Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini asosiasi obat hewan indonesia | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

ASOHI KEMBALI GELAR SEMINAR NASIONAL OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN 2024

Foto bersama dalam Seminar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2024. (Foto-foto: Dok. Infovet)

Sejak 2014, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) konsisten menyelenggarakan Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan. Tahun ini mengangkat tema "Potret Bisnis Peternakan di Tahun Politik" seminar ini diharapkan menjadi referensi penting bagi kalangan pelaku usaha peternakan dalam menyusun rencana dan melakukan evaluasi bisnis.

Tahun politik diperkirakan akan berdampak pada dinamika kebijakan yang turut memengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat termasuk bidang peternakan.

"Tahun depan tantangannya pasti lebih menarik, karena selain situasi global, kita juga menghadapi situasi politik. Akan sangat challenging," kata Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari. "Kita harapkan pemilu bisa berjalan sukses dan perekonomian kita positif. Intinya harapan kita semua tahun depan industri peternakan akan lebih baik."

Harapan senada juga disampaikan oleh Drh Budi Angkasa, yang hadir mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia juga harapkan ekspor dan investasi di bidang peternakan bisa meningkat.

Pembicara pada sesi pertama.

Usai sambutan, seminar sesi pertama langsung diawali pemaparan oleh tiga pembicara pimpinan asosisasi di antaranya Ketua GPPU Achmad Dawami, Ketua GPMT Desianto Budi Utomo, dan Ketua Harian Pinsar Indonesia Edy Wahyudin, yang masing-masing mengulas potret dan prospek bisnis perunggasan dan pakan ternak di tahun depan. Kemudian dilanjutkan dengan penjabaran pembicara tamu pakar ekonomi Dr Aviliani. Hadirnya pembicara tamu yang ahli ekonomi dan berpengalaman diharapkan memberikan informasi penting bagi para peserta.

Pembicara di sesi kedua.

Pada sesi kedua dilanjutkan pemaparan oleh Ketua AMI Sauland Sinaga, Wakil Sekjen DPP HPDKI Nuryanto, Ketua PPSKI Nanang Purus Subendro, dan Ketua ASOHI Irawati Fari, yang masing-masing juga menyampaikan data prospek bisnis tahun depan. (RBS)

PELATIHAN PJTOH KEMBALI DILAKSANAKAN, KINI SUDAH ANGKATAN XXIV

Pelatihan PJTOH angkatan XXIV yang berlangsung pada 29-30 November 2022. (Foto: Dok. Infovet)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali melaksanakan kegiatan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) Angkatan XXIV yang berlangsung mulai 29-30 November 2022, secara online.

“Tugas dan tanggung jawab dokter hewan dan/atau apoteker sebagai penanggung jawab teknis pada perusahaan obat hewan dan pakan telah diatur dalam Keputusan Dirjen Bina Produksi Peternakan No. 01/Kpts/SM.610/F/01/05 tahun 2005,” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam kata sambutannya.

Ia pun mengurai tugas PJTOH antara lain memberikan informasi tentang peraturan perundangan di bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan, memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor, yang berhubungan dengan farmakodinamik, farmakokinetik, farmakoterapi dan toksikologi serta imunologi obat hewan.

“Serta menolak produksi, penyediaan dan peredaran dan repacking obat hewan illegal dan menolak peredaran atau repacking obat hewan yang belum mendapatkan nomor pendaftaran,” jelas Ira.

Sementara khusus penanggung jawab teknis obat hewan di pabrik pakan, lanjut Ira, juga memiliki tugas penting, yakni menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak, kemudian menyetujui penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dicampur dalam pakan ternak yang memenuhi syarat mutu atau menolaknya apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat hewan.

“Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, maka ASOHI hampir setiap tahun mengadakan pelatihan PJTOH. Sejak berlakunya pelarangan AGP sejak 2018 lalu, kesadaran para dokter hewan dan apoteker terhadap pentingnya pelatihan ini semakin meningkat. Semoga dengan kesadaran ini, implementasi peraturan perundang-undangan bidang obat hewan semakin baik,” ungkapnya.

Sementara dijelaskan Ketua Panitia PJTOH, Drh Forlin Tinora, kegiatan selama dua hari tersebut meliputi pemahaman peraturan, bahasan teknis dan juga tentang organisasi. “Kami harapkan dengan pelatihan ini, calon PJTOH atau yang sudah jadi PJTOH memahami betul tugas dan tanggung jawabnya ataupun memperbarui informasi terkini seputar dunia peternakan dan kesehatan hewan,” katanya. (INF)

CEGAH STUNTING, TINGKATKAN AWARNESS ORANG TUA KONSUMSI DAGING DAN TELUR AYAM PADA ANAK

Simbolis makan telur pada seminar stunting kerja sama BKKBN, Kowani dan ASOHI. (Foto: Dok. Infovet)

Stunting merupakan salah satu bagian dari Double Burden Malnutrition (DBM), mempunyai dampak yang sangat merugikan, baik dari sisi kesehatan maupun sisi produktivitas ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Prevalensi kasus stunting yang masih cukup tinggi pada 2022 sekitar 24,4% menjadi concern banyak pihak, mengingat target penurunan prevalensi kasus stunting pada 2024 mendatang adalah sebesar 14%.

Atas perhatian tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), bekerja sama menyelenggarakan Seminar Stunting "Meningkatkan Awarness Orang Tua untuk Mengonsumsi Daging Ayam dan Telur pada Anak", yang dilaksanakan di Hall Auditorium BKKBN, Selasa (8/11/2022).

"Kami sebagai asosiasi di bidang obat hewan ikut berkewajiban dalam memelihara dan menjaga kesehatan hewan, dimana itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hewan ternak agar protein hewani yang dihasilkan berkualitas sampai ke tangan konsumen," ujar Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

Sebab, lanjut Ira, dengan mengonsumsi protein hewani yang berkualitas, khususnya telur dan daging ayam, memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh maupun perkembangan anak.

"ASOHI sebagai mitra pemerintah terus berupaya mengampanyekan manfaat konsumsi ayam dan telur untuk mencegah dan menurunkan prevalensi kasus stunting. Karena kita ingin masyarakat dan anak-anak kita dapat tumbuh dengan sehat, cerdas, pintar, agar bisa menjadi penerus bangsa ini," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala BKKBN yang diwakili oleh Deputi Kepala Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Prof Drh M. Rizal Martua Damanik MRepSc PhD, bahwa konsumsi protein hewani salah satunya telur ayam sangat baik bagi tumbuh kembang pada anak.

Karena dalam satu butir telur terkandung 75 kalori, 7 gram protein kualitas tinggi, 5 gram lemak, kemudian 1,6  gram lemak jenuh, vitamin, mineral, carotenoids dan 30 mg DHA. Telur juga tinggi kolin yang dibutuhkan dalam pembelahan sel dan pertumbuhan.

"Tingginya kasus stunting salah satunya karena asupan gizi yang tidak adekuat. Oleh karena itu, melalui konsumsi telur ayam saja mampu mencegah stunting karena kandungan gizinya sangat baik dan juga penting untuk pertumbuhan sel otak pada anak," kata Prof Damanik.

Ia juga menambahkan, "Dalam literatur dijelaskan, dengan pemberian satu butir telur sehari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah stunting. Konsumsi telur dan daging ayam sangat bermanfaat bagi keluarga sehat, termasuk pada 1.000 hari pertama kehidupan karena itu merupakan masa-masa yang sangat krusial."

Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kolaborasi antar stakeholder ini dapat memberikan dampak besar dan luas bagi masyarakat, khususnya pada percepatan penurunan stunting yang bertujuan menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, hingga meningkatkan akses air minum dan sanitasi.

Pada kesempatan tersebut turut menghadiri pembicara diantaranya Ketua Kowani & Tenaga Ahli Set Wapres Dr Susianah Affandy MSi, Deputi Kepala Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN Prof Damanik, serta Praktisi Kesehatan Anak dr Triza Arif Santosa SpA, yang masing-masing membahas mengenai bagaimana pentingnya memperhatikan pola hidup, konsumsi sumber zat gizi yang baik salah satunya telur dan daging ayam untuk mencegah dan menurunkan kasus stunting. (RBS)

WEBINAR ASOHI: PEMBEBASAN DAN PENGENDALIAN PMK

Webinar ASOHI soal pembebasan dan pengendalian PMK dipenuhi audience. (Foto: Dok. Infovet)

Setelah sekian lama Indonesia diakui Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagai negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), namun kini Indonesia harus berubah status menjadi negara tertular. Celakanya, wabah PMK menyebar menjelang hari raya Idul Adha.

Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian dan bagaimana bisa kembali bebas dari PMK seperti dibahas dalam webinar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Rabu (29/6/2022).

“PMK masih menjadi hot issue di Indonesia. Dalam diskusi ini ASOHI ingin memberikan informasi apa yang seharusnya kita lakukan dalam menghadapi PMK dan diharapkan bisa menjadi referensi bagi kita semua dalam pengedalian PMK,” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (1999-2004), Drh Drh Sofjan Sudardjat MS, yang juga Badan Pengawas ASOHI, menjadi narasumber yang menyampaikan sejarah masuknya PMK, pengendalian hingga pembebasan PMK yang dicapai Indonesia.

“Menurut sejarah masuknya PMK di Indonesia terjadi pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda (1887) dari impor sapi Eropa dulu untuk keperluan susu,” ujar Sofjan.

Pemerintahan saat itu berupaya mengatasi, salah satunya menerbitkan undang-undang campur tangan penerintah dalam pemberantasan penyakit hewan, serta melakukan beragam vaksinasi dalam pengendaliannya hingga akhirnya Indonesia bisa bebas PMK dan mendapat pengakuan oleh dunia (1990).

PMK menjadi penyakit yang sangat ditakuti yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi dan beberapa hewan liar seperti rusa. Bahanyanya pada sapi yang terinfeksi dan sembuh masih bisa menularkan penyakit hingga waktu 2-2,5 tahun. Selain itu kerugian yang diderita akibat mewabahnya PMK juga tidak sedikit.

Dijelaskan Sofjan, ternak sapi perah bisa terinfeksi 30% dari populasi, sementara ternak sapi potong 10% dari populasi. Untuk waktu sekarang kerugian yang diderita bisa mencapai triliunan rupiah. “Oleh karena itu jangan menganggap enteng kejadian PMK ini,” ucapnya.

Sementara GM of Prolab and GM of Animal Health Control PT Sreeyasewu Indonesia, Drh Hasbullah MSc PhD, yang juga menjadi narasumber turut mengemukakan, PMK memiliki tingkat penyebaran dan morbiditas yang tinggi. Dikatakan 95% pada populasi hewan rentan bisa terinfeksi.

Oleh karenanya diperlukan tindakan biosekuriti untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit, serta melakukan treatment dengan pemberian disinfektan, obat-obatan, maupun pemberian vaksinasi bisa dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan. (RBS)

SAH! ASOHI RESMI MILIKI GEDUNG BARU

Foto bersama pada acara peresmian dan syukuran gedung baru ASOHI. (Foto-foto: Infovet/Ridwan)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) resmi memiliki gedung baru yang beralamat di Golden Office Durian, Jl. Durian No. 44 C, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Dalam acara peresmian dan syukuran, Kamis (16/6/2022), Ketua Umum ASOHI, Irawati Fari, menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya gedung baru ini dapat terealisasi berkat dukungan semua pihak.

Foto bersama ucapan terima kasih sponsor.

“Terima kasih kepada semua yang telah memberikan kontribusinya sehingga ASOHI bisa mewujudkan gedung baru ini. Antusiasnya sangat tinggi sekali, khususnya untuk anggota dan pengurus inti ASOHI yang sudah bekerja keras,” kata Irawati dalam sambutannya.

Prosesi pemotongan tumpeng.

Ia menambahkan, “Ini adalah rumah ASOHI, milik semua anggota. Jadi siapapun anggota ASOHI yang ingin memanfaatkan fasilitas di gedung baru ini, kami sangat terbuka. Semoga ke depan pelayanan terhadap pengurus akan lebih maksimal dan prima lagi, serta memberikan manfaat dan berkah bagi semua.”

Simbolis pengguntingan pita.

Apresiasi juga turut disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas ASOHI, Gani Harijanto. “Saya ucapkan selamat kepada Ketua Umum ASOHI beserta jajaran pengurus yang telah sukses merealisasikan programnya untuk membeli kantor baru ini,” ujar Gani.

Perkembangan ini, lanjut dia, menunjukan ASOHI semakin produktif dan profesional khususnya dalam berkontribusi memajukan peternakan, perikanan dan kesehatan hewan. “ASOHI harus beperan aktif dalam kesehatan hewan. Saya apresiasi sekali kepada anggota yang saat ini fokus membantu pemerintah dalam penanganan PMK. Dan semoga dengan hadirnya kantor baru ini, ASOHI lebih fokus melayani anggota serta semua pengurus bisa meningkatkan kredibilitasnya. Jadikanlah kantor ASOHI ini rumah bagi anggota,” pungkasnya.

Penandatanganan prasasti kantor ASOHI.

Pada kesempatan tersebut juga turut disampaikan ucapan terima kasih kepada para sponsor diantaranya ASOHI Jawa Barat, ASOHI Jawa Tengah, PT Romindo Primavetcom, PT Mensana Aneka Satwa, PT Medion Farma Jaya, PT Behn Meyer Chemicals, PT Novindo Agritech Hutama, PT Pimaimas Citra, PT Ceva Animal Health Indonesia, PT Hipra Indonesia, PT Intervet Indonesia, Phibro Corporation Limited, PT Tekad Mandiri Citra, PT Zoetis Animal Health Indonesia, PT SHS Internasional, PT Pyridam Veteriner, PT Indovetraco Makmur Abadi, PT Trouw Nutrition Indonesia, PT Anitox Internasional Indonesia, PT Wonderindo Pharmatama dan PT Amlan Perdagangan Internasional.

Peninjauan gedung baru ASOHI.

Acara kemudian dilanjutkan dengan doa dan tausiah, yang disambung dengan prosesi pemotongan tumpeng dan simbolis pengguntingan pita, serta penandatanganan prasasti kantor yang diakhiri dengan peninjauan bersama gedung baru ASOHI. (RBS)

RUPS PT GALLUS BERJALAN LANCAR, DAPAT APRESIASI HADAPI PANDEMI

RUPS PT Gallus, Selasa (14/6). (Foto: Dok. Infovet)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Gallus Indonesia Utama (GITA) tahun buku 2021, berlangsung lancar dan mendapat apresiasi dari Komisaris PT Gallus, Gani Harijanto dan Ketua Umum ASOHI, Irawati Fari, atas inovasi perusahaan di masa pandemi COVID-19, yakni berupa GITA Studio dan inovasi lainnya dalam memberikan layanan kepada industri.

RUPS dilaksanakan pada Selasa (14/6), pukul 10:00-12:00 WIB, secara virtual menggunakan fasilitas GITA Studio yang berada di lantai 3 kantor PT Gallus di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Acara dipimpin oleh Direktur Utama PT Gallus, Bambang Suharno, didampingi Direktur Keuangan dan HRD PT Gallus, Rakhmat Nuriyanto, serta dihadiri sejumlah pemegang saham.

Seluruh agenda RUPS berjalan lancar meliputi laporan keuangan hasil audit tahun buku 2021, laporan kegiatan 2021 dan rencana kegiatan 2022, pandangan komisaris dan pandangan dari Ketua Umum ASOHI, serta pandangan dan usulan peserta.

Tahun ini PT Gallus berusia 20 tahun, dengan terus memantapkan kinerja dalam menghadapi perubahan seperti yang disampaikan dalam Annual Meeting tahun ini.

PT Gallus sendiri adalah badan usaha milik ASOHI yang memiliki unit usaha Majalah Infovet, Info Akuakultur, Cat & Dog, GITA Pustaka, GITA EO dan GITA Cosultant. (INF)

PELATIHAN PJTOH ANGKATAN XXIII SUKSES DIGELAR VIRTUAL

Pelatihan PJTOH angkatan XXIII dibuka oleh Dirkeswan Dr Drh Nuryani Zainudin MSi, Rabu (23/3). (Foto: Dok. ASOHI)


JAKARTA, 23-24 Maret 2022. Melalui fasilitas zoom meeting, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali melaksanakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) angkatan XXIII mengingat situasi pandemi COVID-19 yang belum usai.

Drh Forlin Tinora selaku Ketua Panitia dalam laporannya menyampaikan, dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan bagi Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan, ASOHI bekerja sama dengan Direktorat Kesehatan Hewan secara berkesinambungan melaksanakan Pelatihan PJTOH Bersertifikat dimana saat ini sudah mencapai angkatan XXIII.

Adapun materi pelatihan PJTOH secara garis besar tidak berubah, meliputi tiga bagian yaitu materi tentang perundang-undangan, materi kajian teknis (biologik, farmasetik feed additive, feed supplement, obat alami) dan materi tentang pemahaman organisasi dan etika profesi.

“Untuk ini kami menghadirkan pihak-pihak yang kompeten untuk menjadi narasumber yaitu Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Pakan, BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan), Komisi Obat Hewan (KOH), Tim CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik), PB PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), Pusat Karantina Hewan, PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), Ketua Umum ASOHI, beserta Ketua Bidang Peredaran Obat Hewan-ASOHI,” jelas Forlin.

Ia menambahkan, hingga tahun ini minat dokter hewan dan apoteker untuk mengikuti acara pelatihan PJTOH masih cukup tinggi. Peserta angkatan XXIII mencapai 100 orang dari perusahaan obat hewan dan pakan dari berbagai daerah. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran perusahaan dan para penanggungjawab teknis obat hewan/calon penanggungjawab teknis obat hewan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai tugas dan tanggung jawabnya.

Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya menjelaskan tugas dari PJTOH. “Yakni memberikan informasi peraturan perundangan bidang obat hewan; memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis obat hewan yang akan diproduksi/diimpor; menolak produksi, penyediaan, peredaran dan repacking obat hewan ilegal; serta menolak peredaran dan repacking obat hewan yang belum mendapat nomor pendaftaran.”

Sementara PJTOH di pabrik pakan, ia menambahkan, memiliki tugas penting menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak dan menyetujui penggunaan bahan baku obat hewan jadi yang dicampur dalam pakan yang memenuhi syarat mutu atau menolak apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang obat hewan.

“Selain pelatihan PJTOH tingkat dasar ini, ASOHI merencanakan akan menyelenggarakan Pelatihan PJTOH Tingkat Lanjutan (advance). Pelatihan PJTOH tingkat lanjutan akan membahas topik-topik yang lebih mendalam, sehingga ilmu yang diperoleh dari pelatihan tingkat dasar ini akan terus berkembang dan bermanfaat sesuai perkembangan zaman,” tukasnya.

Pada hari pertama pelatihan, pembicara pertama diisi oleh Direktur Kesehatan Hewan, Dr Drh Nuryani Zainuddin MSi, yang menyampaikan paparan berjudul Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Kemudian dilanjutkan paparan dari Koordinator Substansi Pengawasan Obat Hewan, Drh Ni Made Ria Isriyanthi PhD, yang menyampaikan update seputar peraturan terbaru terkait obat hewan.

Pelatihan PJTOH Angkatan XXIII sangat dirasakan manfaatnya oleh peserta untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan, khususnya dalam menjalankan tugas sebagai penanggung jawab teknis obat hewan. (WK)

OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN ASOHI: HADAPI DINAMIKA DAN PERCEPATAN PEMULIHAN

Webinar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2021. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Bersama Menghadapi Dinamika dan Percepatan Pemulihan” menjadi tema Webinar Nasional Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Outlook Bisnis Peternakan 2021, Kamis (16/12), yang dihadiri sekitar 170 orang peserta. Acara tahunan ini kembali menghadirkan para ketua asosiasi bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam membahas potret dan peluang bisnis di masa mendatang.

Terkait tema webinar, Ketua Panitia, Drh Harris Priyadi, mengatakan pihaknya bermaksud mengembalikan esensi kebersamaan para stakeholder peternakan, mengingat disrupsi dan tantangan yang sedang terjadi.

“Kita semua ingin dan harus  mengusahakan lalu mendapati situasi lebih baik di depan kita semua. Ada quotes yang mengatakan ‘Our better future is not something we just to wait, but it is something for us together to create’, artinya kita tidak bisa berdiam diri saja untuk melakukan perubahan, tapi kita harus menciptakannya secara bersama-sama,” ucapnya.

Sementara Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari, menambahkan bahwa di 2022 mendatang terdapat titik cerah untuk bisa melakukan pemulihan dalam bisnis peternakan dan kesehatan hewan.

“Dengan melihat situasi saat ini yang semakin membaik, mudah-mudahan memasuki tahun 2022 kita masuk dalam masa pemulihan. Untuk itu tema webinar yang dipilih tahun ini sangat bagus dan memotivasi kita, serta ini mengandung makna bahwa semua stakeholder peternakan harus bersama-sama dalam menghadapi berbagai dinamika dan berupaya melakukan percepatan pemulihan,” ujar Irawati.

Ia juga menambahkan, “Melalui webinar ini kita dapat merekam opini masyarakat yang diwakili asosiasi untuk menjadi masukan kepada pemerintah dan diharapkan ada tindak lanjutnya.”

(Dari atas kiri): Ketua Panitia Harris Priyadi, Ketua Umum ASOHI Irawati Fari, Kasatgas Pangan Polri Irjen Pol. Helmy Santika dan Dirkeswan Nuryani Zainuddin. (Foto: Infovet/Ridwan)

Hal senada juga disampaikan Kasatgas Pangan Polri, Irjen Pol. Helmy Santika dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili Direktur Kesehatan Hewan, Drh Nuryani Zainuddin, yang berharap webinar ini menjadi bekal dalam menghadapi dinamika sektor peternakan di masa sekarang dan yang akan datang, serta memberikan manfaat dalam membangun sektor peternakan dan kesehatan hewan.

(Dari atas kiri): Narasumber Ketua GPPU Achmad Dawami, Wakil Ketua Pinsar Eddy Wahyudin, Ketua HPDKI Yudi Guntara, Ketua GPMT Desianto B. Utomo, Ketua PPSKI Nanang P. Subendro dan Ketua AMI Sauland Sinaga.

Webinar yang dimulai sejak pukul 08:00 WIB menghadirkan pembicara tamu Equity Research Analyst BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano, serta pembicara dari Ketua GPPU Achmad Dawami, Ketua GPMT Desianto B. Utomo, Wakil Ketua Pinsar Eddy Wahyudin, Ketua PPSKI Nanang Purus Subendro, Ketua HPDKI Yudi Guntara Noor, Ketua AMI Sauland Sinaga dan Ketua ASOHI Irawati Fari. (RBS)

PELATIHAN PJTOH ANGKATAN XXII DIGELAR ONLINE

Pelatihan PJTOH angkatan XXII 2021. (Foto: Dok. Infovet)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali melaksanakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) angkatan XXII pada 22-23 September 2021, melalui daring mengingat situasi pandemi COVID-19 yang belum usai.

Disampaikan Ketua Panitia, Drh Forlin Tinora, adapun materi yang disampaikan diantaranya mengenai perundang-undangan, kajian teknis (biologik, farmasetik, feed additive, feed suplement dan obat alami), serta materi pemahaman organisasi dan etika profesi.

“Hingga saat ini minat dokter hewan dan apoteker mengikuti pelatihan ini masih tinggi. Hal ini menunjukan kesadaran perusahaan dan para penanggung jawab teknis obat hewan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai tugas dan tanggung jawabnya,” kata Forlin dihadapan 102 orang peserta.

Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, ASOHI setiap tahun pun mengadakan pelatihan ini. “Diharapkan bagi yang belum sempat ikut, bisa berpartisipasi di angkatan berikutnya,” ucapnya.

Adapun tugas PJTOH yakni memberikan informasi peraturan perundangan bidang obat hewan; memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis obat hewan yang akan diproduksi/diimpor; menolak produksi, penyediaan, peredaran dan repacking obat hewan ilegal; serta menolak peredaran dan repacking obat hewan yang belum mendapat nomor pendaftaran.

Sementara PJTOH di pabrik pakan memiliki tugas penting menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak dan menyetujui penggunaan bahan baku obat hewan jadi yang dicampur dalam pakan yang memenuhi syarat mutu atau menolak apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang obat hewan.

Pelatihan selama dua hari ini turut mengundang pihak-pihak berkompeten, diantaranya Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Pakan, BBPMSOH, Komisi Obat Hewan, tim CPOHB, Pusat Karantina Hewan, PPNS dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.

Selain pelatihan PJTOH tingkat dasar, ASOHI juga berencana meningkatkan pelatihan ke tingkat lanjutan. Hal itu disampaikan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari. “Pelatihan tingkat lanjutan (advance) ini akan membahas topik yang lebih mendalam, sehingga ilmu dari pelatihan dasar ini terus meningkat sesuai perkembangan zaman,” kata Irawati. (INF)

ASOHI KEMBALI LAKSANAKAN PPJTOH, PELATIHAN WAJIB BAGI DOKTER HEWAN

Pelatihan PJTOH angkatan XXI diikuti sekitar 120 orang peserta. (Foto: Dok. ASOHI)

Melalui daring Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) angkatan XXI, pada 17-18 Maret 2021. Pelatihan ini merupakan sesuatu yang wajib diikuti bagi para dokter hewan, terutama yang bekerja di perusahaan obat hewan, pabrik pakan, pet shop, poultry shop, maupun medis veteriner di peternakan. 

Dihadapan sekitar 120 orang peserta, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan bagaimana tugas PJTOH pada perusahaan obat hewan dan pakan telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 01/kpts/SM.610/F/01/05 tahun 2005.

Adapun tugas dari PJTOH, lanjut Ira, diantaranya memberikan informasi tentang peraturan perundangan bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan, memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor.

“Kemudian juga menolak produksi, penyediaan, peredaran dan repacking obat hewan ilegal, serta menolak peredaran obat hewan yang belum mendapatkan nomor pendaftaran,” kata Ira dalam sambutannya. Sebab, dokter hewan merupakan garda terdepan terkait obat hewan dan penggunaannya di lapangan.

Sedangkan untuk di pabrik pakan, PJTOH juga memiliki tugas menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak dan menyetujui penggunan bahan baku atau obat hewan jadi dalam pakan yang memenuhi syarat mutu.

“Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, maka ASOHI hampir setiap tahun mengadakan pelatihan ini. Kali ini kita laksanakan secara online mengingat masih suasana pandemi COVID-19,” ungkapnya. 

Nantinya ke depan selain pelatihan PJTOH tingkat dasar yang dilakukan sekarang ini, kata Ira, pihaknya berencana mengadakan pelatihan PJTOH tingkat lanjutan (advance). 

“Pelatihan PJTOH lanjutan ini akan membahas topik-topik yang lebih mendalam, sehingga ilmu yang diperoleh dari pelatihan tingkat dasar akan terus berkembang dan bermanfaat sesuai perkembangan zaman. Mudah-mudahan bisa dilaksanakan tahun ini,” pungkas Ira.

Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini turut mengundang banyak pihak yang terkait di dalamnya, diantaranya Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), Drh Ni Made Ria Isriyanthi (Kasubdit Pengawasan Obat Hewan), Prof Budi Tangendjaja (peneliti Balitnak), Drh Widarto (Koordinator PPNS Ditjen PKH), Rizqi Nur Ramadhon (Biro Hukum Kementan), Drh M. Munawaroh (Ketua Umum PB PDHI), Prof Widya Asmara (Ketua Komisi Obat Hewan), kemudian perwakilan Direktorat Pakan Ternak, Karantina, tim CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) dan BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan). (RBS)

WEBINAR NASIONAL ASOHI, DAMPAK PANDEMI PADA BISNIS PETERNAKAN

Webinar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2020 “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”. (Foto: Dok. Infovet)

Selasa, 24 November 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali mengadakan agenda rutin tahunannya yakni Webinar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2020 bertemakan “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”.

Kegiatan kali ini diadakan secara virtual mengingat kondisi pandemi yang urung usai. “Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang terjadi di luar prediksi. Usaha peternakan menghadapi tantangan penurunan daya beli, namun di sisi lain terjadi perubahan pola belanja masyarakat dimana transaksi online mengalami peningkatan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan tatap muka yang kini bergeser pada kegiatan online/daring,” ujar Ketua Panitia, Drh Yana Ariana.

Namun begitu diharapkan webinar kali ini tetap bisa memberikan referensi bagi para pelaku industri peternakan dalam menyusun rencana dan melakukan evaluasi bisnis. Hal itu ditambahkan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

“Kegiatan ini selalu mengikuti perkembangan situasi aktual. Pada 2020 diprediksi terjadi pelemahan ekonomi global, sehingga dunia usaha harus berhati-hati. Kini dengan adanya pandemi COVID-19, semua hal terjadi di luar prediksi. Sehingga diharapkan melalui webinar ini peserta mendapat informasi yang bermanfaat mengenai situasi peternakan saat ini dan prediksinya 2021 mendatang,” ungkap Irawati.

Khusus membahas penanganan COVID-19 dan dampak COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia, ASOHI menghadirkan pembicara tamu Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, dan ekonom Dr Faisal Basri.

Menurut paparan Faisal, kondisi ekonomi Indonesia saat ini shock akibat pandemi yang merajalela. “Saat ini situsinya masih memburuk, perekonomian kita menurun. Ini juga pengaruh dari perekonomian dan perdagangan dunia yang berantakan,” ujar Faisal.

Lebih lanjut, kondisi tersebut juga mempengaruhi pendapatan masyarakat yang semakin melemah, yang turut berdampak pada berkurangnya konsumsi protein hewani (daging) Indonesia.

“Pemerintah juga enggak serius menangani COVID-19 ini, karena bukannya membuat aturan darurat memerangi pandemi, malah membuat aturan antisipasi dampak pandemi. Sehingga efeknya Indonesia banyak mengalami penurunan ekonomi,” ucap dia. Dari prediksinya, tahun depan penurunan ekonomi juga masih terjadi.

Untuk keluar dari kemerosotan, Faisal mengimbau pemerintah fokus pada peningkatan konsumsi rumah tangga.

Sementara menurut Prof Wiku, untuk meminimalisir gelombang pandemi, pengontrolan penyakit melalui masyarakat menjadi kunci, selain menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.

“Ekosistem dan keanekaragaman hayati adalah penopang dan penentu keberlangsungan hidup manusia. Bersikap eksploitatif terhadap alam adalah investasi untuk bencana di masa mendatang,” kata Prof Wiku.

Hal itu juga yang menjadi perhatian untuk meminimalisir adanya ancaman penyakit baru di Indonesia. “Kita harus waspada terhadap ancaman penyakit baru. Dalam 16 tahun terakhir ada empat penyakit baru muncul, diantaranya H1N1, H7N9, Mers-Cov dan COVID-19. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan alam menjadi hal yang harus dilakukan,” tukasnya.

Selain mereka berdua, turut pula dihadirkan narasumber dari para ketua asosiasi bidang peternakan, diantaranya Achmad Dawami (Ketua GPPU), Desianto B. Utomo (Ketua GPMT), Eddy Wahyudin dan Samhadi (Pinsar Indonesia), Yudi Guntara Noor (Ketua HPDKI), Teguh Boediyana (Ketua PPSKI), Sauland Sinaga (Ketua AMI) dan Irawati Fari (Ketua ASOHI), yang masing-masing memberikan pemaparan mengenai situasi bisnis di 2020 dan proyeksinya pada 2021 mendatang. (RBS)

MILAD KE-41: ASOHI SERENTAK BAGIKAN 5.000 MAKANAN BAGI WARGA TERDAMPAK COVID-19

Pengurus ASOHI Nasional membagikan paket makanan berupa daging ayam dan telur bagi warga terdampak COVID-19. (Foto: Dok. Infovet)

Pengurus Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Nasional maupun Daerah pada Minggu (25/10), serentak menggelar kegiatan bagi-bagi makanan dengan menu daging ayam dan telur sebanyak 5.000 paket kepada warga terdampak COVID-19 di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan ASOHI Peduli bertajuk “Ayo Makan Daging Ayam dan Telur” di 17 daerah diselenggarakan dalam rangka memperingati Milad ke-41 tahun ASOHI yang menghimpun pelaku industri obat hewan di Indonesia.

Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh anggota yang telah ikut melaksanakan kegiatan ASOHI Peduli bagi warga terdampak COVID-19.

“Terima kasih kepada seluruh jajaran pengurus ASOHI Nasional dan Daerah yang telah meluangkan waktu, tenaga, sumber daya lainnya untuk menyukseskan acara ulang tahun ASOHI ke-41 dalam bentuk kegiatan CSR/ASOHI Peduli. Alhamdulillah acara berjalan lancar, sukses dan aman,” ujar Irawati dalam keterangannya.

Menurutnya, kegiatan ini menjadi bagian kontribusi ASOHI dalam mengedukasi masyarakat dan meningkatkan konsumsi protein hewani.

“Sebab mengonsumsi daging ayam dan telur itu menyehatkan dan mencerdaskan masyarakat, sekaligus kita membantu meningkatkan industri peternakan,” ucapnya.

Ia pun berharap kegiatan yang baik ini mendapat berkah dari Sang Pencipta “Semoga amalan yang dilakukan dengan mulia ini dibalas oleh Allah SWT dengan berkah dan rahmat yang berlipat ganda. Semoga ASOHI makin jaya, salam sehat,” pungkas Ira.

Kegiatan di Daerah
ASOHI Cabang Jawa Tengah ikut membagikan ratusan menu makanan daging ayam dan telur yang langsung dimasak besama warga di dapur darurat di Nayu Timur, RT 01 RW 08, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari.

Ketua ASOHI Jawa Tengah, Agus Eko Sulistiyo, menyatakan total sebanyak 409 paket makanan dibagikan kepada warga yang membutuhkan. “Serentak ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia dengan total keseluruhan 5.000 paket. Kebetulan Solo menjadi kota penyelenggara khusus wilayah Jawa Tengah,” kata Agus dikutip dari Radar Solo.

Dengan dibantu warga sekitar, kegiatan amal tersebut pun berjalan lancar. “Kami libatkan masyarakat untuk meningkatkan semangat gotong royong di tengah pandemi COVID-19. Tentu selama kegiatan kami menerapkan protokol kesehatan ketat,” ucapnya.

Sementara kegiatan yang sama di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dilakukan secara maraton mulai 23-25 Oktober 2020, yang difokuskan disejumlah panti asuhan di Kota Makassar dan Maros.

Kegiatan ASOHI Peduli di daerah. (Foto: Istimewa)

Dilansir dari Otomakassar.com, Ketua ASOHI Sulsel, Drh Djatmiko, mengungkapkan bahwa pemberian asupan gizi protein hewani penting untuk menjaga kesehatan tubuh dari serangan COVID-19.

“Kita pilih panti asuhan karena komunitas masyarakatnya terbilang daya belinya cukup rendah, sekaligus ASOHI memberi perhatian untuk kelangsungan generasi muda,” kata Djatmiko.

ASOHI Sulsel sendiri menyediakan 400 boks makanan dengan menu daging ayam dan telur. Pada hari pertama diberikan ke panti Yakartuni di Kota Makassar dan sekolah Tahfidz Qur’an Rabbani di Kabupaten Maros. Hari kedua dilaksanakan di panti asuhan Al Ma’arifah dan panti asuhan Al Abrar, serta kelompok ojek online di Kota Makassar. Pada hari terakhir dipusatkan kampanye makan daging ayam dan telur di pantai Losari dan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Kota Makassar. (RBS)

ASOHI BERI MOTIVASI PELAKU USAHA OBAT HEWAN UNTUK EKSPOR

Sharing Bisnis ASOHI bertajuk “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya?”. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis, 1 Oktober 2020, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menggelar Webinar Sharing Bisnis ASOHI bertajuk “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya?”, yang diharapkan mampu memotivasi para pelaku bisnis di bidang obat hewan.

“Saya harapkan acara ini dapat memotivasi kita semua para pelaku bisnis obat hewan untuk memulai meningkatkan ekspor yang sejalan dengan program pemerintah yakni Gratieks (Gerakan Tiga Kali Ekspor),” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya.

Hal itupun langsung disambut baik oleh Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, yang hadir mewakili Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, dengan menjabarkan gambaran usaha obat hewan yang tiap tahun meningkat.

Dari data BPS yang diolah Pusdatin Kementan (2019), ditampilkan Ria bahwa ekspor obat hewan pada 2018 mencapai 739.208 kg dengan nilai sekitar Rp 195 miliar, meningkat pada 2019 menjadi 832.896 kg dengan angka Rp 204 miliar.

“Sedangkan pada 2020 (Januari-Agustus) ekspor obat hewan kuantitinya baru mencapai 661.627 kg dengan nilai Rp 149 miliar,” ujar Ria. Adapun negara tujuan ekspor disampaikan Ria, mencapai 95 negara. Diantaranya Asia (35 negara), Eropa (32 negara), Afrika (15 negara), Amerika (11 negara) dan Australia (2 negara).

“Produk kita mampu bersaing di kancah internasional. Rencana ke depan kita akan memperluas peluang pasar di wilayah Asia Tengah dan Afrika. Untuk itu kami pemerintah selalu memutakhirkan aturan-aturan terkait ekspor,” kata Ria.

Webinar yang dihadiri sebanyak 115 orang peserta ini turut menghadirkan narasumber Ketua Sub Bidang Eksportir ASOHI, Peter Yan, yang membahas seluk-beluk ekspor obat hewan ke berbagai negara.

 “Pentingnya ekspor obat hewan ini mendukung peningkatan devisa dan ekonomi negara, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Bagi perusahaan, pentingnya ekspor ini bisa meningkatkan branding product and company, pengembangan perusahaan dan pasar, hingga pemanfaatan kapasitas produksi,” ujar Peter.

Lebih lanjut dijelaskan, ekspor obat hewan ini menjadi sangat penting karena kondisi pasar dalam negeri yang cenderung sudah jenuh. “Kita coba keluar dari zona nyaman agar potensi perusahaan obat hewan kita semakin berkembang dan semakin tumbuh, salah satunya melalui ekspor ini,” tukasnya. (RBS)

BAGAIMANA TREN BISNIS OBAT HEWAN SAAT INI?

Bisnis obat hewan di Indonesia masih didominasi hewan ternak


Dalam industri peternakan aspek kesehatan hewan tidak akan pernah luput di dalamnya. Oleh karenanya perkembangan industri obat hewan juga menjadi salah satu pendukung dalam sektor kesehatan hewan. Layaknya industri lain, dengan mewabahnya Covid-19 di Indonesia, tentunya akan berdampak pula kepada industri obat hewan. 

Dalam rangka mengetahui tren perkembangan industri obat hewan utamanya dikala pandemi Covid-19, majalah TROBOS LIVESTOCK menggelar webinar yang bertajuk "Mimbar Trobos : Tren Industri Obat Hewan". Webinar tersebut dilaksanakan pada Kamis (24/9) melalui daring Zoom yang diikuti kurang lebih 250-an peserta.

Pemateri pertama yakni Drh Ni Made Ria Isriyanthi yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa. Dalam presentasinya dirinya menuturkan beberapa kebijakan - kebijakan pemerintah terkait obat hewan terkini. Utamanya mengenai upaya pemerintah mengurangi dan mengendalikan dampak dari Anti Microbial Ressitance (AMR).

"Kebijakan ini memang dinilai tidak populer, terutama bagi pelaku usaha obat hewan, karena ini bisa dibilang membatasi omzet mereka, tetapi kita perlu berlakukan ini karena negara - negara lain sudah mengaplikasikannya dan mau tidak mau kita pun harus melakukannya," kata Ria.

Ia juga memaparkan beberapa data terutama neraca ekspor - impor obat hewan. Dimana obat hewan merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia dari sektor peternakan. Meskipun memang hingga saat ini ekspor obat hewan Indonesia turun ketimbang tahun lalu.

"Sampai Juli 2020 nilai ekspor obat hewan kita masih 9,36 Juta USD sedangkan nilai impor obat hewan kita mencapai 34,6 juta USD. Memang dampak pandemi juga mempengaruhi, dan terlebih lagi sediaan substituen AGP memang masih banyak yang berasal dari luar," tukas Ria.

Oleh karenanya pemerintah menurut Ria, kemungkinan akan memberi insentif bagi produsen obat hewan yang mampu membuat sediaan pengganti AGP terutama yang berbasis herbal, sehingga Indonesia tidak banyak mengimpor.

Pemateri kedua yakni Drh Ahmad Harris Priyadi, Sekretaris Jenderal ASOHI. Menurutnya ada beberapa hal yang mempengaruhi tren bisnis obat hewan yakni tuntunan pasar, kebijakan pemerintah, situasi ekonomi, kondisi ternak dan sumber daya alam.

Lebih jauh ia menjelaskan mengenai kondisi sektor peternakan di Indonesia kala pandemi Covid-19. Berdasarkan data yang ia dapatkan sebagai negara yang peternakannya didominasi dengan unggas, kini kondisi permintaan untuk broiler menyusut karena daya beli menurun, namun permintaan akan telur stabil.

"Masyarakat kini mengalihkan protein hewani mereka ke telur, yang paling murah kan ya telur. Jadi di sektor petelur produksinya lebih stabil dan obat hewan yang digunakan pun permintaannya stabil ketimbang di broiler yang kondisinya mangkrak," tukasnya.

Ia juga menuturkan bahwa sejatinya bisnis obat hewan masih tetap eksis, wabah Covid-19 sejatinya hanya disrupsi sesaat yang menurunkan permintaan.

"Ketika nanti sudah bisa dikendalikan, bisnis ini akan tetap berjalan normal dan bahkan bisa terus berkembang. Toh kita hanya jenuh, permintaan turun, dan belum menemukan pasar yang baru. Padahal ada satu sektor yang sejatinya bisa digarap untuk mengakali kejenuhan ini," tuturnya.

Sektor yang dimaksud oleh Haris yakni pet animal dimana rerata para dokter hewan di Indonesia masih banyak menggunakan obat - obatan manusia untuk mengobati pet animal. Menurutnya jika produsen dan distributor obat hewan di Indonesia bisa menggarap segmen ini, niscaya bisnis akan tetap lancar meskipun pandemi belum berakhir.

Senada dengan Harris, Country Manager Ceva Animal Health Indonesia Drh Eddy Purwoko juga mengatakan hal yang sama. Berdasarkan data yang ia jabarkan, sejatinya pasar terbesar di dunia obat hewan ada di pet animal. Secara global pet animal berpotensi menghasilkan cuan hingga 12,5 milyar USD dengan market share tertinggi diangka 37,3%.

"Ini yang sebenarnya harus didalami, Indonesia sendiri memang masih banyak kolega dokter hewan yang menggunakan obat manusia, jadi ya, saya rasa produsen lokal bisa mulai melakukan improvisasinya, karena segmen ini sangat menjanjikan sebenarnya," tutur Eddy.

Selain itu Eddy juga memaparkan teknologi terkini di bidang perunggasan, khususnya vaksinasi. Dimana kini teknologi vaksinasi in ovo marak digunakan dan efisien sehingga menekan cost produksi yang memang menjadi suatu keniscayaan.

Terkait efisiensi di sektor obat hewan, juga disampaikan oleh Peter Yan, Corporate Communication & Marketing Distribution Director PT Medion. Dirinya setuju bahwa efisiensi harus diutamakan dan merupakan kunci keberhasilan agar bisa bertahan dan tetap eksis.

Selain itu juga yang harus diterapkan adalah inovasi dan pembukaan pasar baru. Oleh karenanya Medion selalu berusaha untuk membuka pasar di luar negeri agar memiliki kesempatan yang lebih banyak. 

"Kami sangat getol mengeksplor pasar di luar Indonesia, selain faktor keuntungan, setidaknya ada kebanggan bagi kami dan kami juga ikut membantu pemerintah mengharumkan nama bangsa di luar negeri sebagai pemain di bisnis ini," tutur Peter.

Dirinya pun mengatakan bahwa pasar obat hewan di Indonesia masih akan terus meingkat seiring dengan banyaknya inovasi dan teknologi baru di bidang ini. Namun begitu ia juga tidak menampik bahwa pemerintah juga sedianya harus mengambil kebijakan yang juga mendukung kehidupan industri ini, tutup Peter. (CR)


ASOHI ADAKAN WEBINAR NASIONAL KESEHATAN UNGGAS DI MASA PANDEMI COVID-19

Webinar Nasional Kesehatan Unggas yang dilaksanakan ASOHI. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 9 September 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) sukses menyelenggarakan Webinar Nasional Kesehatan Unggas dengan tema “Perkembangan Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19” yang dihadiri sekitar 160 orang peserta.

“Ini menjadi seminar luar biasa yang membahas mengenai penyakit unggas. Sebab informasi mengenai perkembangan penyakit unggas di lapangan terkendala pandemi COVID-19 yang tentunya menyulitkan banyak pihak,” ujar Drh Andi Wijanarko, selaku moderator webinar.

Hal itu juga seperti yang disampaikan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya. 

“Pandemi COVID-19 ini banyak mengubah pola kerja kita. Walau di industri obat hewan masih memberikan kontribusi dan pelayanan kepada peternak maupun pabrik pakan, namun tenaga technical kita agak terbatas di lapangan,” kata Ira.

Oleh karena itu, melalui webinar kali ini Ira berharap ada update informasi terbaru seputar penyakit unggas di lapangan.

“Informasi penyakit tepat sekali kita bahas, kami harapkan ada update informasi penyakit di industri unggas di tengah pandemi kali ini. Agar kita dapat menentukan langkah-langkah dan memberikan layanan terbaik kepada masyarakat peternakan dengan kondisi yang serba keterbatasan ini,” ucapnya.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, yang turut hadir mengimbau kepada masyarakat peternakan untuk tetap waspada terhadap kehadiran penyakit khususnya di sektor perunggasan.

“Kemarin kita baru terima informasi mengenai outbreak Avian influenza (AI) yang terjadi di Australia dan Taiwan, kita harus tetap waspada. Sebab di era pandemi ini informasi mengenai penyakit kurang terekspos. Padahal teknologi salah satunya di industri obat hewan sudah semakin maju guna mendukung keamanan pangan, seperti berkembangnya pengganti antibiotic growth promoter (AGP),” kata Fadjar.

Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti dan Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo saat mempersentasikan materinya. (Foto: Dok. Infovet)

Webinar yang dimulai pada pukul 13:00 WIB turut menghadirkan narasumber yang andal di bidangnya, yakni Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet), Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti MSi, yang membahas materi “Perkembangan Penyakit Viral pada Unggas di Masa Pandemi COVID-19” dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo MP, yang menyajikan materi mengenai “Pengendalian Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19”. (RBS)

SEMNAS ASOHI: PETERNAKAN PASCA DUA TAHUN PELARANGAN AGP

Foto bersama seminar nasional ASOHI pasca dua tahun pelarangan AGP di Jakarta. (Foto: Dok. Infovet)

Sejak 2018, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), resmi melarang penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP). Hal ini menjadi tantangan bagi para pelaku usaha budidaya ternak, khususnya unggas, dan perusahaan obat hewan di Indonesia.

Pelarangan tersebut dilakukan untuk menghindari residu antibiotik pada produk asal hewan untuk konsumsi dan menekan kejadian antimicrobial resistance (AMR) pada manusia, seperti yang dilakukan beberapa negara lain. Kendati demikian, pelarangan AGP kerap dijadikan kambing hitam terhadap melorotnya produksi pada ternak, terutama unggas.

Setelah dua tahun aturan tersebut berjalan, masih banyak pro-kontra yang terjadi, terutama dari segi kesehatan ternak dan bisnis obat hewan. Hal tersebut melatarbelakangi Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menyelenggarakan Seminar Nasional (semnas) bertajuk "Peternakan Indonesia Pasca Dua Tahun Pelarangan AGP" di Menara 165, Jakarta, Kamis (27/2/2020).

"Tak terasa sudah dua tahun pelarangan AGP berjalan, namun apakah sudah berjalan efektif? Apakah terjadi peningkatan atau penurunan terhadap pemakaian antibiotik pada ternak unggas? Itu yg menjadi alasan kami menggelar seminar ini," ujar Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga ASOHI, Drh Andi Wijanarko, mewakili ketua panitia dalam sambutannya.

Pemakaian antibiotik dalam pakan memang sudah dilakukan lama di Indonesia dan bisa dibilang menjadi kebiasaan. Sejak aturan mulai diberlakukan, ASOHI tak tinggal diam dengan terus berkoordinasi bersama pemerintah karena menyangkut banyak hal yang harus dibenahi.

"Ini terkait banyak hal, utamanya pada aturan dimana antibiotik dilarang. ASOHI juga banyak mendapat tekanan dari para anggota yang memiliki sediaan AGP, karena itu dampaknya sangat besar pada penggunannya, digunakan berton-ton. Pengaruhnya tidak hanya dari segi bisnis saja, banyak pertimbangan, namun harus kita taati," tambah Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

ASOHI, lanjut Ira, pun banyak mengadakan pertemuan bersama pemerintah. "Kita juga banyak pertemuan dengan pemerintah, sehingga banyak lahir aturan, salah satunya Juknis Medicated Feed, pemerintah juga mengakomodir itu. Kita harap ke depan ada program secara nasional untuk lebih menindaklanjuti dan memperjelas aturan yang ada," jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan, "Melalui seminar ini setelah dua tahun AGP dilarang, kita lakukan evaluasi terkait penelitian di lapangan dan mengupdatenya, kami harapkan ada national action program yang bisa menjadi salah satu referensi penindaklanjutan program tersebut. Peran semua sangat penting, sehingga ke depannya aturan bisa lebih tepat sasaran dan akurat."

Sementara, Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengemukakan bahwa pemerintah terus melakukan pembinaan terhadap para pelaku usaha, khususnya obat hewan.

"Kita terus lakukan pembinaan, lagipula alternatif AGP juga sudah banyak, ada lebih dari 300 produk (enzim, asam organik, probiotik, prebiotik dan obat alami). Kami juga terus mengupayakan peternak memiliki sertifikat NKV agar produknya aman dan menerapkan good farming practice, dimana di dalamnya ada kompartemen bebas AI, penerapan biosekuriti 3 zona sebagai solusi penekanan penggunaan antibiotik agar tercipta ternak yang sehat," tukas Fadjar.

Dalam kegiatan tersebut dihadiri para pakar terpercaya yang menjadi narasumber untuk memberikan evaluasi mendalam pasca dua tahun AGP dilarang, diantaranya Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Diskeswan), Drh Agustin Indrawati (FKH IPB), Ika Puspitasari (UGM), Prof Budi Tangendjaja dan Sri Widayati (Direktur Pakan Kementan). (CR/RBS)

SEMNAS ASOHI: KEBIJAKAN PEMERINTAH DIHARAP MAKIN KONDUSIF BAGI SEKTOR PETERNAKAN

Simbolis pemukulan gong oleh Kasubdit POH, Ni Made Ria Isriyanthi sebagai pembuka Semnas Bisnis Peternakan yang digelar ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

Bertempat di Menara 165 Jakarta, Rabu (20/11/2019), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), kembali menggelar acara rutin tahunannya yakni Seminar Nasional Bisnis Peternakan bertajuk “Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi Periode Kedua”.

Menurut Ketua Panitia, Drh Andi Wijanarko, sesuai tema mengingat tahun ini yang merupakan tahun politik, diperkirakan akan berdampak pada dinamika kebijakan yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi termasuk bidang peternakan.

"Memasuki Pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua ini, masyarakat peternakan berharap kebijakan pemerintah makin kondusif untuk pelaku peternakan," kata Andi.

Sebab lanjut dia, diperkirakan pada 2020 mendatang situasi ekonomi global akan mengalami penurunan.

"Hal itu telah dilaporkan oleh United Nations Conference On Trade and Development (UNCTAD) yang memberi peringatan bahwa resesi global bisa terjadi di tahun 2020," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari. Menurutnya, dengan pemerintahan yang baru ini tentunya banyak harapan yang disampaikan pelaku bisnis peternakan.

"Namun sebagai pelaku usaha kita juga harus siap dengan berbagai kebijakan baru. Kita juga perlu melihat bagaimana kondisi ekonomi global dan nasional agar kita lebih siap dalam menghadapi tahun-tahun yang akan datang," ujar Ira.

Karena ke depannya, kata Ira, akan muncul banyak pertanyaan terkait kebijakan pemerintah, misalnya tentang impor daging kerbau, program swasembada daging sapi, swasembada jagung, program alih teknologi dan sebagainya.

"Kami harap lewat seminar ini kita dapat merekam opini dari masyarakat yang diwakili asosiasi yang nantinya akan kita sampaikan kepada pemerintah. Kami juga usulkan para pimpinan asosiasi nantinya dapat bersama-sama bertemu dengan Menteri Pertanian untuk menyampaikan hasil seminar ini dan mendiskusikan hal terkait lainnya," tandasnya.


Simbolis konsumsi daging dan telur ayam sebagai kampanye protein hewani. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam kegiatan tersebut, ASOHI turut mengundang Kepala UPT Pusat Pelayanan Hewan dan Peternakan Dinas KPKP DKI Jakarta, Drh Renova Ida Siahaan, mewakili Gubernur DKI Jakarta, kemudian Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi mewakili Dirjen PKH, dan secara khusus mengundang pakar ekonomi Prof Dr Didiek J. Rachbini, serta sederet pimpinan asosiasi sebagai narasumber seminar, diantaranya ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Pinsar Indonesia, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) dan ASOHI, serta tahun ini juga khusus mengundang ketua Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI), yang masing-masing membahas prospek dan tantangan industri peternakan. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer