Ayam abang adalah ayam ras petelur yang sudah memasuki masa “pensiun” bertelur. (Foto: Dok. Infovet) |
Ayam abang menjadi salah satu bisnis “sisipan” bagi para peternak ayam petelur. Hanya ayam-ayam yang sudah dianggap “pensiun” bertelur ayam ini masuk dalam kandang ayam abang. Meski harganya terpaut jauh dengan ayam pullet, namun hasil jualnya menambah pundi-pundi peternak.
Pernah mendengar istilah ayam abang? Istilah unggas yang satu ini cukup dikenal masyarakat pedesaan, khususnya di daerah Jawa Tengah. “Abang” dari bahasa Jawa yang artinya merah. Jadi, ayam abang adalah ayam merah. Bukan ayam hias, melainkan ayam konsumsi lazimnya ayam pedaging broiler.
Ayam abang adalah ayam ras petelur yang sudah memasuki masa “pensiun” bertelur. Di kalangan peternak umumnya disebut ayam afkir, ayam yang sudah lewat masa produksinya. “Ayam ini merupakan ayam petelur yang sudah tidak mampu menghasilkan telur secara maksimal,” ujar Agus Wiyono, peternak asal Mojokerto kepada Infovet.
Menurut peternak yang juga dokter hewan ini, ayam abang usianya sekitar 80 minggu ke atas. Karena warna bulunya merah, maka masyarakat di daerahnya menyebut ayam abang. Daging ayam abang ini sedikit alot, karena umurnya sudah cukup tua.
Persoalan ayam petelur afkir ini pernah diatur ketentuannya oleh pemerintah. Pada 2019, Kementerian Pertanian menginstruksikan pengurangan produksi telur konsumsi dengan cara afkir final stock (FS) layer yang berumur Iebih dari 80 minggu pada peternak layer komersial berpopulasi Iebih dari 50.000 ekor. Instruksi itu disampaikan melalui Surat Edaran Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 12141/SE/PK.230/F/11/2019 tertanggal 10 November 2019. Pelaksanaan afkir FS layer berumur lebih dari 80 minggu dilaksanakan bertahap mulai 10 November sampai 31 Desember 2019.
“Untuk hal tersebut diperintahkan kepada saudara pimpinan perusahaan dan peternak layer komersial melaksanakan poin-poin tersebut. Pelaksanaan kegiatan afkir FS layer yang berumur Iebih dari 80 minggu dilakukan pengawasan oleh tim pengawas pusat dan/atau dinas yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi/kabupaten/kota,” ditegaskan dalam surat itu.
Instruksi afkir ayam layer komersil berumur lebih dari 80 minggu dikeluarkan untuk menyeimbangkan ketersediaan (supply) dengan kebutuhan (demand) telur konsumsi, sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Penjualan ayam afkir petelur cukup ramai di pasar tradisonal. Di Jawa Tengah harga ayam abang per ekor bervariasi, mulai dari Rp 35.000-40.000 di tingkat produsen. Jika sudah dalam bentuk karkas, harganya bisa mencapai Rp 45.000-50.000/ekor. Harga ini lebih tinggi dibanding harga karkas ayam broiler yang berkisar Rp 29.000-33.000/ekor. Berat per ekor ayam abang menjadi perbedaan harga dengan ayam broiler. Ayam abang per ekornya rata-rata di atas 1 kg.
Harga ayam afkir petelur ini di bawah harga ayam tersebut masih jadi pullet yang mencapai Rp 70.000/ekor. Karena ayam afkir, sudah pasti harga lebih murah dibanding ketika masih produktif bertelur.
Namun demikian, minat masyarakat untuk membeli ayam afkir cukup tinggi. “Ayam afkir sudah menjadi komoditas ayam pedaging atau ayam konsumsi masyarakat sejak lama. Ukurannya yang besar cukup digemari konsumen di daerah,” kata Agus.
Mata Rantai Penjualan
Pola penjualan ayam abang di pasar tradisonal hampir sama di setiap daerah. Umumnya penjual ayam abang ini sekaligus memberikan layanan potong dan pembeli menerimanya dalam keadaan sudah bersih. Ceker dan jeroan jadi satu paket dagingnya.
Dari pemantauan Infovet di salah satu pasar di Kota Pemalang, Jawa Tengah, untuk konsumen yang membeli dalam bentuk karkas satu paket akan dikenai biaya potong Rp 5.000/ekor.
Menurut Agus, berjualan ayam abang menjadi nilai tambah para peternak ayam petelur. Peternak sudah menikmati hasil penjualan telurnya. Di masa tua ayamnya, masih bisa dijual dengan harga cukup lumayan.
Hanya saja, jual beli ayam abang tidak bisa dilakukan secara rutin dalam rentang waktu yang pendek, misal setiap hari atau setiap minggu. Tapi menunggu ayam petelurnya memasuki masa afkir. “Peternak baisanya akan mensortir lebih dulu ayam-ayam petelur yang sudah dianggap afkir, untuk selanjutnya masuk ke penjualan sebagai ayam pedaging,” jelas Agus.
Mata rantai bisnis ayam abang ini tergolong pendek. Dari peternak biasanya langsung didrop ke lapak ayam di pasar-pasar tradisional. Peternak mensuplai ayam afkiran ke para pemilik lapak. Selanjutnya para pemilik lapak menjual ke konsumen dengan dua pilihan, yakni ayam hidup atau ayam potong, tentu ada selisih harga. Ada juga peternak yang langsung menjual ke konsumen.
Nurkhikmah, ibu rumah tangga asal Kota Pemalang, Jawa Tengah, mengaku sering membeli daging ayam abang di warung dekat rumahnya. Terkadang juga membeli di pasar dengan harga lebih murah. Dalam seminggu, setidaknya dua kali mengolah ayam abang untuk santapan keluarganya.
Menurut wanita 33 tahun ini, daging ayam abang lebih enak. Dagingnya tebal dan berasa seperti ayam kampung. “Kalau soal alot itu tergantung cara masaknya. Butuh waktu masak lebih lama agar dagingnya empuk,” ujar Nurkhikmah.
Di Pasar Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, hampir setiap hari lapak penyedia ayam abang menjual puluhan ekor. Di pasar ini ada dua lapak yang khusus menjual ayam abang. Di dua lapak ini disediakan juga tempat pemotongan ayam. Untuk ayam hidup per ekor dengan berat 1 kg lebih berkisar Rp 40.000-45.000. Namun jika dipotong dan dibersihkan, pembeli hanya diminta tambahan biaya Rp 5.000/ekor.
Khusus pada Rabu dan Minggu, kedua lapaknya paling ramai dikunjungi pembeli. Dua hari tersebut merupakan hari “Pasaran”, pengunjung pasar jauh lebih banyak dibanding hari lainnya. Biasanya lapak ayam abang ramai dikunjungi pembeli saat bulan Ramadan, menjelang Idul Fitri, atau tahun baru. (AK)
0 Comments:
Posting Komentar