-->

BAPANAS: IMPOR 250 RIBU TON JAGUNG DISESUAIKAN DENGAN KEBUTUHAN PETERNAK

Jagung, Bahan Baku Pakan Yang Paling Banyak Digunakan Dalam Formulasi


Harga jagung untuk bahan baku pakan di tingkat konsumen meroket hingga mencapai Rp 7.282/kg atau di atas Harga Acuan Pemerintah (HAP) sebesar Rp 5.000/kg. 

Merespon hal ini, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mendorong percepatan penugasan impor kepada Bulog sebanyak 250 ribu ton pada tahap awal. 

"Impor jagung tersebut dilakukan secara terukur dengan mempertimbangkan harga jagung di tingkat petani tetap baik," kata Arief dalam keterangannya, Kamis (19/10). 

Arief memastikan impor ini akan dilakukan secara terukur sesuai kebutuhan peternak kecil. Untuk itu, data peternak penerima jagung pakan harus detail by name by address dan dikoordinasikan bersama Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan serta Dinas Pertanian/Pangan setempat.

Pihaknya menjelaskan pertimbangan lain percepatan impor ini lantaran berdasarkan rilis data BPS, Senin (16/10) luas panen dan produksi jagung diperkirakan sebesar 2,49 juta hektar atau mengalami penurunan 0,28 juta dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sementara itu, untuk produksi jagung pipilan kering dengan kadar air 14 persen pada 2023 sebesar 14,46 juta ton. Hal ini pun berarti adanya penurunan sebanyak 2,07 juta ton atau 12,50 persen dibandingkan tahun lalu. 

Selanjutnya berdasarkan prognosa neraca jagung nasional, diperkirakan dalam empat bulan akhir tahun 2023 neraca bulanan jagung mengalami defisit. 

"Karena itu, untuk membantu peternak rakyat yang saat ini memerlukan pasokan jagung pakan yang memadai," jelas Airef. 

Diketahui, Pemerintah sudah memutuskan untuk melakukan impor sebanyak 500 ribu ton jagung pada tahun ini. Pada tahap awal Bulog diharuskan merealisasikan 250 ribu ton impor. 

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto memastikan akan merealisasikan penugasan impor dalam waktu dekat. 

Pihaknya juga mengatakan telah ada tiga negara yang akan menjadi sumber pendapatan impor jagung yaitu Amerika Serikat, Brazil dan Aregentina. 

"Penugasan sudah ada saat ini sedang pengurusan perubahan Neraca Komoditas dan Persetujuan tinggi," ujar Suyamto. (INF)

BUNGARAN SARAGIH: SEKTOR HULU PAKAN TAK BERKEMBANG JADI TITIK LEMAH INDUSTRI UNGGAS

Prof Bungaran Saragih saat menjadi keynote speech dalam Forum Diskusi bertajuk “Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional” di Menara 165 Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

Industri perunggasan merupakan bisnis besar di Indonesia. Sudah puluhan tahun bisnis ini diterpa masalah klasik yang selalu sama, seperti harga yang fluktuatif, produksi yang berlebih, hingga persoalan pakan yang membuat sektor perunggasan kurang memiliki daya saing.

Menurut mantan Menteri Pertanian, Prof Bungaran Saragih, titik lemah industri unggas salah satunya terletak pada kurang berkembangnya sektor hulu industri pakan. Padahal sektor perunggasan memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia dan menjadi penyumbang protein hewani terbesar 65%, serta mampu menyerap 2,5 juta tenaga kerja. 

“Masalah utama dari rendahnya daya saing industri unggas adalah tingginya biaya produksi. Salah satu penyebabnya karena mahalnya harga pakan, yakni jagung dan kedelai. Padahal biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi unggas,” kata Prof Bungaran dalam Forum Diskusi yang digelar Agrina, di Menara 165 Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Ia menjelaskan, biaya pokok produksi unggas di Indonesia mencapai USD 1,1-1,3 per kg atau sebesar Rp 15.000-18.000 per kg. Jauh lebih tinggi daripada Brasil yang merupakan produsen unggas dan jagung dunia yang biaya produksi unggasnya hanya USD 0,5-0,6 per kg atau setara Rp 9.000-10.000 per kg.

Tanpa memiliki daya saing yang kuat, potensi besar pasar daging unggas Indonesia menjadi banyak incaran negara luar, salah satunya Brasil yang telah menggedor pintu impor Indonesia akibat kekalahan di WTO.

Prof Bungaran menilai, sejak dulu perkembangan industri unggas tak dibarengi dengan perkembangan sektor pakan, yang akhirnya berimplikasi pada ketergantungan impor bahan baku pakan dari negara lain. Tak pelak kondisi ini berubah menjadi polemik, apalagi sejak impor jagung akhirnya ditutup pada pertengahan 2016 silam. 

“Untuk menghadapi situasi ini kita harus membangun basis kuat industri pakan dalam negeri, dengan mengembangkan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi. Juga pemanfaatan bahan baku lokal seperti palm kernel meal (PKM) yang telah mampu diekspor sebagai bahan baku pakan. Kandungan dalam PKM dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin untuk menghasilkan pakan yang bernutrisi,” jelasnya.

Selain basis kuat pengembangan industri pakan untuk daya saing perunggasan, perlu juga menyusun strategi pengembangan lokasi industri unggas di dekat sentra produksi pakan guna memangkas biaya logistik, sehingga biaya produksi unggas menjadi lebih kompetitif.

Kemudian, lanjutnya, perlu juga menyusun roadmap industri perunggasan secara komprehensif dan sistematis mulai dari hulu (bahan baku industri pakan, struktur pembibitan, budidaya) hingga hilir (pengolahan, ekspor) termasuk kebijakan dan tata kelola yang diperlukan.

Hal serupa juga disampaikan Dekan Sekolah Vokasi IPB, Arief Daryanto, yang menjadi pembicara dalam forum diskusi tersebut. “Dibutuhkan perencanaan yang matang dalam industri perungasan. Mulai dari efisiensi produk, efisiensi supply chain-nya, inovasi, hingga produksinya, agar industri ini bisa berdaya saing di pasar domestik maupun pasar internasional,” katanya.

Selain Arief, dalam forum tersebut juga menghadirkan pembicara diantaranya, Muhammad Gozali (Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ditjen Tanaman Pangan), Johan (Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Winarno Tohir (Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan) dan Idham Sakti Harap (dosen Fakultas Pertanian IPB). (RBS)

PETERNAK: JAGUNG IMPOR SIMPAN SEBAGAI CADANGAN

Ilustrasi jagung (Foto: Pixabay)

Peternak ayam meminta kepada pemerintah, agar jagung impor untuk pakan disimpan ketika panen raya. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Leopold Halim mengatakan saat ini panen jagung sudah mulai berlangsung di beberapa lokasi. Ia memperkirakan panen akan berlangsung hingga akhir April nanti.

"Sudah mulai panen sedikit-sedikit ini. Jadi panen raya itu April dan kemungkinan akhir April sudah mulai sedikit," jelas pria yang akrab disapa Atung ini, Kamis (14/2/2019).

Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah bisa jagung yang diimpor sebagai cadangan. Langkah itu agar tidak menyinggung sekaligus merugikan petani jagung lokal.

"Kita sagai peternak pasti menyerap (jagung) lokal, apapun. Tapi lihat situasi, sebaiknya pemerintah tahan (jagung impor), nggak jual dulu. Jadi disimpan untuk buffer stock saat bulan Juli-Agustus kosong," ungkap dia.

Sebagai informasi, saat ini Perum Bulog sedang mengimpor jagung sebanyak 30 ribu ton dan 150 ribu ton yang ditargetkan masuk pada Februari dan Maret ini. (Sumber: finance.detik.com)

HARGA JAGUNG PERTENGAHAN FEBRUARI 2019

Foto: Pixabay


Jagung, hingga pertengahan Februari 2019 masih menjadi persoalan bagi peternak ayam di Indonesia. Para peternak mengeluhkan harga jagung yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 6.200 per kilogram (kg). Wajarnya harga jagung hanya berkisar Rp 3.500 - Rp 4.000 per kg.

Padahal pemerintah telah melakukan intervensi pasar dengan impor jagung sebanyak 100 ribu ton pada Januari 2019. Impor jagung tersebut merupakan jatah yang diberikan pemerintah kepada Perum Bulog di akhir 2018 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola, berpendapat masih tingginya harga jagung disebabkan karena panen raya jagung belum merata. Sehingga kebutuhan yang besar belum sepenuhnya bisa dipenuhi dari jagung lokal.

"Baru mulai panen sedikit-sedikit (di) Banten udah panen, Lampung udah panen, Jawa Tengah Rembang panen, Lamongan ya sedikit-sedikit jadi artinya baru memulai panen belum panen raya," katanya, Selasa (12/2/2019).

Menurutnya panen raya baru akan terjadi pada awal April. Hal ini disebabkan masa tanam yang dilakukan pada bulan Desember lalu. Sebab untuk komoditi jagung membutuhkan waktu 3-4 bulan dari masa tanam sampai masa panen.

Maxdeyul menegaskan selama ini pihaknya menggunakan data dari Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menghitung proyeksi hasil panen setiap tahunnya. Berdasarkan data yang ia sebut pada tahun ini Kementan memproyeksikan produksi sebesar 33 juta ton.

Selain dari persoalan data, ia menambahkan jika selama ini peternak tidak memberikan informasi utuh terkait berapa jumlah seluruh ayam yang dipelihara. Hal tersebut turut membuat polemik terkait kebutuhan jagung.

Sementara itu dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Sri Widayati, menjelaskan kebutuhan jagung untuk pakan ternak sekitar 10,28 juta ton. Angka tersebut masing-masing 7,76 juta ton untuk pakan pabrik dan peternak mandiri 2,52 juta ton. Sri pun menyatakan jika saat ini telah memasuki musim panen jagung di sebagian daerah seperti di Jawa Timur. 

"Besok tanggal 15 Februari ada panen di Tuban," timpalnya.

Sedangkan pengusaha sekaligus petani jagung, Dean Novel, menyebut saat ini harga jagung di Pulau Jawa mencapai Rp 5.600-Rp 5.800 per kg. Sementara di luar Jawa harga fluktuatif dari Rp 5.700-Rp 6.100 per kg. (Sumber: kumparan.com)


Mentan : Impor Jagung Selamatkan 2,5 Juta Peternak

Peternak ayam layer asal Blitar (Foto: Dok. Kementan)

“Ada 2,5 juta peternak kecil yang harus kita lindungi. Keputusan kami melakukan impor, agar para peternak ini terselamatkan usahanya,” tutur Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Gorontalo, Rabu (30/1/2019). 

Hal tersebut dikemukakan Amran terkait kebijakan impor jagung sebanyak 100 ribu ton yang dilakukan pemerintah.

Lebih lanjut Amran menjelaskan, pada mulanya pengusaha pakan ternak ayam skala besar enggan mengimpor gandum karena pelemahan nilai tukar rupiah. Padahal, mereka membutuhkan 200 ribu ton gandum untuk dijadikan bahan baku.

"Harga rupiah melemah kurang lebih Rp 15 ribu, nah itu lebih Rp 1.000 (selisihnya). Sehingga mereka menganggap lebih murah kalau mengambil (bahan baku pakan) dari dalam negeri," katanya.

Persoalannya, lanjut Amran, para pengusaha pakan ternak malah membeli jagung dari petani dengan sistem ijon. Hal itulah yang menyebabkan kekosangan pasokan bahan baku pakan ternak.

Menurut Amran, meski melakukan impor, pada tahun lalu produksi jagung mengalami surplus. Pada 2018, Indonesia mengekspor jagung sebanyak 380 ton, sementara yang diimpor saat ini hanya 100 ribu ton.

"Berarti surplus 280 ton ribu. Dan perlu diingat, dulu impor di awal pemerintahan 3,5 juta ton itu kita stop. Satu tahun nilainya Rp 10 triliun, kalau tiga tahun berturut-turut itu Rp 30 triliun, menyelamatkan devisa," paparnya. (Sumber: republika.co.id)

Kali Ini Bulog Impor Jagung Tanpa Kuota

Lagi-lagi impor jagung, kali ini tanpa kuota (Foto: Pixabay)

Ternyata dua kali impor jagung dengan kuota 100.000 ton dan 30.000 ton belum mencukupi kebutuhan peternak ayam. Perum Bulog kembali mengimpor jagung untuk pakan ternak tanpa dibatasi kuota.

"Permintaan-permintaan dari peternak kecil menengah baik petelur maupun pedaging masuk terus ke Bulog. Waktu kita review, bahkan impor 30 ribu kemudian yang sudah di jalan itu sudah habis, permintaannya lebih banyak dari situ," kata Darmin di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (29/1/2019), seperti dikutip dari finance.detik.com.

Darmin menegaskan, meski impor jagung kali tanpa kuota, pemerintah membatasi sampai pertengahan Maret 2019 agar tidak bentrok dengan musim panen jagung.

Permintaan jagung ini, kata Darmin, bahkan juga datang dari perusahaan-perusahaan besar. Kendati  demikian, pemerintah mengutamakan pengusaha kecil menengah.

"Terus terang peternak besar banyak juga yang minta, tapi kita bilang diutamakan peternak kecil menengah dululah. Artinya harga di market, ritel itu masih terlalu tinggi, sehingga mereka berharap ada impor pemerintah supaya harganya turun," pungkasnya. (NDV)

Jagung Masih Mencemaskan, Harga Telur Ayam Bisa Naik?

Harga jagung yang mahal berdampak ke harga telur.

Masalah jagung masih saja mencemaskan kalangan peternak. Presiden Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah suplai jagung.

Harga jagung yang masih mahal bakal berdampak ke harga telur dan daging ayam. Dikutip dari www.cnbcindonesia.com, Musbar mengatakan apabila suplai jagung masih langka dan harganya terus mahal, harga telur di tingkat farm gate (peternak) akan mengalami kenaikan hingga Rp 2.000/kg dari harga yang diatur pemerintah.

Pasalnya, biaya produksi telur peternak dengan harga jagung saat ini telah mencapai Rp 20.800 - 22.000 per kilogram. Sementara Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 mengatur harga acuan pembelian telur dan daging ayam di tingkat peternak seharga Rp 18.000 - 20.000/kg.

"Pemakaian jagung itu 50% dalam adukan pakan, artinya ada kenaikan harga Rp 1.000 per 1 kg pakan," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa umumnya bahan pangan dari unggas seperti daging dan telur ayam harganya mengikuti tren "bulan Jawa", atau tren kenaikan permintaan saat ada hari-hari besar keagamaan seperti puasa, Lebaran atau Natal.

"Trennya Januari-Februari permintaan telur memang sedang menurun, sehingga harga telur jatuh. Sementara harga pakannya naik," keluhnya

Jika pemerintah tidak segera turun tangan menambah impor jagung, permintaan telur yang naik di
akhir Februari- Maret akan membuat harga telur melonjak.

“Saat ini banyak peternak memilih memotong dan menjual daging ayam petelurnya dibandingkan merugi,” pungkas Musbar. **

Dirut Bulog: Impor Jagung 30.000 Ton Itu Permintaan Peternak

Ilustrasi (Foto: Pixabay)

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso memastikan impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019 itu bukan permintaan perusahaannya.

"Bukan Bulog yang minta, tapi peternak. Di mana kebutuhan peternak ini data dari seluruh Indonesia dan itu kebutuhan sekian. Kita impor sesuai dengan kebutuhan dan terus kita distribusikan dan kita enggak akan stok sesuai dengan kebutuan," ujarnya di Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Budi Waseno menjelaskan, bahwa impor jagung untuk pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, sudah habis. Pasalnya Bulog mengimpor berdasarkan kebutuhan yang sesuai data dari Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Barat (Jabar), Sulawesi Selatan.

"Sehingga waktu itu perhitungan kita dengan data kebutuhan itu, kita butuh berapa? Ternyata kebutuhan tersebut riil 100.000 ton. Oleh karena itu kita impor 100.000 ton, begitu datang langsung didistribusikan jadi enggak nyampe di gudang kita," tuturnya.

Lanjut dia, impor jagung itu nantinya dijual sebesar Rp4.500 per kilogram (kg), dari Bulog. "Jadi kalau ada yang jual Rp8.000 per kg itu, salah, kita jualnya Rp 4.500," ungkapnya.

Dia menambahkan, bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan bila impor akan dilakukan kembali. Apabila hal tersebut dibutuhkan oleh peternak dan dapat mengajukan penugasan impor kepada pemerintah. "Maka itu, impor itu, semata-mata dilakukan sesuai kebutuhan," pungkasnya.

Seperti diketahui, setelah memutuskan untuk melakukan impor pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, kini pemerintah kembali membuka impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019.

Impor ditugaskan kepada Perum Bulog, yang rencananya jagung tersebut masuk ke Indonesia paling lambat di akhir Maret 2019. (Sumber: economy.okezone.com)

Sisa Jagung Impor Tahap Pertama 26.000 Ton Disalurkan

Ilustrasi jagung (Foto: Pixabay)

Perum Bulog segera mendistribusikan sisa jagung impor tahap pertama sebanyak 26.000 ton begitu tiba di Indonesia pekan depan. Sisa jagung tersebut akan disalurkan kepada peternak layer. Sementara sebelumnya sebanyak 74.000 ton telah disalurkan lebih dahulu.

Pada 2018, Bulog mendapat izin impor 100.000 ton. Karena izin impor baru di dapat menjelang tutup tahun, sebagian impor jagung itu baru terealisasi di Januari 2019 ini.

Bulog juga sudah mendapat izin impor jagung dari Kementeri Perdagangan (Kemdag) sebanyak 30.000 ton yang akan dieksekusi pada bulan ini juga untuk kebutuhan peternak layer.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pihaknya mengimpor jagung sesuai kebutuhan. Impor yang direalisasikan dalam dua bulan terakhir ini dilakukan karena sudah mendesak.

"Impor 100.000 ton kemarin itu berdasarkan kebutuhan setelah didata dari peternak di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi,"ujarnya, Kamis (10/1/2019).

Pria yang akrab disapa Buwas ini melanjutkan, Bulog tidak mengimpor jagung dalam volume besar karena sebentar lagi memasuki panen raya. Sementara jagung saat ini hanya untuk menstabilkan harga jagung di pasar.

Jagung tersebut dilepas Bulog ke peternak dengan harga Rp 4.500 per kilogram (kg) atau jauh lebih murah daripada rata-rata harga pasar yang sudah tembus Rp 6.000 per kg. (Sumber: industri.kontan.co.id)

Pemerintah Tambah Impor Jagung 30 Ribu Ton

Pemerintah putuskan menambah impor jagung 30.000 ton (Foto: Pixabay)

Bertempat di Kementerian Perdagangan, Senin (7/1/2019), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan saat ini pihaknya masih mengurus persetujuan impor jagung sebanyak 30 ribu ton.

"Lagi proses persetujuan impor-nya. Kita prosesnya sedang mengusulkan penugasan," ujarnya kepada awak media.

Oke menjelaskan, saat ini Bulog tengah mengajukan impor jagung tambahan sebanyak 30 ribu ton. Bulog baru bisa melakukan impor setelah mendapat penugasan dari Menteri BUMN.

Impor jagung tambahan sebanyak 30 ribu ton juga sudah dibahas dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).

Rencana impor jagung tersebut akan masuk ke Indonesia pada Maret 2019. Menurut dia, impor jagung pada Maret nanti tidak akan bentrok dengan panen raya. "Enggak, kan sudah Rakortas dan dibicarakan semua pihak," pungkas Oke.

Merangkum informasi dari laman tempo.co, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution, pada 4 Januari 2019 mengatakan keputusan menambah impor tersebut dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga jagung agar tidak berdampak pada kenaikan harga pakan ternak, yang ujungnya dapat berimbas pada kenaikan harga telur di pasaran.

Menurutnya hal tersebut perlu dipersiapkan sebagai langkah antisipasi lantaran telur ayam juga dianggap sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi. Terlebih, masa panen jagung diproyeksi baru berlangsung pada April 2019.

"Kita sudah impor dan sudah masuk sekitar 70.000 ton sampai akhir Desember 2018. Sebanyak 30.000 ton sisanya rencananya akan masuk pada pekan ketiga Januari 2019. Kita juga sudah menambah 30.000 ton lagi untuk masuk pada pertengahan Februari 2019 karena panen jagung itu April," tuturnya.

Namun, dia melihat saat ini, Bulog baru mendistribusikan jagung impor itu kepada peternak ayam petelur skala kecil saja.

"Kelihatannya di lapangan ada kebijakan bahwa jagung impor diberikan hanya pada peternak ayam petelur kecil. Tapi kami sudah ngomong bahwa enggak bisa begitu. Sekarang jual ke semuanya," tutur Darmin. (Inf)


Bulog Datangkan 73 Ribu Ton Jagung Impor

Foto: Antara

Perum Bulog menyatakan realisasi impor jagung yang diidatangkan Bulog dari Brazil dan Argentina  hingga Desember ini baru sampai sekitar 73 ribu ton. Jumlah tersebut baru mencakup 73% dari total alokasi impor yang diberikan pemerintah sebesar 100 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan industri peternakan kecil.

Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar mengatakan jagung impor sudah tiba di Pelabuhan Ciwandan dan Pelabuhan Teluk Lamong. "Kami langsung serahkan ke peternak segera dengan harga Rp 4 ribu per kilogram di gudang," kata Bachtiar di Jakarta, Rabu (19/12/2018) malam.

Selain itu, Bulog juga menyatakan telah sudah mengembalikan jagung yang dipinjam dari Charoen Pokphand dan Japfa sebanyak 6.500 ton untuk mengantisipasi permintaan bahan baku pakan oleh peternak mandiri agar tak menunggu terlalu lama.

Adapun sisa realisasi impor sebesar 27 ribu ton bakal menyusul pada pertengahan Januari 2019. "Pasti kami realisasikan semua, tidak ada masalah datangnya nanti," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku telah mendapatkan laporan realisasi impor jagung dari Bulog.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menekankan bakal mengalokasikan jagung impor untuk peternak mandiri dan mengupayakan agar jagung impor tidak bertambah lebih banyak lagi. "Mulai bulan Januari kan akan ada panen," kata Amran.

Tahun ini, Kementerian Pertanian mengklaim produksi jagung sebesar 28,48 juta ton dengan kebutuhan hanya 15,5 juta ton. Alhasil, terjadi surplus yang mencapai 12,98 juta ton. Namun, hal tersebut tak sejalan dengan harga jagung yang justru naik mencapai Rp 5 ribu per kilogram, di atas harga acuan sebesar Rp 4 ribu kilogram. (Sumber: katadata.co.id)

Impor Jagung Jangan Jadi "Pemadam Kebakaran"

Jumpa pers Pataka soal jagung di Jakarta, Kamis (8/11). (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Eksekutif, Pusat Kajian Pertanian dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah terkait rencana impor 100 ribu ton jagung tidak hanya dijadikan sebagai “pemadam kebakaran” atas kegelisahan peternak.

“Akan tetapi pemerintah harusnya bisa mempersiapkan cadangan jagung nasional yang dapat digunakan sewaktu-waktu jika diperlukan,” ujar Yeka dalam pertemuan bersama wartawan di Jakarta, Kamis (8/11).

Ia menilai keputusan impor tersebut merupakan langkah tepat, meskipun dinilai terlambat. Pasalnya impor membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sampai saat ini pun rekomendasi impor jagung tersebut belum keluar. Ia memprediksi jagung impor baru akan masuk akhir Januari atau awal Februari 2019 mendatang.

“Itu bisa berbarengan dengan panen raya jagung. Jika nanti jagung dalam negeri mencukupi, impor akan sia-sia,” katanya. Ia juga menyebut, keputusan impor yang mendadak berpotensi memengaruhi harga jagung.

Ia menjelaskan, berdasarkan data yg diperoleh dari Grain Report USDA 2013-2018, Indonesia yang telah mengklaim berhenti mengimpor jagung semenjak 2016 lalu tidak benar-benar secara total menyetop impor.

“Tidak benar kalau pemerintah tidak melakukan impor jagung periode 2017-November 2018, yang benar adalah penurunan impor jagung atau tepatnya pengendalian impor jagung, karena impor jagung masih ada,” ucapnya.

Kendati impor jagung menurun, justru Indonesia kian gencar mengimpor gandum. Dari data yang sama, impor gandum justru meningkat tajam kurun waktu 2016-2018. “Nah impor gandum kita justru meningkat, rata rata 296,5% peningkatannya tiap tahun. Satu sisi bisa dibilang penghematan (penurunan impor jagung), namun terjadi pemborosan dalam hal impor gandum,” terang dia.

Selain impor, Yeka juga meragukan pernyataan pemerintah soal surplus jagung yang mencapai 12,92 juta ton. “Surplus karena adanya luas panen jagung 2018 sekitar 5,3 juta hektar. Maka dengan asumsi 1 hektar memerlukan benih jagung rata-rata sebesar 20 kg, di 2018 ini diperlukan benih jagung sebanyak 106 ribu ton benih. Padahal kapasitas produksi benih nasional tidak pernah melebihi 60 ribu ton," jelasnya.

Ia juga menambahkan, “Saat ini masih ada impor jagung, misal di 2015, sekitar 3,2 juta ton, sering kali ada keluhan harga jagung dalam negeri anjlok. Kalau surplus sampai 10 juta ton saja, tidak terbayang bagaimana keluhan petani jagung, bisa-bisa mereka enggak mau tanam jagung di musim berikutnya karena harga jagung pasti anjlok tidak karuan,” tambah Yeka.

Yeka juga menyebut, jika jagung surplus tidak perlu ada impor gandum untuk pakan ternak. Nyatanya dari data Grain Report USDA 2013-2018, pasca ditutupnya impor jagung, pemerintah membuka keran impor gandum untuk pakan sebesar 3,1 juta ton periode 2018, meningkat dari tahun sebelumnya 2,8 juta ton (2017) dan 1,8 juta ton (2016).

Bukannya mendapat keuntungan dari menutup impor jagung, justru malah mendatangkan kerugian. Sebab, harga gandum impor saat ini berkisar Rp 4.800 per kg, sementara harga jagung impor hanya Rp 3.600 per kg. Selain itu, menurut beberapa praktisi perunggasan, pemberian gandum pada ternak unggas tidak terlalu baik untuk produktivitas maupun performa ternak dibanding dengan pemberian jagung.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Forum Peternak Layer Nasional, Ki Musbar, berpendapat, pemerintah terkesan tidak adil, baik dalam penyediaan maupun harga jagung untuk peternak.

“Jagung ini kan bahan pangan pokok yang diatur pemerintah, harusnya suplai selalu tersedia dan harga terjangkau masyarakat, karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kalau kita lihat polemik jagung selalu harganya di atas farm gate. Ini kemungkinan ada permainan segilintir kelompok yang tidak memikirkan kepentingan nasional,” kata Musbar.

Ia juga mengkhawatirkan jikalau rencana impor jagung 100 ribu ton tidak bisa terealisasi pada Desember tahun ini, kenaikan harga pakan hingga telur bisa dipastikan melambung tinggi.

“Ada indikasi kenaikan harga. Hari ini harga jagung sudah menyentuh 5 ribu rupiah dan diprediksi harga pakan akan meningkat hingga 3 ribu rupiah. Apabila impor jagung masuk diakhir Januari maka diprediksi harga telur akan ikut naik di farm gate sekitar 24 ribu rupiah, saat ini harga di farm gate 18 ribu rupiah di Jawa Timur yang merupakan sentra produksi telur,” pungkasnya. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer