-->

TUNTUT TERBITKAN PP PERLINDUNGAN, PETERNAK KEMBALI TURUN KE JALAN

Beberapa tuntutan yang dibentangkan paternak UMKM yang berunjuk rasa di Jakarta. (Foto: Istimewa)

Peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN), kembali turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa mendesak pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) Perlindungan Peternak.

Pasalnya, harga sarana produksi peternak selalu melebihi harga jual ayam hidup. Kondisi tersebut menyebabkan peternak kerap merugi. BEP peternak unggas mandiri berada diangka Rp 21.000, sementara harga jual ayam hidup/live bird saat ini Rp 17.000/kg.

“Input atau sarana produksi ternak (sapronak) berupa DOC dan pakan yang tinggi, tidak mengikuti fluktuasi harga jual ayam hidup. Kami menuntut mendapatkan DOC dan sapronak secara berkesinambungan dengan harga yang wajar, karena itu merupakan komponen penting pembentuk harga pokok produksi (HPP),” ujar Ketua KPUN, Alvino Antonio, melalui keterangan resminya saat memimpin aksi yang dihadiri peternak se-Jawa-Bali di Istana Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Ia mengungkapkan, dari problema tersebut ditambah selama pandemi peternak unggas mandiri tidak mendapat insentif apapun dari pemerintah, membuat populasi peternak semakin berkurang. Banyak peternak gulung tikar karena harga jual live bird sering berada di bawah HPP. Jumlah peternak Mandiri nasional terdegradasi terhitung sejak era 2000-an sebanyak 85%.

“Pada 2000-an jumlah peternak sebanyak 2,5 juta dengan asumsi 90% populasi nasional dikuasai peternak rakyat UMKM. Sekarang tinggal 35.280 KK peternak,” ungkap Alvino.

Maka dari itu, pihaknya mendesak pemerintah segera menyusun PP Perlindungan Peternak dengan mengusulkan kontrol harga input atau sapronak. Pemerintah diminta segera membuat standarisasi SNI untuk pakan dan DOC.

Apabila terjadi kelebihan pasokan, maka pemerintah diharapkan melakukan pemerataan dengan distribusi ayam ke daerah yang kekurangan pasokan ayam bersinergi dengan integrator.

“Para integrator dalam role model bisnisnya harus menyertakan market ayam karkas. Supply harus disesuaikan dengan demand. Mereka (integrator) tidak boleh budi daya Final Stock atau live bird,” ucap Alvino.

Ia juga menambahkan, pihaknya meminta pemerintah untuk mengatur ulang kuota Grand Parent Stock (GPS) nasional. Sebab, lanjut dia, 64% kuota GPS dikuasai dua integrator. “Atur kuota GPS dan biarkan perusahan bersaing secara sehat di hulunya,” pintanya.

Perusahaan integrasi juga diharapkan fokus membantu peternak mandiri dengan menyediakan sapronak, mulai dari DOC, pakan dan lainnya yang sesuai SNI dengan harga terjangkau. Pihaknya juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas bagi industri yang melanggar undang-undang dan mematikan ekonomi rakyat.

“Pemerintah juga harus memaksimalkan badan pangan nasional sebagai buffer untuk melindungi dan menyerap produksi peternak UMKM,” tandasnya. (INF)

SESDITJEN PKH: JADIKAN KELEBIHAN PRODUKSI UNTUK TINGKATKAN KONSUMSI

Rembuk Perunggasan Nasional IX yang digelar secara langsung di Solo dan digelar secara daring. (Foto: Infovet/Ridwan)

Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Sesditjen PKH), Makmun Junaiddin, menyatakan kondisi oversupply dan fluktuasi harga daging dan telur unggas terus berulang tiap tahun. Pihaknya menilai sudah melakukan berbagai upaya termasuk cutting HE, pengaturan impor GP dan lain sebagainya untuk memperbaiki sektor perunggasan, namun belum menemui titik terang hingga kini.

Ia mengatakan kelebihan produksi hendaknya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan konsumsi daging dan telur ayam masyarakat Indonesia yang masih rendah. “Masa produksi naik terus, namun konsumsinya tidak,” kata Makmun dalam acara Rembuk Perunggasan Nasional yang dilaksanakan di Solo, Rabu (16/6/2021).

Hal senada juga disampaikan Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami. “Semua ini kembali kepada edukasi pentingnya konsumsi protein hewani. Ini yang saya harapkan dari kebersamaan ini yaitu promosi protein hewani yang berkesinambungan. Karena nyatanya konsumsi rokok di Indonesia jauh lebih tinggi daripada konsumsi ayam. Ini yang perlu diedukasikan,” tambah Dawami.

Meningkatnya konsumsi daging ayam dalam negeri tentunya akan menyerap kelebihan produksi, yang akan berkorelasi positif terhadap harga. Adapun upaya lain yang akan dilakukan untuk mengatasi fluktuasi harga unggas, kembali disampaikan Makmun, pihaknya akan berkonsentrasi di sisi hilir industri perunggasan.

“Produksi unggas kita sudah bagus, namun kita belum bisa mengolahnya. Maka dari itu, pembangunan rumah pemotongan hewan unggas (RPHU) sangat diperlukan. Kita akan sosialisasikan ini ke daerah-daerah untuk menyiapkan lokasi,anggaran, dan tetek bengek-nya, agar ini bisa diakses oleh peternak UMKM,” kata Makmun.

Lebih lanjut disampaikan, “Arahnya kita ingin peternak UMKM ini hadir juga di pengolahan, mengikuti perkembangan yang ada. Juga bisa membentuk koperasi, gotong royong dalam hal modal, SDM dan lainnya, sehingga peternak mampu berjuang di pasar.” (RBS)

KEMENDAG : EFISIENSI DALAM BETERNAK ATAU MATI TERGILAS IMPOR!

Kemendag minta peternak lebih efisien agar harga ayam terjangkau


Kementerian Perdagangan mengatakan impor daging ayam dari negara yang bisa menawarkan harga lebih murah, seperti Brasil, adalah sebuah keniscayaan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra mengatakan melihat tren harga daging ayam mahal yang ada saat ini, impor daging ayam murah hanya masalah waktu saja.

"Kalau melihat tren, ini akan kalah, tetap. Ini hanya soal mengulur waktu saja. Kita tidak tahu apakah mampu mengulur waktu dalam setahun, setahun setengah, atau 2 tahun. Tetapi daging ayam yang murah akan masuk," katanya pada webinar Pataka bertajuk Harga Jagung Melambung, Selasa (20/4).

Saat ini saja, lanjutnya, masyarakat sudah teriak harga daging ayam mahal. Menurut dia, harga daging ayam per kilogram berkisar antara Rp30 ribu hingga Rp44 ribu.

Kenaikan ini dipicu oleh mahalnya harga bibit anak ayam atau Day Old Chicken (DOC), juga pakan ternak yang selangit.

Pakan ayam seperti jagung misalnya mengalami anomali karena terjadi di tengah kenaikan produksi. Dia mengatakan rata-rata harga jagung produksi lokal pada April 2021 mencapai Rp4.263 per kg atau naik 6,52 persen dari rata-rata harga Maret, Rp4.002 per kg.

Sementara, harga acuan Kemendag paling tinggi untuk jagung kadar air 15 persen seharga Rp3.150 per kg dan Rp2.500 per kg untuk kadar air 35 persen di tingkat petani. Masuk ke pabrik, lanjut Syailendra, harga pakan naik hingga Rp7.000-Rp8.300 per kg.

Kalau sudah begitu, harga daging ayam di pasaran jadi selangit, mengingat kontribusi pakan terhadap harga daging ayam mencapai 60 persen.

Oleh karena itu, ia mengingatkan industri pakan untuk menekan harga bila tidak mau konsumsi beralih ke impor yang mampu bersaing.

"Saya ingin mengajak teman-teman lakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas kita bagaimana harga pakan itu murah, DOC murah, sebelum yang dari luar akan menyerbu kita," bebernya. (CNN/IFT)


POLEMIK OVERSUPPLY PERUNGGASAN, BEGINI SOLUSINYA

Talkshow daring membahas mengenai kebijakan berbasis evidence dalam pengendalian oversupply perunggasan. (Foto: Dok. Infovet)

“Kebijakan Berbasis Evidence dalam Pengendalian Oversupply Perunggasan” menjadi bahasan dalam talkshow daring seri keempat yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) bersama Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), Kamis (25/3/2021).

Disampaikan oleh Ketua Pataka, Ali Usman, oversupply pada industri perunggasan Indonesia sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Hal ini tak terlepas dari adanya kebebasan pasar antar negara yang akhirnya berpengaruh pada industri di dalam negeri (persaingan usaha).

Kelebihan produksi yang terjadi tentunya mempengaruhi harga unggas hidup yang kerap naik-turun di tingkat peternakan rakyat (Rp 15.000-19.000), sementara HPP peternak berada diangka Rp 19.000-20.000, sehingga kerugian tak terelakan. Kondisi lain yang turut mempengaruhi adalah lemahnya daya beli masyarakat, konsumsi daging unggas yang masih rendah dan munculnya pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negara.

Hal itu juga seperti disampaikan Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Muladno. Ia menjelaskan bahwa kondisi penurunan harga live bird (LB) telah berlangsung selama dua tahun terakhir dan saat ini diperparah dengan pandemi COVID-19. Kemudian beberapa kondisi seperti harga daging unggas yang tetap tinggi dan penampungan LB ketika oversupply belum cukup memadai.

Ia pun menampilkan data yang dihimpun dari Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) per 1 Maret 2021, potensi produksi/kebutuhan 2021 sebanyak 3,4 miliar ekor (supply), sementara demand 2,9 miliar ekor dan diperkirakan ada surplus sebanyak 510 juta ekor.

 “Sehingga diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih komprehensif dan bias ke peternak rakyat untuk tegaknya keadilan dalam kegiatan ekonomi,” papar Muladno.

Hal senada juga disampaikan oleh Sahrul Bosang selaku pengamat perunggasan. Ia menyebut, diperlukannya pembangunan cold storage oleh para importir GPS yang dimaksudkan untuk keperluan bufferstock.

“Selain itu bagiamana caranya pemerintah juga bisa memutus rantai broker dan melakukan audit kepada PS farm untuk menekan overstock dan menstabilkan harga LB seperti yang terjadi pada harga karkasnya di pasaran,” ucap dia.

Untuk memperbaiki oversupply yang terjadi, beberapa solusi pun diberikan. Dintaranya oleh Muladno yang berencana membangun sinergi kolaborasi antara pemerintah, koperasi, akademisi dan perusahaan yang terkonsolidasi melalui pendekatan SPR.

“Integrasi horizontal sangat dibutuhkan. Karena filosofi SPR itu semua harus terikat dan saling berkaitan serta berkomitmen. Rencananya SPR pertama untuk komoditas ayam pedaging ini akan dibangun di Bogor, mudah-mudahan ini bisa menjadi role model,” ungkap Muladno yang juga anggota AIPI.

Solusi serupa juga disampaikan oleh praktisi perunggasan, Tri Hardiyanto, yang juga Founder Tri Group. Ia mengemukakan bahwa untuk penguatan peternak mandiri, dibutuhkan dorongan peternak untuk berhimpun membentuk mini integrasi. Maka diantara peternak mandiri kecil, menengah dan besar bisa bergabung dengan kesetaraan (partnership).

Lebih jauh dijelaskan, Tri juga berharap ada kemandirian bibit bagi peternak mandiri. “Usaha peternak mandiri semakin tergerus, perlu adanya kepastian atau kemandirian bibit bagi peternak mandiri dengan mini breeding farm, sehingga kami juga bisa berlayar bersama integrator,” pungkasnya.

Pendapat lain juga hadir dari salah satu pelaku usaha budi daya unggas, Pardjuni. Ia dengan tegas mengatakan untuk memperbaiki kondisi carut-marut perunggasan, budi daya ternak harus dikembalikan seutuhnya ke peternak rakyat.

“Kami sudah dua tahun terakhir ini rugi miliaran rupiah. Solusinya untuk memperbaiki permasalahan ini, budi daya ayam dikembalikan ke peternak rakyat, sudah masalah selesai,” tukasnya.

Talkshow yang dimulai pukul 14:00 WIB ini dihadiri lebih dari 100 orang dari berbagai kalangan bidang perunggasan. Dihadirkan pula narasumber Iqbal Alim dari Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. (RBS)

DISKUSI MEJA MAKAN DEMI STABILKAN PERUNGGASAN

Diskusi dan ramah tamah stakeholder perunggaan

Selasa (1/9) yang lalu Kementerian Pertanian mengundang para perwakilan perusahaan integrator untuk melangsungkan rapat bertajuk rapat evaluasi stabilisasi supply dan harga live bird di tingkat peternak. Ini merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi tanggal 28 Agustus 2020 yang lalu. 

Rencananya rapat akan membahas dan mengevaluasi SE Dirjen No. 09246/SE/PK.230/F/08/2020 tentang pengurangan DOC FS ayam ras pedaging melalui Cutting HE, penyesuaian setting HE dan afkir dini PS tahun 2020.

Restoran Omah Pawon di yang berlokasi di Jalan Ampera menjadi tempat digelarnya rapat tersebut. Sejumlah perwakilan perusahaan integrator, organisasi peternak (GOPAN) hadir memenuhi undangan tersebut, namun tidak terlihat perwakilan kementan sekelas pejabat eselon di tempat tersebut. 

Pada dasarnya perusahaan integrator menyetujui usulan yang diberikan pada rapat sebelumnya seperti kebijakan on - off berjualan live bird. Beberapa diantara mereka juga mengatakan bahwa telah memaksimalkan penggunaan fasilitas cold storage-nya dalam penerapan kebijakan ini.

Bisa dibilang harga live bird sendiri pun minggu ini sudah naik ketimbang minggu lalu, terutama di daerah Sukabumi, Jabodetabek, dan Banten. Namun begitu harga yang berlaku memang masih belum harga yang diidamkan atau diinginkan oleh peternak.

Ketua Dewan Pembina GOPAN, Tri Hardiyanto dalam acara tersebut mengatakan dengan diberlakukannya sistem on-off (sehari menjual sehari tidak), para perusahaan besar otomatis merelakan lapaknya digeser untuk sementara.

"Untuk peternak, sehingga kalau ini dipatuhi live bird milik peternak dapat terserap oleh pasar, untuk para integrator memang harus masuk cold storage dulu, minimal 40% lah, kalau bisa lebih. Ini akan membantu mendongkrak harga," tutur Tri.

Ketika ditanya perihal afkir dini PS dan pengurangan HE, Tri menjawab bahwa masih terus dikaji ulang. Pasalnya, ia juga tidak mau kesalahan yang dilakukan pada 2019 lalu terulang dan malah menjadi bumerang bagi peternak.

"2019 kita memang setelah cutting, afkir dan lain - lain harga bagus. Tapi dominonya apa?, harga DOC naik gila-gilaan, semua kesulitan DOC. Repot lagi setting ulang. Setelah kandang isi penuh barenga -bareng, harga jual enggak masuk. Bangkrut lagi, makanya ini harus diperhatikan, dan benar - benar diperhitungkan matang - matang," pungkas Tri.

Selain itu dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai kelihaian broker dalam mencari celah. Seorang perwakilan PT Ciomas Adisatwa mengatakan bahwa di daerah Jawa Barat, khususnya Bogor, ada dua broker besar yang dapat mengontrol harga, oleh karenanya baik peternak mandiri, kemitraan dan lainnya harus bisa menahan diri dan tidak kalah oleh broker. (CR)


TEMUI KEMENTERIAN PERTANIAN, PERHIMPUNAN PETERNAK MINTA PERLINDUNGAN

Audiensi peternak mandiri yang tergabung dalam PPRN bersama Ditjen PKH di Gedung C, Kementan. (Foto: Dok. Infovet)

Para peternak ayam yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menemui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), meminta perlindungan usahanya yang kerap merugi akibat produksi dan fluktuasi harga.

Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, rencananya peternak melakukan aksi damai di Gedung A Kementan dan Istana Negara. Namun hal itu disambut pemerintah dengan menggelar audiensi bersama Ditjen PKH di Gedung C, Kementan.

“Intinya dalam diskusi tadi peternak mandiri ingin meminta kepastian harga live bird (LB) minimal di harga acuan Permendag No. 7/2020. Memasuki Juli harga LB itu jeblok, paling parah di Jawa Tengah dikisaran Rp 10.000-11.000/ekor,” kata Ketua PPRN, Alvino Antonio, ditemui Infovet usai audiensi di Kementan, Selasa (28/7/2020).

Kendati demikian lanjut Alvino, walau pada Senin (27/7/2020), harga LB sudah mulai merangkak naik, namun masih tetap berada di bawah HPP (harga pokok produksi) peternak yang sebesar Rp 18.500. “Kita enggak tahu kenapa naiknya, tapi kan selalu disaat demo harga naik dan setelah demo harga turun lagi,” ucapnya.

Harga ayam pun diakui Alvino sempat bagus pada April-Mei 2020, namun itu tidak dirasakan peternak karena ketidaksiapan peternak mandiri pada saat chick-in dan kekurangan modal.

“Pemeliharaan peternak mandiri saat itu berkurang, sejak ditetapkannya pandemi COVID-19 harga justru sempat bagus tuh, kan lucu disaat pandemi yang katanya demand turun diperkirakan 50-60% tapi harga di atas 22.000/ekor, enggak masuk akal,” ungkap Alvino.

Ia menambahkan, “Memang saat itu kandang-kandang peternak mandiri belum siap akibat panen tertunda dan banyak yang tidak punya uang. Karena uang yang ditanam itu tinggal 25-30% dampak dari harga LB yang sempat menyentuh Rp 6.000-7.000/ekor, kalau HPP kita di 17.500-18.500 bisa dibayangkan kerugiannya seperti apa. Jadi otomatis pada mengurangi chick-in,”

Untuk itu ia pun menilai untuk memperbaiki harga di tingkat peternak, upaya cutting PS (parent stock) masih sangat diperlukan. “Tadi sempat dibicarakan juga, nanti biar pemerintah yang mengatur bersama para breeding PS saja,” kata dia.

“Pokoknya yang penting dari peternak mandiri, kita minta perlindungan kepada pemerintah agar keberlangsungan usaha kita jadi jelas, yakni harga LB tingkat peternak berada di harga acuan pemerintah.”

Hal senada juga disampaikan oleh peternak yang juga tergabung dalam PPRN, Kadma Wijaya. Menurutnya perbaikan harga di tingkat peternak sangat diperlukan agar usaha peternak rakyat mandiri tidak punah dan tetap bertahan.

Upaya Jangka Pendek-Menengah-Panjang
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, Kementan, Sugiono, yang turut hadir dalam diskusi, menjelaskan beberapa langkah untuk stabilisasi perunggasan nasional.

“Dalam program jangka pendek kami akan mengoptimalkan data setting hatching report (SHR) sebagai acuan penyajian data supply dan demand FS (final stock) aktual setiap minggu,” kata Sugiono.

Berdasarkan basis data supply dan potensi demand mingguan tersebut, secara cepat dapat dilakukan tindakan antisipatif berupa pengendalian produksi FS melalui afkir dini PS. Penyerapan live bird peternak oleh mitra perusahaan perunggasan dan penugasan BUMN juga akan ada dikala supply berlebih dan harga live bird berada di bawah HPP.

Pemerintah juga dikatakan Sugiono akan mengawal penyimpanan dan distribusi daging beku (karkas) dari cold storage untuk menstabilkan harga daging ayam yang mahal melebihi harga acuan penjualan di tingkat konsumen.

“Kami juga menghimbau peternak mandiri agar segera melakukan Standing Order (SO) DOC FS kepada pembibit untuk 3-4 minggu ke depan. SO sebagai acuan produksi DOC FS, pembibit melakukan setting telur HE berdasarkan SO untuk peternak mandiri dan internal farm,” jelasnya.

Adapun langkah yang akan dilakukan untuk jangka menengah seperti mengusulkan review struktur biaya produksi ayam ras sebagai rekomendasi perubahan harga acuan Permendag No. 7/2020. Lalu, harga acuan pembelian di tingkat peternak untuk live bird dan telur ayam ras diupayakan mencapai efisiensi dalam aspek upaya produktivitas (performa) serta mempertimbangkan harga pakan dan DOC.

Selanjutnya, diharapkan adanya efisiensi biaya produksi maka HPP live bird dan telur ayam ras menjadi lebih rendah dan menjadi rekomendasi perubahan harga acuan Permendag yang dinilai terlalu tinggi. Meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor peternakan dengan perbaikan harga LB dan telur ayam ras. Juga upaya memvalidasi data demand dari setiap provinsi sebagai basis perhitungan supply-demand menurut wilayah.

Sedangkan dalam upaya jangka panjang, pemerintah akan merumuskan kewajiban pemotongan ayam ras di RPHU dan optimalisasi cold storage untuk menekan peredaran LB. Optimalisasi tata niaga ayam ras melalui rantai dingin, akselerasi target peningkatan konsumsi daging dan telur ayam ras melalui promosi dan peningkatan industri olahan, serta akselerasi capaian target ekspor produk unggas dengan memperluas penerapan sistem kompartemen bebas AI. (RBS)

HARGA AYAM HIDUP PULIH DI TINGKAT PETERNAK, SENTUH RP 21.000


Harga ayam di tingkat peternak perlahan mulai membaik. (Foto: Istimewa)

Setelah beberapa bulan mengalami tekanan harga, kini peternak ayam mandiri perlahan dapat menikmati harga ayam hidup/livebird (LB) yang membaik. Ini menjadi angin segar bagi peternak pasalnya di beberapa daerah sudah menyentuh harga acuan pemerintah, yaitu di tingkat peternak Rp 19.000-21.000/kg.

Sesuai arahan Menteri Pertanian, setidaknya telah melakukan dua langkah intervensi di lapangan, yaitu pemantauan secara intensif ketersediaan dan penyerapan ayam hidup di tingkat peternak.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, terus menggenjot upaya tersebut agar tidak terjadi gejolak harga akibat stok pangan, salah satunya ayam hidup.

“Di beberapa sentra produksi, harga ayam hidup sudah membaik dan peternak merespon positif langkah ini,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (15/5/2020).

Sementara Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia wilayah Jawa Tengah, Parjuni, menilai harga membaik karena supply-demand cukup seimbang. Adanya momen malam 21 Ramadan membuat kebutuhan meningkat mendekati Lebaran. Ia memperkirakan konsumsi masyarakat meningkat walau tidak signifikan karena masih pandemi COVID-19.

"Alhamdulillah kini harga LB yang sebelumnya Rp 14.000-15.000/kg meningkat ke harga Rp 21.000/kg," ucapnya. Parjuni pun meminta agar pengendalian suplai dan harga DOC terjaga agar harga terus membaik.

Pantauan Kementan per 14 Mei 2020, harga tertinggi terjadi di Yogyakarta dengan rataan harga Rp 22.222/kg, disusul Jawa Tengah dengan harga Rp 20.941/kg.

Secara rinci, Kementan memantau 17 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dengan Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan telah menunjukan harga batas atas tingkat peternak, yakni Rp 21.000-21.500/kg.

Sementara Jawa Timur dengan 21 kabupaten/kota, terpantau rata-rata Rp 20.385/kg. Namun 10 Kabupaten/Kota (Gresik, Lamongan, Lumajang, Madiun, Magetan, Nganjuk, Ponorogo, Sidoarjo, Tuban dan Batu) sudah mencapai harga acuan batas atas, yaitu berkisar Rp 21.500-23.500/kg.

Selain itu, harga LB di wilayah Banten juga ikut terkerek naik dengan rataan harga mencapai Rp 19.583/kg. Hal serupa juga terjadi di Jawa Barat, yakni Rp 19.385/kg. Diikuti daerah Bogor dan Garut yang juga merangkak naik dikisaran Rp 17.500-18.400/kg.

Perbaikan harga LB juga berlaku di wilayah regional di luar Pulau Jawa, diantaranya Provinsi Bengkulu (Rp 23.500/kg), Sulawesi Utara (Rp 22.500/kg), Maluku (kisaran Rp 22.000/kg) dan Papua (kisaran Rp 27.135/kg).

Sebelumnya untuk menekan kerugian peternak mandiri akibat keterpurukan harga, Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, mengupayakan terobosan penyerapan ayam hidup peternak oleh perusahaan mitra perunggasan dengan komitmen penyerapan sebanyak 4.119.000 ekor. Hal ini dinilai telah mampu menekan kerugian peternak meski serapannya belum maksimal.

“Jumlah ayam yang sudah diserap perusahaan mitra peternakan sudah mencapai 856.484 ekor. Pemerintah berterima kasih pada para mitra yang telah membantu peternak mandiri” ungkap Ketut.

Secara rinci per 14 Mei 2020, pembelian ayam peternak mandiri di Jawa Barat sebanyak 411.564 ekor, Banten 26.615 ekor, Jawa Tengah 226.104 ekor, DI Yogyakarta 9.919 ekor, Jawa Timur 136.635 ekor, Bali 30.415 ekor dan Sumatera Utara 15.232 ekor. (INF)

SEMPAT ANJLOK HINGGA RP 4.000 PER KG, HARGA AYAM DI TINGKAT PETERNAK MULAI NAIK

Biaya produksi peternakan ayam lokal di kisaran Rp 18-19 ribu per kg (Foto: Istimewa)

Harga ayam peternak di beberapa daerah saat ini hanya Rp 7.000 per kg. Sementara, biaya produksinya berada di kisaran Rp 18-19 ribu per kg.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi bahkan menyebutkan, harga ayam tingkat peternak di Jawa Tengah (Jateng) sempat anjlok hingga Rp 4.000 per kg.

"Betul, harga bahkan sampai Rp 4.000 di Jateng dari tanggal 1 sampai dengan 6 (April 2020)," jelas Sugeng, Rabu (8/4/2020).

Menindaki situasi tersebut, Sugeng menyatakan GOPAN segera mengajukan tuntutan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) agar perusahaan besar tidak memasarkan hasil produksinya ke pasar, melainkan menyimpannya ke dalam cold storage.

Upaya tersebut berbuah hasil, dimana harga ayam tingkat peternak di daerah sejak Selasa (7/4/2020) kemarin berhasil terdongkrak hingga ke level Rp 16 ribu per kg.

"Sejak dijalankan, harga mulai naik sejak kemarin tanggal 7 April. Di Jateng harga Rp 11 ribu sampai dengan Rp 12 ribu, Jawa Barat Rp 14.500-16 ribu, dan Jawa Timur Rp 13-13.500," terang Sugeng.

Kendati begitu, Sugeng mengutarakan, kisaran harga tersebut masih belum sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020, dimana harga acuan ayam di tingkat peternak yakni Rp 19 ribu per kg.

"Sudah mulai naik, tapi belum sesuai harga acuan yakni Rp 19 ribu. Tuntutannya, lanjutkan, perusahaan besar enggak jualan dulu ke pasar becek," tukas Sugeng. (Sumber: liputan6.com)

HARGA REFERENSI LIVE BIRD 28 FEBRUARI 2020

Ilustrasi ayam (Foto: Istimewa)

Para peternak dan pelaku usaha perunggasan kembali berkumpul dalam kegiatan Rembug Perunggasan Nasional, Kamis (27/2) di Hotel Harris, Bogor. Kegiatan rutin ini diadakan guna menjaga kestabilan harga ayam hidup sekaligus sebagai forum bagi peternak mengeluarkan unek-unek.

Selain itu, menjadi forum yang efektif untuk mengkoordinasikan dan memberikan solusi mengenai upaya permasalahan yang terjadi diperunggasan nasional.

Sebelum diadakanya Rembug Perunggasan Nasional, telah berlangsung pertemuan koordinasi wilayah stakeholder perunggasan Bandung Raya dan Satelit Pantura Jabar di Bandung, Selasa 25 Februari 2020 serta pertemuan stakeholder perunggasan Jateng dan DIY di Semarang, Rabu 26 Februari 2020.

Dari serangkaian kegiatan rembug tersebut, peternak berharap harga ayam hidup sesuai dengan harga referensi Permendag 07/2020. Dikarenakan harga sapronak (DOC) sudah terlebih dahulu mencapai harga referensi.

Peternak juga menyatakan diperlukan solusi fundamental bagi permasalahan perunggasan, agar kejadian 2019 tidak kembali berulang ditahun 2020 dan kedepannya. Diharapkan kekompakan diantara semua stakeholder agar harga tidak jatuh.

Panduan harga referensi penjualan mulai Jumat, 28 Februari 2020

BOBOT LB (KG)
BANTEN
JABOTABEK
SUKABUMI CIANJUR
BANDUNG
PURWASUKA
JATENG
JATIM
LUAR KOTA





15.500

> 2.2
18.000
18.000
17.000
17.500
16.500
17.000
17.500
2.0 – 2.2
18.000
18.000
17.000
17.500
16.500
17.000
17.500
1.8 – 2.0
18.000
18.000
17.500
17.500
17.000
17.000
17.500
1.6 – 1.8
18.000
18.000
18.000
17.500
17.500
17.000
17.500
1.4 – 1.6
18. 500
19.000
18.000
18.000
18.000
17.000

1.2 – 1.4
20.000
20.000
19.000
18.500
18.500


1.0 – 1.2
21.000
21.000
20.000
20.000
20.000


< 1.0
21.500
21.500
20.500
20.500
20.500


Sumber: GOPAN

Keterangan:
·        - Harga Luar Kota (LK) Jateng Rp. 15.500 sampai dengan Minggu, 1 Maret 2020
·        - Harga berlaku sampai dengan Senin 2 Maret 2020 akan dievaluasi kembali Selasa 3 Maret 2020
·        - Harga jual Selasa naik bertahap Rp. 500/hari menuju harga refrensi Permendag 07/2020 ayam ukuran 16 up (20.000)
·         - Jika harga LB tidak mencapai harga referensi, peternak meminta harga DOC turun


PASAR OVER SUPLAI, HARGA AYAM ANJLOK LAGI



Harga ayam anjlok karena di pasaran pasokan berlebih (Foto: Infovet)

Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) Pedaging kembali mengeluhkan anjloknya harga ayam hidup di tingkat peternak. Harga ayam anjlok karena di pasaran terjadi kelebihan pasokan.

"Kami akan melakukan aksi demo lagi karena kondisi ini sudah terlalu lama. Sudah 17 bulan," kata Ketua Pinsar Pedaging Jawa Tengah Parjuni di Solo, Senin 20 Januari 2020.

Parjuni mengatakan, saat ini harga ayam hidup lepas kandang terlalu rendah jika dibandingkan dengan harga pokok produksi (HPP). Menurut dia, saat ini harga ayam hidup lepas kandang di kisaran Rp13.500-14.500/kg, sedangkan HPP di angka Rp17.500-18.000/kg.

"Sebetulnya jelang Natal 2019 harganya sempat mendekati HPP, yaitu sekitar Rp17.000/kg. Harapan kami paling tidak harga ini bisa bertahan hingga tahun baru, tetapi ternyata setelah Natal harga terus turun sampai sekarang," katanya.

Terkait hal itu, pihaknya sudah beberapa kali melakukan komunikasi dengan Kementerian Pertanian. Meski demikian, sejauh ini hasilnya kurang memuaskan.

"Dulu sempat disepakati akan ada pengurangan 7 juta bibit ayam yang ada di lapangan. Tetapi kenyataannya hanya dikurangi 5 juta ekor. Artinya kan Dirjen Peternakan tidak sesuai komitmen," katanya.

Akibat anjloknya harga ayam tersebut, kata dia, peternak rakyat terus mengalami kerugian, bahkan hingga ratusan juga rupiah. "Seperti saya saja, dalam satu bulan rata-rata bisa rugi sampai Rp200 juta. Kalau ini sudah berjalan selama 17 bulan, berapa besar kerugian saya," katanya.
Terkait rendahnya harga ayam, ia berharap pemerintah benar-benar bisa menjadi pengayom peternak kecil dan tidak terkesan pro pengusaha besar yang saat ini juga ikut memproduksi bibit ayam.

"Sebagai bapak (pemerintah), ibaratnya kami ini anak bungsunya. Seharusnya kami dilindungi. Masa 17 bulan terus merugi," kata Parjuni. (Sumber: tempo.co)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer