Foto Bersama Para Peserta Seminar (Sumber : CR) |
Salah satu produsen vaksin terkemuka asal Spanyol, HIPRA kembali melakukan
acar launching produk vaksin
terbarunya di IPB International Convention Center (IICC), Bogor pada Senin
(24/6) yang lalu.
Acara tersebut dikemas dalam sebuah seminar bertajuk “Avian Metapneumovirus
& Avisan SHS Vaccine Launch”. Dimana Bogor didapuk menjadi kota pertama
dalam serangkaian roadshow mereka.
Setelahnya, acara serupa bakal digelar di Solo, Blitar, dan Surabaya dari 24-28
Juni 2024.
Prof. I Wayan Teguh Wibawan, sebagai salah satu narasumber menyampaikan bahwa pada kasus suatu infeksi yang
diakibatkan oleh satu jenis virus maka akan menjadi gerbang bagi infeksi mikroba
pathogen jenis lainnya. Maka penting untuk melakukan vaksinasi dalam rangka
mencegah infeksi agen lainnya.
Ia juga menekankan bahwa tidak semua penyakit tidak dapat dicegah dengan
tindakan biosekuriti, khususnya yang menyebar secara aerosol. Untuk penyakit
yang bersifat aerosol ia menyebut bahwa tindakan vaksinasi memegang peran
utama.
Selanjutnya kata Wayan, secara imunologis antibodi hanya akan bekerja saat
virus itu belum masuk kedalam sel, sehingga penting untuk menciptakan herd
immunity.
“Semakin banyak ayam yang memiliki imunitas yang baik maka lingkungan akan
semakin baik pula. Karena lingkungan tercemar akibat shedding, dan shedding
dapat dicegah dengan antibodi yang baik dan memperkecil paparan dengan virus
pathogennya,” tegas Wayan.
Narasumber lainnya yakni Dr Juan
Luis Criado selaku Global Product Manager Hipra menyampaikan bahwa dalam rangka
membasmi kontaminasi Swollen Head
Syndrome (SHS) yang disebabkan oleh Avian Metapneumo Virus (AMPV)
diperlukan solusi yang tepat.
Gejala klinis umum yang terlihat dari infeksi AMPV biasanya ngorok disertai
nasal discharge, pembengkakan pada kepala yang kadang diikuti kematian. Selain
itu kadang disertai dengan infeksi bakteri yang memicu kegagalan pada pemberian
antibiotik kerap terjadi, dan juga banyaknya produksi telur pucat pada ayam
petelur komersil maupun breeder.
“Untuk mengetahui infeksi virus kita harus menganalisis data dari
laboratorium untuk hasil yang lebih pasti, tetapi secara visual gejala klinis
dapat dilihat dari kualitas kerabang. Telur yang dihasilkan dari ayam yang
terinfeksi AMPV memiliki kerabang yang lunak. Hasil penggunaan vaksinasi ini
berpengaruh nyata terhadap performa ayam, antara kelompok ayam yang divaksin
dan tidak divaksin dapat dilihat perbedaan dari jumlah produksi telur per ekor,
rataan bobot telur yang dihasilkan, jumlah kilogram telur per ekor, telur sehat
per ekor, telur pucat per ekor dan rasio konversinya,” tegas Juan.
Diperkuat oleh Dr Ong Shyong Wey selaku Regional Technical Marketing
Manager HIPRA yang memaparkan bahwa mutasi virus AMPV yang semakin meluas,
sehingga harus disertai pula dengan pembaruan strategi pembasmiannya. AMPV dapat menyebabkan penyakit pada unggas di
setiap umur dan dapat menyerang ayam broiler, layer dan breeder. Terjadi akibat
replikasi Avian Metapneumovirus di saluran pernapasan bagian atas dan di
saluran reproduksi setelah fase viremia pada layer dan breeder.
“Di Indonesia HIPRA lebih dulu mengenalkan vaksin killed sebelum mengenal
vaksin live, sehingga peternak dalam pencegahan virus itu banyak yang
menggunakan vaksin killed. Sekarang vaksin live sudah masuk ke Indonesia melalui
launching vaksinasi hari ini. Penggunaan vaksin live dan killed dengan strain
yang sama sebagai priming dan booster akan memaksimalkan imunitas dan proteksi
pada ayam”.
Sebagai penutup, Drh Aditya Fuad Risqianto selaku Technical Service Manager
Hipra Indonesia menampilkan data hasil studi prevalensi AMPV di Indonesia. Hasil
Surveillance pada farm tanpa vaksinasi aMPV pada tahun 2022-2023 itu 94%
positive. Apabila dibiarkan tentu akan mempengaruhi performa dan pendapatan.
Apalagi bila disertai dengan double infection virus tentu akan mengakibatkan
efek yang lebih besar.
“Program vaksin yang sudah ada hanya menggunakan vaksin kill saja, dengan
penggunaan vaksin live ini menurunkan shedding agen patogen dan menghasilkan
proteksi jangka panjang. Sehingga diharapkan tercipta herd immunity dan membuat
ternak kebal terhadap serangan virus dan bakteri yang selama ini menghantui”.
(CR)