Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini demo peternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TUNTUT TERBITKAN PP PERLINDUNGAN, PETERNAK KEMBALI TURUN KE JALAN

Beberapa tuntutan yang dibentangkan paternak UMKM yang berunjuk rasa di Jakarta. (Foto: Istimewa)

Peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN), kembali turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa mendesak pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) Perlindungan Peternak.

Pasalnya, harga sarana produksi peternak selalu melebihi harga jual ayam hidup. Kondisi tersebut menyebabkan peternak kerap merugi. BEP peternak unggas mandiri berada diangka Rp 21.000, sementara harga jual ayam hidup/live bird saat ini Rp 17.000/kg.

“Input atau sarana produksi ternak (sapronak) berupa DOC dan pakan yang tinggi, tidak mengikuti fluktuasi harga jual ayam hidup. Kami menuntut mendapatkan DOC dan sapronak secara berkesinambungan dengan harga yang wajar, karena itu merupakan komponen penting pembentuk harga pokok produksi (HPP),” ujar Ketua KPUN, Alvino Antonio, melalui keterangan resminya saat memimpin aksi yang dihadiri peternak se-Jawa-Bali di Istana Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Ia mengungkapkan, dari problema tersebut ditambah selama pandemi peternak unggas mandiri tidak mendapat insentif apapun dari pemerintah, membuat populasi peternak semakin berkurang. Banyak peternak gulung tikar karena harga jual live bird sering berada di bawah HPP. Jumlah peternak Mandiri nasional terdegradasi terhitung sejak era 2000-an sebanyak 85%.

“Pada 2000-an jumlah peternak sebanyak 2,5 juta dengan asumsi 90% populasi nasional dikuasai peternak rakyat UMKM. Sekarang tinggal 35.280 KK peternak,” ungkap Alvino.

Maka dari itu, pihaknya mendesak pemerintah segera menyusun PP Perlindungan Peternak dengan mengusulkan kontrol harga input atau sapronak. Pemerintah diminta segera membuat standarisasi SNI untuk pakan dan DOC.

Apabila terjadi kelebihan pasokan, maka pemerintah diharapkan melakukan pemerataan dengan distribusi ayam ke daerah yang kekurangan pasokan ayam bersinergi dengan integrator.

“Para integrator dalam role model bisnisnya harus menyertakan market ayam karkas. Supply harus disesuaikan dengan demand. Mereka (integrator) tidak boleh budi daya Final Stock atau live bird,” ucap Alvino.

Ia juga menambahkan, pihaknya meminta pemerintah untuk mengatur ulang kuota Grand Parent Stock (GPS) nasional. Sebab, lanjut dia, 64% kuota GPS dikuasai dua integrator. “Atur kuota GPS dan biarkan perusahan bersaing secara sehat di hulunya,” pintanya.

Perusahaan integrasi juga diharapkan fokus membantu peternak mandiri dengan menyediakan sapronak, mulai dari DOC, pakan dan lainnya yang sesuai SNI dengan harga terjangkau. Pihaknya juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas bagi industri yang melanggar undang-undang dan mematikan ekonomi rakyat.

“Pemerintah juga harus memaksimalkan badan pangan nasional sebagai buffer untuk melindungi dan menyerap produksi peternak UMKM,” tandasnya. (INF)

KEMENTAN MINTA PELAKU USAHA PERUNGGASAN CIPTAKAN IKLIM USAHA YANG KONDUSIF



Dirjen PKH menerima kedatangan peternak. (Foto: Humas Kementan)

Menyikapi situasi perunggasan saat ini, khususnya terkait tuntutan dari perwakilan peternak unggas, Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita meminta agar semua pelaku usaha menjaga iklim usaha yang kondusif. “Kita kapan majunya kalau saat ini sedikit-sedikit demo, peternak juga harus berpikir maju dan modern, sehingga hasil usahanya akan lebih efisien,” ucap I Ketut Diarmita hari ini Rabu (11/12) di Kantor Pusat Kementerian Pertanian Jakarta.

Ketut menegaskan bahwa Pemerintah selama ini selalu berupaya menjaga kestabilan dan peningkatan produksi dalam pemenuhan kebutuhan daging ayam nasional. "Kita jaga agar produksi daging ayam dapat memenuhi kebutuhan dan masyarakat bisa punya akses ke protein hewani yang terjangkau" ungkap Ketut. “Selebihnya kita juga mendorong para pelaku usaha untuk ekspor,” tandasnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah pengaturan harga sebenarnya bukan kewenangan Kementerian Pertanian. Namun demikian, sebagai pembina peternak di Indonesia, dirinya selalu ada di garda terdepan dalam membela kepentingan peternak, oleh karena itu Ditjen PKH yang dipimpinnya telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka menjaga keseimbangan antara produksi dan kebutuhan daging ayam nasional.

Menegaskan komitmennya dalam membela kepentingan peternak Indonesia, Ketut menerima masukan dari perwakilan peternak dalam mengkaji ulang susunan Tim Ahli Analisa Ketersediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Lanjut Ketut menjelaskan bahwa dalam rangka stabilisasi produksi DOC FS, Pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen PKH No. 12859/SE/PK.230/F/11/2019 tanggal 29 November 2019 tentang Pengurangan/Cutting Telur Tertunas (HE) umur 19 hari. Pengurangan akan dilakukan sebanyak 5 juta per minggu atau 21 juta selama bulan Desember 2019, khususnya di Pulau Jawa.

Hal ini dilakukan berdasarkan perkiraan realisasi produksi pada bulan Desember 2019 sebanyak 280.890.348 ekor, sedangkan kebutuhan DOC FS bulan Desember sebanyak 259.619.227 ekor atau ada surplus sebanyak 21.271.120, sehingga jika DOC dikurangi sebanyak 21 juta selama bulan Desember 2019 maka prediksi realisasi produksi menjadi imbang antara produksi dengan kebutuhan.

"Langkah ini diambil untuk mempercepat berkurangnya produksi DOC FS dengan harapan peternak mandiri menikmati harga HPP yang stabil sesuai Permendag No 96 Tahun 2018", tegas Ketut.

Untuk memperkuat langkah tersebut, Pemerintah juga telah memerintahkan afkir dini PS umur 60 minggu sampai 31 Desember 2019. Afkir dini PS ini akan mengurangi produksi DOC FS sekitar 2 juta per minggu.

Terkait harga, Ketut membeberkan data harga ayam hidup (live bird) dan daging ayam yang secara rutin dipantau oleh timnya. Menurutnya harga live bird secara nasional pada awal Desember ini cukup baik. Sebagai contoh, Ketut menyebutkan rerata harga live bird di regional Sumatera ada diangka Rp. 20.862 di tingkat produsen, dan Rp. 32.328 di tingkat konsumen. Sementara di Jawa, harga rerata live bird adalah Rp. 18.318, dengan harga di tingkat konsumen sebesar Rp. 33.626, dengan harga terendah Rp. 16,000,- di Kabupaten Tuban Jawa Timur, sedangkan harga tertinggi tercatat sebesar Rp.19.500 di Kabupaten Bogor Jawa Barat.

"Artinya bahwa harga di tingkat produsen dan konsumen berimbang dan ada dikisaran yang cukup baik. Hal ini menunjukkan supply dan demand ada pada titik keseimbangan" pungkasnya. (Sumber: Rilis Kementan)


BENTUK KEKECEWAAN, PETERNAK BAGIKAN AYAM GRATIS

Peternak membagikan ayam gratis kepada masyarakat di depan kantor Kementan sebagai bentuk kekecewaan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Rabu (11/12), peternak yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Pertanian (Kementan).

Dalam aksinya, sebagai bentuk protes terhadap gejolak perunggasan, peternak rakyat membagikan 1.000 ekor ayam gratis kepada masyarakat sebelum membubarkan diri.

"Kita bagikan ayam gratis sebagai bentuk protes kami. Tolong masyarakat doakan perjuangan kami," kata perwakilan peternak Jawa Barat saat membagikan ayam gratis.

Ratusan peternak yang mengenakan ikat kepala berwarna merah berkumpul sejak pagi di depan kantor Kementan. Aksi damai dilakukan untuk menuntut perbaikan industri perunggasan yang terus bergejolak secara berulang-ulang.

"Kami akan terus sampaikan tuntutan kami sampai semua diperbaiki," kata peternak perwakilan Solo, Alam.

Tuntutan peternak diantaranya meminta perbaikan harga ayam di tingkat peternak, perbaikan harga DOC dan pakan, ketegasan peraturan, pengendalian keseimbangan supply-demand, keadilan pasar, pembubaran tim ahli perunggasan Kementan, hingga pencopotan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, yang dinilai tidak mampu memperbaiki kondisi perunggasan Indonesia.

"Pemerintah enggak bisa mengurus industri ini. Oversupply terus terjadi, bubarkan tim ahli perunggasan, tim ini sangat ahli membohongi rakyat," kata salah satu perwakilan peternak Lamongan, Jawa Timur.

Dalam aksinya ratusan peternak hadir dari berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya peternak daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera, hingga Kalimantan. (RBS)

DEMO PETERNAK: RAPOR MERAH INDUSTRI PERUNGGASAN

Aksi damai di depan kantor Kementerian Pertanian, Rabu (11/12). (Foto: Infovet/Ridwan)

Rabu (11/12), peternak yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Pertanian (Kementan).

Dari pantauan Infovet, ratusan peternak yang mengenakan ikat kepala berwarna merah menuntut perbaikan industri perunggasan yang terus bergejolak secara berulang-ulang.

"Kami akan terus menyampaikan tuntutan kami sampai semua diperbaiki," kata salah satu peternak dalam orasinya.

Tuntutan peternak diantaranya meminta perbaikan harga ayam di tingkat peternak, perbaikan harga DOC dan pakan, ketegasan peraturan, pengendalian keseimbangan supply-demand, keadilan pasar, pembubaran tim ahli perunggasan Kementan, hingga pencopotan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan.

"Sudah 10 bulan belakangan kami terus merugi hingga triliunan rupiah. Ini merupakan rapor merah perunggasan nasional. Pemerintah enggak becus mengurus industri ini," timpal peternak lain yang juga melakukan orasi.

Sampai berita ini diturunkan, aksi damai peternak rakyat di depan kantor Kementan masih berlangsung. (RBS)

KEMBALI GELAR AKSI, RATUSAN PETERNAK SERBU KANTOR KEMENKO PEREKONOMIAN

Aksi damai yang dilakukan ratusan peternak broiler saat menyambangi kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat. (Dok. PPRN)

Harga jual live bird (LB) yang kembali anjlok menjadi pemicu peternak broiler yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) kembali menggelar aksi damai. Kali ini demo dilakukan di depan kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).

Ratusan peternak rakyat yang sudah berkumpul sejak pagi membawa spanduk berisikan tuntutan meminta perbaikan harga untuk  keberlanjutan usaha mereka. Dalam keterangannya, Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi menyebut, anjloknya harga sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, harga LB broiler terendah terjadi pada Agustus 2019 yang mencapai Rp 8.000 per kg di tingkat peternak. 

“Pada tahun ini selama kurun waktu sembilan bulan, usaha perunggasan mengalami dua kali ‘gelombang tsunami’ anjloknya harga LB di tingkat peternak. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh oversupply produksi LB,” kata Sugeng.

Ia mengemukakan, sejak Juni 2019 gejolak harga LB sudah mulai terjadi. Puncaknya pada Agustus kemarin harga LB benar-benar terjun bebas dari harga yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 19.000 per kg.

“Berbagai upaya dilakukan dan disuarakan peternak kepada pemerintah, termasuk upaya antisipasi untuk menjaga kestabilan harga. Namun tak pernah ada solusi jitu dan berkepanjangan,” ungkapnya.

Ia pun sangat menyayangkan upaya-upaya yang telah dilakukan tak berdampak signifikan pada keberlanjutan usaha peternakan rakyat.  “Tercatat sudah puluhan kali rapat koordinasi dan evaluasi melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perekonomian bahkan Bareskrim Polri. Tapi semua upaya mentok, peternak kembali menelan pil pahit merasakan buruknya penataan industri perunggasan nasional,” ucap dia.

Selain harga LB di tingkat peternak yang kembali merosot tajam, keluhan lain yang dirasakan peternak yakni mahalnya harga sapronak (sarana produksi ternak). Tercatat sejak 2019 harga pakan terus bertahan di level Rp 6.800-7.400 per kg. Kemudian harga DOC juga mengalami kejadian serupa. Dari catatan PPRN, harga DOC sejak Agustus 2018 mencapai Rp 6.600-6.100, perlahan turun pada Juni-Agustus 2019 menyentuh angka Rp 4.000.

“Namun itupun belum membantu karena harga LB anjlok ke titik terendah. Sementara di sisi lain, upaya penyeimbangan supply-demand melalui pengurangan produksi DOC selalu berdampak lebih dulu terhadap kenaikan dan ketersediaan DOC bagi peternak,” pungkasnya.

Adapun beberapa tuntuan peternak rakyat yang disampaikan PPRN diantaranya, tuntutan jangka pendek menaikkan harga LB minimal di HPP (Harga Pokok Produksi) peternak, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) untuk penataan iklim usaha perunggasan nasional yang adil agar peternak rakyat terlindungi, meminta perlindungan segmentasi pasar ayam segar untuk peternak rakyat mandiri, penataan hilirisasi usaha perunggasan melalui upaya kewajiban memiliki RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) bagi perusahaan unggas intergrasi seperti diatur dalam Permentan No. 32/2017 dan meminta pembubaran tim komisi ahli perunggasan. (RBS)

PETERNAK JAWA TENGAH KOMPAK BAGI-BAGI AYAM GRATIS

Aksi bagi-bagi ayam gratis di Semarang (Foto: Istimewa)


Hari ini, Rabu (26/6/2019) secara serentak, para peternak mandiri yang tergabung di dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) wilayah Jawa Tengah dan Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) menggelar aksi bagi-bagi ayam gratis.

Lebih dari 8.000 ekor ayam hidup akan dibagikan di lima tempat di Solo secara serentak. Sementaara, 5.000 ekor ayam dibagikan gratis ke masyarakat di empat titik pembagian ayam gratis yaitu di Stadion Kridosono, Balaikota Yogyakarta, Alun-alun Utara dan di depan Taman Pintar.

Aksi ini dilakukan para peternak sebagai bentuk protes kepada pemerintah menyusul anjloknya harga ayam broiler di pasaran.

Ketua Apayo, Hari Wibowo dihubungi Infovet, Selasa (25/6/2019) mengungkapkan aksi para peternak ayam broiler ini merupakan bentuk protes karena murahnya harga beli ayam dari pedagang. Harga beli yang murah itu menyebabkan para peternak merugi.

"Ini bentuk protes kami atas murahnya harga ayam. Kami sebagai peternak merugi. Daripada dijual murah lebih baik dibagikan gratis ke masyarakat," ujar Hari.

Hari menguraikan sejak September 2018 terjadi ketimpangan harga ayam. Hari menyampaikan harga ayam dipasaran saat ini mencapai Rp29.000/Kg hingga Rp30.000/Kg. Sedangkan pedagang membeli dari peternak hanya seharga Rp7.000/Kg hingga Rp8.000 /Kg.

Sementara di Solo, kegiatan bagi-bagi ayam dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Berdasarkan sumber yang Infovet peroleh dari PPN Solo, kegiatan akan digelar di halaman Kantor Kecamatan Banjarsari, Pendapa Kantor Kecamatan Jebres, halaman Kantor Kecamatan Laweyan, Pendapa Kantor Kecamatan Serengan dan di area bekas SD Negeri Baturono Pasar Kliwon.

Peternak di Kota Semarang juga memembagi-bagikan ayam di tujuh lokasi yang tersebar di Kota Semarang, mulai dari Kramas Jalan Mulawarman, Tembalang, hingga Pasar Pedurungan.

Disebutkan sebelumnya, harga ayam hidup saat ini di tingkat peternak hanya sekitar Rp8.000-Rp10.000/kg. Harga tersebut jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) yang mencapai Rp18.500/ kg.

Para peternak mandiri menilai pemerintah gagal melindungi keberlangsungan usaha mereka. Jumlah produksi yang berlebih serta anjloknya harga ayam menjadikan peternak mengalami kerugian selama berbulan-bulan. Dampaknya beberapa peternak harus menutup usahanya, sedangkan sisanya bertahan meski harus menambah hutang atau bahkan menjual aset untuk menutup biaya produksi. (NDV)


HARGA PAKAN TINGGI SAAT HARGA JAGUNG RENDAH, PETERNAK AYAM CURIGA

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Google Image)

Tingginya harga ransum ayam ditengah turunnya harga jagung, memunculkan kecurigaan adanya praktik penimbunan. Saat ini harga ransum bertahan pada kisaran Rp 7.400 per kilogram, sedangkan jagung hanya Rp 3.500 per kilogram.

“Kami tidak habis pikir, saat harga jagung turun, ransum atau pakan ayam tetap bergeming tinggi. Memang ada yang turun, akan tetapi tidak signifikan hanya Rp 100 per kilogram, mestinya turun Rp 1.000,” tutur Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Heri Dermawan, Selasa, 5 Maret 2019 di Ciamis.

Dia memperkirakan, pabrik pakan tetap memertahankan harga tinggi dengan alasan karena jagung yang digiling merupakan stok lama. Apabila hal itu yang menjadi alasan, maka bertolak belakang dengan kondisi Bulan November – Desember yang menyatakan stok jagung hanya cukup untuk 20 hari.

“Apabila mereka sampai saat ini tetap menggiling, artinya yang digiling jagung stok lama. Dengan demikian patut dicurigai jika ada penimbunan, karena pada saat itu stok jagung hanya untuk 20 hari,” ujarnya Heri Dermawan.

Lebih lanjut dia mengatakan jagung merupakan komponen utama pembuatan ransum atau pakan ayam petelur maupun pedaging. Dengan demikian fluktuasi harga jagung sangat berpengaruh terhadap harga ransum. 

“Masih menjadi ganjalan, jagung petani tidak diterima pabrik dengan alasan tingginya kadar air dan berbagai alasan lain. Hal itu sebenarnya tidak menjadi alasan, karena untuk menurunkan kadar air tidak membutuhkan teknologi rumit,”  katanya.

Pada bagian lain Heri mengatakan persoalan tingginya harga pakan, menjadi salah satu topik demo kalangan peternak ayam yang berlangsung di depan Istana Negara, Selasa, 5 Maret 2019. Selain harga pakan, juga berkenaan tingginya harga DOC, serta tidak berimbangnya antara antara jumlah dengan kebutuhan.

“Setahun belakangan ini harga DOC relatif tidak pernah turun, kisaran Rp 6.000 – Rp 6.500. Dengan cost yang besar, sejak tiga minggu lalu hingga saat ini harga ayam di kadang hanya Rp 13.000. Artinya ada persoalan yang harus segera dituntaskan, sehingga keberlangsungan peternakan ayam rakyat dapat tetap terjamin,” tutur Heri.

Hal lain yang saat ini dirasakan oleh kalangan peternak ayam, lanjutnya, berkenaan dengan sikap pemerintah yang mewajibkan peternak mengikuti harga acuan yang diatur dalam Permendag Nomor 58 tahun 2018. Dalam aturan tersebut harga acuan di tingkat peternak  dengan batas bawah Rp 17.000 per kilogram dan batas atas Rp 19.000.

“Ketika harga tinggi akibat ransum dan DOC tinggi, kami diminta agar harga diturunkan sesuai aturan. Yang menjadi persoalan, ketika harga dibawah aturan, pemerintah dimana? Kami berharap persoalan ini juga dapat diselesaikan bersama,” katanya. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com)

PETERNAK MENUNTUT HARGA PAKAN DAN DOC TURUN

Demonstrasi peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRPN di depan Istana Negara, Selasa (5/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Ribuan peternak ayam broiler yang tergabung dalam Sekber Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PPRPN) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Selasa (5/3).

Sebagian tuntutan dari peternak yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia ini meminta harga DOC dan pakan turun, agar biaya produksi tak membengkak.

"Harapan kita hari ini pemerintah mendengar apa yang menjadi keinginan peternak rakyat, yakni harga ayam harus naik di tingkat peternak. Sebab DOC dan pakan, serta sapronak lain yang kita beli di perusahaan tinggi harganya, ini memicu peternak rakyat bangkrut. Padahal kita hanya ingin menikmati hasil dari budidya kita," ujar Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi saat ditemui Infovet.

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa perwakilan peternak rakyat dari daerah, diantaranya Lampung, Jawa Timur, Kalimantan, Bandung, Medan, yang meminta harga bibit serta pakan ternak turun dan harga jual ayam tidak ambruk di bawah hpp (Harga Pokok Produksi).

"Turunkan harga bibit dan pakan, jika tidak kita bakar saja. Pemerintah itu kalo kita jual (ayam) di atas hpp, pemerintah bertindak, tapi kalo harga jual turun di bawah hpp pemerintah diam saja," ujar perwakilan peternak Kalimantan saat menyampaikan aspirasinya.

Harga pokok produksi yang sudah diatur saat ini mencapai Rp 19-20 ribu/kg (live bird). Namun beberapa tahun terakhir harga jual ayam selalu berada di bawah hpp. Sementara adapun kenaikan harga DOC yang mencapai Rp 1.595/ekor dan pakan sebesar Rp 850/kg. Kenaikan terjadi sebanyak enam kali sepanjang 2018. Melonjaknya harga pakan disebabkan kenaikan harga jagung dalam negeri dan penguatan dollar. Sedangkan kenaikan harga DOC dipicu kenaikan harga pakan dan kenaikan biaya depresiasi akibat kosongnya kandang induk pasca pemangkasan produksi.


Aksi demonstrasi peternak rakyat yang meminta perlindungan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selain itu, ditambahkan perwakilan peternak daerah Lampung, yang meminta budidaya dikembalikan seutuhnya kepada peternak mandiri. "Budidaya itu milik rakyat, kita juga ingin besar. Tolong perhatikan nasib kami (peternak). Ini kita akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan."

Ini tentunya menjadi indikasi lemahnya pemerintah mengawasi industri perunggasan. Hal itu juga yang disampaikan Haris Azhar dari Lokataru.

"Pemerintah tidak mau mendengar peternak yang tiap hari gulung tikar dan merugi, mereka lebih peduli terhadap perusahaan besar, kita tidak bisa biarkan ini. Kita harus tuntut produksi peternakan milik peternak rakyat," katanya dihadapan para peternak. (RBS)

BEGINI LANGKAH KEMENTAN ATASI GEJOLAK HARGA DAGING DAN TELUR AYAM

JAKARTA, 30 Maret 2017. Dalam rangka mengatasi permasalahan perunggasan di Indonesia saat ini, terutama terkait adanya penurunan harga ayam hidup (broiler dan jantan layer) serta telur dibawah harga pokok produksi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 3035/Kpts/PK010/F/03/2017 tentang Pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Ayam Layer tanggal 29 Maret 2017.
“Ini merupakan kebijakan pemerintah di bagian hulu untuk menata bisnis perunggasan di Indonesia, dengan tujuan melakukan supply management (manajemen pasokan). Pemerintah bersama-sama dengan Tim Analisis dan Tim Asistensi perunggasan dengan mempertimbangkan kondisi pasar saat ini, maka perlu mengatur kembali pasokan bibit agar sesuai dengan naik turunnya permintaan, sehingga tidak terjadi over supply,” ungkap Dirjen PKH I Ketut Diarmita.
Dirjen PKH Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita
siap mendampingi pihak Istana menerima
perwakilan peternak yang berdemo siang ini Kamis, (30/3).  
Tujuh (7) langkah yang dilakukan Kementan untuk mengatasi masalah perunggasan di bagian hulu yaitu: 1). Penerbitan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras; 2). Pembentukan Tim Analisis, Tim Asistensi dan Tim Pengawas dalam mendukung pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016; 3). Analisis daging dan telur ayam ras; 4). Pertemuan dengan stakeholder terkait dengan dinamika perunggasan nasional; 5). Pemantauan ke pelaku usaha terkait pelaksanaan Permentan Nomor 61 Tahun 2016 oleh Tim Pengawas Ayam Ras dalam kesiapan Sertifikasi Produk DOC FS; 6). Penerbitan Surat Edaran Dirjen PKH No. 02926/SE/PK.010/F/03/2017 tentang Pengurangan DOC FS Broiler, dan SE Dirjen PKH Nomor 03035/SE/PK.010/F/03/2017 perihal Pengurangan DOC FS Jantan Layer; 7). Penerbitan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3035/Kpts/PK010/F/03/2017 untuk menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Ayam Layer.
Menurut I Ketut Diarmita, kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga Live Bird Broiler dan Live Bird Jantan Layer yang berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) dan berdasarkan rekomendasi dari Tim Analisis dan Tim Asistensi pada tanggal 22 Maret 2017, sehingga pada tanggal 24 Maret 2017 dikeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH tentang Pengurangan DOC FS.
Kebijakan ini diputuskan dengan mempertimbangkan perhitungan potensi produksi DOC FS Broiler rata-rata 63.000.000 ekor/minggu, sehingga perlu dilakukan pengurangan produksi DOC FS Broiler sebanyak 5.000.000 ekor/minggu secara nasional dari Pembibit PS Broiler yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand. Oleh karena itu, peningkatan populasi ayam ras harus diimbangi dengan seberapa besar kebutuhan atau permintaan untuk menghindari terjadinya penurunan harga akibat over supply daging ayam.
“Para Pembibit Parent Stock (PS) Broiler untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS sebanyak 8% dari total produksi di perusahaan melalui setting telur tertunas. Selain itu juga,  Pembibit PS Jantan Layer untuk melakukan pengurangan produksi DOC FS Jantan Layer sebanyak 20% dari total produksi,” kata I Ketut Diarmita.
Perwakilan peternak yang diterima di Istana Negara. 
Lebih lanjut disampaikan, dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut juga disebutkan mengenai pengurangan FS layer dilakukan melalui afkir FS layer usia diatas 70 minggu pada peternak yang memiliki FS layer di atas 100.000 ekor.
“Pengurangan ini dilakukan secara bertahap mulai tanggal 27 Maret 2017 dan akan ditinjau kembali setiap 2 minggu oleh Ditjen PKH. Selanjutnya para pelaku usaha dalam melaksanakan pengurangan DOC FS Broiler dan DOC FS Jantan Layer serta FS Layer wajib menyampaikan laporannya secara tertulis kepada Dirjen PKH,” jelas I Ketut Diarmita.
“Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang melaporkan ke kami bahwa mereka sudah mulai melaksanakan himbauan seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Dirjen PKH. Beberapa perusahaan memanfaatkan dana CSR mereka dengan cara membagikan telur ke panti asuhan, panti jompo, pondok pesantren dan lain-lain,” tambahnya.
“Pengawasan akan dilakukan cross monitoring oleh Tim Analisis dan Pengawas Bibit Ternak Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya,” ungkap I Ketut Diarmita.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan Ditjen PKH selanjutnya, yaitu: 1) Revisi Permentan Nomor 61 Tahun 2016 dengan memasukkan pengaturan terhadap distribusi DOC Layer; 2). Pemantauan terhadap pengurangan produksi DOC FS di perusahaan PS di sentra produksi utama (hatchery); 3). Evaluasi dampak pengurangan produksi DOC FS; 4). Perbaikan data dari sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan; 5). Penyusunan Road Map Ras Pedaging dan Petelur Tahun 2017-2019; 6). Pemetaan wilayah produksi dan distribusi Ayam Ras Pedaging dan petelur yang disinkronkan dengan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota terkait.
Sedangkan untuk di hilir, Ditjen PKH juga terus mendorong tumbuhnya usaha pemotongan, penyimpanan dan pengolahan. Sehingga hasil usaha peternak tidak lagi dijual sebagai ayam segar atau telur segar melainkan ayam beku, ayam olahan, tepung telur ataupun inovasi produk lainnya. “Hal ini mengingat pasar untuk komoditi unggas di Indonesia didominasi fresh commodity, sehingga produk mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply demand menjadi faktor penting penentu harga, sehingga intervensi pemerintah perlu dilakukan dari hulu hingga hilir”, tambah Dirjen PKH menjelaskan.
Lebih lanjut I Ketut Diarmita, MP menghimbau agar peternak memperbaiki manajemen pemeliharaan dan menerapkan prinsip-prinsip animal welfare, biosecurity dan treacibility. Selain itu juga perlu modernisasi supply chain from farm to table. I Ketut Diarmita menyampaikan, saat ini perusahaan yang memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA) telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage, hanya mampu menampung stock sebesar 15-20% dari total produksi.
“Peternak mandiri maupun integrator saat ini sama-sama menjual ayam hidup, maka keduanya terjebak pada commodity trap (jebakan komoditi dimana harga tergantung pada supply demand), sehingga jika harga jatuh, peternak dengan modal kecil yang umumnya tidak memiliki cadangan dana ketika harga jatuh akan mudah mengalami kebangkrutan,” ungkap I Ketut Diarmita.
Untuk itu, Pemerintah telah mewajibkan bagi pelaku usaha dengan kapasitas produksi produksi paling sedikit 300.000 (tiga ratus ribu) per minggu harus mempunyai Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) yang memiliki fasilitas rantai dingin. Sehingga angka penjualan ayam beku dapat ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya commodity trap yang terjadi selama ini.
“Pemerintah melalui Ditjen PKH juga terus melakukan kampanye Ayam Dingin Segar yang sudah dilakukan di 20 titik untuk wilayah Jabodetabek saat ini,” kata I Ketut Diarmita. “Selain itu juga Ditjen PKH terus mendorong perusahaan integrator untuk membuka pasar di luar negeri. Para pelaku industri perunggasan diharapkan dapat menjual produk daging ayamnya ke pasar di luar negeri, sehingga pasar dalam negeri dapat diisi oleh peternakan unggas rakyat,” kata I Ketut Diarmita menambahkan.
Dirjen PKH menjelaskan, untuk daging ayam olahan kita juga sedang mengupayakan dan mendorong agar beberapa unit usaha pengolahan daging ayam yang telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Jepang agar segera merealisasikan ekspornya. “Hal ini tentunya diharapkan dapat menyusul keberhasilan Indonesia ekspor ke PNG saat ini, dan sejak tahun 2015 Indonesia juga telah mengekspor telur ayam tetas (Hatching Eggs) ke negara Myanmar,” ungkap I Ketut Diarmita.
“Jika semua sudah berjalan sebagaimana mestinya, cara ini tentunya akan efektif untuk mengurangi gejolak harga yang tidak wajar,” ujar I Ketut Diarmita. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer