Membaca undangan Ditjen PKH yang dikirimkan ketua ADHPI, Drh Dalmi Triyono, menerangkan bahwa kerangka acuan yang digunakan dalam lokakarya tersebut adalah Inisiatif Kebijakan dan Perencanaan Masa Depan Peternakan (Futures Livestock Policy and Planning (FLPP) Initiative) Mitigasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Penyakit Zoonosis yang Muncul dan Muncul Kembali di Indonesia.
Dijelaskan dalam beberapa dekade mendatang, negara-negara berkembang seperti Indonesia akan mengalami lonjakan permintaan makanan sumber protein hewani karena pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan, dan urbanisasi. Peningkatan permintaan akan mendorong investasi besar dalam peternakan dan rantai nilai terkait, yang sangat berdampak pada mata pencaharian, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.
Ketika sektor peternakan berubah, interaksi baru antara manusia, hewan, dan satwa liar akan muncul, berpotensi mengarah pada ancaman kesehatan masyarakat baru. Ancaman ini mencakup penyakit zoonosis yang muncul dengan potensi pandemi, bahaya keamanan pangan, dan penyebaran patogen resistan antimikroba.
Dalam lokakarya tersebut, metode foresight akan disusun untuk mengikuti Model Foresight Generik seperti yang digariskan oleh Joseph Voros.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh Syamsul Ma’arif MSi, sebelum membuka lokakarya secara resmi, turut memberi apresiasi positif, bersyukur, dan mendorong solusi perubahan iklim serta pencegahan zoonosis dengan pendekatan One Health.
Pada hari pertama fokus pada “Input” mengumpulkan informasi tentang keadaan sektor peternakan Indonesia saat ini, termasuk tren, tantangan, dan peluang. Kemudian “Analisis” untuk identifikasi pola dan mencari pendorong utama perubahan. Diawali pemaparan tentang tren perubahan iklim 15-20 tahun ke depan disampaikan oleh Kadarsih MSi dari BMKG, dilanjutkan Drh Didi Prigastono dari industri perunggasan, Josep lay dari industri penggemukan sapi potong, dan Drh Dedy Fachrudin mewakili industri sapi perah. Semua peserta terlibat dalam “Interpretasi” untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan mendasar yang membentuk sektor ini.
Terhadap perubahan tersebut para narasumber menyikapi dengan cara berbeda, sehingga menjadi sebuah kombinasi yang melengkapi dan saling menguatkan, dengan perubahan iklim tersebut agar lebih memperhatikan biosecurity, food security, dan social security.
Pada hari kedua, fokus beralih ke “Prospection” mengeksplorasi skenario masa depan potensial untuk sektor peternakan Indonesia. Peserta menggunakan alat dan teknik Foresight untuk membayangkan masa depan alternatif, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti perubahan iklim, kemunculan penyakit, dan preferensi konsumen. “Output” dari latihan ini akan diterjemahkan ke dalam rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti untuk kebijakan dan perencanaan.
Penulis (paling tengah) mewakili ADHPI saat lokakarya Foresight yang diadakan Ditjen PKH dan FAO di Jakarta. (Foto: Dok. Pribadi) |
Sehingga pada akhir sesi kami sampaikan bahwa menyikapi perubahan yang bakal terjadi di masa depan, sebaiknya “Berpikir Global tetapi Bertindak Lokal” (Think Globally, Act Locally) memahami masalah secara global, menyadari bahwa Indonesia juga terdampak akibat perubahan, tetapi mencari solusinya dengan tetap memperhatikan kepentingan dalam negeri dan kearifan sumber daya lokal agar kita tetap memiliki jati diri sebagai bangsa yang beradab, berbudaya, menjunjung tinggi perikemanusiaan, keadilan, dan persatuan untuk kesejahteraan rakyat dan kejayaan Indonesia. Berbeda dari konsep sosialis maupun kapitalis, maka gagasan itu kami namakan Sosio Capita Humanis.
Masih banyak yang ingin kami diskusikan, bersama tim dengan latar belakang berbeda, membahas strategi masa depan untuk kepentingan peternakan di Indonesia adalah sangat mengasyikan, tetapi karena terbatasnya waktu, lokakarya harus disudahi, dan ditutup resmi oleh Drh Imron Suandi MVPH selaku Direktur Kesehatan Hewan yang baru.
Semoga hasil pemikiran peserta dalam lokakarya tersebut bermanfaat sebagai kontribusi pada rencana strategis peternakan nasional yang tangguh menghadapi perubahan iklim, mencegah zoonozis, dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045. ***