-->

BERTAHAN DARI PENYAKIT PERNAPASAN

Sediakan pakan bernutrisi tinggi untuk memperkuat sistem imun ayam sehingga mampu bertahan terhadap serangan penyakit pernapasan. (Foto: Dok. Infovet)

Alat pernapasan merupakan organ tubuh yang mudah terserang penyakit, karena adanya hubungan langsung antara rongga hidung dengan alveoli di dalam paru-paru. Adapun jenis penyakit pernapasan yang dapat terjadi pada peternakan ayam antara lain avian influenza (AI-H5NI), newcastle disease (ND), infectious bronchitis (IB), infectious laryngo-tracheitis (ILT), swollen head syndrome (SHS), chronic respiratory disease (CRD) atau CRD kompleks (CRDK), infectious coryza, kolera unggas, koliseptisemia, dan aspergilosis.

Meskipun telah diketahui bahwa sejumlah agen penyakit secara individual bertanggung jawab atas terjadinya penyakit pernapasan, namun di lapangan kejadiannya biasanya bersifat kompleks. Hal ini terjadi karena berbagai etiologi ikut terlibat di dalamnya, yaitu interaksi antar mikroorganisme (virus, bakteri, mikoplasma), agen imunosupresif, dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (Kleven dan Glisson, 1997).

Kejadian penyakit pernapasan cenderung meningkat selama curah hujan tinggi, kemarau panjang, maupun saat peralihan musim dari kemarau ke penghujan atau sebaliknya. Pada umumnya, infeksi virus dan mikoplasma terjadi dalam waktu berdekatan untuk mendapatkan efek yang sinergistik. Ayam yang bebas mikoplasma akan mempunyai gejala klinik yang lebih ringan setelah ditantang virus IB, dibandingkan dengan ayam yang secara kronik sudah terinfeksi mikoplasma (Tabbu, 2002).

Penyakit imunosupresif (gumboro, mikotoksin, leukosis, chicken anemia virus (CAV), Marek) dan infeksi reovirus dapat meningkatkan kepekaan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit pernapasan.

Dalam diagnosis penyakit pernapasan ayam, selain tanda klinik umum (lesu dan nafsu makan menurun), perlu diperhatikan adanya suara yang abnormal dari pernapasan, misalnya bersin, sesak napas atau ngorok, atau bernapas dengan mulut, serta gejala tidak langsung atau yang tidak ada hubungannya dengan pernapasan seperti mata berair dan gejala syaraf.

Sedangkan pada pemeriksaan patologi anatomi dapat dijumpai adanya kekeruhan/penebalan kantong udara, peradangan pada saluran pernapasan bagian atas dan paru-paru. Agen infeksi yang sering ditemukan di lapangan adalah yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (MG) dan Mycoplasma synoviae (MS). Tingkat keparahan infeksi MG dan MS pada ayam dapat diperberat oleh adanya infeksi campuran dengan virus-virus respiratorik antara lain IB, ND, Avian metapneumovirus, AI, serta reaksi terhadap vaksin live yang diberikan. Keparahan juga dapat terjadi dengan infeksi sekunder dari bakteri lain seperti E. coli dan Pasteurella spp.

Dengan kondisi lingkungan yang tidak optimal (temperatur dingin, litter lembap dan berdebu, serta level amonia tinggi) dapat meningkatkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manager
PT Romindo Primavetcom

DUKUNG BUDI DAYA UNGGAS PENUHI KESRAWAN, REGULASI SEGERA DISAHKAN

Pemeliharaan cage-free pada ayam petelur. (Foto: Istimewa)

Pemerintah Indonesia menunjukkan dukungan nyata terhadap sistem budi daya unggas yang memenuhi kaidah kesejahteraan hewan (Kesrawan), termasuk di antaranya sistem budi daya ayam petelur bebas sangkar (cage-free).

Melalui regulasi baru tentang penyelenggaraan kesejahteraan hewan yang saat ini tengah difinalisasi, pemerintah memberi sinyal kuat bahwa masa depan peternakan, termasuk ayam petelur akan semakin berorientasi pada praktik pemeliharaan yang lebih ramah terhadap hewan dan berkelanjutan.

Ketua Tim Kerja Advokasi Kesejahteraan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Ditkesmavet), Kementerian Pertanian, Drh Puguh Wahyudi MSi, menegaskan bahwa pemerintah serius mendorong penerapan praktik Kesrawan di Indonesia, termasuk pada peternakan ayam petelur seperti sistem budi daya cage-free.

Ia juga menambahkan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Hewan yang telah masuk tahap harmonisasi. Regulasi ini nantinya akan menjadi payung hukum terkait norma kesejahteraan hewan di Indonesia.

“Regulasi terkait penyelenggaraan kesejahteraan hewan saat ini sedang difinalisasi dan siap disahkan. Aturan ini akan menjadi landasan hukum standar kesejahteraan hewan di Indonesia, yang meliputi hewan ternak, hewan kesayangan, hewan jasa, hingga hewan laboratorium,” kata Puguh.

“Selain itu, juga terdapat poin sertifikasi kesejahteraan hewan dalam regulasi ini yang dapat menjadi acuan bagi peternak dalam mengembangkan sistem pemeliharaan yang lebih berorientasi pada kesejahteraan hewan. Termasuk di dalamnya, pada peternakan ayam petelur.”

Lebih lanjut disampaikan, pemerintah juga memberikan dukungan kepada peternak yang mulai menerapkan sistem cage-free. Menurutnya, tren global saat ini mengarah ke sana. Karena itu, penerapan prinsip Kesrawan, termasuk melalui sistem cage-free diperkirakan akan berkembang secara bertahap di Indonesia. Apalagi, jika di masa mendatang produk Indonesia menghadapi tantangan ekspor dan tuntutan cage-free, pemerintah tegaskan akan menyiapkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen.

“Di Uni Eropa, regulasi sudah mengatur dan mereka telah 100% beralih ke cage-free. Kita melihat hal ini pasti berdampak pada perekonomian dunia, sehingga kita juga harus siap. Jika Uni Eropa sudah begitu, biasanya negara lain akan ikut. Bahkan bisa menjadi yurisprudensi, karena WTO pernah memutuskan bahwa isu kesejahteraan hewan dapat dijadikan dasar hambatan perdagangan apabila dianggap mengganggu moral publik,” tambahnya.

Sejalan dengan arah cage-free, Sustainable Poultry Program Manager Indonesia Lever Foundation, Sandi Dwiyanto, mengungkapkan bahwa Kesrawan kini menjadi perhatian publik global sekaligus tuntutan persaingan perdagangan internasional yang tidak bisa dihindari. Menurutnya, sejak 2015 tren produksi telur dari ayam cage-free mulai mendapat perhatian masyarakat luas.

“Banyak perusahaan internasional ternama telah membuat komitmen global untuk beralih ke sistem cage-free pada 2025. Hingga akhir 2021, lebih dari 2.000 perusahaan di seluruh dunia, termasuk restoran, penyedia layanan makanan, ritel, dan hotel telah berkomitmen untuk menggunakan telur cage-free. Termasuk di antaranya sekitar 100 perusahaan di Indonesia yang telah mengomunikasikan terkait telur cage-free. Sebagian besar menargetkan implementasi penuh pada 2025, dan jumlah komitmen dari perusahaan terus bertambah,” jelas Sandi dalam keterangan resminya, Rabu (15/10/2025).

Di Indonesia, sejumlah perusahaan makanan global juga telah membuat komitmen atau sedang dalam proses menerapkan kebijakan telur cage-free, di antaranya KFC, Pizza Hut, Taco Bell, Burger King, dan The Coffee Bean & Tea Leaf. Perusahaan besar seperti Nestlé bahkan menargetkan penggunaan telur cage-free sepenuhnya pada 2025.

Komitmen ini juga mulai diikuti beberapa perusahaan yang mempunyai basis di Indonesia, misalnya Superindo dan beberapa kafe dan restoran ternama seperti Ismaya, Bali Budha, hingga Jiwa Jawi. 

Sementara itu, Owner PT Inti Prima Satwa Sejahtera (IPSS), Roby Tjahya Dharma Gandawijaya, menilai bahwa prospek pasar cage-free akan terus tumbuh di masa depan. “Keberhasilan sistem cage-free di Indonesia membutuhkan dukungan berbagai pihak. Karena itu, peran seluruh pemangku kepentingan perunggasan nasional sangat penting, mulai dari industri pakan, DOC, peralatan, hingga obat-obatan. Dengan kolaborasi, kita dapat mengembangkan peternakan cage-free di Indonesia, sehingga ketika perubahan itu benar-benar tiba, kita sudah siap dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri,” ujarnya.

Selain isu kesejahteraan hewan dan tren global, European Food Safety Authority (EFSA) dalam laporannya menyebutkan bahwa risiko salmonella lebih tinggi pada sistem kandang baterai dibandingkan pada sistem cage-free. Temuan ini menegaskan bahwa sistem cage-free tidak hanya menguntungkan secara perdagangan, tetapi juga berkontribusi pada keamanan pangan dan kesehatan masyarakat.

Dengan berkembangnya tren global serta rencana pengesahan regulasi penyelenggaraan Kesrawan di Indonesia, semakin membuka peluang besar di sektor peternakan ayam petelur. Kolaborasi antara seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi kunci terwujudnya praktik budi daya yang berkelanjutan di Indonesia. (INF)

SINERGI BIOSEKURITI, VAKSINASI, DAN NUTRISI DI ERA TANPA AGP

Vaksinasi melengkapi perlindungan ayam dari serangan penyakit. (Foto: Sansubba/iStock)

Industri perunggasan modern saat ini menghadapi tantangan besar dengan meningkatnya kasus antimicrobial resistance (AMR) dan diberlakukannya pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP). Dalam situasi ini, keberhasilan manajemen kesehatan ayam tidak lagi dapat mengandalkan satu pendekatan tunggal, melainkan membutuhkan sinergi antara tiga pilar utama, yaitu biosekuriti, vaksinasi, dan dukungan nutrisi yang presisi.

Biosekuriti berperan sebagai benteng pertama untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen penyakit, vaksinasi menjadi perlindungan spesifik ketika risiko paparan tetap ada, sementara nutrisi yang tepat menjaga sistem imun ayam selalu siap menghadapi tantangan penyakit di lapangan.

Peta Musuh Virus, Bakteri, dan Jamur
Penyakit unggas bisa datang dari berbagai arah. Virus seperti avian influenza (AI), newcastle disease (ND), infectious bursal disease (IBD/gumboro), dan infectious bronchitis (IB) dikenal cepat menular, bermutasi, dan menimbulkan kerugian besar. AI dan ND menyerang system pernapasan dan saraf, IBD melemahkan kekebalan dengan merusak bursa fabricius, sementara IB menurunkan produksi telur secara drastis.

Sementara itu, sergapan bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella spp., Clostridium perfringens, dan Mycoplasma gallisepticum sering memanfaatkan kondisi stres atau kelemahan sistem pertahanan untuk menyerang. E. coli menjadi infeksi sekunder pasca gangguan respirasi, Salmonella mengancam keamanan pangan, sementara C. perfringens memicu necrotic enteritis yang sering berhubungan dengan koksidiosis subklinis.

Selain itu, serangan penyakit juga bisa datang dari kontaminasi jamur dan mikotoksin yang sangat berbahaya. Aspergillus dapat menyerang saluran pernapasan terutama pada DOC melalui spora dari litter atau udara lembap. Mikotoksin seperti aflatoksin, DON, fumonisin, dan T-2 toksin sering menurunkan imunitas, mengganggu organ vital, dan menyebabkan kerugian subklinis yang sulit terdeteksi tanpa monitoring.

Mana Lebih Penting, Biosekuriti atau Vaksinasi?
Biosekuriti adalah benteng utama yang tidak bisa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025.

Ditulis oleh:
Henri E. Prasetyo DVM MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

BIOSEKURITI DAN VAKSINASI, TUGAS BERBEDA TUJUAN SAMA

Ilustrasi rute infeksi penyakit kepada ayam yang mungkin terjadi. (Foto: Istimewa)

Sebagian besar orang di industri perunggasan tahu bahwa biosekuriti dan vaksinasi adalah alat berharga untuk melindungi unggas dari penyakit virus, bakteri, dan parasit. Dan perlu diingat bahwa keberhasilan keduanya menjadi bagian dari program strategis dan terintegrasi.

Vaksinasi dan biosekuriti harus dianggap sebagai mitra yang tidak terpisahkan untuk pencegahan penyakit yang memadai. Dengan kata lain, vaksinasi tanpa biosekuriti adalah formula lemah untuk perlindungan, sedangkan biosekuriti tanpa vaksinasi adalah proposal yang tidak realistis untuk pencegahan penyakit (Guillermo Zavala, DVM, MAM, PhD, Dipl ACPV, International Avian Health, LLCAthens, Georgia).

Mencegah Patogen Masuk
Dasar pemahaman biosekuriti dapat didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi tujuan utamanya adalah mencegah masuknya unsur patogen yang tidak diinginkan ke dalam fasilitas/farm unggas. Sama pentingnya untuk mencegah keluarnya unsur patogen dari fasilitas yang terkontaminasi.

Melakukan biosekuriti yang tepat harus menghasilkan hilangnya unsur patogen yang tidak diinginkan atau setidaknya mengurangi unsur patogen tersebut ke tingkat yang dapat dikelola melalui vaksinasi dan/atau penundaan paparan pada ayam yang rentan terhadap patogen potensial di lapangan.

Biosekuriti secara ketat mengontrol akses ke peternakan unggas dan mengharuskan pengunjung untuk mengenakan pakaian dan sepatu boots yang disediakan, serta mendisinfeksi alas kaki sebelum memasuki kandang, juga minimalkan lalu lintas kendaraan dengan mengurangi pergerakan kendaraan di peternakan dan mendisinfeksi kendaraan yang mungkin pernah mengunjungi peternakan lain.

Memelihara sistem “semua masuk, semua keluar” dimana ayam dibesarkan bersama dan diangkat sebagai kelompok untuk meminimalkan penyebaran penyakit. Sanitasi dan disinfeksi rutin dengan menerapkan protokol sanitasi dan disinfeksi yang komprehensif, termasuk bak kaki dan pembersihan peralatan yang tepat.

Ada delapan hal yang penting dilaksanakan sebagai bagian dari biosekuritas dalam rangka mengeliminasi kemungkinan patogen masuk ke dalam tubuh ayam dan menginfeksinya: 1) Kolam kaki dengan disinfektan di pintu masuk utama. 2) Penggunaan hand sanitizer untuk staf dan pengunjung. 3) Mandi untuk staf sebelum memasuki dan setelah keluar kandang. 4) Pakaian bersih yang khusus untuk akses kandang. 5) Rendaman ban dan semprotan kendaraan (air + disinfektan) untuk kendaraan yang masuk. 6) Pencucian dan disinfeksi peralatan secara rutin. 7) Mengisolasi, mengobati, dan memantau ayam yang terinfeksi. 8) Pengelolaan bangkai ayam yang terinfeksi (mengubur atau membakar).

Adapun praktik tambahan yang harus dilaksanakan:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025.

Ditulis oleh:
Drh Arief Hidayat
Praktisi perunggasan

VAKSINASI ATAU BIOSEKURITI? PILIHLAH KEDUANYA!

Penyemportan disinfektan sederhana pada kendaraan. (Foto: Istimewa)

Beberapa waktu belakangan, terjadi kenaikan biaya dalam usaha peternakan yang pastinya menjadi berita buruk bagi semua peternak. Konyolnya, untuk mengakali kenaikan tersebut tak jarang mengorbankan cost di sektor biosekuriti maupun vaksinasi, padahal keduanya adalah komponen penting dalam menunjang usaha peternakan.

Biosekuriti biasanya diwujudkan “sesuai” budget yang dimiliki peternak. Sesuai yang dimaksud adalah pas-pasan alias apa adanya. Hal itu tentu tidak salah, semua paham bahwa sudah banyak permasalahan yang semakin memusingkan peternak terutama yang mandiri di era ini. Terlebih dengan disrupsi yang terjadi dan efek buruk menahun yang disebabkan COVID-19 dan permasalahan lainnya.

Namun begitu, yang perlu digarisbawahi adalah biosekuriti merupakan suatu hal yang wajib dikerjakan peternak. Suka atau tidak, biosekuriti merupakan instrumen pendukung kesuksesan dalam usaha budi daya peternakan, apapun jenis ternaknya.

Membebaskan dari Ancaman Penyakit
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Prof Drh Suwarno, pernah berujar bahwa biosekuriti adalah segala macam upaya dalam mencegah masuk dan keluarnya bibit penyakit ke area peternakan, agar ternak bebas dari ancaman penyakit.

Selain itu, upaya tersebut juga berfungsi agar penyakit tidak menulari peternakan lain dan lingkungan sekitar, juga tidak menularkan penyakit kepada manusia yang berkecimpung di dalamnya.

Lebih lanjut dijelaskan, pencegahan seperti vaksinasi, disinfeksi, hingga membatasi orang keluar masuk peternakan masuk ke dalam definisi biosekuriti, itu seharusnya menjadi kewajiban sehari-hari di dalam area peternakan.

Adapun disampaikan, agar peternak bisa menyesuaikan biaya mereka dalam menerapkan biosekuriti. Misal ketika ingin menggunakan vaksinasi atau disinfektan, namun budget terbatas, bisa dipilih varian produk yang cocok dan sesuai. “Yang pentingkan dilakukan, murah atau mahalnya tergantung peternak, tapi yang penting adalah aplikasinya,” ucap dia.

Harus Konsisten
Biasanya kendala dalam menerapkan biosekuriti di lapangan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025. (CR)

SEMINAR INFOVET-ILDEX: BAHAS MANAJEMEN HOLISTIK PASCA PELARANGAN AGP

Foto bersama usai seminar. (Foto-foto: Dok. Infovet)

Majalah Infovet kembali menjadi saksi pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan industri perunggasan nasional. Pada Rabu (17/9/2025), berlangsung Seminar Nasional bertajuk “Perkembangan Obat Hewan Pasca Pelarangan AGP” di Ruang Garuda 5A, ICE BSD. Acara ini dihadiri peternak, perusahaan obat hewan, breeding farm, perusahaan pakan, serta perwakilan berbagai asosiasi peternakan.

Seminar menghadirkan dua narasumber kompeten di bidangnya. Drh Rakhmat Nuriyanto MBA (Ketua Umum ASOHI periode 2010-2015), membahas perubahan signifikan di industri obat hewan sejak pelarangan antibiotic growth promoter (AGP) efektif diberlakukan pada 2018.

“Pasca pelarangan AGP, jenis obat alami dan suplemen penunjang kesehatan hewan cenderung meningkat. Industri beradaptasi dengan inovasi berbasis bahan alami dan teknologi biologis,” ujar Rakhmat.

Sementara itu, Drh Baskoro Tri Caroko (National Poultry Technical Consultant), memaparkan materi bertema “Manajemen Holistik: Solusi Efektif untuk Mitigasi dan Rehabilitasi Broiler & Layer.” Ia menekankan bahwa pelarangan AGP bukan akhir dari produktivitas peternakan, melainkan momentum untuk bertransformasi.

Dua narasumber, Rakhmat Nuriyanto (kiri) dan Baskoro Tri Caroko (kanan).

“Kuncinya ada di manajemen holistik. Pendekatan ini mencakup aspek pakan, lingkungan, kesehatan, hingga mental pekerja kandang. Ini sudah terbukti berhasil di lapangan,” ungkapnya.

Beberapa peternak binaan Baskoro dari Pandeglang, Banten, turut hadir dan berbagi pengalaman keberhasilan menerapkan konsep manajemen holistik dalam menghadapi tantangan pasca AGP. Antusiasme peserta juga tampak tinggi, terutama ketika sesi tanya jawab dibuka dan banyak peternak ingin mengetahui cara praktis penerapan di lapangan.

Menutup paparannya, Baskoro menyampaikan ajakan terbuka, “Saya siap membantu peternak yang ingin memahami dan mempraktikkan manajemen holistik. Silakan hubungi Infovet untuk informasi lebih lanjut.”

Suasana seminar Infovet di ILDEX Indonesia 2025.

Seminar ini menjadi bukti bahwa sinergi antara praktisi, akademisi, dan pelaku industri menjadi kunci dalam menciptakan sistem peternakan yang sehat, produktif, dan berkelanjutan pasca pelarangan AGP. (INF)

REFLEKSI DALAM PENGALAMAN LAPANGAN: BIOSEKURITI VS VAKSINASI

Secara filosofis walaupun teknologi sediaan vaksin terus berkembang, namun biosekuriti tetap menjadi fondasi utama dalam strategi pencegahan dan kontrol penyakit infeksius pada peternakan ayam modern. Pada praktik lapangan, program vaksinasi dan biosekuriti adalah dua pilar yang saling melengkapi.

Oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant, Jakarta)

Pada peternakan ayam modern, komponen biosekuriti dan vaksinasi keduanya mempunyai filosofi yang sama, yaitu berbasis pada nilai pencegahan kasus penyakit infeksius serta tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi dua pilar utama yang menopang manajemen kesehatan ayam modern yang saling melengkapi. Mengabaikan salah satu komponen akan berdampak pada tidak optimalnya strategi jangka pendek maupun jangka panjang dalam menata kesehatan ayam dari waktu ke waktu.

Tulisan ini merupakan hasil refleksi pengalaman lapangan penulis dan bertujuan untuk memberikan pencerahan baru bagi peternak maupun kolega praktisi lapangan dalam mengimplementasikan kedua komponen tersebut secara optimal.

Latar Belakang Filosofis
Untuk memahami lebih dalam peranan biosekuriti dan vaksinasi dalam praktik peternakan ayam modern, maka sebaiknya dipahami dahulu dasar filosofis masing-masing komponen tersebut secara umum:

a. Biosekuriti
Filosofinya berakar pada pencegahan risiko biologis dari aktivitas agen infeksius. Biosekuriti menekankan pengendalian dan pengawasan agar agen infeksius berbahaya seperti virus, bakteri, dan parasit tidak menyebar ke populasi ayam yang suseptibel dan/atau lingkungan farm (Barcèlo dan Marco, 1998; Amass dan Clark, 1999). Pendekatannya bersifat proaktif serta berfokus pada pencegahan ancaman sebelum terjadi ledakan kasus alias menghadang terpaan agen infeksius. Lebih lanjut, biosekuriti dalam peternakan ayam modern berpijak pada filosofi “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Tujuannya adalah menghalangi masuk dan menyebarnya agen penyakit ke dalam populasi ayam melalui:

• Kontrol lalu lintas manusia, kendaraan, dan peralatan.
• Sanitasi kandang (termasuk lingkungan kandang), pakan, dan air.
• Pengendalian vektor (serangga, tikus, burung liar).
• Pembuatan zonasi (area bersih vs area kotor) dalam lingkup peternakan.

Jadi, secara filosofis biosekuriti dianggap sebagai pertahanan pertama dalam pencegahan dan kontrol penyakit infeksius. Ia menekankan tanggung jawab kolektif antara peternak dan pekerja untuk menjaga sistem produksi dari serangan luar (bibit penyakit).

b. Vaksinasi
Filosofinya adalah membangun kekebalan individu atau suatu populasi ayam tertentu melalui stimulasi sistem imun oleh suatu sediaan vaksin. Akhir dari suatu implementasi program vaksinasi berlandaskan prinsip perlindungan kolektif (herd immunity), dimana semakin banyak individu yang divaksin, semakin kecil risiko penyebaran penyakit. Vaksinasi dalam peternakan ayam modern berangkat dari filosofi “membangun perisai dari dalam”. Karena meskipun implementasi biosekuriti sangat ketat, namun mustahil 100% dapat mencegah paparan agen penyakit, maka vaksinasi:

• Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit penting seperti ND, IBD, AI, IB, ILT, coryza, dan lainnya.
• Mengurangi morbiditas, mortalitas, dan kerugian pada performa produksi.
• Mengurang shedding agen penyebab dalam suatu populasi ayam.
• Mendukung terbentuknya imunitas kelompok atau herd immunity di populasi ayam yang ada.

Jadi, filosofi vaksinasi bukan sekadar perlindungan individu, tapi jaminan keberlanjutan produksi dan keamanan pangan (food security).

Korelasi Filosofis di Lapangan
Di lapangan, biosekuriti dan vaksinasi bukan pilihan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025. (toe)

ANTARA VAKSINASI DAN BIOSEKURITI

Vaksinasi menjadi salah satu komponen penting dalam strategi biosekuriti, terutama dalam konteks peternakan atau lingkungan yang rentan penyakit. (Foto: Toa55/iStock)

Vaksinasi dan biosekuriti adalah dua konsep yang saling berkaitan dalam menjaga kesehatan dan keamanan lingkungan tempat unggas dipelihara.

Adapun vaksinasi adalah tindakan memberikan vaksin untuk memicu kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu, sementara biosekuriti adalah serangkaian tindakan untuk mencegah masuknya penyakit dan mengendalikan penyebarannya. Keduanya saling melengkapi dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan aman.

Vaksinasi dapat menjadi salah satu komponen penting dalam strategi biosekuriti, terutama dalam konteks peternakan atau lingkungan yang rentan terhadap penyakit. Sedangkan penerapan biosekuriti yang baik dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi efektivitas vaksinasi, misalnya dengan mengurangi risiko paparan patogen yang berlebihan. 

Adapun penerapan biosekuriti mencakup sanitasi kandang, pengendalian lalu lintas orang, karantina unggas sakit, dan vaksinasi untuk penyakit tertentu. Biosekuriti memastikan bahwa penyakit tidak menyebar luas di peternakan.

Kekebalan sering juga disebut imunitas, yakni kemampuan untuk mempertahankan diri, menahan, mencegah, dan menanggulangi agen-agen penyakit yang dapat menimbulkan kerugian. Unggas seperti halnya makhluk hidup lainnya mempunyai sistem kekebalan yang dilakukan oleh sel-sel khusus, di antara sel-sel yang memegang peranan penting secara langsung maupun tidak dalam proses kekebalan adalah sel-sel limfosit dan  sel-sel lain yang dibentuk olehnya.

Kekebalan pada unggas ada dua macam, yaitu antibodi dan imunitas sel. Organ pembentuk kekebalan pada unggas ada empat, yaitu bursa fabricius (sel B), kelenjar timus (sel T), GALT (gut-associated-lymphoid-tissue), dan jaringan limfoid (sumsum tulang belakang, limpa, kelenjar harderian, ceacal tonsil). Limfosit-B yang dihasilkan oleh bursa fabricius dan turunannya memproduksi protein yang dapat larut dalam aliran darah, yang disebut antibodi, dan akan berperan pada proses kekebalan. Antibodi spesifik dibentuk akibat stimulasi vaksin atau agen-agen penyakit yang spesifik pula, atau dengan kata lain antibodi yang dibentuk oleh vaksin penyakit A misalnya, maka antibodi yang terbentuk khusus untuk menanggulangi penyakit A saja, demikian juga vaksin B, C, dan seterusnya. Sehingga setiap penyakit yang ingin dibentuk kekebalannya harus divaksin sesuai jenis penyakitnya.

Antibodi ada yang dilepaskan ke dalam plasma darah (serum) dan menyebar mengikuti aliran darah, disebut dengan antibodi sirkuler. Sedang antibodi yang berada pada berbagai sekresi tubuh seperti mukus yang dihasilkan oleh saluran pernapasan dan pencernaan, persendian kaki dan sayap unggas, disebut antibodi lokal.

Hasil tes antibodi (titer) merupakan indikator atas status kekebalan yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit atau vaksin. Antibodi lokal yang ditemukan dalam sekresi tubuh (mukus) sangat penting walau tidak dapat diukur melalui tes darah, karena mereka merupakan penjaga... Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi September 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manager
PT Romindo Primavetcom
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MENGHINDARI DAMPAK IMUNOSUPRESI

Pilih vaksin yang tepat untuk mencegah penyakit, terutama penyakit penyebab imunosupresi. (Foto: iStock)

Imunosupresi merupakan masalah utama bagi industri perunggasan, tetapi angka aktual yang menunjukkan skala masalah tersebut sulit ditemukan. Infeksi agen penyakit dan faktor lingkungan, serta adanya kesalahan manajemen dapat memperburuk masalah kejadian imunosupresi.

Untuk menghindari dampak imunosupresi pada ayam, peternak perlu menciptakan lingkungan kandang yang nyaman, memastikan pakan berkualitas, melakukan vaksinasi yang tepat, dan menerapkan biosekuriti yang ketat. Sebab, imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh membuat ayam lebih rentan terhadap berbagai penyakit.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah dan mengatasi imunosupresi pada ayam:

1. Manajemen Pemeliharaan yang Baik (Good Husbandry Practices)
Kenyamanan kandang dapat diciptakan dari lingkungan kandang yang nyaman dengan memastikan ventilasi yang baik, suhu yang sesuai, dan kepadatan kandang yang tidak berlebihan. Suhu yang nyaman untuk ayam bervariasi tergantung pada usia dan jenis ayam. Umumnya, ayam paling bahagia pada suhu sedang hingga hangat antara 18-30°C. Ayam yang baru menetas (DOC) membutuhkan suhu yang lebih hangat, sekitar 32-35°C di minggu pertama, kemudian diturunkan bertahap setiap minggunya. Ayam dewasa lebih toleran terhadap suhu yang lebih rendah, sekitar 20-25°C. Kepadatan kandang yang tidak berlebihan memberikan suasana nyaman ayam dalam kandang, berikut kepadatan yang ideal berdasarkan jenis ayam.

a. Kepadatan kandang  yang ideal untuk ayam broiler:
• Fase starter (0-14 hari): 10-12 ekor/m²
• Fase grower (15-27 hari): 8-10 ekor/m²
• Fase finisher (28 hari ke atas): 6-8 ekor/m²

b. Kepadatan Kandang Ideal untuk ayam petelur:
• Fase grower (0-17 minggu): 9-14 ekor/m² (floor), 25-29 ekor/m² (cage)
• Fase dewasa (18 minggu ke atas): 7-17 ekor/m² (floor), 19-22 ekor/m² (cage)

Berikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ayam, terutama pada fase starter yang penting untuk perkembangan organ kekebalan tubuh. Ayam broiler memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda dengan ayam petelur. Ayam broiler membutuhkan pakan dengan kandungan protein dan energi tinggi untuk pertumbuhan cepat, sementara ayam petelur membutuhkan pakan dengan kalsium tinggi untuk pembentukan telur.

2. Vaksinasi yang Tepat
Jadwal vaksinasi dapat dilakukan sesuai jadwal yang direkomendasikan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan peternakan. Pilih vaksin yang tepat untuk mencegah penyakit yang umum menyerang di daerah setempat, terutama penyakit... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manager
PT Romindo Primavetcom 
HP: 0812-8644-9471

MENCEGAH IMUNOSUPRESI PADA AYAM: KUNCI SUKSES PETERNAKAN MODERN


Imunosupresi pada ayam komersial adalah kondisi dimana sistem kekebalan ayam melemah, sehingga ayam menjadi rentan terhadap infeksi. Hal ini berdampak negatif pada peforma produksi dan kesejahteraan ayam.

Menurut penelitian Xiaoli Ma, dkk, yang ditulis pada kumpulan jurnal Poultry Scince Volume 102, Issue 12, Desember 2023 yang berjudul “Stress-induced immunosuppression inhibits immune response to infectious bursal disease virus vaccine partially by miR-27b-3p/SOCS3 regulatory gene network in chicken”. Beliau menyatakan imunosupresi akibat stres atau Stress-induced immunosuppression (SIIS) merupakan salah satu masalah umum dalam produksi unggas intensif, yang sering kali mengurangi efek pencegahan dan pengendalian berbagai vaksin, termasuk vaksin virus penyakit gumboro atau infectious bursal disease virus (IBDV), dan membawa kerugian ekonomi sangat besar bagi industri unggas. Hal ini sangat penting untuk diketahui apa saja penyebab terjadinya imunosupresi dan strategi pencegahannya.

Faktor Penyebab Imunosupresi
Problem penyebab imunosupresi yang paling tinggi adalah faktor infeksi virus, bakteri, dan parasit. Program kesehatan yang tidak berjalan dengan baik seperti biosekuriti, sanitasi, serta program vaksinasi yang ketat akan menjadi pintu masuknya infeksi penyakit.

Problem infeksi virus seperti gumboro atau IBD, Marek’s disease, chicken anemia virus (CAV), dan reovirus merupakan beberapa infeksi virus yang paling sering mengakibatkan imunosupresi pada ayam.

Sementara pada problem infeksi bakteri seperti Mycoplasma spp, Salmonella spp, dan E. coli juga berdampak terhadap imunosupresi pada ayam, begitupun infeksi jamur dan parasit seperti aspergillosis, coccidiosis, dan histomoniasis.

Keseimbangan nutrisi pada pakan ayam sangat berdampak terhadap sistem imunitas dalam menjaga kesehatan ayam. Defisiensi vitamin dan mineral seperti vitamin A, C, E, B, zinc selenium dan copper berpengaruh penting dalam pembentukan sistem imun tubuh ayam.

Pemilihan bahan baku pakan, terutama sumber protein alternatif yang sulit dicerna akan mengakibatkan defisiensi asam amino esensial seperti metionin dan lisin. Kontaminasi pakan oleh mikotoksin seperti aflatoksin dan okratoksin dapat merusak sistem imun tubuh ayam.

Ayam modern sangat rentan terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. 

Ditulis oleh:
Henri E. Prasetyo Drh MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

BANGUN PERTAHANAN AYAM SEJAK DINI: CEGAH IMUNOSUPRESI

Perhatikan kualitas DOC. (Foto: Istimewa)

Pernah mendengar ungkapan “mencegah lebih baik daripada mengobati?”. Dalam budi daya unggas pepatah ini berlaku sangat mutlak terutama saat berbicara soal imunosupresi.

Ketika sistem kekebalan tubuh ayam melemah, bukan hanya risiko penyakit yang meningkat, tapi juga performa produksi bisa anjlok. Tak pelak, kerugian ekonomi pun mengintai di balik kandang. Maka dari itu, mencegah imunosupresi bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan strategis untuk menjamin keberhasilan budi daya.

Kunci Pertama: Fase Brooding yang Optimal
Segala pencapaian dalam peternakan modern bermula dari satu fase krusial, brooding. Masa awal kehidupan ayam, baik broiler maupun layer merupakan periode emas, dimana organ kekebalan tubuh terbentuk dan berkembang.

Bila fase tersebut terganggu, maka pertahanan alami ayam akan lemah sejak awal. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Prof Michael Haryadi Wibowo, menekankan pentingnya menjaga brooding tetap optimal.

“Peternak harus mampu mengendalikan faktor-faktor penekan imunitas seperti penyakit infeksi, parasit, dan mikotoksin,” jelasnya. Tidak kalah penting adalah menghindari stres akibat manajemen ventilasi yang buruk, pakan yang terlambat, atau suhu kandang yang tak sesuai.

Selain itu menurut Michael, langkah strategis yang biasanya dieksekusi adalah early feeding. Pemberian pakan sesegera mungkin usai menetas, akan menstimulasi perkembangan organ pencernaan dan meningkatkan imun lokal di saluran cerna.

“Jangan lupakan juga kenyamanan suhu. Brooder harus dijaga di atas 30°C agar feed intake optimal dan imun tubuh terbentuk dengan maksimal,” lanjutnya.

Biosekuriti dan Vaksinasi Tepat, Kekebalan Lebih Kuat
Biosekuriti dan vaksinasi adalah senjata utama mencegah penyakit. Tapi di era modern, keduanya bukan sekadar rutinitas, melainkan strategi cerdas. Apalagi dengan teknologi vaksin terkini yang menghadirkan beberapa jenis inovasi. Mulai dari jenis vaksin (immune-complex, vektor vaksin), sampai cara vaksinasi (hatchery vaccination, in ovo vaccination). Kesemuanya diklaim dapat memberikan perlindungan lebih efisien dan tahan lama.

Menurut Drh Fauzi Iskandar dari PT Ceva Animal Health Indonesia, ragam teknologi vaksin kekinian memungkinkan vaksinasi dilakukan sejak dini di hatchery, bahkan sejak dalam telur, in ovo vaccination.

“DOC yang divaksin di hatchery cenderung lebih siap menghadapi tantangan lapangan karena sudah memiliki sistem imun yang tergertak sejak dini,” kata Fauzi.

Pilihan metode pun makin beragam. Ada yang disuntikkan ke kantung amnion saat inkubasi, ada pula yang dilakukan saat DOC baru menetas. Metodenya bisa subkutan atau semprot, semua disesuaikan dengan kondisi farm dan tujuan vaksinasi.

Fauzi melanjutkan, teknologi vaksin sekarang akan bersinergi positif dengan diterapkannya biosekuriti yang baik. Ia meyakinkan kepada seluruh peternak di Indonesia bahwa mengaplikasikan biosekuriti sampai hal sedetail apapun akan menurunkan risiko ayam dari imunosupresi, bahkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (CR)

MENGANTISIPASI IMUNOSUPRESI AGAR TIDAK MERUGI

Kasus imunosupresi merupakan masalah besar bagi industri perunggasan. (Foto: Istimewa)

Imunosupresi adalah kata yang sering terdengar di kalangan praktisi kesehatan unggas. Masalahnya, imunosupresi bukanlah suatu penyakit, melainkan kondisi yang kerap menerpa ayam tanpa menunjukkan gejala klinis (subklinis).

Memahami Imunosupresi
Sistem kekebalan berfungsi untuk mengenali, menetralisasi, dan mengeliminasi patogen dalam tubuh. Selain itu juga berperan mengenali kembali patogen yang masuk dengan adanya sel memori, serta mencegah terjadinya imunopatologi (kerusakan sel-sel kekebalan). Jika fungsi kekebalan ini terganggu, maka akan terjadi suatu kondisi yang disebut imunosupresi.

Dikemukakan oleh Guru Besar SKHB IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan, bahwa imunosupresi didefinisikan sebagai suatu kondisi terganggunya respons imun secara sementara atau permanen akibat gangguan terhadap sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit.

Kondisi tersebut tentunya meningkatkan kerentatan bagi suatu organisme untuk menghalau agen patogen yang menginfeksi dari luar.

Menurutnya, imunosupresi merupakan masalah besar bagi industri perunggasan, namun memang belum ada data pasti yang menunjukkan sejauhmana permasalahan ini, karena imunosupresi biasanya bersifat subklinis. Terlebih lagi katanya, ayam modern meskipun performa tinggi nyatanya lebih rentan terhadap penyakit ketimbang di zaman dahulu.

“Kalau faktor penyebabnya banyak, bisa dari infeksi patogen atau faktor lingkungan, termasuk kesalahan manajemen. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan imunosupresi dan interaksi antara keduanya biasanya memperburuk kondisi tersebut,” tutur Prof Wayan.

Ia melanjutkan, stres dari lingkungan seperti pada periode akhir inkubasi, penetasan, dan penanganan DOC yang kurang baik juga dapat menyebabkan imunosupresi. Stresor lainnya termasuk kondisi kandang yang tidak optimal dan cemaran mikotoksin pada hatchery juga memungkinkan terjadinya imunosupresi.

Imunosupresi Akibat Faktor Non-Infeksius
Jika merujuk pada faktor non-infeksius, yang paling umum memungkinkan terjadinya imunosupresi yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (CR)

TELAAH LAPANGAN: GERAK-GERIK IMUNOSUPRESI

Problem infeksi jamur (mikosis) pada jaringan kulit (epidermis) atau jaringan selaput lendir (mukosa) dengan prevalensi yang tinggi dapat menjadi indikasi (petunjuk awal) adanya problem imunosupresi subkronis sampai kronis pada suatu populasi ayam di lapangan.

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Drama gangguan respons imunitas alias imunosupresi pada ayam modern ibarat kinerja hembusan angin yang semilir, secara kasat mata tidak tampak namun efeknya dapat dirasakan secara signifikan.

Seiring dengan peningkatan performa ayam akibat perbaikan genetik yang cukup progresif dan kondisi iklim yang terus gonjang-ganjing, perjalanan kasus imunosupresi di lapangan seolah mendapatkan karpet merah.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sepintas bagi para kolega praktisi lapang terkait faktor penyebab dan dinamika kasus imunosupresi pada ayam modern, termasuk bagaimana mendeteksinya di lapangan secara sistematik serta strategi taktis mereduksi dampak yang ditimbulkannya.

Sekilas Respons Imunitas Ayam
Hampir sama seperti pada mamalia, sistem imunitas ayam modern terdiri dari dua komponen dasar yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu sistem pertahanan non-spesifik (innate immune system) dan sistem kekebalan (adaptive immune system).

Sistem pertahanan non-spesifik ini secara mendasar merupakan gugus pertahanan terdepan (first line of defense) dalam sistem imunitas yang bertujuan untuk melawan pelbagai bentuk patogen (virus, bakteri, jamur, atau parasit) dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menginisiasi reaksi spesifik pada sistem kekebalan.

Sistem imunitas dapatan (adaptive immune system) yang diaktivasi pada tahap lanjut dan didasarkan atas pengenalan molekul asing yang spesifik berasal dari patogen dengan terminologi antigen (PAMPs/Pathogen-Associated Molecular Patterns). Responsnya umumnya berlangsung 3-4 minggu setelah adanya aktivasi awal oleh kombinasi antara sinyal dari respons innate immunity dan pengenalan antigen yang dimediasi oleh sel-sel limfost. Ini berarti, pada induksi primer sistem adaptive immunity sangat tergantung dengan respons innate immunity dalam rangka bereaksi terhadap keberadaan patogen (Kasper et al., 2022).

Sinyal dari respons innate immunity akan mendorong ekspansi secara selektif dan aktivasi populasi sel-sel limfosit T dan B dengan spesifisitas sesuai dengan jenis tantangan patogen yang sedang berlangsung. Mekanisme efektor utama dalam sistem adaptive immunity adalah dengan memproduksi sejumlah antibodi oleh sel limfosit B, menghancurkan sel induk semang yang sudah terinfeksi oleh cytotoxic T-cells, dan pelbagai mekanisme mengeliminasi patogen yang terkait dengan rentetan aktivitas lanjut helper T-cells (Sproul et al., 2000; Radoja et al., 2006).

Yang juga perlu diingat bahwa aktivasi sistem adaptive immunity akan menghasilkan sejumlah sel-sel memori, baik sel B ataupun sel T. Adaptive immunity juga akan memberikan proteksi yang relatif lama dan spesifik untuk menghadang laju invasi patogen yang sama di kemudian hari (Cheeseman, 2007; Schat et al., 2014; Kasper et al., 2022).

Deskripsi Imunosupresi
Kemungkinan adanya kondisi yang bersifat imunosupresif di lapangan sebenarnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (toe)

MENGHINDARI DAMPAK IMUNOSUPRESI, KUNCI MENUJU AYAM SEHAT DAN PRODUKTIF

Heat stress pada ayam petelur. (Sumber: layinghens.hendrix-genetics)

Industri peternakan ayam memiliki peran penting dalam menyediakan protein hewani bagi masyarakat. Keberhasilan budi daya ayam sangat ditentukan oleh kondisi kesehatan dan sistem imun ayam. Salah satu tantangan utama yang sering dihadapi peternak adalah imunosupresi, yaitu kondisi menurunnya sistem kekebalan tubuh ayam sehingga rentan terhadap berbagai penyakit.

Penyebab Imunosupresi pada Unggas
Heat Stress
Heat stress merupakan tantangan yang signifikan dalam industri unggas, memberikan dampak besar terhadap kesehatan dan kinerja reproduksi unggas. Heat stress didefinisikan sebagai ketidakmampuan ayam untuk mempertahankan keseimbangan termal di tengah-tengah beban panas lingkungan.

Stres panas muncul dari interaksi yang kompleks dari berbagai faktor termasuk suhu lingkungan, kelembapan, radiasi panas, dan kecepatan udara, dengan suhu lingkungan yang tinggi memainkan peran penting.

Ayam menunjukkan pertumbuhan optimal dalam kisaran suhu termoneutral 18-21°C, dengan suhu lingkungan yang melebihi 25°C dapat menyebabkan stres panas. Selain mengganggu fungsi kekebalan tubuh, stres panas juga mengganggu berbagai proses fisiologis, bermanifestasi dalam peningkatan asupan pakan yang dibarengi dengan penurunan tingkat pertumbuhan dan produksi telur.

Selain itu, stres panas memicu aktivasi aksis hipofisis-adrenal simpatis, yang mengakibatkan peningkatan kadar kortikosteron plasma melalui aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA).

Penekanan kekebalan tubuh akibat tekanan panas terutama bermanifestasi sebagai regresi pada organ-organ kekebalan tubuh seperti limpa, timus, dan jaringan limfatik. Penurunan ini terlihat dari berkurangnya jumlah sel darah putih/white blood cell (WBC) dan tingkat antibodi, serta peningkatan rasio heterofil terhadap limfosit (H/L) pada unggas yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (Bakker & Garza, 2024).

Stres panas memberikan berbagai efek pada hewan dan sumbu neuroendokrin-hipotalamus-hipofisis-adrenal, sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid, hipotalamus-hipofisis-gonad, dan sumsum tulang simpatis-adrenal, memiliki peran regulasi yang penting dalam mediasi efek ini. Penemuan utama mengenai neuroendokrinologi unggas yang mengalami stres panas dalam beberapa tahun terakhir diuraikan dalam gambar (Huang et al., 2024).

• Mikotoksikosis
Mikotoksikosis merupakan faktor penting dalam menyebabkan imunosupresi. Mikotoksikosis terjadi akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025.

Ditulis oleh:
Drh Dzaki Muh. Iffanda & Drh Bayu Sulistya
Technical Support, PT Mensana Aneka Satwa

SUKSES GELAR MUNAS KE-V, HERRY DERMAWAN KEMBALI PIMPIN GOPAN

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, saat mengukuhkan kepengurusan GOPAN periode 2025-2030. (Foto: Dok. Infovet)

Garda Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) resmi menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) ke-V di Bogor pada Rabu (6/8/2025). Kegiatan ini menjadi momen strategis untuk mengevaluasi perjalanan organisasi sekaligus merumuskan arah perjuangan lima tahun ke depan.

Beberapa agenda utama pun dibahas dalam forum tersebut, antara lain Laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat (DPP); pembahasan dan pengesahan AD/ART; penyusunan dan pengesahan program kerja dan rekomendasi nasional, serta pemilihan Ketua Umum GOPAN periode 2025-2030.

Dalam Munas tersebut, Herry Dermawan kembali dipercaya menjabat sebagai Ketua Umum GOPAN untuk masa bakti 2025-2030. Dirinya terpilih secara aklamasi dan dipercaya penuh oleh para anggota untuk meneruskan perjuangan organisasi dalam meningkatkan kesejahteraan peternak.

"Saya sampaikan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya atas kepercayaan yang kembali diberikan kepada saya untuk memimpin GOPAN lima tahun ke depan. Kita harus kembali kepada tujuan awal berdirinya organisasi ini, yaitu meningkatkan kesejahteraan peternak ayam, yang dalam lima tahun terakhir justru mengalami degradasi," ujar Herry dalam sambutannya saat Munas dan Rembuk Peternakan Nasional, Kamis (7/8/2025).

Herry Dermawan. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam keterangannya, Herry juga menegaskan bahwa tim formatur yang telah terbentuk akan segera merumuskan strategi dan rekomendasi konkret guna menghadapi tantangan industri perunggasan ke depan.

Ia juga optimis terhadap masa depan peternak nasional, terlebih dengan adanya program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis yang diprediksi bisa meningkatkan permintaan ayam secara signifikan.

“Indonesia ke depan bukan gelap, justru sangat cerah bagi para peternak ayam. Kami berharap pemerintah bisa menggandeng peternak rakyat dalam program-program tersebut, dan GOPAN siap menjadi jembatannya,” ucapnya.

Terkait program kerja, Herry menyampaikan bahwa prioritas jangka pendek GOPAN adalah memperkuat konsolidasi internal dan sistem administrasi organisasi. Selain itu, pihaknya juga akan memperluas jejaring kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi, untuk memastikan kesejahteraan peternak dapat terwujud secara berkelanjutan.

"GOPAN akan berperan aktif dalam menangkal masuknya ayam impor ke pasar domestik demi melindungi kepentingan peternak lokal," tegasnya.

Dengan terselenggaranya Munas ke-V, GOPAN meneguhkan komitmennya sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan peternak ayam nasional. Kepemimpinan Herry Dermawan diharapkan dapat membawa semangat baru dan memperkuat konsolidasi organisasi dalam menghadapi dinamika industri perunggasan yang semakin kompleks, serta optimistis bahwa melalui kerja sama yang kuat dan berkelanjutan, cita-cita untuk menjadikan peternak sebagai pilar ketahanan pangan nasional dapat terwujud secara nyata.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, yang turut hadir memberikan apresiasinya kepada GOPAN. Ia menanggapi terpilihnya kembali Herry Dermawan menjadi ketua umum adalah hal yang tepat.

"Sudah sangat tepat Pak Herry menjadi Ketua GOPAN. Kami sangat apresiasi kepada GOPAN yang telah menyelenggarakan Munas dan Rembuk Peternakan Nasional. Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk menyatukan visi dan menyusun rencana bersama dalam menghadapi dinamika industri perunggasan saat ini," katanya. (RBS)

FAKTOR PENURUNAN PRODUKSI TELUR

(Foto: Dok. Sanbio)

Produksi telur merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam usaha peternakan ayam petelur. Namun, tidak jarang peternak menghadapi masalah turunnya produksi telur yang dapat berdampak signifikan terhadap keuntungan usaha.

Penurunan produksi ini bisa bersifat sementara atau berkepanjangan, tergantung dari penyebabnya. Penurunan produksi telur terjadi akibat banyak sebab, mulai dari faktor infeksius ataupun non-infeksius.

Penyebab infeksius dapat terjadi karena virus dan bakteri. Penurunan produksi telur yang diakibatkan oleh faktor infeksius mengganggu keberlangsungan usaha bagi peternak ayam petelur. Penyebaran virus yang cepat tidak jarang dapat menyebabkan kematian tinggi, membuat peternak harus berpikir keras dalam melindungi kesehatan ternak unggasnya.

Beberapa faktor infeksius yang dapat menyebabkan penurunan produksi adalah:

Newcastle disease (ND)
Disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 (APMV-1). Jika sudah terinfeksi akan berpengaruh pada produksi telur, terutama penurunan produksi, kualitas telur jelek, warna abnormal, serta bentuk dan permukaan kerabangnya abnormal.

Infectious bronchitis (IB)
Disebabkan oleh Coronavirus. Ayam  petelur dewasa yang terinfeksi akan mengalami penurunan produksi hingga mencapai 60% dalam kurun waktu 6-7 minggu dan selalu disertai dengan penurunan mutu telur berupa bentuk telur tak teratur, kerabang telur lunak, dan albumin (putih telur) cair.

Avian influenza (AI)
Terutama AI subtipe H9N2 dapat menyebabkan penurunan produksi. Virus AI subtipe H9N2 masuk kedalam low pathogenic avian influenza (LPAI) yang menyebabkan rusaknya saluran reproduksi ayam ditandai dengan ovarium dan oviduk kemerahan, kuning telur tampak seperti brokoli, dan yang sangat nampak terlihat adalah penurunan produksi yang sangat tajam (dapat mencapai 5-10% per hari).

Egg drop syndrome (EDS)
EDS disebabkan oleh Adenovirus tipe I. Ayam yang terinfeksi produksi telur akan memiliki kerabang tipis hingga tanpa kerabang. Pada umumnya terjadi pada awal periode bertelur, sehingga puncak produksi tidak tercapai.

Infectious coryza
Disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum. Ayam yang terinfeksi mengalami gangguan pernapasan atas. Terlihat bengkak pada area wajah ayam dengan keluar eksudat dari hidung, anoreksia. Serta dapat terjadi pada semua umur dan dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 40%.

Selain penyakit infeksius di atas, penurunan produksi telur dapat terjadi akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (Muchammad Wildan Firdaus & Aprilia Kusumastuti)

MENCEGAH PENURUNAN PRODUKSI TELUR: STRATEGI CERDAS UNTUK PETERNAK

Ayam petelur modern. (Foto: Istimewa)

Produksi telur yang menurun adalah salah satu tantangan utama dalam peternakan ayam petelur. Penurunan ini dapat berdampak pada keuntungan peternak dan efisiensi produksi. Perlu dipelajari bagaimana profil ayam petelur modern saat ini dengan memahami peforma, berat badan, kebutuhan nutrisi, manajemen, dan standar produksi telur di setiap umurnya.

V. Arantes dari Hy-Line International USA pada Australian Poultry Science Symposium memaparkan tentang “Optimizing Nutrition and Management to Enhance Productivity in Modern Laying Hens: From Rearing to Peak Production” bahwa kemajuan genetika ayam petelur modern telah meningkatkan efisiensi produksi mereka secara signifikan, ditandai dengan peningkatan konversi pakan, produksi telur yang lebih tinggi, dan persistensi bertelur yang lebih lama.

Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, terutama dalam komposisi manajemen dan nutrisi di lima minggu pertama. Hal ini dikarenakan tren penurunan berat badan pada layer modern, yang membutuhkan manajemen tepat untuk menghindari pertambahan berat badan yang berlebihan, terutama selama fase perkembangan utama. Menetapkan profil berat badan yang optimal, terutama pada minggu kelima sangat penting untuk membuka potensi produktivitas ayam petelur.

Faktor Nutrisi: Fondasi Produksi Telur
Nutrisi yang tidak seimbang adalah penyebab utama turunnya produksi telur. Kalsium dan fosfor pada ayam petelur merupakan nutrisi yang penting untuk pembentukan cangkang telur. Jika pasokan kalsium kurang atau rasio Ca : P tidak seimbang, produksi telur akan mengalami penurunan.

Defisiensi atau kelebihan energi, protein, dan asam amino esensial seperti metionin dan lisin sangat penting untuk produksi telur yang optimal. Kekurangan salah satu dari nutrisi ini dapat menurunkan jumlah produksi telur yang dihasilkan.

Selain itu proses pemilihan bahan baku yang baik dan analisis antinutrisi yang presisi akan mempermudah dalam melakukan pemberian aditif, contohnya penggunaan enzim untuk membantu kecernaan substrat pada bahan baku alternatif, toxin binder untuk mengikat mikotoksin (aflatoksin, DON, fumonisin) pada bahan baku yang menyebabkan stres fisiologi, menurunkan daya tahan tubuh, dan berdampak terhadap produksi telur. Manajemen waktu dan metode pemberian pakan yang tidak tepat bisa menyebabkan fluktuasi konsumsi nutrisi.

Kenyamanan Ayam Jadi Kunci
Manajemen kandang yang kurang optimal dapat menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

AGAR PRODUKSI TELUR TAK MENGENDUR

Peternakan ayam petelur modern. (Foto: Istimewa)

Telur ayam merupakan sumber protein hewani termurah yang terjangkau bagi masyarakat. Patut dibanggakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil telur ayam terbanyak, namun hal tersebut jangan sampai membuat peternak lengah.

Mesin Biologis Canggih
Sejak dikembangkan kurang lebih 100 tahun lalu, kini ayam petelur/layer modern menjelma menjadi mesin biologis penghasil telur yang mumpuni. Bisa dibilang ayam petelur modern merupakan hasil seleksi tradisional dan teknologi genomik canggih, sehingga menghasilkan strain dengan produksi tinggi (300-500 telur/tahun), umur bertelur lebih panjang, dan adaptasi iklim yang baik.

Hal tersebut disampaikan oleh Technical Service Specialist, Southeast Asia, Hyline-Internasional, Drh Dewa Made Santana, dalam sebuah webinar. Menurut data yang diperoleh, ada perbedaan cukup menonjol antara ayam layer old fashion (sekitar 1992), dengan layer modern dengan data di 2021.

Berdasarkan data yang ada layer “versi lama” hingga umur 80 minggu menghasilkan sebanyak 321 butir telur, sedangkan layer modern sudah bisa memproduksi sebanyak 374 butir. Ada selisih 53 butir atau peningkatan sebanyak 16%. Jika dihitung dari segi berat, ayam petelur lama hanya mampu memproduksi telur sebesar 20,39 kg, sedangkan untuk ayam petelur modern sudah bisa memproduksi sebanyak 23,06 kg.

“Dari data itu saja terdapat selisih 2,67 kg atau ada peningkatan sebesar 13,09%. Belum lagi untuk FCR, kalau ayam lama rata-rata FCR-nya sebesar 2,37, ayam modern sebesar 2,07 terdapat selisih 0,30 atau ada penurunan 12,66%. Ini artinya konsumsi pakannya semakin irit, namun menampilkan produksi yang cukup tinggi,” kata Santana.

Kendati demikian, keunggulan genetik yang luar biasa itu tidak bisa berdiri sendiri, agar produksinya bisa optimal perlu dukungan menyeluruh dari tiap aspek pemeliharaan, seperti ketersediaan nutrisi yang baik dan cukup, manajemen pemeliharaan mumpuni, adanya pelayanan veteriner, serta penerapan biosekuriti yang baik.

“Kalau saya lihat di negara kita, mungkin tidak semua peternak bisa memaksimalkan potensi ini, mungkin hanya beberapa saja. Oleh karena itu, bila termanfaatkan 100%, produksi telur kita bisa lebih baik lagi pastinya,” ucapnya.

Nutrisi Baik, Performa Apik
Berbagai literatur mengatakan bahwa berhasilnya suatu usaha peternakan ditentukan oleh empat faktor, yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer