|
Seluruh peserta tembug perunggasan tengah berdiskusi |
Selasa 15 September 2020 seluruh stakeholder perunggasan nasional
berkumpul di Hotel Aston Sentul, Kabupaten Bogor. Acara ini diinisiasi oleh
PINSAR dan GOPAN dalam rangka mencari solusi dan menstabilkan harga ayam hidup.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh
perwakilan peternak PINSAR & GOPAN, integrator, dan pemerintah (Kementan
dan Kemendag). Bisa dibilang pertemuan kali ini “lengkap” dihadiri delegasi dari
semua stakeholder.
Dalam sambutannya mewakili Dirjen
PKH, Sugiono selaku Direktur Perbibitan dan Produksi ternak mengakui bahwa
mudah – mudahan pertemuan hari ini dapat memberikan solusi dan tidak berujung
ricuh. Dirinya juga mengakui sudah jenuh dengan urusan perunggasan yang makin
carut – marut.
“Saya berharap hari ini momen
yang pas, jangan ada lagi demo – demo. Apalagi caci maki, kami dari Dirjen PKH sudah
berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik di perunggasan, namun memang
masih terus saja dinilai kurang,” tutur Sugiono.
Sugiono juga menjabarkan mengenai
beberapa data dan fakta terkait pengendalian populasi yang masih over supply. Padahal menurut Sugiono
berdasarkan Surat Edaran yang terkahir kali terbit bulan Juli lalu sudah ada
instruksi untuk melakukan cutting HE,
afkir dini dan lain – lain dalam rangka mengurangi populasi DOC yang beredar.
“Sampai hari ini penyerapan live bird target 41 juta baru tercapai
21,8 juta (62%) cutting HE dari
target 14 juta di bulan September ini realisasinya sudah 9,4 juta (67%),
pengurangan jumlah setting HE dari target 7,5 juta baru sekitar 652 ribu (8%),
dan afkir dini PS betina umur 50 minggu dari target 4 Juta baru 600 ribu,”
tutur Suigono.
Sugiono melanjutkan bahwa Surat
Edaran yang terbit bulan Juli lalu tidak mendapat tanggapan yang baik dari para
stakeholder khususnya integrator.
“Saya menghimbau agar Surat
Edaran itu diaplikasikan. Padahal menurut BPS data permintaan ayam kita
menurun, tapi kok teman – teman integrator bukannya ngerem produksi bibit tapi
malah genjot terus?. Ini kan ada ketimpangan antara supply dan demand, harusnya
nggak begitu dong?,” tukas Sugiono.
Ia terus menghimbau agar para
produsen DOC, juga GPPU khususnya agar menertibkan anggotanya dalam menjalankan
Surat Edaran tadi, karena hal di hulu juga akan mempengaruhi sektor hilir.
“Tolong dong teman – teman integrator,
kalau memang mau nambah produksi main di luar dong, ekspornya ditingkatkan saya
tuh pengennya integrator main di liga – liga Eropa lawan Barcelona, lawan Real
Madrid, jangan lokalan terus lawan Persikabo, Persija, kasihlah ini teman –
teman peternak mandiri kesempatan,” pungkas Sugiono.
Dalam kesempatan yang sama
Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Johni Martha juga mengakui bahwa permasalahan
perunggasan nasional layaknya benang kusut yang basah. Hal ini diketahuinya setelah
banyak mendengar dan menyelami permasalahan mengenai perunggasan nasional.
“Kami sudah berkoordinasi dengan
Kementan dalam hal ini Dirjen PKH, kami sudah menyusun langkah yang sampai saat
ini belum kami berani pastikan, karena selain masalahnya banyak, asosiasinya
perunggasan juga banyak. makanya belum berani, jadi ribet juga kan,” tutur
Johni.
Namun begitu Johni bilang bahwa
pemerintah akan mengendalikan impor GPS dengan baik dengan berkoordinasi dengan
Kementan. Terkait tata niaga ayam hidup, ketika permasalahan harga ayam
ditimpakan kepada Kemendag, Johni menjawab dengan jawaban yang sedikit normatif.
“Apakah harga urusan Kemendag?,
bisa iya bisa tidak. Iya kalau tata niaganya diatur oleh kemendag, tetapi kalau
urusan harga diserahkan kepada mekanisme pasar, ya disitu berarti berlaku hukum
sedehana supply dan demand,” kata Johni.
Selain itu Johni mengaku bahwa
dirinya juga tahu mengenai jumlah GPS dari data rekomendasi dan realisasi impor
dari importir. Menurutnya data yang ada kurang lebih sama dengan data dari
Kementan, namun menjadi ambigu ketika di cross
– check kepada pelaku indsutri.
“Yang saya tahu kita kebanjiran
DOC, tapi pelaku beda – beda bilangnya, enggak juga tuh kata pelaku. Pokoknya
macem – macem, ada yang bilang over
supply ada yang bilang over stock.
Saya mah yang ngurusin perdagangan ga ada bedanya over supply dan over stock.
Kalau saya lihat sih sebenarnya masalah pasar, tapi pasar mana nih?, becek,
modern, apa internasional?,” tuturnya.
Johni juga bercerita bahwa selama
ini Kemendag sudah mencoba membendung impor daging ayam dari Brazil. Ia pun mengakui
bahwa Kemendag juga babak belur tak kuasa menahan Brazil dalam hal ini, karena
Indonesia statusnya juga sudah kalah di WTO dan perlindungan dari aspek halal
yang selama ini jadi tempat bernaung juga sudah bisa dipenuhi Brazil.
“Jadi mungkin sebentar lagi bakal
ada ancaman dari luar, kalau kita masih cakar-cakaran di sini. Entah nanti
bagaimana deh, pokoknya ini harus selesai. Jangan sampai kita lagi berantem,
Brazil datang habis deh kita porak – poranda,” pungkasnya.
Yang menarik Johni menjabarkan
beberapa program yang akan dilakukan Kemendag dan Kementan dalam mengatur
komoditi khususnya daging ayam. Pertama yakni penegakan Permendag tentang
ketentuan impor GPS. Jika realisasi impor GPS tidak dilaporkan sampai tanggal
15 di bulan berikutnya maka langsung akan di blacklist.
Kedua bekerjasama dengan retail modern untuk memasarkan frozen carcass. Ketiga yakni akan digalakkan
kampanye untuk mengubah pola konsumsi masyarakat dari konsumsi daging segar
menjadi daging beku. Keempat bekerja sama dengan Pemda untuk menegakkan Perda
terkait perunggasan. Yang kelima membuat integrator untuk menguatkan cold storage sebagai buffer stock dikala over supply.
Program Jangka Pendek
Herry Dermawan Ketua Umum GOPAN
langsung memimpin sesi kedua, hal yang dibicarakan adalah tentu saja mengenai
harga live bird.
“Kita langsung saja ke topik
utama ini, intinya bagaimana harga naik, tidak perlu nunggu ada pertemuan, ada
demo - demo tapi harga naik dan stabil. Kita akan jujur – juruan, ini harga
bisa kita naikkan nggak?, makanya mari kita diskusikan,” tukas Herry.
Ia juga memohon kepada para
pejabat agar tidak menyangkut pautkan masalah harga ini dengan KPPU.
“Intinya mengatur harga di sini
bukan untuk menguasai dan monopoli, tapi untuk menyelamatkan peternak. Jadi
bapak dan ibu pejabat di sini nggak usah khawatir dengan KPPU, kalau ada apa –
apa kan kita kena juga semua,” tuturnya sembari berkelakar.
Pada sesi ini perwakilan peternak
dan integrator saling buka – bukaan mengenai harga, stok dan fakta di lapangan
yang terjadi terkait dengan faktor yang mempengaruhi harga di lapangan. Ada
fakta menarik yang disampaikan dalam sesi ini.
Menurut Ketua Umum GPPU Ahmad
Dawami mengatakan bahwa berdasarkan data milik ARPHUIN yang ia kutip,
diperkirakan stok yang ada saat ini 120 ribu ton karkas, artinya ada 120 juta
karkas ayam yang ada di cold storage.
Sedangkan pada bulan Maret ketika Covid-19 merebak dan heboh, stok yang ada
yakni 170 ribu ton karkas.
Masih menurut Dawami, pada bulan
Mei sebenarnya terjadi shortage di
sektor live bird sehingga harga bisa
terkatrol sedikit. Namun di bulan Mei juga terjadi pencairan ayam – ayam yang
disimpan dalam cold storage. Bulan
juni pun demikian, shortage semakin
menjadi, dan harga juga naik.
“Pada bulan Juni ini kami GPPU
dan anggotanya meilhat optimisme karena harga naik, oleh karenanya kami
meningkatkan produksi. Tapi pertambahan ini tidak bisa dikontrol dengan demand yang tidak bisa diperkirakan.
Akhirnya bulan Juni terjadi lagi over supply
karena demand menurun sampai
sekarang,” tutur Dawami.
Kemudian turun Surat Edaran dari
Ditjen PKH mengenai cutting dan
sebagainya, menurut Dawami cutting itu
tidak mengindahkan animal welfare dan
ia beralasan bahwa dengan melakukan cutting
lagi – lagi GPPU harus merugi dengan cara yang tidak animal welfare dan Kementan melegalkan itu, sehingga Indonesia
dapat dicap sebagai Negara pembunuh.
Dawami melanjutkan bahwa
terbitnya SE yang harus segera ditindaklanjuti apalagi sampai melakukan afkir
PS tentunya akan berakibat panjang di depannya. Selain itu menjual afkiran PS
dalam waktu yang singkat juga menjadi PR besar bagi perusahaan integrator.
Namun begitu ia sepakat bahwa adanya pengaturan supply dan demand itu
memang penting dan mutlak harus dilakukan dalam waktu dekat.
Pendapat Dawami mendapat
tanggapan “panas” dari beberapa perwakilan peternak yang memandang bahwa
dirinya terlalu melindungi integrator. Namun begitu Dawami tetap tenang dan
juga menyoroti tentang efek psikologis dari pengaruh broker.
“Kalau memang mau naik cepat
terserah, tetapi yang saya perlu soroti ya itu. Nanti kalau harga naik dan
broker bisa mengendalikan gimana?, coba saja. Tapi saya setuju kalau memang
harus ada pengaturan supply dan demand. Langsung saja kita to the point di sini,” tuturnya.
Berbuah Keputusan
Menjelang akhir sesi diskusi,
Dirjen Peternakan dan Keswan Nasrullah tiba di lokasi pertemuan. Dirinya
mengapresiasi semua stakeholder yang
menyempatkan diri untuk datang dan menghargai semua pendapat mereka masing –
masing.
Menurut pengakuannya ia sudah
beberapa kali didatangi oleh Duta Besar Brazil ke kantornya. Hal ini tentu saja
perihal impor daging ayam asal Brazil yang tentu saja sudah harus masuk ke
Indonesia.
“Saya sudah dihantam terus sama
Brazil, saya bilang belum bisa. Dan saya masih menolak untuk melakukan
importasi dengan cara saya sendiri. Dari situ saya berpikir, ini kalau nggak
diselesaikan segera mungkin bisa hancur ini perunggasan kita. Yang kecil,
besar, sama saja pasti bakal kena imbas,” tuturnya.
Akhirnya setelah menjabarkan data
– data dan fakta yang ada, disepakatilah beberapa keputusan yang akhirnya
menutup pertemuan hari itu. Diantaranya adalah mengeluarkan referensi harga live bird di beberapa daerah untuk hari
rabu dan kamis (16-17 September 2020), menambah keikutsertaan integrator yang
berpartisipasi dalam program on – off berjualan,
dan membentuk satuan tugas (task force)
perunggasan nasional yang melibatkan stakeholder perunggasan.
Semoga saja semua keputusan yang
diambil oleh seluruh stakeholder yang
datang dapat dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, perlu diingat
juga bahwa semua orang juga sudah jenuh dengan persoalan perunggasan ini, dan
oleh karenanya harus segera dituntaskan. Perlu diingat juga, musuh sebenarnya, Brazil
kini tengah mengintai kita untuk memangsa perunggasan Indonesia, idealnya
menjadi tanggung jawab pemerintah dan stakeholder
lainnya untuk menjaga kondusifitas perunggasan di negeri ini. Semoga ini
adalah pertanda baik (CR).