|
Foto bersama seluruh peserta talkshow (Dok. NDV) |
Banyak aspek yang perlu dikaji secara mendalam untuk mewujudkan mimpi swasembada susu dan pengembangan industri sapi perah nasional. Mulai dari aspek breeding, reproduksi, pakan, budidaya, kesehatan hewan, dan lingkungan.
Hal tersebut dikemukakan Dr Ir Arief Arianto MSc, Agr selaku Plt Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sabtu 10 Agustus 2024 dalam talkshow bertajuk ‘Mimpi Panjang Industri Sapi Perah Dataran Rendah di Indonesia’.
|
Arief Arianto (Dok. NDV) |
Arief menjelaskan strategi pengembangan industri sapi perah berbeda dengan pendekatan yang selama ini di lakukan yaitu di dataran tinggi, karena menyesuaikan kondisi optimal untuk kehidupan sapi perah yang kebanyakannya adalah jenis sapi perah subtropis.
Indonesia tidak memiliki sumber daya genetik sapi perah lokal. Sejarah panjang perkembangan industri sapi perah Indonesia diawali dengan introduksi sapi Ayrshire, Jersey, dan Milking Shorthorn pada tahun 1880 dari Australia. Kemudian dilanjutkan dengan introduksi sapi FH dari Belanda pada awal abad ke-XX yang menjadi cikal bakal berkembangnya peternakan sapi perah di Indonesia hingga saat ini.
Perkembangan sapi perah tidak sepesat sapi potong. “Populasi sapi perah kita saat ini hanya 400.000-500.000 ekor atau sekitar 2,9% dibandingkan populasi sapi potong yang mencapai 17,6 juta ekor,” sebut Arief.
Menurut data BPS tahun 2023, dalam 20 tahun terakhir ini, populasi sapi perah hanya meningkat 43%, yakni dari 354.253 ekor pada tahun 2020 menjadi 507.075 ekor pada tahun 2023.
Perkembangan populasi sapi perah yang lambat tidak terlepas dari asumsi bahwa sapi-sapi perah subtropis hanya adaptif di dataran tinggi yang memiliki suhu dan kelembaban rendah, sehingga kebijakan kawasan pengembangannya menjadi terbatas.
Kedua, ada anggapan mengonsumsi susu bukan merupakan budaya Indonesia, serta sering memberikan image negatif kepada anak bangsa sendiri denga berseloroh bahwa jika anak-anak Indonesia diberi minuman susu pasti akan diare. “Pola pikir demikian harus mulai kita rubah untuk mendorong perkembangan industri susu nasional,” imbaunya.
Pemahaman ini perlu ditanamkan untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia ke depan. Rendahnya kualitas SDM tidak terlepas dari rendahnya konsumsi protein hewani yang mengandung zat gizi yang lengkap dan penting, untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Konsumsi susu nasional saat ini adalah sekitar 16,3 liter/kapita/tahun. Merupakan yang terendah di ASEAN. Konsumsi susu Malaysia mencapai 36,2 liter/kapita/tahun, Myanmar mencapai 26,7 liter/kapita/tahun, Thailand mencapai 22,2 liter/kapita/tahun, dan Filipina mencapai 17,8 liter/kapita/tahun. Oleh karena itu, harus dilakukan terobosan untuk meningkatan produksi dan konsumsi susu nasional, melalui kebijakan dan kegiatan riset yang mendukung perkembangan industri susu dari hulu hingga ke hilir.
Tentunya akan banyak kendala yang dihadapi untuk mengadaptasikan ternak di luar agroekosistem. Arief mengatakan hal ini menjadi tantangan bagi periset BRIN untuk menemukan inovasi dan menghasilkan teknologi dalam mempertahankan, serta meningkatkan produktivitas sapi perah di dataran rendah.
“Kami berharap dari talkshow ini, akan dapat merumuskan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk akselerasi perkembangan industri susu nasional yang terpadu mulai dari on farm hingga off farm,” ungkap Arief.
Overview Industri Peternakan Sapi Perah Terintegrasi
Senada dengan Arief, Plt Kepala Pusat Riset Peternakan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Prof Dr Drh Herdis MSi mengatakan susu sapi merupakan produk protein hewan yang sangat penting karena mengandung asam amino esensial untuk kecerdasan otak.
|
Herdis |
“Kita ketahui program pemerintah yang akan datang salah satunya adalah mencanangkan susu gratis. Ternyata program susu gratis ini sudah dirintis oleh pemerintah Inggris tahun 1921 dan sekarang sudah dilaksanakan 52 negara,” terang Herdis.
Herdis dalam paparannya menyajikan data persediaan susu sapi perah nasional yang masih terlihat flat perkembangannya dari ke tahun ke tahun. “Kita lihat bapak ibu hadirin semua, dari tahun 2021 hingga 2022 volumenya masih sekitar setengah jutaan,” sebutnya.
Peternakan susu sapi dari data yang dipaparkan terkumpul di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah hampir 90% dari peternakan susu sapi di Indonesia.
Herdis menambahkan, Indonesia masih mengimpor dengan presentase 81% dari kebutuhan susu nasional. “Kita lihat dari data yang saya peroleh, terdapat gap 81,2% antara permintaan kebutuhan susu dengan produksi nasional. Hal ini menjadi tantangan kembali, untuk bersama-sama mengurangi gap tersebut,” ujarnya.
Sharing Experiences PT Global Dairy Alami
Rizal Fauzi ST, Agriservices Manager Procurement PT Global Dairy Alami Subang (GDA) sebagai salah satu narasumber mengatakan ketika pebisnis melakukan usaha, tentukan harus memastikan barang tersebut akan laku atau tidak. Maka jika melihat jumlah importasi susu dan produksi susu dalam negeri, hal tersebut adalah peluang bisnis peternakan yang besar.
|
Rizal Fauzi |
PT Global Dairy Alami secara legalitas didirikan pada tahun 2017. Sampai saat ini, populasi sapi di PT GDA mencapai 5.400 dan akhir tahun 2024 diperkirakan populasi penuh. “Jadi mungkin yang akan kami lakukan seleksi demi seleksi, mana sapi yang bisa kita keep, serta mana yang bisa kita berdayakan lagi dengan peternak rakyat,” ungkap Rizal.
Rizal mengklasifikasikan menjadi tiga faktor utama untuk memastikan bisnis GDA berkelanjutan. “Membahas climate requirement, saya rasa semua orang peternakan memahami,” katanya.
Dalam presentasinya, pada sub bahasan Temperature Humidity Index (THI) 67, Rizal mengatakan nilainya bukan sekedar suhu panas akan tapi kelembabannya tinggi. Melihat iklim di Indonesia, di puncak gunung sekalipun kelembabannya pasti di atas 70%.
Dijelaskan Rizal, diperlukan langkah merekayasa lingkungan supaya sapi tetap nyaman di tempat panas sekalipun. Terpenting perlu diperhatikan adalah masalah THI bukan masalah suhu, karena kalau soal sekadar panas di-spray air selesai, tapi kalau lembab di-spray air menambah tingkat kepengapan. “Jadi jatuhnya dingin tapi pengap dan sapi sudah tentu kepanasan. Kita juga harus perhatikan waktu istirahat sapi, gimana mau istirahat kalau dia kepanasan,” terangnya.
Imbuh Rizal, biasanya sapi-sapi dapat dibantu dengan penambahan kipas dan lebih penting lagi menurunkan kelembaban dengan mempercepat arah aliran angin. Langkah tersebut untuk menurunkan temperatur di badan sapi tanpa membuat sapi pengap.
“Jadi mau enggak mau ya kita basahin badannya kemudian kita semprot kipas, seperti kita habis mandi dikipasin terus jadi dingin. Tetapi jangan sampai spray saja, jadi badan sapi harus benar-benar basah,” jelasnya.
Berikutnya ada persoalan utility. Pada kawasan pegunungan electricity and fuel kemudian water source, waste management memang terbatas.
“Kalau di dataran rendah itu mudah sekali dan yang paling penting adalah pakan dan akses logistiknya,” tambah Riza.
Berbicara mengenai pakan dan logistik akan terus-menerus menjadi beban selama beroperasi. Apabila masalahnya tidak lekas diselesaikan akan menjadi cost produksi berlebih.
Strategi Besar Pemerintah
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Dr Drh Agung Suganda MSi dalam kesempatan yang sama memaparkan strategi besar untuk mencapai swasembada susu dan mengembangkan industri sapi perah nasional.
|
Agung Suganda |
Agung mengungkapkan bahwa konsumsi susu per kapita di Indonesia saat ini mencapai 16,1 liter per tahun, angka yang masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Brunei.
Adapun demikian Agung menekankan tren positif pertumbuhan konsumsi susu rata-rata sebesar 6% per tahun, yang mencerminkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi susu. Selain itu, dengan dicanangkannya Program Minum Susu Gratis bagi 82,9 juta siswa sekolah/pesantren dan ibu hamil, maka konsumsi susu per akpita akan jauh lebih meningkat lagi.
Menanggapi tantangan ini, Ditjen PKH telah merumuskan sejumlah inisiatif strategis untuk meningkatkan produksi susu segar dalam negeri. Fokus utamanya adalah meningkatkan kualitas genetik dan produksi bibit sapi perah, impor sapi perah dari negara-negara maju, pengembangan cluster khusus sapi perah, serta pemanfaatan lahan potensial.
"Dengan strategi-strategi ini, kami berharap tidak hanya meningkatkan produksi susu domestik, namun juga memperkuat kesejahteraan peternak lokal dan menciptakan ekosistem industri susu yang lebih berkelanjutan di Indonesia," ujar Agung.
Pemerintah berencana membangun industri peternakan sapi perah terintegrasi atau Mega Farm di luar pulau Jawa. Proyek ini dirancang untuk mencakup seluruh rantai pasok industri, mulai dari pengembangan lahan hingga pembangunan fasilitas pengolahan susu. Hingga Agustus 2024, sebanyak 63 perusahaan telah berkomitmen untuk terlibat dalam proyek ini melalui pemasokan sapi perah impor dengan total populasi sapi perah mencapai 1,03 juta ekor.
"Ini adalah langkah besar dalam mencapai swasembada susu yang akan meningkatkan daya saing industri peternakan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah," tambahnya.
Selain itu, Ditjen PKH juga mendorong kampanye edukasi konsumsi susu, termasuk melalui program Gerakan Minum Susu bagi anak sekolah dasar di Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Program ini melibatkan 5.636 siswa di 36 SD/MI yang bertujuan menanamkan kebiasaan sehat sejak dini serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya susu, dengan harapan dapat mendukung swasembada susu dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Peternakan BRIN Ir Anneke Anggraeni MSi PhD menyebutkan agribisnis sapi perah nasional merupakan sumber gizi, pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan ketahanan pangan nasional.
|
Anneke Anggraeni |
Lebih lanjut, Anneke mengupas konsep peternakan terpadu untuk meningkatkan produktivitas sapi perah terpadu.
Peternakan sapi perah terpadu (integrated dairy farming) adalah pengembangan peternakan sapi perah terintegrasi dengan sistem pertanian berdasarkan agroekosistem spesifik antara lain pada dataran tinggi, sedang, dan rendah.
Drs Dedi Setiadi SP dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) menyatakan pihaknya turut bersiap berkontribusi mensukseskan Program Minum Susu Gratis Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo-Gibran.
|
Dedi Setiadi |
Selain melakukan kampanye kesadaran minum susu segar bagi kesehatan dan mencegah stunting di keluarga, GKSI juga mempunyai pelayanan koperasi anggota peternak. Antara lain penampungan susu, pemasaran susu, simpan pinjam, inseminasi buatan serta kesehatan hewan, layanan antar sembako, sarana prasarana peternakan, menyediakan pakan konsentrat, dan rutin mengadakan kegiatan pelatihan.
"Model peternakan sapi perah rakyat modern juga telah dikelola dengan manajemen yang baik di Dairy Village, Ciater Subang dengan rataan produksi > 20 lt / ekor/ hari. Pemerahan dengan mesin, bebas pencemaran limbah ternak sekaligus dapat menjadi tempat pelatihan beternak modern,” tutup Dedi. (NDV)