-->

ASOHI DAN DIRKESWAN KEMBALI SOSIALISASIKAN PERMENTAN NO. 40/2019

Foto bareng pada kegiatan sosialisasi Permentan No. 40/2019 yang diselenggarakan oleh ASOHI di Serpong. (Foto: Infovet/CR)

Setelah sosialisasi perdana di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 19 Agustus 2019, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bersama Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, kembali mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 40/2019 tentang Tatacara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian di Swiss-bell hotel Serpong, Selasa (10/9/2019).


Sekitar 150 orang peserta dari beberapa perusahaan importir dan produsen obat hewan hadir dalam acara tersebut. Ketua Panitia, Drh Forlin Tinora, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini seperti halnya pendalaman mengenai Permentan baru tersebut, utamanya di bidang perizinan usaha obat hewan.

“Mudah-mudahan dengan diadakannya acara ini peserta jadi lebih mendalami aturan baru ini dan dapat memberi masukkan kepada pemerintah apabila kiranya ada hal yang mungkin kurang berkenan,” kata Forlin yang juga menjabat Sekretaris Jenderal ASOHI.

Sementara, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, turut menyampaikan apresiasinya. “Pemerintah dan ASOHI sangat peduli akan hal ini, kalau dilihat dari antusiasme peserta saya yakin semua anggota ASOHI pastinya akan mematuhi aturan main yang berlaku di Indonesia, semoga ini menjadi kabar baik bagi dunia obat hewan kita,” tutur Ira.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, mewakili Dirkeswan mengatakan, bahwasanya Permentan ini intinya adalah mempercepat perizinan di bidang pertanian. “Obat hewan ini kan komoditas unggulan ekspor, dengan adanya Permentan baru ini diharapkan proses registrasi obat hewan dapat dilakukan lebih cepat dari yang sebelumnya. Perizinan usaha juga akan dibuat sesederhana mungkin untuk meningkatkan gairah investasi,” ujar Ria.

Sebagai pemateri utama dalam kesempatan tersebut, Ria kembali menjabarkan beberapa poin penting dalam Permentan No. 40/2019. Ia juga menyinggung bahwa sektor obat hewan merupakan yang pertama kali mengadakan kegiatan sosialisasi Permentan ini dibanding sektor lainnya. “Ini bukti bahwa kami serius dan peduli dengan industri ini. Oleh karenanya mari kita bersama-sama menjaga komitmen ini,” ungkap dia.

Pada saat sesi tanya-jawab, suasana diskusi sedikit tegang karena terjadi perdebatan sengit antara pihak pemerintah dan pelaku usaha. Namun begitu, ketegangan mampu direda dan win-win solution dapat dicapai.

Pada sesi kedua, peserta yang rata-rata berasal dari kalangan registration officer (RO) diajak berpetualang di dunia digital mengenai tatacara aplikasi pendaftaran obat hewan melalui sistem daring. Sistem ini merupakan inovasi baru yang dinilai dapat memudahkan dan mempercepat pelaku usaha obat hewan dalam melakukan registrasi produknya. (CR)

KONSUMSI PROTEIN KUNCI SUKSES TUMBUH KEMBANG ANAK

Para pembicara seminar (Foto: Dok. UGM)


Menyemarakkan Lustrum X Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada, digelar Seminar Promosi Konsumsi Protein Hewani dan Nabati Demi Anak Sehat, Tumbuh, dan Cerdas, Sabtu (7/9/2019). Acara yang digelar di di Auditorium Fakultas Peternakan UGM menggandeng Indonesian Children Care Community (IC3).

Direktur IC3 Prof. Dr Ir. Ali Agus, DAA, DEA, IPU menjelaskan, tantangan pertama pasca kelahiran anak adalah kesehatan dan tumbuh kembang. “Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial serta ditopang oleh protein hewani maupun nabati yang cukup, berkualitas dan berimbang dengan nutrisi lainnya,” ungkap Ali yang juga Dekan Fakultas Peternakan UGM. 

Tantangan kedua, lanjut dia, adalah pengetahuan dan preferensi orangtua dalam menyediakan pangan yang sehat, bergizi dan berimbang. Sebab penyediaan pangan dan gizi sumber protein perlu kesadaran, kemauan dan kesungguhan, karena bisa tergoda oleh kebutuhan lainnya yang sebenarnya bisa ditangguhkan. Selanjutnya tantangan ketiga adalah kesibukan orangtua dalam bekerja sehingga tidak lagi sempat memperhatikan pola konsumsi anak-anaknya, bahkan urusan makanan di rumah sepenuhnya diserahkan kepada pengasuh dan atau semata-mata mengikuti kesukaan anak.

Senada dengan Ali Agus, Kepala Seksi Inspeksi Peredaran Pangan Teknologi Baru, Bioterorisme, dan Pertahanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Fitrianna Cahyaningrum, SP., M.Gz menyatakan 46% penduduk Indonesia termasuk kategori cukup protein. “Ada 17% kurang protein dan 36% sangat kurang asupan protein. Kalau status ini terdapat pada anak usia 13 sampai 18 tahun, harus segera ditangani karena  merupakan fase awal produktif untuk pria dan fase awal kesuburan untuk wanita,” jelasnya.

Fitrianna mengimbau agar dilakukan upaya mengubah preferensi pembelanjaan uang jajan. “Uang Rp 1.500 – Rp 2.000 yang biasa digunakan untuk jajan makanan kecil yang kurang bergizi, diupayakan untuk membeli telur ayam saja, yang lebih bergizi bagi anak dan remaja,” tandas dia. Hal itu, dia menambahkan, harus terus didorong meskipun perubahan pola konsumsi pangan sudah terjadi, menurut WHO konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang pada 2011 hanya 17%, tahun lalu sudah meningkat menjadi 34% dari total konsumsi protein.

“Konsumsi protein hewani ini penting, karena mengandung asam-asam amino esensial yang tidak tergantikan dan tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Asam amino dipergunakan untuk pertumbuhan organ dan untuk membentuk hormon-hormon pertumbuhan,” tegasnya. Namun demikian, untuk menyeimbangkan pola makan, protein nabati tetap penting dikonsumsi karena ada nutrisi lain yang terdapat pada bahan pangan sumber protein nabati, namun tidak terdapat pada bahan pangan hewani. (Rilis/INF)


FORUM MEDIA PETERNAKAN SIAP GELAR SEMINAR KEHUMASAN PETERNAKAN


LANGKAH DAN IMBAUAN DITJEN PKH TERKAIT SITUASI PERUNGGASAN TERKINI

Pemerintah mengambil langkah terkait situasi perunggasan saat ini, khususnya menyangkut harga livebird (Foto: Istimewa) 


Menyusul aksi demo ratusan peternak di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian Jakarta Pusat kemarin, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengambil sikap.

Terkait harga livebird di tingkat peternak (farm gate), langkah-langkah yang dilakukan Ditjen PKH diantaranya memastikan data yang terekam dan mensosialisasikan sampai bulan ini, potensi kebutuhan daging ayam ras tahun 2019 (Januari-Desember) sebesar 3.251.745 ton atau rata-rata 270.979 ton/bulan. Potensi produksi daging ayam ras tahun 2019 (Januari - Desember) sebesar 3.829.663 ton atau rata-rata 319.139 ton/bulan.

Dari data tersebut terdapat potensi surplus sebanyak 577.918 ton atau 17.77% selama periode 2019. Namun demikian, dari data potensi di atas realisasi sesungguhnya sampai saat ini (Agustus 2019) sebesar 2.334.042 ton atau per bulan 291.755 ton, artinya terdapat surplus sampai saat ini sebesar 7.29% dari kebutuhan nasional. Dari surplus sebanyak 7.29%, sebenarnya sangat ideal untuk cadangan pangan khususnya daging unggas secara nasional.

Langkah Cutting HE Umur 19 hari dan tunda setting berdasarkan Surat Edaran Ditjen PKH Nomor: 095009/SE/PK.010/F/09/2019 tanggal 2 September 2019 tentang Pengurangan Day Old Chick (DOC) Final Stock (FS) tahun 2019 dilakukan untuk mempercepat berkurangnya produksi DOC FS dengan harapan peternak mandiri menikmati harga HPP yang stabil sesuai Permendag No 96 tahun 2018.

Terjadinya anomali harga livebird di tingkat farm gate (peternak) dengan harga Rp. 11.000-17.000, dibandingkan dengan harga di pasar yang masih stabil tinggi sebesar Rp. 30.0000-35.000 sangat jelas menunjukan adanya disparitas harga yang sangat tinggi. Hal ini hendaknya menjadi perhatian seluruh stakeholder untuk menyikapi disparitas harga tersebut.

I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal (Dirjen) PKH mengimbau kepada seluruh pelaku usaha peternakan baik integrator maupun peternak mandiri untuk tenang dalam rangka percepatan kembali normalnya harga livebird di tingkat farm gate ke HPP. Berikut imbauan Dirjen PKH secara lengkap seperti dalam siaran pers yang diterima Infovet, Jumat (6/9) :

 Agar pelaku usaha atau integrator memaksimalkan kapasitas pemotongan ayam di RPHU dan selanjutnya disimpan di cold storage minimal 30% dari produksi.

• Agar pelaku usaha/integrator membuat perencanaan produksi DOC FS secara baik dan benar dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar (keseimbangan supply demand).

• Agar Surat Edaran Ditjen PKH Nomor: 095009/SE/PK.010/F/09/2019 tanggal 2 September 2019 tentang Pengurangan Day Old Chick (DOC) Final Stock (FS) tahun 2019 dilaksanakan dengan tertib dan penuh tanggungjawab.

• Agar seluruh Integrator berempati kepada peternak mandiri untuk mendorong stabiltas harga Permendag No. 96 tahun 2018.

• Agar seluruh pelaku usaha dan integrator dapat mengirimkan data yang benar dan transparan ke sistem pelaporan online pada tautan http://bitpro.ditjenpkh.pertanian.go.id/unggas, karena Ditjen PKH hanya menggunakan data yg dilaporkan via online dalam menganalisis produksi dan supply demand yang dilakukan oleh tim analisa penyediaan dan kebutuhan ayam ras dan telur konsumsi.

• Sebagai bentuk transparansi, hasil pelaporan populasi, produksi dan distribusi GPS, PS, dan FS per provinsi per bulan dapat dilihat oleh masyarakat pada tautan http://bitpro.ditjenpkh.pertanian.go.id/unggas/Publik.html.

 (Rilis/INF)

FAPET UNPAD-HIPPAPI GELAR KONTES AYAM PELUNG 2019

Kontes Ayam Pelung Nasional ke-17 yang dilaksanakan di Plaza Fapet Unpad. (Foto: Sjamsirul)

Minggu, 1 September 2019, Unit Kegiatan Mahasiswa-Kelompok Profesi Ternak Unggas (UKM-KPTU) Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Padjadjaran (Unpad), bekerjasama dengan HIPPAPI (Himpunan Peternak Penggemar Ayam Pelung Indonesia) menggelar Kontes Ayam Pelung Nasional ke-17 yang bertempat di Plaza Fapet Unpad.

Dari pantauan tim Infovet, kontes bertajuk “Pesona Pelung Ciri Khas Nusantara” diikuti sebanyak 172 peserta dari lima Provinsi, diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta dan Sumatera Selatan. Acara kontes dibuka dengan sambutan Pembina UKM-KPTU, DR Ir Wiwin Tanwiria, mewakili Dekan Fapet Unpad.

“Kontes ini diselenggarakan tiap tahun dengan tujuan sebagai ajang silaturahmi antara peternak, penggemar, civitas akademika dan penentu kebijakan, disamping untuk pelestarian plasma nutfah ayam Pelung,” tutur Wiwin. 

Sementara Ketua DPW HIPPAPI Jawa Barat yang juga Wakil Ketua DPP HIPPAPI Biro Organisasi, Agus Abdurahman, menuturkan pihaknya baru mampu menyelenggarakan sekedar kontes saja, belum meningkat menjadi kegiatan festival, baik secara lokal atau nasional untuk lebih secara luas memamerkan dan mempromosikan ayam Pelung.

“Untuk itu perlu ada kalaborisasi antara pemerintah daerah dengan DPP/DPW HIPPAPI, perguruan tinggi setempat, organisasi perunggasan dan peternak, agar bisa memamerkan produk-produk ayam lokal dan ayam ras setempat, sehingga masyarakat dapat menikmatinya,” kata Agus yang juga pemilik pembibitan ayam Pelung di daerah Cianjur ini.

Pada kegiatan kontes ayam pelung kali ini, dihadirkan empat juri bersertifikat. Dari hasil penjurian diperoleh juara umum ayam Pelung milik Iwan Pale (Renggo Team Farm Cianjur/Sukabumi/Cililin). Kemudian kategori Penampilan Suara dan Fisik diraih oleh Farid peserta asal Cianjur (Juara I), Iwan Pale (Juara II) dan H. Engran peserta asal Garut (Juara III). Untuk kategori Bobot Badan diserahkan kepada Armofai peserta asal Karawang (Juara I-bobot 5,45 kg), Deni Opik asal Bandung Timur (Juara II-bobot 5,41 kg) dan H. Dawan asal Bandung Selatan (Juara III-bobot 5,35 kg).

Agus Abdurahman menyatakan, bahwa ayam Pelung yang telah beberapa kali meraih kejuaraan harganya akan terus meningkat bisa mencapai Rp 15-20 juta per ekor bahkan lebih.

Selain menggelar kontes, kegiatan ini juga dimeriahkan dengan pagelaran Seni Pencak Silat Remaja Khas Pasundan, pagelaran musik, serta berbagai stand kuliner berbahan produk peternakan. Selain itu, juga diadakan pengundian door price berupa enam boks berisi DOC Ayam Sentul dengan masing-masing boks berisi 25 ekor DOC dan penyerahan sebanyak 21 piala kepada peserta yang menjadi juara. (SA)

KEMBALI GELAR AKSI, RATUSAN PETERNAK SERBU KANTOR KEMENKO PEREKONOMIAN

Aksi damai yang dilakukan ratusan peternak broiler saat menyambangi kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat. (Dok. PPRN)

Harga jual live bird (LB) yang kembali anjlok menjadi pemicu peternak broiler yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) kembali menggelar aksi damai. Kali ini demo dilakukan di depan kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).

Ratusan peternak rakyat yang sudah berkumpul sejak pagi membawa spanduk berisikan tuntutan meminta perbaikan harga untuk  keberlanjutan usaha mereka. Dalam keterangannya, Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi menyebut, anjloknya harga sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, harga LB broiler terendah terjadi pada Agustus 2019 yang mencapai Rp 8.000 per kg di tingkat peternak. 

“Pada tahun ini selama kurun waktu sembilan bulan, usaha perunggasan mengalami dua kali ‘gelombang tsunami’ anjloknya harga LB di tingkat peternak. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh oversupply produksi LB,” kata Sugeng.

Ia mengemukakan, sejak Juni 2019 gejolak harga LB sudah mulai terjadi. Puncaknya pada Agustus kemarin harga LB benar-benar terjun bebas dari harga yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 19.000 per kg.

“Berbagai upaya dilakukan dan disuarakan peternak kepada pemerintah, termasuk upaya antisipasi untuk menjaga kestabilan harga. Namun tak pernah ada solusi jitu dan berkepanjangan,” ungkapnya.

Ia pun sangat menyayangkan upaya-upaya yang telah dilakukan tak berdampak signifikan pada keberlanjutan usaha peternakan rakyat.  “Tercatat sudah puluhan kali rapat koordinasi dan evaluasi melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian bahkan Bareskrim Polri. Tapi semua upaya mentok, peternak kembali menelan pil pahit merasakan buruknya penataan industri perunggasan nasional,” ucap dia.

Selain harga LB di tingkat peternak yang kembali merosot tajam, keluhan lain yang dirasakan peternak yakni mahalnya harga sapronak (sarana produksi ternak). Tercatat sejak 2019 harga pakan terus bertahan di level Rp 6.800-7.400 per kg. Kemudian harga DOC juga mengalami kejadian serupa. Dari catatan PPRN, harga DOC sejak Agustus 2018 mencapai Rp 6.600-6.100, perlahan turun pada Juni-Agustus 2019 menyentuh angka Rp 4.000.

“Namun itupun belum membantu karena harga LB anjlok ke titik terendah. Sementara di sisi lain, upaya penyeimbangan supply-demand melalui pengurangan produksi DOC selalu berdampak lebih dulu terhadap kenaikan dan ketersediaan DOC bagi peternak,” pungkasnya.

Adapun beberapa tuntuan peternak rakyat yang disampaikan PPRN diantaranya, tuntutan jangka pendek menaikkan harga LB minimal di HPP (Harga Pokok Produksi) peternak, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) untuk penataan iklim usaha perunggasan nasional yang adil agar peternak rakyat terlindungi, meminta perlindungan segmentasi pasar ayam segar untuk peternak rakyat mandiri, penataan hilirisasi usaha perunggasan melalui upaya kewajiban memiliki RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) bagi perusahaan unggas intergrasi seperti diatur dalam Permentan No. 32/2017 dan meminta pembubaran tim komisi ahli perunggasan. (RBS)

PELATIHAN PEMBIAKAN SAPI KERJASAMA UGM - PARTNERSHIP AUSTRALIA

Peserta pelatihan pembiakan sapi potong (Foto: Dok. UGM)



Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menjadi penyelenggara pelatihan pembiakan sapi potong bertajuk Commercial Cattle Breeding and Management Training Program Batch IV, yang merupakan kerja sama dengan Indonesia-Australia Red Meat and Cattle Partnership pada 2-25 September 2019.

Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU pada pembukaan pelatihan ini di Grand Aston Hotel, Yogyakarta pada Senin (2/9) menyatakan Fapet UGM dipercaya menjadi penyelenggara pelatihan pembiakan untuk keduakalinya. “Kami tidak akan mengajari peserta, yang telah menjalankan bisnis peternakan sapi dengan segudang pengalaman. Namun kami akan menyegarkan kembali teori, sharing hasil penelitian, pengalaman termasuk pengalaman orang lain yang kami tampung. Kami hanya menjadi fasilitator saja,” ungkapnya.

Dijelaskannya, pelatihan ini berguna untuk memantik semangat untuk menyusun upaya pencapaian efisiensi peternakan sapi potong, terutama pada segmen pembiakan, melalui berbagai pendekatan. Diantaranya adalah manajemen reproduksi, nutrisi, dan kesehatan ternak dengan memanfaatkan sumberdaya setempat untuk menjawab persoalan aktual pada usaha pembiakan yang dijalankan.

Muhamad Isradi Alireja, Team Leader Advisory and Support Group, Indonesia-Australia Red Meat and Cattle Partnership menyatakan bahwa pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta dari perwakilan perusahaan peternakan sapi potong dan kelompok peternak sapi. Mereka akan mengikuti sesi pelatihan dalam ruangan, kunjungan lapangan ke kampus dan peternakan sapi (pembiakan dan rearing) di Indonesia (2-15 September) dan di Australia (16-25 September).

Dikatakannya, setiap lokasi peternakan sapi potong yang dikunjungi memiliki keunikan, dengan potensi dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, dan tentu saja memiliki masalah yang berbeda. “Kita di sini berbagi pengalaman, juga menangkap, mengumpulkan dan mengidentifikasi masalah.  Setelah pelatihan ini nanti, peserta akan diberikan kesempatan untuk mengikuti serangkaian uji kompetensi sebagai Cattle Breeding Manager,” dia menerangkan.

Course leader, Ir Panjono SPt MP PhD IPM mengatakan, pada akhir pelatihan ini peserta pelatihan mendapatkan tugas berupa individual project  dengan jangka waktu pelaksanaan antara 3-6 bulan, untuk mengaplikasikan langsung pengetahuan yang diperoleh di tempatnya bekerja. “Project tidak harus berbiaya besar, bisa hal-hal yang sederhana, misalnya membuat mineral blok yang diformulasi untuk induk. Kemudian peserta dari training batch III dan batch IV akan dikumpulkan, untuk mempresentasikan project mereka. Pelaporan tidak usah menggunakan format jurnal, cukup dengan format file presentasi power point,” urainya.

Urgensi Pembiakan Sapi Potong

Menurut Ali Agus, pembiakan sapi merupakan produksi pedet sebagai calon bakalan sapi yang akan digemukkan melalui proses fattening, yang pada akhirnya dipotong untuk memproduksi daging. “Permintaan daging akan terus meningkat, sehingga perlu upaya yang semakin keras dan cerdas dari para pelaku usaha sapi potong untuk mengisi gap antara supply - demand sapi potong. Untuk itu semua resources harus dimanfaatkan, termasuk training dan networking,” jelas dia.

Ali Agus berpesan, antar sesama perusahaan peternakan sapi, tidak selalu harus saling berkompetisi, namun justru harus dibangun kerja sama. Diberikannya contoh, peternakan sapi pada hari-hari ini kekurangan suplai onggok (ampas dari produksi pati ketela) sebaggai bahan baku utama pakan. “Maka bisa dijalin networking, impor secara bersama-sama misalnya dari Thailand dan Vietnam,” katanya. Ditambahkannya, kelangkaan onggok terjadi karena turunnya produksi ketela pohon akibat program pemerintah untuk produksi jagung secara besar-besaran. Peralihan lahan dari lahan singkong menjadi lahan jagung, berimbas pada kelangkaan onggok untuk bahan pakan peternak sapi.

Panjono menuturkan, berkaca dari kegagalan program pembiakan sapi pemerintah melalui impor induk bunting pada masa lalu, kegagalan terjadi karena terjadi ketidaktepatan jenis induk yang dipakai dengan manajemen perkandangan/pemeliharaan dan manajemen pakan yang diberikan. “Ketika kelompok peternak didrop induk bunting, berhasil lahir pedet. Namun peternak tidak berhasil untuk membuntingkan lagi,” kata dia.

Kasus itu terjadi, lanjut dia, karena induk sapi yang dipergunakan adalah jenis Brahman Cross (Bx) yang dikenal memiliki sifat silent heat atau birahi tanpa menunjukkan gejala, sehingga perkawinan dengan inseminasi buatan (IB) sulit dilaksanakan. Selain itu, di peternakan asalnya (Australia), sapi Bx dipelihara dengan dilepaskan di padang rumput, mereka makan dan kawin secara alami di dalamnya. Sehingga ketika di Indonesia dipelihara di kandang, sapi-sapi itu mengalami stress.

Sebagai pemateri ketiga pada hari pertama pelatihan, Prof Ir I Gede Suparta Budisatria MSc PhD IPU menjelaskan, pembiakan sapi di Indonesia selama ini masih dibebankan kepada peternak subsistem yang membiakkan dan memelihara sapi sebagai tabungan. “Sapi kita jumlahnya 17 juta ekor, tetapi saat pengusaha penggemukan sapi mencari sapi bakalan 6.000 ekor saja kesulitan. Apalagi kalau mencari yang bobot dan umur seragam,” ungkapnya.

Kendala utama dari pembiahkan sapi adalah investasi yang panjang, beresiko lebih besar dan padat modal. Biaya produksi seekor pedet pada pembiakan konvensional antara Rp 6 juta - Rp 7 jutaan perekor. Jika ditambah biaya rearing, maka sampai menjadi bakalan sapi potong keluar biaya Rp 15 jutaan. Padahal di Australia, biaya produksi seekor pedet hanya Rp 2 juta- Rp 3 jutaan.

Maka Gede memberikan rekomendasi, untuk mengefisienkan pembiakan sapi potong komersil di Indonesia sebaiknya dikombinasikan dengan  kemitraan yang melibatkan subsystem farmer. Bisa mengombinasikan sistem integrasi sistem sapi-kelapa sawit dengan kemitraan peternak subsistem, atau sistem penggembalaan yang bermitra dengan peternak subsistem. Dia pun mengapresiasi, ternyata sudah ada yang mengaplikasikan model ini, dengan berbagai variasinya. Sebagaimana muncul pada sesi diskusi wakil kelompok ternak dan beberapa perusahaan yang mengikuti pelatihan ini.

Titik Kritis Pembiakan Sapi

Ali Agus memberikan materi manajemen nutrisi induk pada triwulan pertama pasca melahirkan pedet. Pada masa ini bobot badan induk akan turun, karena dikurangi dengan bobot pedet dan mobilisasi cadangan nutrisi tubuh untuk memproduksi susu. “Berkebalikan dengan kondisi awal kebuntingan, saat itu bobot induk justru naik karena pertumbuhan fetus dan peningkatan deposisi cadangan nutrisi tubuh.

Dia menegaskan, pada prinsipnya induk harus segera siap kawin kembali setelah melahirkan, jika induk bisa bunting lagi pada bulan ke 12 atau 13 dari kebuntingan sebelumnya, dan tidak kawin berulang hingga lebih dari 2 kali, itu sudah cukup baik untuk di Indonesia. “Karena opportunity lost untuk ribuan ekor populasi induk, angkanya sangat besar. Setiap periode estrus adalah 21 hari, sehingga setiap kemunduran satu siklus kawin, jika perusahaan pembiakan memiliki 10 ribu ekor induk, akan mengalami kerugian biaya pakan minimal Rp 10.000 x 21 hari x 10.000 ekor = Rp 2,1 miliar,” Ali Agus menguraikan.

Program Partnership
Isradi menjelaskan, program Partnership diinisiasi oleh pemerintah Australia sejak 2013, dan akan terus berlanjut hingga 2023. Sebelumnya, program ini memberikan pelatihan pemeriksaan kebuntingan (PKB), pelatihan manajemen reproduksi sapi untuk dokter hewan, pelatihan meat processing, dan pelatihan untuk pemangku kebijakan.

“Program Partnership telah menjangkau 300 orang sejak 2013. Pelatihan commercial cattle breeding management sudah keempat kali digelar sejak 2018. Melibatkan 80 peserta, dari peternak, kelompok peternak, dan perusahaan peternakan sapi yang bergerak pada cattle breeding,” tutur dia. (Rilis/INF)


INFOVET DALAM ULTAH FORUM MEDIA PETERNAKAN

Bertempat di Resto Gubug Udang Cibubur, 29 Agustus  2019 siang ini Forum Media Peternakan (FORMAT) memperingati miladnya yang ke 9.

Dihadiri semua perwakilan anggota dari media-media peternakan seperti: Infovet, Poultry Indonesia, Trobos, Swadaya dan Sinar Tani, ngariung pada wadah para awak media ini dibuka Suhadi Purnomo, Ketum Format dengan menyampaikan, bahwa harlah Format yang tepatnya 27 Agustus 2010 silam itu sebagai ekspresi rasa syukur kepada Allah SWT dan jalinan komunikasi antar media yang berkonten berita peternakan.

Sebagai salah satu pendiri Format, Bambang Suharno, Pemred Infovet yang didaulat memberikan Sambutan menyampaikan pesan, pentingnya Format sebagai forum media peternakan yang harus terus diperkuat dan berpengaruh di jagad _stakeholder_ peternakan.

Agenda bahasan dalam meeting FORMAT kali ini antara lain: Format Award, Poling kandidat pejabat, dan Munas III FORMAT.

Berdasarkan kronologi berdirinya, Infovet  menjadi salah satu pendiri FORMAT dan selalu bersama dalam dinamika stakeholder peternakan.

Bambang Suharno, Pemred Infovet adalah Ketum Format 2010-2016 diteruskan Suhadi Purnomo (Pemimpin Usaha Majalah Trobos) periode 2016-2019.***

FAPET UGM KENALKAN PETERNAKAN SEBAGAI INDUSTRI BERTEKNOLOGI TINGGI

Siswa-siswi saat mengikuti open house Fapet UGM. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Open house Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), memperkenalkan industri peternakan modern sebagai industri biologis yang sarat teknologi tinggi pada kegiatan Lustrum X Fapet UGM, 26-28 Agustus 2019, yang diikuti oleh siswa SMA, SMK dan mahasiswa baru Fapet UGM angkatan 2019. 

Diawal kegiatan, peserta diberi suguhan video profil Fakultas Peternakan UGM dipandu oleh Sekretaris Prodi S1 Fapet UGM, Ir Ahmad Romadhoni Suryaputra dan materi peternakan dan kedaulatan bangsa yang dibawakan Panitia Lustrum X, Muhsin Al Anas SPt. Hadir pula sebagai narasumber dosen Fapet UGM, Dr Ir EndyTriannanto dan Dr Ir Siti Andarwati. Setelah mendengar materi, peserta diajak mengunjungi laboratorium dan kandang-kandang riset Fapet UGM. 

Dijelaskan Ahmad Romadhoni, bahwa peternakan merupakan industri biologis yang dijalankan menggunakan rakayasa bioteknologi. “Dari sudut pandang engineering, ternak adalah mesin biologis yang menghasilkan pangan berkualitas tinggi berupa daging, telur dan susu dari bahan baku berupa pakan biji-bijian dan hijauan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Infovet, Kamis (29/8/2019).

Ia menambahkan, struktur industri peternakan juga lengkap, meliputi upstream berupa industri pembibitan, pakan, obat hewan dan peralatan tenak, serta downstream yang meliputi industri pengolahan dan distribusi hasil ternak.

Lebih lanjut dijelaskan, selain kuliah dan mengurus ternak di kandang, mahasiswa Fapet UGM juga mempelajari ilmu nutrisi dan pakan ternak, produksi ternak, pemuliaan dan reproduksi ternak, teknologi (pengolahan) hasil ternak dan sosial ekonomi peternakan.

“Untuk mata kuliah dasar, semua mahasiswa harus masuk ke kandang. Selanjutnya, mahasiswa bisa memilih mata kuliah sesuai konsentrasi yang dipilih. Banyak mata kuliah yang aktivitasnya di laboratorium, tidak selalu harus masuk kandang,” ucap dia.

Ahmad melanjutkan, bahwa teknologi pengolahan daging dan susu hanya dipelajari secara mendalam di Fapet UGM. Di sisi lain, ilmu ekonomi dan kewirausahaan juga dipelajari di Departemen Sosial dan Ekonomi Peternakan. “Di situ disediakan pula fasilitas laboratorium komputer dan audio visual,” tandasnya. (INF)

TIMOR LESTE KEMBALI TERTARIK IMPOR PRODUK PETERNAKAN INDONESIA

Day old duck. (Sumber: Istimewa)

Indonesia berpeluang menambah ekspor komoditas peternakan, kali ini untuk Day Old Duck (DOD) Final Stock (FS) Itik Gunsi dan pakan ternak ke Timor Leste. Hal ini disampaikan oleh pemerintah Timor Leste yang menilai produk peternakan Indonesia berkualitas baik dan memenuhi syarat.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Timor Leste, Domingos Gusmao, mengemukakan, Indonesia telah menerapkan kompartementalisasi sesuai peraturan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), sehingga komoditas yang dihasilkan terjamin sehat dan aman dari penyakit. Hal itu disampaikan Gusmao pada Exit Meeting dalam rangkaian kegiatan Impor Risk Analysis (IRA), Rabu (28/8/2019).

“Kami selaku Tim Audit Timor Leste telah melakukan audit untuk produk DOD FS Itik Gunsi - Peking Khaki Champbell (PKC) di PT Putra Perkasa Genetika, Gunung Sindur, Bogor, kemudian melakukan audit pakan ternak di PT Sinar Indo Chem, Sidoarjo,” kata Gusmao.

Pihaknya pun menyatakan bahwa berdasarkan hasil IRA, maka tim merekomendasikan produk peternakan DOD dan pakan ternak Indonesia dapat masuk ke Timor Leste. “Untuk waktu pelaksanaan ekspor kami akan segera memberikan informasi secara G to G,” katanya. Selain DOD dan pakan ternak, Tim IRA Timor Leste juga menyatakan ketertarikannya untuk mengimpor kambing PE dan Etawa, Babi dan obat hewan milik Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menyambut baik hal tersebut dan berharap bahwa Timor Leste telah mendapatkan gambaran lengkap dari seluruh proses bisnis yang dilakukan pada setiap unit usaha di Indonesia yang telah menerapkan sistem dalam menjami mutu produk peternakan yang dihasilkan sesuai persyaratan Internasional.

“Jaminan mutu antara lain dengan adanya implementasi Sistem Kompartementalisasi bebas AI serta sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner, telah mengikuti standar nasional maupun internasional dari OIE maupun CODEX Alimentarius, sehingga produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Indonesia berkomitmen membantu pemerintah Timor Leste dalam penyediaan bahan pangan asal ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH),” ujar Ketut.

Pada kesempatan exit meeting, Ketut juga menyampaikan apresiasi atas kerjasama teknis kedua negara telah diwujudkan secara nyata melalui kerjasama perdagangan ekonomi yang saling menguntungkan. Hal ini tentunya didasari atas kepercayaan dan keyakinan Timor Leste terhadap komoditas peternakan Indonesia.

Berdasarkan data BPS, Pusdatin Kementan 2018, volume ekspor komoditas peternakan ke Timor Leste mencapai 10.094 ton dengan nilai USD 9.525.928, 55. Komoditas produk yang diekspor terbanyak yakni pakan ternak sebesar 4.329 ton dan susu sebanyak 2.958 ton. (INF)

DELEGASI MYANMAR PELAJARI PROGRAM PENGENDALIAN AI DI INDONESIA, DITJEN PKH SAMBUT BAIK

Dirjen PKH menerima delegasi Livestock Breeding and Veterinary Department, Myanmar (Foto: Humas Kementan)


Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menerima kunjungan empat delegasi dari Livestock Breeding and Veterinary Department, Myanmar untuk belajar lebih mendalam program pengendalian Avian Influenza (AI) atau Flu Burung, khususnya terkait pelaksanaan kompartemen bebas AI.

Kedatangan delegasi yang dipimpin oleh Deputy Director General, Than Naing Tun, didampingi para pejabat lainnya yakni Deputy Director, Zin Mar Aung; Assistant Director Sein Maung Maung, dan Htay Htay Wi (Research) ini disambut langsung oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita di Ruang Rapat Utama II Ditjen PKH, Selasa (27/8/2019).

“Kami telah jadwalkan untuk datang ke Indonesia untuk mempelajari program pengendalian penyakit sebagai bahan masukan untuk pemerintah Myanmar, dalam upaya peningkatan status kesehatan unggas agar dapat kami aplikasikan,” ungkap Than Naing Tun menyampaikan apresiasi pemerintah Myanmar terhadap langkah-langkah Ditjen PKH terkait keberhasilan Infonesia dalam pengendalian AI pada unggas.

Menanggapi hal tersebut Ketut menjelaskan, AI merupakan salah satu dari 15 penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia (Zoonosis) prioritas untuk dikendalikan pemerintah. Penyakit AI menyerang semua jenis unggas domestik termasuk ayam, bebek, dan burung puyuh. Ketut juga menjelaskan Indonesia tertular virus AI sejak tahun 2003 dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.

"Dalam upaya melindungi kesehatan manusia dan produksi ternak unggas di Indonesia, pemerintah gencar melakukan program pengandalian dan penanggulangan flu burung melalui strategi utama dan strategi penunjang," ungkap Ketut yang juga menjelaskan bahwa salah satu strategi utama yaitu pelaksanaan Kompartemen Bebas AI dalam rangka peningkatan status kesehatan unggas nasional.

“Kami berhasil menekan kasus AI di peternakan rakyat dan memberikan sertifikasi kompartemen bebas AI bagi peternakan komersial, sehingga sertifikasi ini membuat produk unggas Indonesia dapat diekspor ke beberapa negara, salah satunya Jepang yang memiliki persyaratan kesehatan hewannya sangat ketat,” ujar Ketut. 

Lebih lanjut Ketut memaparkan bahwa kompartemen bebas AI di Indonesia telah ada sebanyak 177 unit di 10 provinsi, yaitu: Jawa Barat (75), Lampung (14), Jawa Timur (32), Banten (14), Jawa Tengah (6), Bali (13), NTT (6), DI Yogyakarta (4), dan Kalimantan Barat (5), dan Sulawesi Selatan (8).

Selain telah mengekspor Daging Wagyu ke Myanmar, dengan adanya penerapan sistem kompartementalisasi bebas AI di Indonesia ini, Indonesia berhasil mengekspor Hatching Egg (telur tetas) ke Myanmar. Sejak Tahun 2015- 2018. Berdasarkan data rekomendasi pengeluaran, ekspor Hatching Egg ke Myanmar mencapai 10.508.712 butir telur HE dengan nilai sekitar Rp. 109,8 miliar.

Selain implementasi sertifikasi kompartemen bebas AI, Indonesia juga bekerjasama dengan FAO dalam program pengendalian AI di Indonesia melalui peningkatan biosekuriti peternakan dan penguatan kapasitas petugas dalam merespon kasus dan kapasitas laboratorium.

Ketut juga menambahkan bahwa pemerintah terus mendorong peternakan unggas untuk meningkatkan daya saing dengan implementasi manajemen pemeliharaan melalui penerapan Good Animal Husbandry Practices (GAHP) dan juga menerapkan sistem kompartemen bebas penyakit AI. (Rilis/NDV)

PENERAPAN HALAL PADA MANAJEMEN RANTAI PASOK DAGING



Pelatihan Logistik Rantai Dingin pada Produk Daging di IPB (Foto: Istimewa)

Paradigma masyarakat Indonesia akan sertifikasi halal saat ini adalah hanya mengandalkan kepercayaan dan label Halal dalam produk walaupun masyarakat tidak tahu apakah proses pembuatan produk penyimpanan transportasi serta distribusinya Halal atau tidak. Oleh karenanya, harus ada suatu cara untuk menjamin sertifikasi halal yang berlaku dari end to end dan dilakukan secara pararel untuk produk proses dan Logistik.

"Untuk itu yang perlu dipikirkan adalah najis removal yang sesuai dengan keperluan di bisnis cold chain," kata Pengajar Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Raden Didiet Rachmat Hidayat dalam Pelatihan Logistik Rantai Dingin pada Produk Daging di Kampus Fakultas Peternakan IPB Darmaga Bogor (27/8).

Pelatihan diselenggarakan oleh Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI), berlangsung selama dua hari pada 27-28 Agustus 2019. Ia menambahkan, saat ini sudah berkembang jasa layanan untuk industri di seluruh dunia, yang bertujuan menyediakan solusi pembersihan dan konsultasi yang profesional karena kurangnya kesadaran akan pembersihan najis di kalangan industri halal, konsumen muslim dan non muslim.

Didiet menjelaskan, makanan halal dan layanan halal harus mematuhi keagamaan dan ketaatan terhadap hukum Syariah. Halal mencakup dan menunjuk tidak hanya untuk makanan dan minuman tetapi juga semua urusan kehidupan sehari hari.

Halal dan haram membedakan yang sah dari yang tidak sah, masing masing mengacu pada hal hal yang dinyatakan dalam hukum Islam yang dikenal sebagai Shariah (Al Shariah), yang merupakan sistem kehidupan moral yang mengatur setiap aspek kehidupan muslim.

"Manajemen rantai pasokan halal bertujuan untuk memproses mengelola pengadaan pergerakan penyimpanan dan penanganan bahan bagian ternak dan inventaris setengah jadi makanan, serta non pangan. Selain itu informasi terkait bersama dengan arus dokumentasi melalui organisasi yang mematuhi prinsip-prinsip umum Hukum Syariah," tandas Didiet. (AS)

WORKSHOP BIOSEKURITI UNTUK TINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN

Foto bersama workshop biosekuriti di Jakarta, Rabu (28/8/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam rangka Hari Lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang ditetapkan setiap 26 Agustus sampai 26 September tiap tahunnya, PT Gallus Indonesia Utama (GITA), berkontribusi dengan menyelenggarakan
workshop biosekuriti bertajuk “Meningkatkan Daya Saing Perunggasan dengan Menerapkan Biosekuriti Tiga Zona”, Rabu (28/8/2019).

“Kami berniat untuk ikut berkontribusi dalam rangka Hari lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia,” ujar Direktur Utama PT Gallus, Bambang Suharno, dalam sambutannya.

Workshop dihadiri oleh Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Kementerian Pertanian, Fadjar Sumping Tjatur Rasa. Dalam pidatonya Fadjar mengatakan, saat ini tren global sudah mengarah pada upaya pencegahan penyakit ternak, khususnya unggas. 

“Bukan lagi untuk pengobatan, tapi bagaimana upaya dalam mencegah penyakit. Biosekuriti ini satu hal yang sangat penting dan utama dalam menjaga terjadinya penyakit atau menyebarnya penyakit, jadi mengupayakan agar agen penyakit ini tidak masuk ke unggas,” katanya.

Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan peternak dalam menghalau penyakit, diantaranya dengan membuat pembatas di peternakan atau mengontrol barang yang bisa menjadi media pembawa penyakit.

“Saat ini biosekuriti bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak menjadi mahal. Contoh, mencuci tangan itu merupakan tindakan biosekuriti. Sederhana saja, seperti biosekuriti tiga zona ini, bagaimana peternak bisa memilah antara zona kotor dan bersih untuk menghindari terjadinya penyakit,” ucap Fadjar.

Pada kesempatan tersebut, turut mengundang pembicara dari National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia, Alfred Kompudu, yang memberikan materi mengenai meningkatkan daya saing perunggasan dengan penerapan biosekuriti tiga zona, serta Sekretaris Umum ADHPI (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia), Muhammad Azhar, yang memaparkan mengenai penerapan biosekuriti tiga zona guna menambah keuntungan peternak. Sesi presentasi dimoderatori oleh Direktur HRD PT Gallus, Rakhmat Nuriyanto.

Penyerahan buku panduan biosekuriti secara simbolis kepada Dirkeswan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa (ketiga kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam
workshop tersebut, seluruh peserta juga mendapat buku “Panduan Biosekuriti Peternakan Unggas Pasca Pelarangan AGP” yang ditulis oleh Alfred Kompudu. Selain itu, juga dilakukan penyerahan buku secara simbolis kepada Dirkeswan. (RBS)

PERESMIAN ANIMAL CENTER HINGGA HADIRNYA DRH TV

Peluncuran DRH TV. (Foto: Infovet/Septiyan)

Peresmian animal center Drh Nugroho di Kota Semarang menjadi harapan baik bagi pecinta hewan, sebab ini akan menjadi pusat layanan kesehatan hewan satu-satunya di Indonesia. Harapannya, animal center ini akan mudah diakses bagi seluruh pecinta hewan yang ada di Semarang maupun di kota-kota lainnya. Animal center diresmikan di Jalan Imam Bonjol 184, Kota Semarang, rabu (21/8). 

Peresmian ini dihadiri oleh LansiaVet (doter hewan senior) yang berasal dari beberapa wilayah seperti Semarang, Makasar, Lampung, Surabaya, Bandung, Jabodetabek dan Jogjakarta. Peresmian animal center ditandai dengan adanya penandatanganan MoU antara pihak animal center, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) dan Semarang Zoo.

Ditemui tim Infovet di sela-sela acara, Eko Nugroho selaku putra dari Drh Nugroho, menyatakan bahwa pendirian animal center ini diinisiasi atas cita-cita mulia sang ayah yang pada tahun 1970-an pernah membuka klinik kesehatan hewan di Semarang. “Sehingga adanya animal center ini melanjutkan apa yang sudah pernah dilakukan oleh ayah sejak dulu,” kata Eko. Pendirian animal center ini merupakan bukti kuatnya persahabatan antar dokter hewan yang ada di Indonesia.

Sementara, Ketua PB PDHI, Drh Muhammad Munawaroh, menyambut baik adanya pendirian animal center yang memiliki fasilitas cukup lengkap, seperti adanya laboratorium diagnosis, tempat rawat inap hewan, ruang operasi, serta bisa dijadikan sebagai sarana belajar bagi dokter hewan muda maupun mahasiswa kedokteran hewan di Indonesia.

Usai peresmian animal center, malam harinya dilanjutkan dengan peluncuran DRH TV. Sebuah channel yang berisi informasi seputar dunia kedokteran hewan dan kesehatan  hewan. Ketua PB PDHI, Munawaroh, mengatakan bahwa martabat kedokteran hewan di Indonesia harus semakin naik, salah satunya dengan upaya memberikan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan pengetahuan seputar dunia kesehatan hewan, sehingga dapat dicapai kondisi sehat bagi hewan dan juga pemiliknya. 

“Segala sesuatu yang akan menang di dunia ini adalah mereka yang menguasai media informasi, oleh karena itu adanya DRH TV diharapkan mampu menjadi portal berita yang aktual mengupas informasi seputar kesehatan hewan. Adapun progam rutin yang akan diadakan dalam DRH TV diantaranya Diary DRH, VETPEDIA, VetNews, VetTips dan VetTalk.

DRH TV diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah (Jateng). Melalui sambutan tertulisnya, Gubernur Jateng berharap agar DRH TV dapat dioptimalkan untuk promosi potensi hewan agar bisa dikenal lebih masif. Selain itu, diharapkan juga dengan adanya DRH TV bisa menjadi kanal dalam mempromosikan potensi hewan di Jateng. Sambutan tertulis tersebut dibacakan oleh Kabid e-Goverment Dinas Kominfo Prov Jateng, Drs Muhammad Agung. (SNE)

MEMAKSIMALKAN POTENSI PRODUKSI DENGAN CLOSED HOUSE

Kandang closed house terbukti meningkatkan performa produksi ternak. (Sumber: Istimewa)

Semakin hari konsumsi daging dan telur ayam per kapita masyarakat Indonesia semakin meningkat. Berbagai hal pula dilakukan stakeholder di sektor perunggasan untuk terus memacu dan mengefisienkan produksinya, salah satunya dengan membangun kandang closed house.

Kenaikan konsumsi masyarakat tentunya harus pula dibarengi oleh peningkatan produksi, bila keadaan tidak berimbang, maka akan terjadi kelangkaan. Disaat yang bersamaan, keterbatasan lahan juga menjadi kendala dalam tumbuhnya bisnis perunggasan di Indonesia. Oleh karenanya, upaya yang dilakukan integrator maupun peternak dalam meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan efisiensi mereka yakni dengan melakukan instalasi kandang closed house. Namun sistem ini juga punya kekurangan dan kelebihan. 

Ayam Nyaman, Produksi Aman
Nyatanya perkembangan teknologi dibidang pemuliaan unggas sangat berimbas pada performa unggas. Misalnya saja 20 tahun lalu ayam broiler baru bisa dipanen pada usia 40-45 hari dengan bobot 1 kg lebih sedikit, namun kini peternak sudah bisa memanen broiler zaman now pada usia 35-an hari dengan bobot 2 kg bahkan lebih.

Peningkatan performa seperti ini tentunya memiliki kompensasi yang harus dibayar, salah satunya pada aspek kesehatan ternak. Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar FKH IPB, Prof drh I Wayan Teguh Wibawan, yang juga konsultan kesehatan unggas. Kepada Infovet, Wayan mengungkapkan ayam di zaman sekarang sangat rentan terhadap penyakit karena kompensasi dari peningkatan gen pertumbuhannya.

“Karena gen pertumbuhannya dipercepat, gen-gen lainnya kan pasti di-suppress, sehingga ayam jadi mudah stres (tertekan) terutama oleh keadaan lingkungan. Nah, ketika ayam berada dalam keadaan stres oleh cekaman lingkungan, sistem imunnya otomatis menurun karena hormon glukokortikoid banyak disekresikan, sehingga memengaruhi kinerja timus dan menghambat produksi sitokin dan interleukin yang merangsang dan mengkoordinasikan aktivitas sel darah putih,” tuturnya.

Wayan menambahkan, hal tersebut juga dapat diperparah oleh kondisi nutrisi yang kurang bergizi dan keadaan di kandang yang kurang baik. Bila tingkat amonia di kandang tinggi dan selaput mukosa teriritasi olehnya, maka infeksi bakteri yang seharusnya bersifat komensal dapat terjadi maupun patogen, di sinilah penyakit pernafasan bermula. Melalui penjabaran itu, Prof Wayan menegaskan, karakteristik broiler di era ini sebenarnya tidak cocok dengan... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2019.

ALFRED KOMPUDU (FAO) DAN M AZHAR (ADHPI) SIAP MENJADI NARASUMBER WORKSHOP BIOSEKURITI




Alfred Kompudu dari FAO ECTAD Indonesia dan Drh. M Azhar dari Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) yang juga mantan Direktur Kesmawet (Kesehatan Masyarakat Veteriner) siap menjadi narasumber Workshop Biosekuriti yang diselenggarakan Gita Organizer bekerjasama dengan GITA Pustaka dan Majalah Infovet.

Workshop akan berlangsung Rabu, 28 Agustus 2019 di Hotel Sahati yang berlokasi tidak jauh dari kantor pusat Kementerian Pertanian Jakarta, diselenggarakan dalam rangka Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan. Adapun tema workshop adalah “Meningkatkan Daya Saing Perunggasan dengan Menerapkan Biosekuriti Tiga Zona”.

Menurut kedua narasumber, Indonesia perlu terus meningkatkan daya saing perunggasan karena ancaman masuknya impor daging ayam dari Brazil kian nyata. Terlebih dengan kekalahan Indonesia di sidang WTO atas gugatan Brazil yang sejak lama mengincar pasar Indonesia dan merasa dihambat oleh Pemerintah Indonesia dengan berbagai regulasi. Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing adalah dengan menerapkan biosekurit dengan baik.

Biosekuriti tiga zona merupakan konsep penerapan biosekuriti yang kini paling populer, karena mudah diterapkan dan terbukti efektif serta mampu menurunkan biaya pengobatan, mengurangi angka kematian serta otomatis meningkatkan laba peternak.

Dalam pelatihan ini , Alfred Kompudu yang juga dikenal sebagai Master Trainer Biosekuriti pada ACIAR juga akan menjabarkan "Analisa Ekonomi Implementasi Bio-3 Zona" hasil monitoring Oktober 2015 hingga Maret 2017.

Diantaranya keuntungan biosekuriti adalah penurunan penggunaan antibiotik 40% dan desinfektan 30%. Selain itu, penghematan biaya OVK (obat, vitamin, vaksin) hingga 10 Juta Rupiah (USD. 770. – Kurs $ awal tahun 2017).

Hari Lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan

Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan berlangsung setiap tahun antara tanggal 26 Agustus sampai 26 September. Adapun tanggal 26 Agustus adalah Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan. Acara workshop diselenggarakan sebagai salah satu bentuk upaya meningkatkan kinerja peternakan dan kesehatan hewan, sehingga workshop ini sebagai bentuk kontribusi memeriahkan kegiatan dalam rangka Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Drh. I Ketut Diarmita menyambut baik dan mendukung acara ini .

Adapun mengenai Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan, sebagaimana disebut dalam Buku berjudul Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan terbitan GITAPustaka, penetapan tanggal 26 Agustus merukan hasil kajian Tim Ditjen Peternakan tahun 2004. Dari berbagai tanggal bersejarah, disimpulkan tanggal 26 Agustus tahun 1836 merupakan momen penting  karena pertama kalinya pemerintah (Hindia Belanda) secara resmi menerbitkan ketetapan melalui “plakat” yaitu suatu bentuk hukum atau dokumen berupa “Maklumat Pemerintah” yang menetapkan tentang “Larangan pemotongan sapi betina produktif.

Maklumat tersebut diumumkan dan disebar-luaskan dengan sifat “pemberlakuan segera/langsung” tanpa tenggang waktu sebagaimana Undang-Undang pada umumnya,  Atas dasar itulah maka tanggal 26 Agustus ditetapkan sebagai Hari Lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ayo, jangan lewatkan kesempatan mengikuti workshop menarik ini untuk meningkatkan daya saing perunggasan sekaligus ikut berkontribusi dalam Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pendaftaran hubungi: 0818-0659-7525 (Aida).
***

BIOSEKURITI DAN VAKSINASI WAJIB HUKUMNYA

Mencuci kandang merupakan bagian dari biosekuriti. (Sumber: Istimewa)

Memiliki kandang closed house dengan segala peralatannya yang canggih tentunya menjadi idaman semua peternak. Namun semua akan terasa percuma apabila tidak didukung oleh manajemen biosekuriti dan vaksinasi yang baik dan benar.

Kandang closed house masih menjadi barang mahal bagi peternak Indonesia. Nilai rupiah yang diinvestasikan untuk closed house meskipun “worth it” tetap saja dibutuhkan pertimbangan matang dalam membangunnya. Akan sangat sempurna bila closed house juga dibarengi dengan manajemen pemeliharaan, biosekuriti dan vaksinasi yang baik. Di luar sana, tidak jarang peternak yang menerapkan biosekuriti yang baik dan tetap mendapatkan performa yang baik.

Selalu Ingat Biosekuriti
Di era non-AGP yang sudah berlangsung selama setahun lebih ini, peternak sudah pasti tahu dan mengerti bahwa performa di lapangan berkurang. Berbagai upaya dijajaki untuk mendapatkan performa yang baik, yang mampu membangun dan berinvestasi pada closed house, bagaimana dengan yang tidak? 

Jangan buru-buru berkecil hati jika tidak dapat membangun closed house, ingat selalu bahwa penerapan biosekuriti yang baik juga akan mendongkrak performa. Fokus beternak adalah membuat hewan senyaman mungkin dan sesehat mungkin, sehingga performa mereka meningkat, baik layer maupun broiler.

Yang sering peternak lupakan yakni manajemen biosekuriti yang baik dan benar. Padahal dalam usaha budidaya unggas manajemen biosekuriti sudah seperti mengucap dua kalimat Syahadat dalam ajaran Islam. Wajib dilaksanakan dan sangat diutamakan karena merupakan benteng pertahanan utama dalam menghalau berbagai penyakit infeksius. Perlu diingat pula bahwa prinsip biosekuriti adalah langkah-langkah pengamanan biologik yang dilakukan untuk pencegahan menyebarnya agen infeksi patogen pada ternak.

Menurut dosen FKH UGM dan konsultan kesehatan unggas, Prof Charles Rangga Tabbu, biasanya kendala dari penerapan biosekuriti di lapangan adalah... (CR)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2019.

USAID PREDICT-INDONESIA REKOMENDASIKAN KEWASPADAAN TERHADAP RISIKO TERJANGKITNYA ZOONOSIS PADA MASYARAKAT

USAID PREDICT Indonesia, yang diwakili oleh Pusat Studi Satwa Prima (PSSP) IPB University dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) menyampaikan hasil temuan kegiatan surveilans lapangan pada satwa liar dan kesehatan manusia yang telah dilakukan sejak dua tahun terakhir di wilayah Minahasa, Sulawesi Utara.
   
Dalam temuan surveilans yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu potensi zoonosis yang dibawa dari satwa liar ke manusia, didapati beberapa hal sebagai berikut.  Pertama, pola konsumsi bushmeat atau daging satwa liar menunjukkan tren yang terus meningkat di seluruh lapisan sosial ekonomi masyarakat dari tahun ke tahun (dengan variasi kenaikan dan penurunan permintaan jenis daging satwa liar tertentu).  Kedua, potensi terjangkitnya zoonosis pada manusia perlu tetap diwaspadai, mengingat budaya konsumsi makanan daging satwa liar, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya zoonosis itu sendiri.

Dr. drh. Joko Pamungkas, MSc., Koordinator USAID PREDICT-Indonesia mengatakan: “Kegiatan lapangan dimaksudkan untuk mengantisipasi timbulnya potensi zoonosis yang dibawa oleh satwa liar ke manusia berupa virus yang bersifat patogenik atau menimbulkan penyakit melalui berbagai interaksi yang mungkin timbul sebagai dampak perilaku manusia.”
“Adalah sebuah fakta yang tidak dapat dibantah bahwa 75% penyakit infeksius baru/berulang pada manusia ditularkan oleh hewan (zoonosis) dan 60% dari penyakit zoonotik tersebut ditularkan melalui satwa liar.”

Dr. drh Joko Pamungkas, MSc. Koordinator USAID-PREDICT Indonesia (kanan berdiri) memberikan paparan tentang temuan hasil surveilans lapangan (Foto : USAID)


Sementara itu, Dr. Ir. Yohannis R. L. Tulung, MSi, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi,  yang turut memberi dukungan kegiatan USAID PREDICT-Indonesia di lapangan mengatakan: “Kesehatan manusia sangat erat kaitannya dengan kontak, interaksi, dan konsumsi (daging) satwa liar – artinya satwa liar yang biasa dikonsumsi oleh manusia seperti ular, kelelawar, dan tikus sangat berpotensi menularkan penyakit zoonotik, seperti nipah, ebola, dan zika yang mematikan.

dr. Merry Mawardi, SpA, Kepala RSUD Noongan, menyambut positif kerjasama dengan USAID PREDICT-Indonesia: “Kerjasama ini berhasil meningkatkan kapasitas dalam melaksanakan kegiatan penelitian di pusat layanan kesehatan masyarakat, selain itu, juga terjadi peningkatan dalam penerapan biosafety secara komprehensif yang dapat meningkatkan praktik-praktik laboratorium yang baik.”


Peran Kelelawar dalam Keseimbangan Ekosistem
Sebagaimana diketahui, kelelawar memiliki fungsi sebagai polinator (pembantu penyerbukan tanaman) di alam.  Hilangnya kelelawar di alam, dapat mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman seluruh tanaman buah dan bunga (lebih dari 300 jenis).  Selain itu, kelelawar juga memiliki fungsi sebagai penyebar benih tanaman keras yang tumbuh di hutan atau sebagai agen reboisasi alamiah.

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh tim USAID PREDICT-Indonesia dari tahun 2017-2019, diketahui bahwa sebanyak 1 juta lebih kelelawar diburu per tahunnya untuk memenuhi permintaan pasar di pulau Sulawesi saja. Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan dalam perspektif keseimbangan ekosistem di alam, karena hilangnya rantai polinator alami. Dalam kaitannya dengan konservasi kelelawar, Prof. Dr. HI Syamsu Qamar Badu, M.Pd Rektor Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Negeri Gorontalo mengatakan: “Salah satu hal yang kami sedang jalankan adalah konservasi kelelawar di desa Olibu, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo dan di Pulau Ponelo, Kecamatan Ponelo Gorontalo Utara sebagai upaya mempertahankan ekosistem alam yang berimbang.”

Di bagian lain, hasil surveilans terhadap sampel biologi manusia kelompok masyarakat berisiko tinggi di Sulawesi, didapati bahwa belum ditemukan virus patogenik zoonosis, tetapi tetap memiliki risiko tinggi berdasarkan hasil karakterisasi perilaku pada kelompok masyarakat tersebut. 

Dodi Safari, PhD. peneliti dari EIMB mengatakan: “Walaupun belum ditemukan virus zoonosis pada kelompok masyarakat berisiko tinggi di wilayah Sulawesi, tetapi tetap harus diwaspadai adanya risiko terpapar zoonosis yang lebih tinggi karena kegiatan berinteraksi dengan satwa liar yang tidak aman, misalnya perburuan kelelawar di alam liar.”

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa, dr. Maya Rambitan, mengatakan: “Masukan dan rekomendasi dari kegiatan USAID PREDICT-Indonesia akan kami jadikan bahan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya mengenai bahaya paparan zoonosis akibat adanya kontak dengan satwa liar, baik dalam bentuk konsumsi maupun kegiatan berburu.”

“Terdapat hal penting lainnya selain fakta tersebut di atas, yaitu pentingnya mempraktekkan kegiatan hygienitas di tingkat kelompok masyarakat dan pemburu satwa liar agar tidak menjadi agen penyebar penyakit zoonosis di masyarakat.”

Dalam kesempatan diseminasi hasil surveilans ini, juga turut dibagikan dan dipopulerkan sebuah buku adaptasi dengan judul “Hidup Aman Berdampingan Dengan Kelelawar” dari tim USAID PREDICT-Indonesia sebagai salah satu jawaban menghindari penyakit zoonosis yang dibawa oleh kelelawar. Buku tersebut dapat di download di : 

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer