryza. Menariknya di sini adalah kasus yang disebabkan Mycoplasma sinoviae (MS) yang merebak di lapangan dengan dicirikan adanya gambaran kualitas kerabang kurang baik seperti adanya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manganer
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

PERKEMBANGAN PENYAKIT VIRAL DI LINGKUNGAN KANDANG DAN CARA PENCEGAHANNYA

Ilustrasi ternak ayam broiler. (Foto: Konrad Lozinski/thehumaneleague)

Unggas seperti ayam menjaga suhu tubuhnya pada rentang normal dengan melakukan homeostatis secara terus-menerus sebagai makhluk homoioterm. Walaupun demikian, tubuh ayam memiliki kondisi yang unik dengan tidak memiliki kelenjar keringat serta tubuhnya dipenuhi bulu yang berakibat mereka tidak bisa melepaskan panas seperti makhluk lain yang memiliki kelenjar keringat.

Ayam melepaskan panas dengan cara radiasi (melebarkan sayap), konduksi (kontak langsung dengan benda padat lain bersuhu lebih rendah), koveksi (melalui udara atau air), dan evaporasi (panting).

Namun demikian pada kandang komersil yang suhunya sangat tergantung pada kondisi luar dan terbatasnya gerak akibat kepadatan kandang, pelepasan suhu ini menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, apabila kondisi cuaca cepat berubah (panas dan dingin terjadi ekstrem), terutama pada musim pancaroba seperti sekarang ini, maka ayam dapat lebih mudah stres.

Selain dari fisik ayam sendiri, kondisi pancaroba juga dapat memengaruhi hal-hal lain yang mendukung perkembangan agen penyakit seperti bakteri dan jamur akibat kelembapan yang tinggi. Suhu lingkungan yang ekstrem dari musim kemarau ke musim hujan berperan penting terhadap timbulnya penyakit, sehingga perlunya langka preventif untuk pencegahan penyakit pada ayam.

Hal-hal tersebut muncul dari tahun ke tahun dan menjadi poin penting untuk diperhatikan dalam membudidayakan ayam yang sehat dan bebas penyakit.

Kunci keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari upaya kontrol penyakit. Kontrol penyakit ternak dilakukan untuk efisiensi biaya, baik untuk pengobatan maupun kerugian akibat penurunan produksi.

Manajemen perkandangan dan kontrol populasi, program vaksinasi, pemberian antibiotik dan vitamin, manajamen pemberian pakan dan pengelolaan gudang pakan, serta disinfeksi, merupakan langkah penting untuk diterapkan guna menurunkan angka kejadian penyakit.

Hal pertama yang harus dilakukan dalam penanganan kasus penyakit ayam adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2024. 

USAHA YANG MEMBUAHKAN HASIL

Peternakan penghasil telur wajib memiliki sertifikat NKV, dimana di dalamnya terdapat bagian dari penerapan biosekuriti. (Sumber: veterinariadigital.com)

Ada peribahasa yang berbunyi "Apapun yang kamu perbuat maka ia akan kembali kepadamu." Dalam semua aspek tentu hal ini akan berlaku, termasuk biosekuriti. Banyak hal baik yang didapat dari aplikasi biosekuriti yang konsisten dan berkesinambungan.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak. Namun karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti.

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010), yakni kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flock, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air, dan kontrol limbah peternakan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat
Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Sebagai contoh, Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung dimana FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan di Lampung sedang menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer.

Kusno Waluyo, seorang peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, bercerita mengenai keputusannya menerapkan konsep biosekuriti tiga zona. Peternak berusia 46 tahun ini memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya cukup memuaskan, namun Kusno masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya coba ikuti saja. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Namun begitu, ia enggan bercerita mengenai modal yang dikeluarkan dalam pembangunan fasilitas biosekuriti miliknya. Tetapi dengan sejumlah uang yang digelontorkan, menurutnya hasil yang diperoleh benar-benar menguntungkan.

Kusno mengungkapkan, salah satu tolok ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandangnya adalah saat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu, produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi.

“Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati mas, enggak seperti sebelumnya,” ucap dia.

Faktanya, sebenarnya konsep biosekuriti tiga zona yang ramai digalakkan bersama FAO merupakan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MEMAHAMI PERAN KRUSIAL BIOSEKURITI

Penerapan biosekuriti merupakan salah satu cara efektif meningkatkan performa ternak. (Foto: Istimewa)

Banyak peternak memandang bahwa biosekuriti adalah barang mahal. Padahal harga yang dibayar merupakan investasi jangka panjang dalam perbaikan manajemen peternakannya.

Biosekuriti Murah, Komitmennya Berubah Mahal
Baik peternak skala besar maupun skala kecil, seharusnya bisa menerapkan biosekuriti secara sederhana. Guru Besar SKHB IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan, mengemukakan bahwa semakin sederhana suatu farm, konsep biosekuriti yang diterapkan bisa disederhanakan pula.

“Kita punya konsep biosekuriti tiga zona yang sudah lama dipopulerkan oleh FAO, konsep ini harusnya bisa diaplikasikan peternak, dan seharusnya mereka tahu kalau konsep ini bisa disesuaikan dengan budget, hitung-hitung investasi lah,” katanya.

Prof Wayan yang sudah berpengalaman sebagai konsultan perunggasan mengatakan bahwa konsep biosekuriti tiga zona merupakan salah satu cara efektif meningkatkan performa.

Sehingga menurutnya, yang mahal bukanlah biaya dari pengaplikasian biosekuritinya melainkan komitmen dari peternak untuk mau merubah cara beternak dan konsisten dalam menjalankan aplikasi biosekuriti di kandangnya.

“Asal konsep yang diberikan dijalankan, komitmen dari seluruh karyawan tentang kesehatan hewan kuat, bisa kok pasti. Sudah begitu, investasi yang dikeluarkan juga enggak mahal dan bisa berlangsung lama, ini juga akan menghemat budget dari sektor obat-obatan,” jelas dia.

Peternak Bisa Jadi Agen Perubahan
Nyatanya tidak semua peternak saklek dan betah dengan manajemen beternak yang “begitu-begitu saja”. Bambang Sutrisno contohnya, ia merupakan salah satu peternak layer binaan FAO di Desa Kopeng, Semarang, yang mengimplementasikan biosekuriti tiga zona.

“Saya dapat informasi dari peternak lain, dinas, sama FAO sendiri yang waktu itu sedang kampanye... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BIOSEKURITI, MUDAH DIUCAPKAN SULIT DITERAPKAN

Celup kaki, tindakan biosekuriti paling sederhana. (Sumber: feedsandpullets.co.uk)

Biosekuriti, suatu kata yang mudah diucapkan namun sulit untuk diterapkan. Pada kenyataannya, di Indonesia banyak peternak yang menyesuaikan praktik biosekuriti sesuai budget yang dimiliki alias seadanya.

Tentu hal tersebut bukan salah peternak, karena banyak juga permasalahan lain yang semakin memusingkan peternak, terutama peternak mandiri di era ini. Terlebih dengan disrupsi yang terjadi dan efek buruk menahun yang disebabkan fluktuasi harga sapronak, livebird, dan telur.

Namun begitu, yang perlu digarisbawahi adalah biosekuriti merupakan suatu hal yang wajib dikerjakan. Suka atau tidak, biosekuriti menjadi salah satu instrumen pendukung kesuksesan dalam usaha budi daya peternakan.

Menyamakan Persepsi
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof Drh Michael Haryadi Wibowo, pernah berujar bahwa biosekuriti didefinisikan sebagai segala macam upaya untuk mencegah masuk dan keluarnya bibit penyakit ke dalam suatu area peternakan, agar ternak yang dipelihara di dalamnya bebas dari ancaman infeksi penyakit.

Biosekuriti juga berfungsi agar suatu penyakit tidak menulari peternakan lain dan lingkungan sekitar, juga tidak menularkan penyakit kepada manusia di dalamnya.

“Jadi apapun upaya pencegahan seperti misalnya vaksinasi ternak atau disinfeksi, melarang orang asing keluar masuk peternakan, semua itu masuk ke dalam definisi biosekuriti. Jadi memang wajib, sudah jadi makanan sehari-hari,” tutur Prof Michael.

Ia melanjutkan bahwasanya dalam benak peternak, biosekuriti itu membuat gerbang besar, semprotan otomatis, ruang mandi, fumigasi, dan sebagainya. Inilah yang menjadi salah kaprah di kalangan peternak sampai hari ini.

“Kalau bentuk dan upayanya itu baru yang disesuaikan dengan budget, misalnya mau pakai vaksin ND namun budget terbatas, kan varian produknya banyak, yang murah sampai mahal bisa kita pakai. Yang penting itu jangan sampai enggak divaksin. Disinfektan juga banyak, dari yang pabrikan sampai yang racikan, bisa dipakai buat kandang. Yang penting dilakukan, murah atau mahalnya tergantung peternak, tapi yang penting adalah aplikasinya,” tambahnya.

Jadi menurut Michael apapun yang peternak lakukan selama dasar ilmiahnya benar, sumber dan aplikasinya benar, maka upaya itu boleh dilakukan. Karena ia memahami bahwa tidak semua peternak mampu bermewah-mewahan dalam mengaplikasikan biosekuriti di peternakannya.

Butuh Komitmen dan Konsistensi
Dosen FKH UGM dan konsultan kesehatan unggas, Prof Charles Rangga Tabbu, mengatakan bahwa biasanya kendala dari penerapan biosekuriti di lapangan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BIOSEKURITI KETAT AYAMKU KUAT

Ilustrasi ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Dalam sebuah diskusi yang memperbincangkan bagaimana upaya memperkecil terjadinya kasus penyakit dan mempertahankan titer antibodi yang terbentuk tetap tinggi, serta mengurangi kejadian superinfeksi dimana titer antibodi terlihat tinggi tetapi ayam tidak masalah.

Dalam diskusi tersebut, fokus diskusi selalu tertuju pada diagnosis penyakit, kerugian yang disebabkan oleh penyakit, jenis vaksin yang sesuai dan program vaksinasi yang ideal. Ternyata, topik diskusi mengenai biosekuriti merupakan topik yang kurang menarik untuk diperbincangkan. Umumnya peternak sudah merasa cukup bila telah melakukan vaksinasi dan/atau pemberian obat maupun vitamin.

Bila terjadi diskusi mengenai biosekuriti, sering kali dilontarkan pertanyaan, apa manfaatnya biosekuriti? Mengapa perlu dilakukan tindakan biosekuriti? Apa yang dimaksud dengan biosekuriti yang ketat? Bagaimana prosedur ideal biosekuriti?

Bila terjadi penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius, idealnya pendekatan penanganan kasus dititikberatkan pada evaluasi biosekuriti. Perlu ditemukan apakah terdapat kekurangan pada tindakan biosekuriti yang telah dilakukan.

Pendekatan analisis biosekuriti misalnya dilakukan pada kasus penyakit gumboro. Pada ayam pedaging, gumboro biasanya menyerang pada titik kritis umur 2-3 minggu. Pada periode ini, titer antibodi asal induk umumnya sudah rendah, sehingga ayam menjadi rentan terhadap virus gumboro asal lapang. Peternak umumnya melakukan satu kali vaksinasi gumboro pada umur 14 hari. Hal ini menjadikan kekebalan yang digertak oleh vaksin dapat tercapai optimal mulai umur 28 dan puncaknya pada umur 35 hari. Oleh sebab itu, bila tindakan biosekuriti kurang optimal, virus gumboro asal lapang dapat menimbulkan penyakit sejak umur 2 minggu. Kasus penyakit akan muncul lebih awal pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang rendah.

Pada peternakan ayam petelur dengan populasi yang padat, pelaksanaan biosekuriti sangat penting dilakukan. Contoh penyakit yang paling dihindari adalah Mareks. Meskipun anak ayam petelur telah diberikan vaksinasi mareks pada umur satu hari di tempat penetasan, masih diperlukan waktu sampai umur 3 minggu hingga kekebalan terhadap tantangan virus mareks menjadi optimal. Bila proses sanitasi dan disinfeksi kandang starter tidak optimal, infeksi virus mareks dapat terjadi seawal mungkin sebelum kekebalan asal vaksin muncul.

Perlunya biosekuriti yang ketat dikaitkan dengan karakteristik peternakan ayam komersial di Indonesia, yaitu belum adanya perwilayahan dalam budi daya peternakan untuk sektor 1, 2, dan 3. Hal ini dikuatkan dengan lokasi peternakan yang berdekatan dan cenderung berkelompok pada suatu wilayah tertentu. Umur ayam yang sangat bervariasi dalam suatu peternakan, kualitas tata laksana kandang yang kurang, distribusi sapronak dan pronak yang belum memadai, serta jumlah operator yang tinggi.

Mengingat hal tersebut di atas maka berbagai ancaman penyakit yang berasal dari virus, bakteri, parasit, maupun jamur harus... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manganer
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

WASPADAI PARAMPHISTOMIASIS SAAT MUSIM HUJAN

Paramphistomum sp., ditemukan pada kerongkongan kerbau yang mati karena SE (dok. kasus lapangan/istimewa)

Beberapa daerah di Indonesia pada Oktober 2024 memasuki musim penghujan. Perubahan dari musim kemarau ke penghujan bisa menimbulkan stres pada beberapa ruminansia. Stres akan memicu penurunan daya tahan tubuh ternak yang mendorong kemunculan beberapa penyakit strategis.

Wabah bisa terjadi dan muncul kembali pada beberapa penyakit strategis bila imunitasnya tidak cukup baik. Musim penghujan juga menimbulkan kelembapan tinggi pada lingkungan pemeliharaan ternak, yang menimbulkan suasana yang nyaman bagi berkembangnya agen penyakit strategis yang siap menginfeksi.

Melalui kajian beberapa ahli kesehatan hewan, pemerintah telah menetapkan beberapa penyakit strategis. Kajian atau penilaian, pembobotan beberapa aspek parameter penilaian yang telah dilakukan terhadap beberapa jenis penyakit, di antaranya seberapa sering menimbulkan wabah, penularan atau penyebarannya, aspek zoonosisnya, kerugian ekonomi yang ditimbulkannya, serta beberapa parameter penting lainnya.

Salah satu dari penyakit strategis yang ditetapkan pemerintah adalah kecacingan, yang bisa disebabkan oleh cacing nematoda, trematoda, maupun cestoda. Kecacingan pada ternak ditetapkan sebagai salah satu penyakit strategis karena bobot kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat besar. Penurunan bobot badan, penghambatan pertumbuhan, memicu infeksi penyakit lainnya yang menimbulkan kematian.

Trematoda yang merupakan salah satu kelompok kecacingan sering menjadi perhatian saat pemeriksaan di rumah pemotongan hewan (RPH) adalah infestasi cacing hati. Di antara kelompok trematoda selain cacing hati, yang tidak kalah pentingnya adalah paramphistomiasis, yang disebabkan oleh infestasi Paramphistomum sp. Cacing dewasa jenis ini bisa ditemukan di lipatan-lipatan selaput lendir rumen dan retikulum, sedangkan yang muda bisa ditemukan pada usus halus. Parasit dewasa lebih banyak ditemukan pada rumen dari ruminansia.

Paramphistomiasis pada infestasi sedang hingga berat menyebabkan kekurusan bahkan kematian. Parasit saluran pencernaan ini mempunyai mulut pengisap yang menempel erat ke dinding mukosa usus. Melalui dua mulut pengisapnya di bagian depan dan bawah, parasit melekat erat pada mukosa usus, mengisap darah, dan menyebabkan kerusakan mukosa.

Parasit mengisap makanan dan darah, menyebabkan ternak ruminansia menjadi kurus, pucat atau anemis, lemah, dan mati. Parasit bisa menginfestasi ternak (sapi, kerbau, kambing, domba), dan satwa liar (rusa, pelanduk). Kemetian bisa terjadi pada ternak karena kekurusan, kekurangan darah, serta infeksi agen penyakit lainnya. Pada saat bedah bangkai pada ternak yang mati, bisa ditemukan adanya parasit ini dalam jumlah yang banyak dengan kondisi hidup di usus besar ternak.

Distribusi Paramphistomiasis
Paramphistomiasis merupakan parasit yang umum ditemukan pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veterner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Purna tugas Medik Veteriner Ahli Madya
di Kota Banjarbaru

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer