-->

PEMERINTAH BATASI IMPOR BUNGKIL KEDELAI, KENDALI DIALIHKAN KE BUMN

Soybean meal. (Foto: Istimewa)

Selasa (23/12/2025). Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan kebijakan strategis baru terkait tata niaga bahan baku pakan ternak. Mulai awal 2026, pemerintah melakukan intervensi penuh terhadap impor bungkil kedelai (soybean meal/SBM) dengan membatasi izin impor langsung oleh pelaku usaha swasta dan mengalihkan mandat impor kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Langkah ini diambil sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dan menciptakan stabilitas harga pakan di tingkat peternak yang selama ini rentan terhadap fluktuasi pasar global.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menyatakan bahwa ketergantungan industri pakan dalam negeri terhadap SBM impor telah mencapai titik yang memerlukan pengawasan ketat.

“Selama ini, fluktuasi harga bungkil kedelai di pasar internasional langsung memukul peternak kecil kita. Dengan menyerahkan mandat impor kepada BUMN, pemerintah memiliki instrumen untuk melakukan penyangga stok (buffer stock) dan intervensi harga saat terjadi lonjakan,” ujarnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu di Jakarta.

Adapun beberapa poin utama dari rencana kebijakan baru ini adalah sebagai sentralisasi impor. Perusahaan swasta tidak lagi diperkenankan melakukan impor langsung secara bebas. Seluruh kuota impor akan dikelola melalui penugasan kepada BUMN sektor pangan (seperti ID FOOD atau Bulog).

Kemudian supaya sistem distribusi terpusat. BUMN akan mendistribusikan SBM kepada pabrik pakan (feedmill) berdasarkan kontrak yang diawasi pemerintah untuk memastikan transparansi harga.

Serta penguatan cadangan nasional. Pemerintah menargetkan ketersediaan cadangan SBM nasional untuk durasi minimal tiga bulan guna mengantisipasi gangguan rantai pasok global.
Kendati demikian, kebijakan ini menuai reaksi beragam. Dari sisi peternak rakyat, kebijakan ini disambut baik karena menjanjikan harga pakan yang lebih stabil. Namun, asosiasi pengusaha pakan ternak meminta pemerintah menjamin bahwa birokrasi di tangan BUMN tidak akan menghambat kecepatan distribusi.

“Kami berharap BUMN yang ditunjuk memiliki infrastruktur logistik yang mumpuni agar tidak terjadi kekosongan stok di gudang-gudang daerah,” ungkap salah seorang perwakilan asosiasi pengusaha.

Selain stabilitas harga, kebijakan ini juga bertujuan mendorong hilirisasi industri kedelai dalam negeri dan mencari alternatif bahan baku pakan lokal agar ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi secara bertahap hingga 2030.

Pemerintah menegaskan bahwa masa transisi akan diberlakukan selama enam bulan pertama di 2026 agar pelaku usaha dapat menyesuaikan kontrak pengadaan mereka yang sedang berjalan.

Dampak Terhadap Harga
Bungkil kedelai menyumbang sekitar 20-25% dari total biaya produksi pakan, sedangkan pakan sendiri mencakup 70% dari total biaya pemeliharaan ayam. Adanya rencana kebijakan baru tersebut memang dinilai berdampak positif bagi stabilitas harga di tingkat konsumen.

Jika BUMN berhasil menjalankan fungsinya sebagai buffer stock, harga daging ayam dan telur tidak akan lagi mengalami lonjakan ekstrem saat harga komoditas global naik. Ini akan menjaga daya beli masyarakat terhadap sumber protein.

Namun begitu, beberapa sumber menyebut risiko juga bisa terjadi apabila proses pengadaan BUMN lebih lambat atau lebih mahal karena beban administrasi, biaya tambahan tersebut bisa dibebankan kepada peternak, yang ujungnya malah menaikkan harga eceran di pasar.

Tanggapan Pelaku Usaha
Menanggapi kebijakan baru tersebut, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) turut menyurati Menteri Perdagangan maupun Menteri Pertanian terkait tanggapan dan masukan kebijakan sentralisasi impor SBM 2026.

Dalam suratnya, GPMT menyatakan sikap turut mendukung upaya stabilitas tersebut demi melindungi peternak rakyat dan konsumen nasional.

Namun ada kekhawatiran dari sisi efisiensi logistik. GPMT memohon jaminan bahwa BUMN yang ditunjuk memiliki kemampuan logistik dan pendanaan yang setara atau lebih baik dari sektor swasta untuk menjamin just-in-time delivery. Karena keterlambatan distribusi SBM dalam hitungan hari dapat mengancam keberlangsungan hidup jutaan ternak.

Kemudian terkait transparansi Harga. GPMT juga mengusulkan adanya mekanisme penetapan harga yang transparan dan melibatkan asosiasi dalam pengawasan, guna memastikan biaya layanan (service fee) BUMN tidak membebani harga akhir pakan.

Selain itu, GPMT juga meminta perpanjangan masa transisi bagi kontrak-kontrak impor yang sudah ditandatangani sebelum kebijakan ini berlaku, guna menghindari sengketa hukum internasional dengan pemasok global. (INF)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer