-->

USAHA YANG MEMBUAHKAN HASIL

Peternakan penghasil telur wajib memiliki sertifikat NKV, dimana di dalamnya terdapat bagian dari penerapan biosekuriti. (Sumber: veterinariadigital.com)

Ada peribahasa yang berbunyi "Apapun yang kamu perbuat maka ia akan kembali kepadamu." Dalam semua aspek tentu hal ini akan berlaku, termasuk biosekuriti. Banyak hal baik yang didapat dari aplikasi biosekuriti yang konsisten dan berkesinambungan.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak. Namun karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti.

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010), yakni kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flock, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air, dan kontrol limbah peternakan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat
Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Sebagai contoh, Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung dimana FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan di Lampung sedang menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer.

Kusno Waluyo, seorang peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, bercerita mengenai keputusannya menerapkan konsep biosekuriti tiga zona. Peternak berusia 46 tahun ini memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya cukup memuaskan, namun Kusno masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya coba ikuti saja. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Namun begitu, ia enggan bercerita mengenai modal yang dikeluarkan dalam pembangunan fasilitas biosekuriti miliknya. Tetapi dengan sejumlah uang yang digelontorkan, menurutnya hasil yang diperoleh benar-benar menguntungkan.

Kusno mengungkapkan, salah satu tolok ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandangnya adalah saat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu, produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi.

“Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati mas, enggak seperti sebelumnya,” ucap dia.

Faktanya, sebenarnya konsep biosekuriti tiga zona yang ramai digalakkan bersama FAO merupakan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MEMAHAMI PERAN KRUSIAL BIOSEKURITI

Penerapan biosekuriti merupakan salah satu cara efektif meningkatkan performa ternak. (Foto: Istimewa)

Banyak peternak memandang bahwa biosekuriti adalah barang mahal. Padahal harga yang dibayar merupakan investasi jangka panjang dalam perbaikan manajemen peternakannya.

Biosekuriti Murah, Komitmennya Berubah Mahal
Baik peternak skala besar maupun skala kecil, seharusnya bisa menerapkan biosekuriti secara sederhana. Guru Besar SKHB IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan, mengemukakan bahwa semakin sederhana suatu farm, konsep biosekuriti yang diterapkan bisa disederhanakan pula.

“Kita punya konsep biosekuriti tiga zona yang sudah lama dipopulerkan oleh FAO, konsep ini harusnya bisa diaplikasikan peternak, dan seharusnya mereka tahu kalau konsep ini bisa disesuaikan dengan budget, hitung-hitung investasi lah,” katanya.

Prof Wayan yang sudah berpengalaman sebagai konsultan perunggasan mengatakan bahwa konsep biosekuriti tiga zona merupakan salah satu cara efektif meningkatkan performa.

Sehingga menurutnya, yang mahal bukanlah biaya dari pengaplikasian biosekuritinya melainkan komitmen dari peternak untuk mau merubah cara beternak dan konsisten dalam menjalankan aplikasi biosekuriti di kandangnya.

“Asal konsep yang diberikan dijalankan, komitmen dari seluruh karyawan tentang kesehatan hewan kuat, bisa kok pasti. Sudah begitu, investasi yang dikeluarkan juga enggak mahal dan bisa berlangsung lama, ini juga akan menghemat budget dari sektor obat-obatan,” jelas dia.

Peternak Bisa Jadi Agen Perubahan
Nyatanya tidak semua peternak saklek dan betah dengan manajemen beternak yang “begitu-begitu saja”. Bambang Sutrisno contohnya, ia merupakan salah satu peternak layer binaan FAO di Desa Kopeng, Semarang, yang mengimplementasikan biosekuriti tiga zona.

“Saya dapat informasi dari peternak lain, dinas, sama FAO sendiri yang waktu itu sedang kampanye... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BIOSEKURITI, MUDAH DIUCAPKAN SULIT DITERAPKAN

Celup kaki, tindakan biosekuriti paling sederhana. (Sumber: feedsandpullets.co.uk)

Biosekuriti, suatu kata yang mudah diucapkan namun sulit untuk diterapkan. Pada kenyataannya, di Indonesia banyak peternak yang menyesuaikan praktik biosekuriti sesuai budget yang dimiliki alias seadanya.

Tentu hal tersebut bukan salah peternak, karena banyak juga permasalahan lain yang semakin memusingkan peternak, terutama peternak mandiri di era ini. Terlebih dengan disrupsi yang terjadi dan efek buruk menahun yang disebabkan fluktuasi harga sapronak, livebird, dan telur.

Namun begitu, yang perlu digarisbawahi adalah biosekuriti merupakan suatu hal yang wajib dikerjakan. Suka atau tidak, biosekuriti menjadi salah satu instrumen pendukung kesuksesan dalam usaha budi daya peternakan.

Menyamakan Persepsi
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Prof Drh Michael Haryadi Wibowo, pernah berujar bahwa biosekuriti didefinisikan sebagai segala macam upaya untuk mencegah masuk dan keluarnya bibit penyakit ke dalam suatu area peternakan, agar ternak yang dipelihara di dalamnya bebas dari ancaman infeksi penyakit.

Biosekuriti juga berfungsi agar suatu penyakit tidak menulari peternakan lain dan lingkungan sekitar, juga tidak menularkan penyakit kepada manusia di dalamnya.

“Jadi apapun upaya pencegahan seperti misalnya vaksinasi ternak atau disinfeksi, melarang orang asing keluar masuk peternakan, semua itu masuk ke dalam definisi biosekuriti. Jadi memang wajib, sudah jadi makanan sehari-hari,” tutur Prof Michael.

Ia melanjutkan bahwasanya dalam benak peternak, biosekuriti itu membuat gerbang besar, semprotan otomatis, ruang mandi, fumigasi, dan sebagainya. Inilah yang menjadi salah kaprah di kalangan peternak sampai hari ini.

“Kalau bentuk dan upayanya itu baru yang disesuaikan dengan budget, misalnya mau pakai vaksin ND namun budget terbatas, kan varian produknya banyak, yang murah sampai mahal bisa kita pakai. Yang penting itu jangan sampai enggak divaksin. Disinfektan juga banyak, dari yang pabrikan sampai yang racikan, bisa dipakai buat kandang. Yang penting dilakukan, murah atau mahalnya tergantung peternak, tapi yang penting adalah aplikasinya,” tambahnya.

Jadi menurut Michael apapun yang peternak lakukan selama dasar ilmiahnya benar, sumber dan aplikasinya benar, maka upaya itu boleh dilakukan. Karena ia memahami bahwa tidak semua peternak mampu bermewah-mewahan dalam mengaplikasikan biosekuriti di peternakannya.

Butuh Komitmen dan Konsistensi
Dosen FKH UGM dan konsultan kesehatan unggas, Prof Charles Rangga Tabbu, mengatakan bahwa biasanya kendala dari penerapan biosekuriti di lapangan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BIOSEKURITI KETAT AYAMKU KUAT

Ilustrasi ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Dalam sebuah diskusi yang memperbincangkan bagaimana upaya memperkecil terjadinya kasus penyakit dan mempertahankan titer antibodi yang terbentuk tetap tinggi, serta mengurangi kejadian superinfeksi dimana titer antibodi terlihat tinggi tetapi ayam tidak masalah.

Dalam diskusi tersebut, fokus diskusi selalu tertuju pada diagnosis penyakit, kerugian yang disebabkan oleh penyakit, jenis vaksin yang sesuai dan program vaksinasi yang ideal. Ternyata, topik diskusi mengenai biosekuriti merupakan topik yang kurang menarik untuk diperbincangkan. Umumnya peternak sudah merasa cukup bila telah melakukan vaksinasi dan/atau pemberian obat maupun vitamin.

Bila terjadi diskusi mengenai biosekuriti, sering kali dilontarkan pertanyaan, apa manfaatnya biosekuriti? Mengapa perlu dilakukan tindakan biosekuriti? Apa yang dimaksud dengan biosekuriti yang ketat? Bagaimana prosedur ideal biosekuriti?

Bila terjadi penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius, idealnya pendekatan penanganan kasus dititikberatkan pada evaluasi biosekuriti. Perlu ditemukan apakah terdapat kekurangan pada tindakan biosekuriti yang telah dilakukan.

Pendekatan analisis biosekuriti misalnya dilakukan pada kasus penyakit gumboro. Pada ayam pedaging, gumboro biasanya menyerang pada titik kritis umur 2-3 minggu. Pada periode ini, titer antibodi asal induk umumnya sudah rendah, sehingga ayam menjadi rentan terhadap virus gumboro asal lapang. Peternak umumnya melakukan satu kali vaksinasi gumboro pada umur 14 hari. Hal ini menjadikan kekebalan yang digertak oleh vaksin dapat tercapai optimal mulai umur 28 dan puncaknya pada umur 35 hari. Oleh sebab itu, bila tindakan biosekuriti kurang optimal, virus gumboro asal lapang dapat menimbulkan penyakit sejak umur 2 minggu. Kasus penyakit akan muncul lebih awal pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang rendah.

Pada peternakan ayam petelur dengan populasi yang padat, pelaksanaan biosekuriti sangat penting dilakukan. Contoh penyakit yang paling dihindari adalah Mareks. Meskipun anak ayam petelur telah diberikan vaksinasi mareks pada umur satu hari di tempat penetasan, masih diperlukan waktu sampai umur 3 minggu hingga kekebalan terhadap tantangan virus mareks menjadi optimal. Bila proses sanitasi dan disinfeksi kandang starter tidak optimal, infeksi virus mareks dapat terjadi seawal mungkin sebelum kekebalan asal vaksin muncul.

Perlunya biosekuriti yang ketat dikaitkan dengan karakteristik peternakan ayam komersial di Indonesia, yaitu belum adanya perwilayahan dalam budi daya peternakan untuk sektor 1, 2, dan 3. Hal ini dikuatkan dengan lokasi peternakan yang berdekatan dan cenderung berkelompok pada suatu wilayah tertentu. Umur ayam yang sangat bervariasi dalam suatu peternakan, kualitas tata laksana kandang yang kurang, distribusi sapronak dan pronak yang belum memadai, serta jumlah operator yang tinggi.

Mengingat hal tersebut di atas maka berbagai ancaman penyakit yang berasal dari virus, bakteri, parasit, maupun jamur harus... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manganer
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

PAKAN BERKUALITAS JADI IDAMAN

Inspeksi keamanan pakan, dengan menjaga keamanan pakan akan menentukan kualitasnya. (Foto: Istimewa)

Selain menjadi tanggung jawab produsen, keamanan dan kualitas pakan juga harus diupayakan oleh semua mata rantai yang terlibat, tentunya pakan berkualitas merupakan idaman bagi semua stakeholder.

Pengaruh Iklim Terhadap Kualitas Bahan Baku
Kualitas pakan juga bergantung pada lingkungan, hal ini karena lingkungan dapat memengaruhi kualitas dari suatu bahan baku pakan. Contoh keadaan iklim dan musim, dikala musim penghujan tiba, produsen biasanya ketar-ketir dengan kualitas beberapa bahan baku yang cenderung tercemar mikotoksin yang tinggi.

Hal tersebut pernah diungkap oleh Nutrition and Technical Support Section Head PT Charoen Pokphand Indonesia Lampung, Viko Azi Cahya. Ketika kelembapan cenderung tinggi dan terjadi penurunan suhu, hal tersebut akan memengaruhi kadar air suatu bahan pakan. Setiap bahan pakan memiliki standar mutu level kadar air, namun selama penyimpanan, level kadar air bahan pakan tidak selalu konstan.

Air di dalam bahan pakan dan udara saling membentuk keseimbangan, yang disebut juga dengan equilibrium moisture content (EMC). Oleh karena itu selama penyimpanan, agar kadar air selalu terjaga tidak mencapai level yang bisa membuat tumbuhnya mikroorganisme penyebab kerusakan, harus dijaga kelembapan udara di tempat penyimpanannya.

“Oleh karena itu dalam memilih bahan baku misalnya jagung, kita juga mempertimbangkan kadar air yang terkandung di dalamnya, ini akan memengaruhi kualitas dari bahan baku itu sendiri. Formulator dan nutrisionis harus pintar menyiasatinya,” kata Viko.

Memanfaatkan Data, Jaringan, & Teknologi
Sebelum memilih bahan baku pakan terutama bahan baku impor, produsen juga harus mengetahui hal teknis yang terjadi dan dapat memengaruhi kualitas bahan baku. Beberapa perusahaan supplier feed additive biasanya memberikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MENJAGA KEAMANAN & KUALITAS PAKAN

Jagung bahan baku pakan yang rentan tercemar mikotoksin. (Foto: iStock)

Pakan merupakan faktor utama dalam budi daya perunggasan, 70 bahkan 80% biaya budi daya dalam beternak berasal dari pakan. Dalam menghasilkan pakan yang berkualitas tentunya didukung oleh penggunaan bahan baku yang berkualitas dan serangkaian proses tertentu.

Apalagi dikala kondisi seperti sekarang yang bisa dibilang harus lebih efisien dikarenakan kenaikan harga berbagai bahan baku pakan yang secara langsung menaikkan harga pakan. Kualitas pakan adalah harga mati dari para produsen pakan agar produk mereka tetap digemari para penggunannya.

Risiko di Dalam Pakan
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup kualitas nutrisi, kualitas teknis, keamanan pakan, dan nilai bioekonomis penggunaan pakan. Keamanan pakan adalah bagian dari keamanan pangan, karena pakan merupakan salah satu mata rantai awal dari keseluruhan mata rantai makanan.

Dalam sebuah seminar perunggasan, Tony Unandar selaku konsultan perunggasan pernah berujar bahwa selain udara dan lingkungan, pakan juga dapat menjadi pintu masuk bagi mikroba patogen ke dalam tubuh ayam.

Artinya, pakan yang tercemar oleh mikroba patogen atau kualitasnya buruk akan membawa dampak buruk pula bagi pertumbuhan, kesehatan, dan performa ayam. Alih-alih untung, peternak bisa jadi buntung akibat hal tersebut.

Sementara menurut Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Dewi Apri Astuti, kualitas pakan berbanding lurus dengan kualitas bahan bakunya. Dalam menjaga kualitas bahan baku pakan, produsen terkendala dari bahan pakan yang bersifat sensitif dan rentan terhadap kerusakan akibat perubahan kondisi lingkungan. Ada beberapa kerusakan kerap terjadi akibat kesalahan penanganan dan penyimpanan, antara lain:

• Kerusakan fisik: Diakibatkan oleh kesalahan handling saat panen, mesin, atau transportasi. Misalnya kerusakan pada biji jagung (broken kernel). Biasanya kerusakan fisik tidak memengaruhi kualitas, tetapi lebih kepada estetika.

• Kerusakan biologis: Disebabkan oleh serangan hama seperti tikus, burung, kutu, dan lain-lain. Misalnya ketika bungkil kedelai diserang hama kutu, maka nutrisi dari bahan tersebut akan berkurang.

• Kerusakan mikrobiologis: Diakibatkan oleh mikroorganisme seperti jamur dan bakteri, yang dapat menyerap nutrisi dalam bahan pakan dan menghasilkan substansi yang bersifat racun bagi ternak (toksin). Contoh jagung yang terserang jamur, maka jamur tersebut menyerap nutrisi dari jagung dan akan menghasilkan berbagai jenis toksin yang berbahaya bagi ternak mulai dari penurunan produktivitas hingga kematian.

• Kerusakan kimiawi: Biasanya terjadi pada beberapa jenis imbuhan pakan,  yang berubah susunan kimia aktifnya akibat kesalahan penyimpanan (tidak sesuai rekomendasi). Contoh, apabila bahan seperti asam organik yang disimpan tidak sesuai dengan rekomendasi, menyebabkan caking (akibat dari reaksi hidrolisis). Apabila asam organik sudah caking biasanya sangat rentan menguap karena sifat asam organik yang volatil.

“Apalagi di tengah kondisi sekarang ini, selain harga bahan baku yang melonjak, kualitasnya terkadang tidak stabil. Oleh karena itu, sangat penting mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan stabil,” kata Dewi.

Ia memberi contoh, misalnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KONTROL KUALITAS PAKAN SECARA MENYELURUH

Pengawasan penyimpanan bahan baku. (Foto: Istimewa)

Pakan merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan produksi ternak selain dari genetik dan lingkungan. Pakan juga merupakan komponen terbesar dalam biaya pemeliharaan unggas yang mencakup hampir 70-80% dari seluruh total biaya pemeliharaan.

Tentunya kualitas dan kuantitas pakan menjadi titik kritis yang harus diperhatikan guna mendukung performa yang optimal dari ternak yang dipelihara. Pakan yang diberikan harus memiliki kualitas baik yang sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Pakan yang berkualitas harus mampu memenuhi kebutuhan nutrisi ternak dan memiliki palatabilitas tinggi. Pakan yang baik juga harus memiliki kecernaan yang tinggi guna memastikan nutrisi yang terkandung pada pakan dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh ternak.

Selain itu, pakan yang berkualitas harus terbebas dari racun (toxin) maupun zat anti-nutrisi yang dapat memberikan dampak merugikan dalam mencapai performa optimal. Oleh karena itu, kontrol kualitas pakan menjadi poin penting untuk memastikan bahwa pakan yang dikonsumsi ternak memiliki kualitas yang baik.

Kontrol kualitas atau quality control (QC) pada pakan merupakan proses yang dilakukan guna memastikan pakan yang diberikan telah memenuhi standar dan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Kontrol kualitas pakan harus dilakukan mulai dari penerimaan dan penyimpanan bahan baku, proses pencampuran bahan baku (mixing), dan pemberian pakan itu sendiri. Pada proses tersebut dilakukan berbagai macam pemeriksaan dan juga pengawasan guna memastikan bahwa pakan yang dihasilkan memiliki kualitas yang diharapkan.

Kontrol Kualitas Saat Penerimaan Bahan Baku 
Penerimaan bahan baku merupakan gerbang utama dalam program pengendalian mutu pada pabrik pakan maupun di peternak. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa bahan baku yang diterima memiliki spesifikasi yang sesuai.

Khususnya pada peternak self mixing, kontrol kualitas bahan baku sangat penting untuk memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan bahan baku yang dimasukan ke dalam perhitungan formulasi.

Pada saat penerimaan bahan baku, sebaiknya dilakukan uji fisik maupun uji kimia. Karakteristik fisik ditentukan agar dalam penerimaan bahan baku dapat diseleksi apakah suatu bahan dapat diterima atau ditolak. Sedangkan uji kimia dapat menghasilkan nilai analitis yang dapat digunakan sebagai dasar dalam memformulasikan pakan.

Uji fisik meliputi uji organoleptik yang merupakan metode pengujian suatu bahan menggunakan panca indera secara kualitatif. Pengujian organoleptik yang diamati adalah warna, tekstur, aroma, dan ada atau tidaknya kontaminan.

Salah satu bahan baku pakan yang dominan digunakan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Wardiman SPt
Formulator PT Mensana Aneka Satwa

PENTINGNYA KONTROL KUALITAS PAKAN

Kualitas bahan baku pakan di lapangan bisa berubah-ubah. (Foto: Shutterstock)

Pakan sangat menentukan produktivitas ternak sehingga kontrol kualitas bahan baku pakan sangat penting dilakukan peternak. Diketahui bahwa kualitas bahan baku pakan di lapangan selalu berubah-ubah tergantung wilayah, cuaca, musim, penanganan pasca panen, tempat penyimpanan, dan adanya kecurangan penambahan bahan tertentu dengan tujuan harga murah.

Jika tidak dikontrol kualitasnya, maka akan merugikan peternak. Terlebih biaya pakan mengambil porsi terbesar dalam biaya produksi peternakan. Ketika penulis melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku pakan ternak ditemukan mengandung tambahan bahan tertentu. Adanya bahan tambahan  ini akan mengakibatkan nilai nutrisi tidak sebenarnya. Contohnya bekatul atau dedak yang ditambahkan gilingan sekam. Fungsi sekam yaitu sebagai bahan pengisi atau penambah bobot dari bekatul atau dedak. Namun sayangnya sekam mengandung serat kasar yang tinggi sehingga susah dicerna ternak unggas.

Contoh lain bahan baku pakan yang juga sering dipalsukan adalah tepung ikan dan meat bone meal (MBM). Tepung ikan sering dicampur dengan urea, sedangkan MBM dicampur dengan tepung bulu. Penambahan urea maupun tepung bulu akan meningkatkan kadar protein kasar, namun urea tidak dapat dimanfaatkan tubuh ayam bahkan beracun.

Kontrol kualitas bahan baku utamanya adalah mengendalikan kandungan kualitas yang bervariasi. Variasi bahan baku di antaranya berpengaruh terhadap kandungan protein dan komposisi asam amino. Keduanya (protein dan AA) merupakan komponen nutrisi paling mahal dalam menyusun pakan unggas.

Selanjutnya adalah energi (metabolik) dan fosfor yang memberikan beban biaya termahal dalam formulasi pakan. SBM/bungkil kedelai merupakan sumber protein paling ekonomis diandalkan karena kandungan protein yang tinggi (46-48%) dan komposisi/profil asam amino konsisten. Perbedaan asal sehingga dikenal SBM Brasil, SBM Argentina, SBM USA, SBM India membuktikan variasi nyata yang ada di antara jenis bahan baku tersebut. Dalam operasional sehari-hari penerimaan SBM dari satu asal saja bisa memperlihatkan adanya perbedaan dalam kandungan nutrisinya. Adapun factor-faktor yang berkontribusi terhadap variasi tersebut bisa disebabkan cara prosesing (derajat cooking yang pada kondisi ekstrem menyebabkan under-cooked dan over-cooked).

Produk yang tiba di feedmill bisa saja berasal dari beberapa pabrik yang mempunyai cara pengolahan berbeda. Faktor lain yang tidak boleh dilupakan adalah teknik sampling, karena tekstur SBM tidaklah sangat homogen, terkadang ditemukan kontaminan hull atau patahan batang. Mengingat SBM dan jagung merupakan bahan baku sumber protein yang digunakan dalam persentase tinggi, maka perubahan kecil dalam nilai nutrisi kedua bahan baku tersebut yang tidak diantisipasi akan berdampak pada performa unggas.

Kecuali masalah-masalah di atas dalam kontrol bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan memenuhi standar kualitas, maka masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan agar pakan yang dihasilkan berkualitas baik:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MENGENDALIKAN MYCOPLASMA SUPAYA TIDAK BERLAMA-LAMA

Vaksinasi pada ayam juga berperan penting. (Foto: Istimewa)

Setelah mengetahui Mycoplasma gallisepticum (MG) yang dapat menyebabkan kerugian besar, sudah seharusnya memang pengendalian diupayakan. Karena membiarkan MG beredar di peternakan, sama saja membuka lebar-lebar gerbang penyakit lain untuk masuk.

Perlu diingat bahwa ayam modern telah mengalami perkembangan yang signifikan terutama potensi genetiknya. Namun begitu, dibalik performa genetik yang mumpuni baik pedaging dan petelur, ada salah satu kelemahan yang tidak bisa dikompromikan yakni rentan stres dan terinfeksi penyakit.

Prinsip Utama: Perkuat Faktor Penentu, Perlemah Patogen
Tony Unandar selaku Private Consultant Farm mengatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi status penyakit infeksius dalam suatu peternakan, yakni hospes alias inang, mikroba patogen, serta milieu alias lingkungan. Apabila ketiga faktor itu mengalami ketidakseimbangan atau lebih menguntungkan patogen, maka yang terjadi adalah efek negatif yang akan didapat.

“Prinsipnya simpel saya yakin semuanya mengerti karena saya sudah mengingatkan berkali-kali, tetapi jarang diperhatikan. Hospes dalam hal ini ayam dan juga lingkungan harus kita persiapkan sebaik mungkin, patogennya kita perlemah, sesimpel itu,” tutur Tony.

Ia menambahkan, untuk memperkuat hospes bisa dengan cara memberikan kecukupan pakan dan air minum yang berkualitas, memberikan suplemen (bila perlu), melakukan vaksinasi, serta menjaga lingkungan tetap kondusif bagi tumbuh kembang ayam.

“Lingkungan ini kan banyak faktor, mulai dari keadaan kandang yang bersih, biosekuriti, sekam yang diganti secara rutin, aliran udara, suhu, kelembapan, dan banyak yang lain. Kita perkuat ini saja, mikroba patogen akan melemah dengan sendirinya, yang penting konsisten,” ucapnya.

Nantinya lanjut Tony, keempat komponen akan bersinergi dan saling memberikan efek positif apabila semua SOP dalam manajemen pemeliharaan dikerjakan. Kalaupun ada faktor lain yang apabila menyebabkan terjadinya outbreak di suatu peternakan, bisa dengan mudah dianalisis karena manajemen internal sendiri sudah dilaksanakan dengan baik.

Upaya Pengendalian Jangan Setengah-setengah
Dalam bahasa yang lebih teknis, Senior Poultry Technical Specialist PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Ratriastuti Purnawasita, mengingatkan potensi merugikan yang besar karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AGAR KASUS MIKOPLASMA TAK BERULANG

Gambar 1. Terinfeksi Mycoplasma synoviae (kiri). Gambar 2. Mycoplasma synoviae pada telapak kaki (kanan). (Foto-foto: Dok. Romindo)

Kasus mikoplasma pada unggas disebabkan oleh beberapa spesies, antara lain Mycoplasma gallisepticum, Mycoplasma synoviae, Mycoplasma meleagridis, dan Mycoplasma iowae. Dari sekian spesies mikoplasma yang dapat menginfeksi unggas hanyalah Mycoplasma gallisepticum dan Mycoplasma synoviae.

Dalam beberapa kasus yang di laporkan oleh tim di lapangan terutama yang disebabkan Mycoplasma synoviae pada layer dapat memengaruhi produksi telur turun hingga 10-20%,  ditambah lagi kualitas cangkang telur tampak kasar berpasir sehingga juga memengaruhi nilai jual telur yang rendah (Gambar 1).

Pada breeder pun demikian, terutama penurunan daya tetas dan kualitas DOC yang dihasilkan. Sedangkan pada broiler adanya peradangan di persendian sehingga ayam malas bergerak dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena kurang makan (Gambar 2).

Secara umum dampak penyakit yang disebabkan oleh mikoplasma adalah terjadinya sejumlah kematian pada ayam muda sampai dewasa meskipun relatif rendah, tetapi bisa tinggi bila tidak berdiri sendiri dan seringnya diikuti oleh E. coli. Hambatan pertumbuhan lebih dikarenakan sistem respirasi yang terhambat akibat adanya eksudat sehingga ayam akan banyak menggunakan energi untuk mencukupi suplai oksigen dalam darah.

Demikian juga keseragaman bobot ayam tidak akan tercapai atau di bawah 85% pada ayam broiler maupun masa pullet dan bahkan terjadi peningkatan ayam afkir karena ayam akan kurus dan di bawah standar berat badan saat betelur (1.850 gram/ekor).

Selain itu, kualitas karkas dan organ visceral akan menurun pada ayam broiler dan gangguan produksi telur pada layer, serta peningkatan konversi pakan pun menjadi gambaran dari akibat mikoplasma. 

Pemicu timbulnya penyakit sekunder oleh mikoplasma juga memberikan efek imunosupresi. Dampak ekonomi penyakit pernapasan ini turut “membocorkan” biaya pakan, peningkatan biaya vaksinasi, pengobatan dan sanitasi, serta peningkatan lembur kerja para pekerja kandang.

Telah diketahui bersama bahwa fungsi utama saluran pernapasan ayam adalah menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, maka saluran pernapasannya harus sehat. Saluran pernapasan pada ayam mempunyai karakteristik yaitu trakea relatif panjang, paru-paru tidak mengadakan ekspansi, dan mempunyai kantung udara. Konsekuensi dari karakteristik ini  infeksi kantong udara sering muncul dan kerap kali meluas ke berbagai organ.

Mycoplasma gallisepticum dan Mycoplasma sinoviae ditularkan secara... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MYCOPLASMA YANG MASIH BETAH LAMA

Temuan Umum Patologi Anatomis dari CRD (A,B) Pericarditis, Perihepatitis, Air Sacculitis pada Broiler. (C,D) sama kaya AB, tapi pada layer. Sumber : Marouf et al. 2022

Penyakit pernapasan pada unggas merupakan salah satu tantangan utama yang menjadi momok menakutkan. Terlebih lagi aspek kesehatan ternak juga memiliki korelasi dengan produktivitas. Salah satu yang kerap menjadi residivis di Indonesia adalah Mycoplasmosis alias Chronic respiratory disease (CRD) yang disebabkan Mycoplasma gallisepticum (MG).

CRD atau biasa disebut ngorok oleh peternak kerap ditemui dalam suatu peternakan unggas. CRD adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan ayam dan bersifat kronis. Disebut kronis karena penyakit ini berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu lama dan sulit disembuhkan.

Penyebab Ngorok
Biang keladi dari penyakit ngorok adalah MG, yang biasa disebut sebagai organisme mirip bakteri (bacteria-like organism). Berbagai praktisi perunggasan bahkan menyebut MG sebagai salah satu patogen yang paling merugikan dalam industri unggas.

Dibalik ukurannya yang sangat kecil dan sederhana, MG memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia melalui penurunan produktivitas, peningkatan biaya pengobatan, dan peningkatan mortalitas pada unggas.

Dalam sebuah seminar mengenai penyakit pernapasan pada unggas, Veterinary Service Manager PT Ceva Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, menerangkan mengenai sifat dan karakteristik MG. Ia mengatakan, MG adalah bakteri dari kelompok mycoplasma yang unik karena tidak memiliki dinding sel.

Hal ini membuatnya sangat sulit diberantas dengan antibiotik biasa terutama yang bekerja dengan cara mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Bakteri ini berbentuk pleomorfik dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, membuatnya sulit dideteksi dan dikendalikan di peternakan unggas.

“Penggunaan antibiotik yang melisiskan dinding sel tentu tidak akan efektif, oleh karenanya MG ini sangat sulit diberantas, meskipun begitu bukan tidak mungkin untuk dikendalikan, hanya saja butuh jurus khusus dalam upaya pengendaliannya,” tutur Fauzi.

Ia melanjutkan, MG dapat menyebar pada unggas umumnya terjadi melalui… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MYCOPLASMA YANG SELALU EKSIS DI PETERNAKAN

Mycoplasma gallisepticum (airsaculitis) (kiri). Mycoplasma gallisepticum (pneumonia) (kanan). (Foto-foto: Dok. Sanbio)

Mycoplasma adalah bakteri dengan pertumbuhan yang lambat dan sampai saat ini masih eksis menyebabkan penyakit. Ada banyak jenis mycoplasma yang menyerang hewan, manusia, tumbuhan, bahkan serangga.

Ada dua jenis mycoplasma yang menyerang ayam, kalkun, dan burung lainnya, yaitu Mycoplasma gallisepticum (MG) dan Mycoplasma synoviae (MS). Organisme ini dapat menyebabkan unggas sakit dan terkadang kematian, terutama jika ada ikutan infeksi lainnya (secondary infection) seperti E. coli, coryza, SHS, dan penyakit lainnya.

Mycoplasma menyebar dengan sangat mudah pada unggas. Meskipun hanya satu ayam yang terkena mycoplasma, ayam lainnya memiliki potensi tertular di kandang tersebut.

Bagimana Proses Penularan Mycoplasma
Mycoplasma dapat menyebar melalui berbagai cara:

a) Ayam betina dapat menyebarkan mycoplasma melalui telurnya, sehingga beberapa anak ayam (DOC) mungkin sudah tertular mycoplasma saat menetas (penularan vertikal) dan gejala akan muncul 4-6 minggu setelah infeksi. Ayam sehat bisa tertular mycoplasma meskipun terpisah dengan ayam sakit yang terinfeksi. Hal ini karena penyebarannya dapat melalui kotoran, bulu yang terinfeksi, peralatan kandang, dan udara. Penularan masih dapat terjadi bahkan setelah ayam yang sakit tersebut dikeluarkan.

b) Hewan lain seperti tikus dan burung liar dapat membawa mycoplasma ke area sekitar kandang dan menularkannya, meski tidak membuat hewan tersebut sakit.

c) Penularan bisa juga disebabkan dari orang luar yang masuk kandang tanpa disadari. Jika orang pernah berada di sekitar kandang yang terinfeksi mycoplasma, meskipun tidak bersentuhan langsung, maka orang tersebut dapat membawa mycoplasma ke kandang lain melalui sepatu, pakaian, bahkan pada kulit dan rambut. Organisme MG bisa hidup di hidung hingga satu hari dan di rambut hingga tiga hari. Ini adalah salah satu cara paling umum ayam tertular mycoplasma. Sehingga perlunya mengikuti SOP biosekuriti sebelum masuk kandang.

d) Penularan penyakit ini dapat juga melalui air minum.

e) Penyebaran mycoplasma ini secara massif terjadi 2-3 minggu setelah infeksi. Hewan yang tampak klinis sehat atau terserang sakit yang kronis dapat menjadi carrier dan menjadi sumber infeksi.

Bagaimana Cara Mengidentifikasi Mycoplasma
Ayam yang terlihat sehat bisa saja terinfeksi mycoplasma, mungkin diperlukan waktu hingga tiga minggu sebelum ayam mulai menunjukkan gejala klinis dan menjadi sakit. Sering kali ayam tidak terlihat sakit namun tetap membawa penyakit (carrier) dan menulari ayam lainnya. Ayam yang terinfeksi MG memiliki gejala mirip dengan flu, seperti pilek, batuk atau suara pernapasan yang tidak biasa, serta kelopak mata dan wajah bengkak, pada hidung terlihat eksudat yang lengket seperti karet, eksudat berbuih dari mata, konsumsi pakan menurun, morbiditas tinggi, mortalitas rendah.

Sedangkan perubahan patologi yang terlihat yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024. (ADV/Sanbio-Mensana/SSR)

BERSUNGGUH-SUNGGULAH SAAT MASA AWAL PEMELIHARAAN

Ayam pedaging dan petelur modern memiliki potensi genetik yang tinggi dan efisien. (Foto: Istimewa)

Ayam petelur maupun pedaging yang dibudidayakan oleh peternak telah mengalami perkembangan yang sangat cepat, baik pertumbuhan, produksi telur, maupun efisiensi ransum. Ahli genetik secara periodik melakukan penelitian dan perbaikan performa ayam modern.

Kenali Potensi Genetik Ayam Modern 
Ayam modern memiliki kemampuan pertumbuhan berat badan yang semakin cepat dan semakin efisien.

Ayam pedaging telah mengalami pertumbuhan signifikan, dari sebelumnya berat badan hanya 2.299 gram pada umur 35 hari, saat ini bertambah kurang lebih 395 gram menjadi 2.694 gram. Jika dirata-rata per tahun pertambahan berat badannya kurang lebih 50 gram selama interval 2015-2023.

Selain itu jika diperhatikan pola pertumbuhannya, ayam pedaging semakin lebih cepat tumbuh pada dua minggu pertama masa hidupnya. Hal ini semakin menegaskan begitu pentingnya mencapai target pertumbuhan pada dua minggu awal kehidupan ayam pedaging. Berat badan pada dua minggu pertama yang tidak tercapai akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian berat badan pada minggu-minggu berikutnya, bahkan sampai saat panen.

Lalu bagaimana dengan tingkat efisiensi ransumnya? Selama 8 tahun kebelakang, tingkat konversi ransum (feed conversion ratio/FCR) semakin lebih baik, yaitu kurang lebih 0,114. Ayam pedaging memiliki kemampuan untuk tumbuh semakin cepat dengan tingkat efisiensi ransum semakin baik.

Ayam petelur pun memiliki perkembangan performa yang sangat signifikan, dimana satu ekor ayam petelur ditargetkan mampu menghasilkan 500 butir telur selama masa hidupnya.
Umur produksi ayam petelur semakin lama, diafkir pada umur 100 minggu dengan jumlah produksi telur semakin lebih banyak dan efisiensi ransum semakin lebih baik. Sebuah potensi genetik yang semakin menguntungkan peternak.

Awal Adalah Utama
Begitu pentingnya tercapai pertumbuhan pada dua minggu pertama masa hidup ayam pedaging. Ayam pedaging akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan umur selanjutnya. Dan pencapaian berat badan pada periode ini akan menjadi modal untuk pertumbuhan selanjutnya. Andaikan pertumbuhan berat badan pada dua minggu ini tidak tercapai, maka pencapaian target berat badan pada minggu berikutnya semakin lebih sulit.

Saat dua minggu pertama semua organ penting bagi ayam pedaging tumbuh secara signifikan, mulai dari organ pencernaan, sistem kekebalan tubuh, kerangka dan sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulasi).

Saat lima hari pertama, anak ayam harus mendapatkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support - Research and Development PT Mensana

MEMAHAMI KEBUTUHAN AYAM MODERN

Sukses tidaknya budi daya broiler salah satunya dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan pada fase brooding. (Foto: Dok. Infovet)

Perkembangan pesat di sisi genetik harus dibarengi dengan pengaplikasian yang apik dari berbagai aspek. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh setiap pembudidaya agar performa ayamnya maksimal.

Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, menjabarkan mengenai perkembangan genetik ayam broiler sejak 1950-an hingga kini. Dimana dahulu presentase daging dada yang dihasilkan oleh karkas hanya 11,5%, sedangkan sekarang ini presentasenya meningkat 2,5 kali lipatnya.

Meskipun begitu, kata Amin, dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik untuk memenuhi potensi genetik yang luar biasa tersebut. Yang apabila ada satu aspek saja gagal, maka potensi tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus memenuhinya. Karena dalam standar kita, ayam memang diseleksi sedemikian rupa. Oleh karena perkembangan teknologi, maka tata laksana pemeliharaan haruslah tepat,” katanya.

Mulai dari Brooding
Dibutuhkan langkah konkret di lapangan agar performa broiler modern dapat mencapai potensi maksimalnya. Menurut Amin, sukses tidaknya membudidayakan broiler dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan peternak pada fase brooding.

“Prinsipnya brooding adalah sprint bukan marathon, jadi dalam sprint start adalah kunci kemenangan. Kita harus fokus pada hal dasar dan menjalankan detail sebaik mungkin,” ungkapnya.

Aspek pertama yang perlu diperhatikan sebelum chick in menurutnya yakni dari segi sanitasi, disinfeksi, dan istirahat kandang. Semuanya berkaitan dengan kesehatan ayam karena sebelum ayam masuk, kandang dikondisikan harus sebersih mungkin dengan tingkat ancaman infeksius terendah.

Sebab, brooding merupakan periode transisi dimana ayam ditaruh di tempat dengan kondisi suhu yang berbeda dari sebelumnya. Apabila suhu brooding tidak tepat, maka intake pakan dan air minum tidak akan maksimal, kata Amin, perlu dilakukan pre-heating pada sekam setidaknya 48 jam sebelum ayam datang.

“Suhu sekam kalau bisa di-setting pada suhu 32-34° C, di situlah zona nyaman ayam yang kami rekomendasikan. Jika sudah nyaman ayam akan beraktivitas (makan dan minum) secara normal,” jelas dia.

Rekomendasi suhu kandang oleh Cobb dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KONDISI AWAL DAN EKSPRESI GENETIK

Kesalahan pada penanganan awal telah terbukti mengakibatkan penampilan ayam selanjutnya yang tidak prima. (Foto: pexels.com)

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Awal yang baik akan memberikan hasil yang baik. Ternyata, pepatah kuno tersebut juga berlaku pada proses pemeliharaan ayam modern. Pasalnya, kesalahan pada penanganan awal telah terbukti akan mengakibatkan penampilan ayam selanjutnya yang tidak prima alias kurang “tokcer” pada pertumbuhannya. Tulisan ini berdasarkan pengalaman penulis di lapangan dan didukung beberapa hasil penelitian paling mutakhir.

Berdasarkan pengamatan lapangan, ada tiga masalah yang paling sering mengganggu ekspresi potensi genetik ayam modern, yaitu tingginya faktor stres yang ada, peradangan tali pusar (omphalitis), dan dehidrasi (kehilangan cairan tubuh yang berlebihan). Tulisan ini akan difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan masalah stres.

Stres dan Penampilan Akhir Ayam
Stres merupakan reaksi fisiologis normal ayam dalam rangka beradaptasi dengan situasi baru, baik terkait dengan lingkungan maupun perlakuan-perlakuan yang diterima oleh ayam. Proses adaptasi ini tentu membutuhkan sejumlah energi tertentu yang akan diperoleh dari sisa kuning telur yang ada, pakan, atau dari cadangan energi lain yang terdapat dalam tubuh ayam dalam bentuk glikogen otot.

Itulah sebabnya dalam kondisi stres yang tinggi, bobot badan ayam sangat sulit mencapai bobot yang sesuai standar, karena sebagian energi digunakan untuk mengeliminasi dampak stres yang terjadi.

Di lain pihak, tingginya faktor stres yang ada, terutama disebabkan oleh proses-proses yang terjadi di lingkungan penetasan, seperti seleksi dan penghitungan DOC, vaksinasi Mareks dan potong paruh (khusus DOC petelur), transportasi, serta kondisi di lingkungan induk buatan, dapat mengakibatkan kondisi umum DOC akan menurun, rendahnya nafsu makan, dan terganggunya penyerapan sisa kuning telur. Selanjutnya, hal ini tentu akan memperparah kondisi ayam secara umum.

Adanya faktor-faktor stres tersebut akan mengakibatkan peningkatan sekresi Adeno Cortico Streroid Hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak (Siegel et al., 1999). Salah satu efek utama dari tingginya kadar hormon ini adalah menurunnya laju metabolisme tubuh secara umum, termasuk menurunnya penyerapan sisa kuning telur yang masih ada.
Secara normal, sisa kuning telur yang ada pada DOC akan habis terserap dalam tempo 4-7 hari setelah menetas (hatching). Gangguan pada penyerapan akhir sisa kuning telur ini akan memberikan beberapa efek negatif pada perkembangan ayam selanjutnya, yaitu:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024. (toe)

OPTIMALISASI GENETIK AYAM MODERN SEJAK DINI

Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik, ayam ras mengalami perkembangan genetik sangat pesat. (Foto: Istimewa)

Ayam ras jenis pedaging maupun petelur telah mengalami perjalanan sejarah panjang untuk mencapai performa seperti sekarang ini. Lebih dari seabad lalu melalui berbagai proses penelitian dan pemuliaan, dihasilkan ayam ras dengan performa genetik seperti sekarang. Namun begitu, masih ada saja kendala yang menyebabkan potensi genetiknya tidak dapat mencapai performa yang diinginkan.

Didesain untuk Memenuhi Kebutuhan Pasar
Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam ras mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot badan, sehingga menghasilkan daging lebih banyak yang dapat memenuhi keinginan pasar.

Begitupun dengan ayam petelur modern yang juga didesain untuk kebutuhan produksi. Dengan potensi menghasilkan telur yang bahkan diklaim mencapai 500 butir dalam waktu 100 minggu.

Menurut Ketua Umum GPPU, Achmad Dawami, seleksi genetik broiler yang dilakukan selama ini telah meningkatkan produktivitas. Pada kurun waktu 1960-1970-an, untuk mencapai bobot hidup 1,3 kg membutuhkan masa pemeliharaan selama 84 hari, namun sekarang dengan masa pemeliharaan kurang lebih 38 hari ayam broiler sudah mampu mencapai bobot hidup 2,5 kg.

“Potensi genetiknya memang memungkinkan untuk seperti itu, namun di lapangan sangat jarang peternak yang dapat mencapai potensi genetik maksimal. Oleh karenanya ini masih menjadi PR bersama, soalnya kalau potensi ini dapat dimaksimalkan, produksi kita akan lebih baik dari sekarang,” tutur Dawami.

Ia juga menyebut ke depannya kemungkinan besar ayam broiler masih akan menjadi sumber protein hewani primadona bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Pasalnya harga per gram protein ayam broiler dibanding komoditas daging lainnya adalah yang termurah, sehingga hal ini juga akan berdampak pada tingginya permintaan pasar.

High Performance, High Maintenance
Memang benar dalam urusan performa ayam broiler tidak usah diragukan lagi dari segi pertumbuhan bobot perhari, konversi pakan, serta parameter pertumbuhan lainnya sangat luar biasa. Namun, sebagai kompensasinya aspek kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap stres dari ayam menjadi berkurang.

Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan. Menurutnya, ayam broiler zaman now memanglah sebuah monster, hal tersebut karena dalam 30 hari saja ayam broiler dapat melipatgandakan bobot tubuhnya hampir puluhan kali lipat (sejak DOC) hingga fase finisher.

“Betul-betul monster by design, tapi sebenarnya mereka sangatlah rapuh. Rawan stres, rawan penyakit, ini sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa tidak ada makhluk hidup yang superior, pasti ada aspek yang dikorbankan. Butuh intervensi dari manusia agar potensi genetik dari pertumbuhan mereka optimal,” kata Prof Wayan.

Ia menambahkan berbagai fakta dan data bahwa performa broiler yang dipelihara… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AIR MINUM BERKUALITAS MENUNJANG PRODUKTIVITAS

Konsumsi air minum dapat menjadi indikasi kesehatan atau baik/buruknya praktik manajemen pemeliharaan. (Foto: Istimewa)

Memasuki musim kemarau, ketersediaan air dan penyediaan air berkualitas kerap bermasalah, padahal ketersediaan air menjadi prioritas pertama bagi peternak setelah kecukupan pakan.

Meskipun potensi air tanah di Indonesia relatif cukup ketersediaannya, dimana sumber air tanah dapat diperoleh dari dua kedalaman, yaitu air tanah dangkal umumnya berada pada kedalaman kurang dari 40 m dari permukaan tanah. Air tanah ini sangat mudah dipengaruhi kondisi lingkungan setempat. Hal ini disebabkan karena tidak dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Jika terjadi hujan, air yang meresap ke dalam tanah akan langsung menambah air tanah ini.

Sementara untuk air tanah dalam keberadaannya cukup dalam sehingga untuk mendapatkannya harus menggunakan alat bor besar. Air tanah ini berada pada kedalaman antara 40-150 m. Dimana tidak dipengaruhi oleh kondisi air permukaan setempat karena dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Air tanah ini mengalir dari daerah resapannya di daerah yang bertopografi tinggi.

Peternak di Indonesia umumnya menggunakan sumber airnya dari air tanah yang mempunyai kedalaman 40-60 meter untuk kebutuhan ayamnya. Pilihan peternak ini sangat tepat, karena menurut berbagai sumber yang penulis peroleh bahwa air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup dan sebagai salah satu zat nutrisi dalam tubuh.

Konsumsi air minum dapat menjadi indikasi kesehatan atau baik/buruknya praktik manajemen pemeliharaan. Ketika konsumsi air minum turun, maka harus segera dievaluasi kemungkinan penyebabnya. Beberapa di antaranya yaitu terinfeksi penyakit, kondisi lingkungan kandang terlalu dingin, jumlah dan distribusi tempat minum tidak merata, tempat minum ayam kotor, kualitas air jelek seperti kejernihan dan warna air. Sehingga ketersediaan air berkualitas harus tercukupi di sebuah peternakan karena unggas banyak membutuhkan air, sehingga perlu cadangan air di lokasi peternakan, serta penyimpanan yang tepat sesuai kebutuhan air harian peternakan unggas.

Kebutuhan air yang pertama untuk konsumsi. Konsumsi air yang diperlukan unggas dapat mencapai dua kali lipat dari kebutuhan pakannya atau sekitar 1,8-2 kali (suhu udara 21° C) dari kebutuhan pakan harian. Konsumsi air dapat melebihi bila suhu udara yang terjadi mencapai 30° C.

Kebutuhan kedua untuk penyemprotan/pembersihan kandang (disinfeksi kandang), disinfeksi tempat pakan dan minum, disinfeksi kendaraan peternakan, serta kebutuhan harian karyawan. Sehingga diperlukan air sebanyak dua kali dari konsumsi harian unggas dalam satu peternakan. Unggas mampu bertahan 15-20 hari tanpa pakan, tetapi tanpa air 2-3 hari bisa mati. Begitu pentingnya air, maka perlu diperhatikan kualitas maupun kuantitasnya.
Air memiliki porsi sebesar 50-65% dari massa tubuh unggas dewasa, sedangkan pada DOC  kandungan air mencapai 90% pada masa tubuhnya. Selain sebagai zat nutrisi dalam komponen tubuh, air juga berpengaruh terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
Phone: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

PENTINGNYA MENJAGA KUALITAS AIR MINUM

Ayam harus dipastikan mendapatkan air minum berkualitas. (Foto: Istimewa)

Technical and Sales Support Manager Neogen, Anthony Pearson, dalam sebuah seminar pernah berkata bahwa menjaga kualitas elemen air minum menjadi penting apabila berbicara esensi hidup ayam. Sama pentingnya dengan membicarakan pakan, nutrisi, dan kebutuhan oksigen.

“Sesuatu dari luar yang masuk ke dalam tubuh ayam secara sengaja (pakan, air minum, obat-obatan) harus dipastikan aman untuk dikonsumsi oleh ayam, kadang kita suka lengah akan hal ini,” tutur Anthony.

Ia melihat di beberapa negara berkembang khususnya di benua Asia dan Afrika, perhatian pembudidaya terhadap kualitas air masih belum mendalam. Padahal, menurutnya air minum yang dikonsumsi oleh ayam diupayakan sama atau mendekati kualitasnya dengan yang dikonsumsi manusia.

Hal tersebut juga disetujui oleh Tony Unandar selaku private poultry consultant, sekaligus Anggota Dewan Pakar ASOHI. Ketika bicara mengenai mikroba pada sistem air minum dan dampaknya pada kesehatan serta performa ayam, itu sama pentingnya dengan aspek lain seperti pakan dan biosekuriti.

Dia mengungkapkan, akibat pelarangan penggunaan antibiotic growth promoters (AGP) pada pakan, peternak harus lebih memperhatikan kualitas air minum supaya gangguan pada saluran pencernaan jauh berkurang.

Lanjutnya, patogen masuk ke kandang ayam umumnya melalui tiga rute, yakni udara, air, dan pakan. Ketiga hal ini sangat dibutuhkan ayam. Sumber air yang tidak higienis dapat mengandung total coliform, E. coli, dan patogen lainnya yang mengganggu kesehatan ayam.
Bakteri-bakteri bersama alga dalam air akan membentuk koloni yang berwujud biofilm yang semakin lama semakin menebal. Tentunya sangat mengganggu saluran instalasi air minum dan berpotensi menyumbat nipple. Untuk itu monitoring terhadap biofilm harus rutin dilakukan.

“Biofilm sulit diterobos oleh antiseptik biasa. Jika dapat diterobos, berarti antiseptiknya memiliki teknologi dan mekanisme tersendiri. Antiseptik yang mengandung hidrogen peroksida, copper (Cu), dan silver (Ag) menjadi solusi efektif untuk mencegah dan menghancurkan biofilm,” ujar Tony.

Sementara menurut Sales & Marketing Manager dari Intracare BV, Arjan van de Vondervoort, mengungkapkan salah satu cara meningkatkan kebersihan/higiene dan sterilisasi di air minum yang terkontaminasi menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme berbahaya, sehingga dapat menurunkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AIR: UNSUR HAYATI AYAM MODERN

Sumber-sumber air permukaan seperti empang atau danau bekas galian pasir yang banyak ditumbuhi oleh gulma atau alga sangat tidak layak untuk menjadi sumber air minum bagi peternakan ayam modern. Selain pH, kandungan bahan organik dan mikroba yang di luar batas toleransi akan mengganggu kesehatan ayam serta dapat mereduksi performa total ayam.

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Air sangat fundamental sebagai komponen berbagai fungsi fisiologis tubuh dan kinerja produktivitas ayam modern. Di tengah merebaknya gonjang-ganjing perubahan cuaca akibat pemanasan universal (global warming) dan/atau fenomena El Nino, kelangkaan ketersediaan air sebagai salah satu unsur nutrisi menjadi fakta yang tidaklah samar-samar lagi. Sejatinya ayam modern memperoleh air berkualitas secara ad libitum agar mampu mengekspresikan potensi genetiknya secara optimal, namun fakta lapangan kadang kala berbeda. Tulisan singkat ini berjuang meneropong dinamika air pada ayam modern, termasuk dampak fisiologisnya.

Air dan Ayam Modern
Di Inggris, ketersediaan air minum yang cukup tidak hanya untuk mengoptimalkan ekspresi potensi genetik ayam, tetapi juga penting untuk menjamin kesejahteraan ayam itu sendiri, seperti yang diatur dalam Code of Recommendations for the Welfare of Livestock (PB7275). Dengan mengadopsi hal tersebut, maka pemberian air minum bagi peternakan ayam modern perhari sejatinya bersifat ad libitum alias diberikan secukupnya (El-Sabry et al., 2018; 2021; Abbas et al., 2022; Morgado et al., 2022).

Namun pada praktiknya, di lapangan dikenal pembatasan pemberian air minum (water restriction) untuk tujuan tertentu, terutama jika ada keterbatasan sumber-sumber air di peternakan yang bersangkutan.

Jika water restriction dilakukan secara berlebihan, maka ayam akan mengalami kondisi dehidrasi. Ada beberapa gambaran klinis awal yang dapat diamati pada ayam yang mengalami problem dehidrasi, yaitu:

• Bobot badan umumnya tereduksi dan ayam tampak lesu.

• Warna bulu kadang kala tidak homogen, tidak cerah (kusam), kasar, dan cenderung keriting.

• Sisik kaki kering dan cenderung berbentuk cembung atau cekung, tidak rata dan tidak mengilat.

• Turgor (elastisitas) kulit hilang dan kulit cenderung melekat pada jaringan di bawahnya.

• Ayam malas bergerak, mata cekung, dan kelopak mata rata-rata tertutup.

Di sisi lain dalam kondisi tertentu, pemberian air minum secara ad libitum cenderung mempermudah terjadinya wet dropping atau wet litter akibat meningkatnya water intake. Kondisi-kondisi tertentu itu misalnya kadar garam (NaCl) terlalu tinggi dalam air minum atau pakan, kepadatan nutrisi yang tinggi dalam pakan, pada kejadian heat stress yang subkronis sampai kronis, atau bahkan pada kebanyakan pakan pasca non-AGP (antibiotic growth promotor) juga menampilkan problem wet dropping, karena terjadinya dysbiosis secara subkronis bahkan kronis (Leeson et al., 2000; Viola et al., 2009).

Pasca pakan non-AGP di beberapa negara Eropa, Collett (2012), melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi gangguan saluran pencernaan dengan gejala klinis wet dropping yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi gangguan pernapasan dan lesi pada telapak kaki.

Larbier & Leclerq pada (1992), mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk dinamika air dalam tubuh ayam pada kondisi normal (zone of thermal-neutrality) seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024. (toe)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer