USAID
PREDICT Indonesia, yang diwakili oleh Pusat Studi Satwa Prima (PSSP) IPB
University dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) menyampaikan hasil temuan kegiatan surveilans lapangan pada satwa
liar dan kesehatan manusia yang telah dilakukan sejak dua tahun terakhir di
wilayah Minahasa, Sulawesi Utara.
Dalam temuan surveilans yang dibagi
menjadi dua bagian, yaitu potensi zoonosis yang dibawa dari satwa liar ke
manusia, didapati beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, pola konsumsi bushmeat
atau daging satwa liar menunjukkan tren yang terus meningkat di seluruh lapisan
sosial ekonomi masyarakat dari tahun ke tahun (dengan variasi kenaikan dan
penurunan permintaan jenis daging satwa liar tertentu). Kedua, potensi terjangkitnya zoonosis pada
manusia perlu tetap diwaspadai, mengingat budaya konsumsi makanan daging satwa
liar, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan kurangnya pengetahuan tentang
bahaya zoonosis itu sendiri.
Dr. drh. Joko Pamungkas, MSc., Koordinator
USAID PREDICT-Indonesia mengatakan: “Kegiatan lapangan dimaksudkan untuk mengantisipasi
timbulnya potensi zoonosis yang dibawa oleh satwa liar ke manusia berupa virus
yang bersifat patogenik atau menimbulkan penyakit melalui berbagai interaksi yang
mungkin timbul sebagai dampak perilaku manusia.”
“Adalah sebuah fakta yang tidak dapat
dibantah bahwa 75% penyakit infeksius baru/berulang pada manusia ditularkan
oleh hewan (zoonosis) dan 60% dari penyakit zoonotik tersebut ditularkan
melalui satwa liar.”
|
Dr. drh Joko Pamungkas, MSc. Koordinator USAID-PREDICT Indonesia (kanan berdiri) memberikan paparan tentang temuan hasil surveilans lapangan (Foto : USAID) |
Sementara itu, Dr. Ir. Yohannis R. L. Tulung, MSi, Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi, yang turut
memberi dukungan kegiatan USAID PREDICT-Indonesia di lapangan mengatakan:
“Kesehatan manusia sangat erat kaitannya dengan kontak, interaksi, dan konsumsi
(daging) satwa liar – artinya satwa liar yang biasa dikonsumsi oleh manusia
seperti ular, kelelawar, dan tikus sangat berpotensi menularkan penyakit zoonotik,
seperti nipah, ebola, dan zika yang mematikan.
dr. Merry
Mawardi, SpA, Kepala RSUD Noongan, menyambut positif
kerjasama dengan USAID PREDICT-Indonesia: “Kerjasama ini berhasil meningkatkan
kapasitas dalam melaksanakan kegiatan penelitian di pusat layanan kesehatan
masyarakat, selain itu, juga terjadi peningkatan dalam penerapan biosafety secara komprehensif yang dapat
meningkatkan praktik-praktik laboratorium yang baik.”
Peran Kelelawar dalam Keseimbangan Ekosistem
Sebagaimana diketahui, kelelawar
memiliki fungsi sebagai polinator (pembantu penyerbukan tanaman) di alam. Hilangnya kelelawar di alam, dapat
mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman seluruh tanaman buah dan bunga (lebih
dari 300 jenis). Selain itu, kelelawar
juga memiliki fungsi sebagai penyebar benih tanaman keras yang tumbuh di hutan
atau sebagai agen reboisasi alamiah.
Berdasarkan data yang berhasil
dikumpulkan oleh tim USAID PREDICT-Indonesia dari tahun 2017-2019, diketahui
bahwa sebanyak 1 juta lebih kelelawar diburu per tahunnya untuk memenuhi
permintaan pasar di pulau Sulawesi saja. Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan
dalam perspektif keseimbangan ekosistem di alam, karena hilangnya rantai
polinator alami. Dalam
kaitannya dengan konservasi kelelawar, Prof. Dr. HI Syamsu Qamar Badu, M.Pd Rektor Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Negeri
Gorontalo mengatakan: “Salah satu hal yang kami sedang jalankan adalah
konservasi kelelawar di desa Olibu, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten
Boalemo dan di Pulau Ponelo, Kecamatan Ponelo Gorontalo Utara sebagai upaya
mempertahankan ekosistem alam yang berimbang.”
Di bagian lain, hasil surveilans
terhadap sampel biologi manusia kelompok masyarakat berisiko tinggi di Sulawesi,
didapati bahwa belum ditemukan virus patogenik zoonosis, tetapi tetap memiliki
risiko tinggi berdasarkan hasil karakterisasi perilaku pada kelompok masyarakat
tersebut.
Dodi Safari, PhD. peneliti dari EIMB
mengatakan: “Walaupun belum ditemukan virus zoonosis pada kelompok masyarakat
berisiko tinggi di wilayah Sulawesi, tetapi tetap harus diwaspadai adanya
risiko terpapar zoonosis yang lebih tinggi karena kegiatan berinteraksi dengan
satwa liar yang tidak aman, misalnya perburuan kelelawar di alam liar.”
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten
Minahasa, dr. Maya Rambitan, mengatakan: “Masukan dan rekomendasi dari kegiatan
USAID PREDICT-Indonesia akan kami jadikan bahan kebijakan di bidang kesehatan
masyarakat, khususnya mengenai bahaya paparan zoonosis akibat adanya kontak
dengan satwa liar, baik dalam bentuk konsumsi maupun kegiatan berburu.”
“Terdapat hal penting lainnya selain
fakta tersebut di atas, yaitu pentingnya mempraktekkan kegiatan hygienitas di
tingkat kelompok masyarakat dan pemburu satwa liar agar tidak menjadi agen
penyebar penyakit zoonosis di masyarakat.”
Dalam kesempatan diseminasi hasil
surveilans ini, juga turut dibagikan dan dipopulerkan sebuah buku adaptasi
dengan judul “Hidup Aman Berdampingan Dengan Kelelawar” dari tim USAID
PREDICT-Indonesia sebagai salah satu jawaban menghindari penyakit zoonosis yang
dibawa oleh kelelawar. Buku tersebut dapat di download di :