-->

BANTU KELUARGA KURANG MAMPU DI KARAWANG, 473.900 BIBIT AYAM SIAP DIBAGIKAN


Foto: wikipedia

Bantuan sebanyak 473.900 bibit ayam kampung akan diberikan kepada 9.478 rumah tangga kurang mampu di Karawang, Jawa Barat. Program ini digagas Dinas Pertanian Kabupaten Karawang. 

"Sasaran bantuan bibit ayam kampung yang bersumber dari Kementerian Pertanian ini untuk keluarga miskin," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Hanafi, di Karawang, Rabu (13/3/2019).
Jumlah penerima bantuan bibit ayam kampung yang mencapai 9.478 tersebut tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Lemahabang, Purwasari, Tirtamulya, dan Kecamatan Telagasari.

"Dari jumlah 9.478 rumah tangga miskin itu, masing-masing akan mendapatkan bantuan 50 anak ayam," kata dia.

Hanafi mengatakan, tujuan penyaluran bantuan bibit ayam kampung itu agar keluarga kurang mampu memiliki ternak peliharaan yang bernilai ekonomis. “Dengan memelihara ayam ini, semoga ada perubahan penghasilan bagi keluarga miskin,” harapnya.

Seperti dikutip dari laman www.ayobandung.com, sebelum bantuan bibit ayam kampung disalurkan, Dinas Pertanian terlebih dahulu memberikan vaksin, untuk menghindari terjangkit penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IDB) yang seringkali menyerang ayam. (NDV)

PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF SUKSES DITEKAN

Pemotongan sapi betina produktif bisa ditekan dengan upaya-upaya yang dilakukan Kementan bekerjasama Baharkam Polri. (Istimewa)

Hasil kerjasama Kementerian Pertanian dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terbukti menunjukkan hal positif dalam menekan laju pemotongan sapi betina produktif.

Melalui release-nya, Rabu (13/3), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita menyampaikan, berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS), tercatat penurunan pemotongan ternak ruminansia betina produktif mencapai 47,10% periode 2017-2018. 

“Angka ternak betina produktif yang dipotong pada 2017 sebanyak 23.078 ekor menurun menjadi 12.209 ekor di 2018. Hal ini tentu sangat mendukung kegiatan utama kami yakni Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) guna memacu produksi dan populasi sapi dalam negeri,” kata Ketut.

Menurutnya, pencapaian tersebut adalah hasil nyata dari pelaksanaan kerjasama pengendalian pemotongan betina produktif bersama Baharkam Polri sejak Mei 2017 lalu. Keberhasilan penurunan pemotongan betina produktif ini tentu tidak terlepas dari peran dan keterlibatan jajaran kepolisian melalui kegiatan sosialisasi dan pengawasan yang bersinergi di lapangan.

“Kami sangat mengapresiasi Baharkam dan jajarannya yang telah melakukan pengawasan kelompok ternak, pasar hewan dan check point, dari hulu sampai hilir di Rumah Potong Hewan atau di tempat pemotongan di luar RPH,” ucapnya.

Kombes Pol. Asep Tedy Nurassyah dari Baharkam Polri mengatakan, pihaknya mendukung penuh kegiatan tersebut sampai di tingkat desa (Bhabinkamtibmas). Menurutnya pelarangan penyembelihan sapi betina produktif telah tertuang dalam UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Untuk tindakan di lapangan, kita lakukan sosialisasi, pengawasan dan pembinaan, sedangkan terhadap pelanggaran yang ditemukan akan dilakukan penegakkan hukum sesuai peraturan dengan melihat karakteristik masyarakat yang dihadapi, sehingga masyarakat merasa terbina dan terayomi,” kata Asep.

Ia mengungkapkan, ada beberapa daerah yang sudah memproses kasus pelanggaran tersebut secara hukum, mulai dari surat teguran, surat pernyataan untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran dan ada yang sudah sampai ke taraf penyidikan. “Polri telah mengimbau untuk tidak memotong sapi betina produktif karena bisa mengakibatkan sanksi pidana,” tandasnya.

Jika terbukti ditemukan adanya pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda sebanyak 100 sampai 300 juta rupiah. (INF)

ATASI SOAL PAKAN, JAWA TIMUR TANAM JAGUNG SEPANJANG TAHUN

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bersama Dirjen Tanaman Pangan (Foto: Istimewa)

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menargetkan Provinsi Jawa Timur sebagai kawasan yang lahannya dipenuhi jagung sepanjang tahun. Target ini dikeluarkan untuk mengatasi keluhan peternak ayam petelur di Jawa Timur.

“Kita targetkan Jawa Timur bisa menanam jagung sepanjang tahun. Sehingga tidak ada kelangkaan jagung dan tidak ada kesulitan akses peternak ayam pada ketersediaan jagung,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa didampingi Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Sumarjo Gatot Irianto di Gedung Grahadi, Selasa (12/3/2019).

Masalah kelangkaan jagung yang sempat dikeluhkan peternak ayam petelur Jawa Timur bakal segera teratasi. Pemprov Jawa Timur akan mendapatkan benih jagung dari Kementan untuk ditanam di lahan pertanian Jawa Timur.

"Kita sama-sama mendengar peternak ayam petelur terutama dari Blitar mengeluhkan ada kesulitan akses jagung, sementara jagung itu 50 persen bahan pakan ayam," kata Khofifah usai pertemuan dengan Dirjen Tanaman Pangan.

Dari pertemuan tersebut, Dirjen Tanaman Pangan memberikan solusi antisipasi agar kelangkaan jagung di Jawa Timur tidak terulang dan dapat diselesaikan. Caranya yaitu dengan memperbanyak penanaman jagung di area persawahan.

“Benihnya akan disiapkan dirjen tanaman pangan. Nantinya saya akan koordinasikan dengan bupati-bupati di Madura dan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) untuk pemetaan kita butuh lahan berapa yang bisa ditanami jagung,” imbuhnya. 

Dia menjelaskan, masa tanam jagung hanya tiga bulan. Artinya dalam waktu 90 hari saja petani sudah bisa memanen jagung yang ditanam. Melalui proses yang cepat, seharusnya Jatim ke depan aman stok jagungnya.

Khofifah menargetkan, paling lambat pekan depan benih dari Kementan sudah diterima petani jagung di Jatim.

Dirjen Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, menanam jagung sepanjang tahun di Jatim sangat memungkinkan. Sebab masa tanam jagung itu mulai Januari hingga Desember.

Potensi lahan pertanian Jawa Timur sebesar 1,1 juta hektar. Dalam hal ini, pihaknya siap memberikan benih jagung langsung ke orang siapa dan alamat sawahnya dimana untuk bisa segera ditanami jagung.

“Produksi jagung Jatim hitungannya memang surplus. Tetapi Jatim menjadi daerah penyangga kebutuhan daerah lain, bahkan nasional,” katanya.

Menurut Gatot, menambah tanaman jagung saat ini justru waktu yang tepat. Pasalnya sedang musim hujan dan tanahnya basah. “Wilayah yang basah, termasuk bekas banjir segera ditanami jagung.  Sehingga 90 hari ke depan sudah bisa dipanen,” pungkasnya. (Rilis/NDV)

PPSKI BERI PERINGATAN OUTBREAK PMK KE PEMERINTAH

PMK merupakan penyakit hewan menular yang biasa menyerang ternak berkuku genap, termasuk sapi, dan sangat berbahaya serta menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial. (Foto: Infovet/Ridwan)

Impor daging kerbau asal India terus menuai protes dari beberapa kalangan. Pasalnya, India termasuk dalam kategori negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Belakangan diketahui dari beberapa berita, negara bagian Punjab, India, telah terjadi outbreak PMK.

Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), yang terus menyuarakan kritik atas tindakan yang dilakukan pemerintah membuka keran impor daging kerbau asal India yang dinilai berbahaya.

Ketua Umum PPSKI, Teguh Boediyana, mengungkapkan, terkait outbreak yang terjadi di India, pihaknya meminta pemerintah melakukan beberapa tindakan. Pertama, meninjau kembali kebijakan importasi daging kerbau India karena dikhawatirkan akan membawa virus PMK ke Indonesia dan membahayakan, khususnya bagi peternak rakyat.

Kedua, peninjauan kembali peraturan undang-undang serta turunannya yang memberikan peluang masuknya produk peternakan ataupun ternak yang berpotensi membawa penyakit hewan menular berbahaya termasuk PMK.

Ketiga, perlu segera mengambil langkah untuk mengantisipasi kemungkinan masuknya PMK ke wilayah Indonesia.

“Banyak negara lain yang melakukan upaya pencegahan masuknya PMK dan melakukan maximum security. Karena PMK juga dikenal memiliki sifat airbone disease, artinya virus tersebut dapat menyebar melalui udara dan dapat menjangkau sekitar 250 kilometer,” jelas Teguh dalam keterangan tertulis yang diterima Infovet, Rabu (13/3).

India memang dikenal sebagai negara yang belum terbebas dari PMK, berbeda dengan beberapa negara lain seperti Brazil, yang walaupun statusnya belum bebas PMK, namun memiliki daerah atau zona bebas PMK, baik tanpa ataupun dengan vaksinasi.

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pun telah menempatkan PMK sebagai penyakit hewan menular pada daftar A karena dianggap sangat berbahaya dan banyak menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial. (RBS)

KIAT MENANGKAL PENYEBAB PENYAKIT VIRAL

Penyemprotan desinfektan di areal kandang ternak. (Sumber: Google)

Salah satu tantangan yang kerap dihadapi dalam usaha peternakan unggas adalah serangan penyakit yang dapat muncul sewaktu-waktu. Oleh karena itu, mengenali setiap penyakit dan melakukan upaya penangkalan serta penanganan secara tepat merupakan bekal penting bagi suksesnya suatu usaha peternakan.

Peternak mungkin sudah akrab dengan beragam gejala seperti ngorok, pilek, diare, penurunan produksi, penurunan nafsu makan, ayam lemah, gangguan pertumbuhan dan lain-lain yang sering ditemui di peternakan. Gejala tersebut muncul sebagai indikator bahwa telah terjadi ketidakseinbangan interaksi antara ayam, kondisi lingkungan dan bibit penyakit.

Ayam pada dasarnya memiliki sistem pertahanan tubuh untuk mengusir dan terhindar dari bibit penyakit. Contoh pertahanan fisik seperti kulit, silia hidung dan selaput lendir, sedangkan pertahanan kimiawi (enzim) dan pertahanan biologi yang terdiri dari antibodi seluler dan humoral. Namun pada kenyataannya, banyak faktor yang bisa menyebabkan berbagai organ pertahanan tubuh tersebut tidak berfungsi optimal dan berpeluang memicu masuknya bibit penyakit.

Biasanya faktor tersebut berhubungan dengan kualitas pakan yang rendah, munculnya stres akibat suhu lingkungan yang tidak nyaman hingga perlakuan saat vaksinasi, pindah kandang atau potong paruh (debeaking) dan lain sebagainya.

Penyakit viral terkini
Virus merupakan parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil Asam Nukleat yang diselubungi bahan pelindung (amplop) yang terdiri dari protein, lipid, glikoprotein atau kombinasi ketiganya. Cara hidup dan reproduksi virus terdiri dari tiga fase, yaitu fase lisis, fase adsorpsi dan fase perakitan, di mana virus dapat hidup dalam sel hidup organisme tertentu (inang).

Tercatat ada banyak penyakit viral yang kerap menyerang unggas, diantaranya Avian Encephalomyelitis (AE), Avian Influenza (AI), Chicken Anemia Virus (CAV), Egg Drop Syndrome (EDS), Fowl Pox, Runting & Stunting Syndrome, Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD/Gumburo), Infectious Laryngotracheitis (ILT), Limphois Leukosis, Marek’s Disease, Newcastle Disease (ND/Tetelo) dan Swollen Head Syndrome.

Biosekuriti sebagai Solusi
Untuk menangkal berbagai penyakit ayam, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, endoparasit, ektoparasit maupun jamur, adalah dengan penerapan biosekuriti.

Biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan penangkalan/pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman/bibit penyakit yang menyebabkan penyakit unggas. Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat, dengan memanfaatkan... (SA)


Selengkapnya baca Majalah infovet Edisi Maret 2019.

PAKAN TERNAK DARI LIMBAH IKAN

Pekerja tengah menjemur limbah ikan sebelum diolah menjadi pakan ternak (Foto: Analisa)

Warga Desa Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat berhasil mengubah limbah ikan menjadi pakan ternak.

Seorang warga Desa Ujong Kalak, Ridwan, Minggu (10/3/2019) mengatakan, usaha yang sudah menjadi rutinitas sehari-harinya itu sangat menjanjikan terhadap perekonomian baru bagi keluarga dan warga sekitar. Dalam jangka waktu sebulan, dia mampu memproduksi 1,5 ton pakan karena usaha miliknya banyak diminati kalangan peternak.

“Harga pakan kita jual mulai Rp5.000 sampai Rp7.000/kg. Selain menguntungkan, setidaknya saya sudah mampu menciptakan lapangan kerja bagi warga sekitar dan saat ini telah menampung empat pekerja. Di sisi lain, juga bisa mengurangi limbah pencemaran lingkungan,” katanya.

Dijelaskan, bahan baku untuk memproduksi pakan ternak berasal dari limbah ikan tongkol, sehingga semua limbah bisa dimanfaatkan untuk bahan pakan.

Selain pakan ternak, limbah yang diproduksi untuk usahanya tersebut dapat digunakan berbagai jenis kebutuhan seperti pakan unggas dan campuran untuk pakan ikan lele, ikan nila, ikan mas, ikan mujair dan sebagainya.

Untuk proses pembuatannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Setelah ikan tongkol direbus dan dipisahkan daging dengan tulangnya, maka limbah ikan kemudian dijemur dan digiling sampai dipasarkan.

“Kalau matahari terik, biasanya proses hanya satu hari, jika  kurang panas sampai dua hari. Setelah itu baru digiling dan dikemas, secara keseluruhan hanya membutukan waktu selama tiga hari untuk memproses pakan,” tandasnya. (Sumber: http://harian.analisadaily.com)

MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI

RESENSI BUKU

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya alam yang melimpah bagi suatu bangsa dan negara tidak berarti apa-apa, bila tidak didukung sumber daya manusia prima sebagai pemakai dan pelaku dalam menuju sukses yang dicita-citakan.


Masalah kualitas sumber daya manusia (SDM) tersebut seringkali terlupakan dan disepelekan, sehingga baik disadari maupun tidak, menyebabkan Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangganya. Disamping itu, sering dijumpai, banyak perusahaan lokal lebih menyukai SDM asing ketimbang SDM pribumi, padahal keterampilannya tidaklah kalah.

Sementara, tenaga lokal yang kurang mendapat perhatian, ditarik perusahaan luar negeri karena potensi, kecerdasan dan keterampilannya. Seperti contoh kasus Sri Mulyani, Achandra Tahar, BJ Habibie dan yang lainnya, mereka ibarat “berlian” yang kurang dihargai bangsa sendiri, sehingga hijrah mengabdikan diri di luar Bumi Pertiwi.

Bambang Suharno, seorang sarjana peternakan, jurnalis senior, penulis, motivator dan Pemred Majalah Infovet, Majalah InfoAkuakultur dan Majalah Cat&Dog, cukup jeli dan peduli melihat fenomena ini sehingga tergerak hati serta jari-jari tangannya untuk memberikan motivasi dengan menulis dan menerbitkan buku “Menggali Berlian Di Kebun Sendiri” (yang merupakan kumpulan artikel motivasi pilihan yang diterbitkan secara berseri di Majalah Infovet).

Buku setebal 270 halaman ini sangat bermanfaat bagi berbagai pihak dan profesi, terutama bagi kaum muda milenial  serta  eksekutif dan pelaku usaha peternakan dan kesehatan hewan. Dalam buku tersebut, penulis mengajak untuk bagaimana merubah pola pikir dan menggiring pada hal-hal positif, terutama menyangkut pembentukan karakter, motivasi, tindakan dan kepemimpinan (leadership) berdasarkan pengalaman penulis dan berbagai pihak. Penulisan dikemas dalam tata bahasa yang mudah dicerna seluruh kalangan masyarakat. Buku motivasi terbitan GitaPustaka ini adalah buku motivasi kedua yang ditulis Bambang Suharno setelah sebelumnya sukses menerbitkan buku serupa berjudul “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Bambang juga produktif menulis buku-buku bisnis dan peternakan yang diterbitkan GitaPustaka maupun penerbit lainnya.

Dengan buku ini, penulis menekankan dan mengajak manusia untuk menyadari serta mencari potensi dalam dirinya sendiri dan mengembangkannya menjadi suatu yang besar dan siap berkompetisi dengan siapapun dan dimanapun, sehingga tercipta “Berlian-berlian nomor wahid yang tersimpan di bumi Indonesia tercinta”. Banyak hal-hal menarik yang dikupas penulis pada buku tersebut, berdasarkan perjalanan hidup penulis yang sangat peka terhadap situasi sekitar dan mampu membaca perbandingan antara satu situasi dengan sisi lain, lalu memetik hikmah positifnya. Itu semua dituangkan dalam satu buku yang menginspirasi pembaca untuk bertindak, disamping memberi gambaran bagaimana menggapai sifat kepemimpinan yang benar menuju sukses.

Sesuatu perubahan ke arah yang baik di masyarakat, tidak terlepas dari hadirnya leader (pemimpin) yang memiliki visi dan misi yang jelas, serta memiliki karakter dan berani bertindak. Ada banyak berlian-berlian terpendam yang muncul ke permukaan bumi Indonesia, maka optimisme akan masa depan serta keberlanjutan bangsa ini menjadi lebih nyata.

Buku yang mengupas motivasi memang banyak diterbitkan, tetapi buku “Menggali Berlian Di Kebun Sendiri” ini, baik isi dan penyajiannya sangat berbeda, sehingga perlu dimiliki dan dibaca oleh setiap anak bangsa yang ingin mengembangkan potensi dirinya. 

Buku ini mendapatkan apresiasi dari beberapa tokoh nasional di bidang motivasi, serta tokoh peternakan dan kesehatan hewan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa kalimat endorsement dari beberapa tokoh, diantaranya Andrie Wongso (motivator nomor 1 Indonesia), Dr Drh Ketut Diarmita MP (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan) Prof Abdul Basith (trainer softskill dan kemandirian), Drh M. Munawaroh MM (Ketua Umum PB PDHI/Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), Ir Didiek Purwanto (Ketua Umum PB ISPI/Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia), Cipto Utomo (trainer, motivator, culture specialist), Ubaydilah Anwar (softskill trainer), Drh Irawati Fari  (Ketua Umum ASOHI/Asosiasi Obat Hewan Indonesia), Agus E. Purwanto (Certified Associate Emergenetics International, Asia) dan lain lain.

Andrie Wongso
Dalam buku ini memberikan pesan dan endorsement sebagai berikut:

Hati-hati dengan pikiranmu, karena apa yang kamu pikir itu bisa terjadi.
Kekuatan pikiran mampu sebagai obat sekaligus racun. 
Jika dilandasi serakah, benci dan iri, ia adalah racun yang keji. 
Jika dilandasi dengan cinta, ia adalah obat yang paling manjur.
Buku ini memberikan pencerahan bagi kita untuk mengelola kekuatan pikiran dan tindakan dengan sebaik-baiknya.
Selamat buat Bambang Suharno, salam sukses luar biasa!!

Apapun profesinya, apapun bidang pekerjaan yang sedang digeluti, tua atau muda, wanita atau pria, layak menjadikan buku ini sebagai salah satu motivasi dalam membangun karakter dirinya. Selamat membaca, semoga sukses selalu. (SA)

PETERNAK AYAM MANDIRI MENGADU KE OMBUDSMAN

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Infovet/Ridwan)

Tingginya harga bahan pokok kebutuhan berproduksi membuat peternak ayam mandiri semakin terpinggirkan. Sementara dari segi harga mereka kalah saing dibandingkan perusahaan peternak ayam besar. Kalangan peternak mengadu dan meminta perlindungan Ombudsman untuk bisa membantu memecahkan persoalan yang dihadapi para pengusaha.

Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar mengungkapkan para peternak mandiri semakin tertekan
dengan dominasi peternak besar.

Menurut Haris, hal tersebut tersebut terlihat dari bagaimana perusahaan-perusahaan ternak ayam besar menguasai bibit ayam, pakan, hingga obat-obatan. Selain itu, mereka juga melakukan budidaya yang menghasilkan biaya produksi menjadi lebih rendah.

“Mereka menguasai hampir semua sektor. Peternak mandiri biasanya membeli DOC atau bibit ayam, pakan ayam, dan obat-obatan dengan harga yang lebih mahal dibandingkan perusahaan-perusahaan itu menjual ke tempat mereka melakukan budidaya sendiri,” tutur Haris.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Sugeng Wahyudi mengatakan pengaduan ke Ombudsman dilakukan untuk melaporkan kondisi terkini yang dihadapi peternak nasional. Dia menyebutkan, saat ini peternak mengalami suatu kondisi di mana harga ayam yang mereka jual berada di bawah harga produksi.

“Sementara harga pakan kita dan DOC tinggi,” ungkap Sugeng.

Yeka Hendra Fatika dari Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) mengatakan, peternak merasa tidak dilayani dengan baik sebagai warga negara oleh pemerintah.

“Paling utama adalah iklim usaha peternak yang tidak sehat. Perusahaan besar dan peternak kecil sama-sama masuk di pasar yang sama,” ungkap Yeka.

Yeka menyebut, dalam Undang-undang peternakan, di Pasal 29 ayat 1 memang perusahaan boleh masuk di budidaya. “Namun jangan lupa ada ayat 5 yang menyebut pemerintah memberikan perlindungan kepada pelaku usaha atas persaingan tidak sehat,” tuturnya.

Para peternak berharap ada regulasi yang bisa melindungi. “Harapannya Ombudsman bisa masuk dan memetakan, apakah butuh Peraturan Pemerintah, Perppu atau Keputusan Presiden untuk hal ini. Terpenting adalah kehadiran pemerintah dan konsisten bisa dilaksanakan,” jelasnya.

Terhadap pengaduan ini, Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan telah
melakukan audiensi dengan sejumlah organisasi peternak unggas.

“Tadi dilihat juga ada problem-problem yang bersifat sistemik, yang kaitannya dengan regulasi dan segmen pasar. Nanti kita akan panggil pihak-pihak terkait,” pungkas Ahmad. (Sumber: jawapos.com)

KOMITMEN ONE HEALTH BUKA PELUANG EKSPOR PRODUK PETERNAKAN KE JEPANG

Dirkeswan saat menyampaikan presentasinya di Tokyo AMR One Health Conference. (Foto: Istimewa)

Tokyo AMR One Health Conference yang dihelat Jumat (8/3/2019), Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjar Sumping Tjatur Rasa hadir mewakili Indonesia. Acara ini juga turut dihadiri delegasi dari 17 negara Asia Pasifik.

Indonesia saat ini terus menyiapkan diri menuju pertanian modern. Pernyataan itu disampaikan oleh Dirkeswan.

"Kami siapkan secara terpadu dari hulu sampai ke hilir, kemudian menyiapkan sistem pengawasan obat-obatan hewan, prasarana dan sarana kesehatan serta pengkajian efek samping," kata Fadjar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/3/2019).

Selain itu, persiapan lain yang juga terus digencarkan adalah pengaturan penggunaan antibiotik serta populasi dan distribusi ternak. Di sisi lain, ada juga pematangan legislasi dan pengawasan pakan ternak maupun kompetensi sumber daya manusia medik dan paramedik veteriner.

"Langkah ini sudah kami rintis sejak tahun 2015 yang bekerja sama dengan Pemerintah Belanda dan FAO dalam mengembangkan peta jalan dan pengembangan pengendalian AMR di Kementerian Pertanian," katanya.

Menurut Fadjar, semua upaya itu sudah membuahkan hasil yang cukup bagus, juga sangat strategis. Di antaranya telah menghasilkan produk olahan hasil peternak yang didukung dengan izin ekspor ke Jepang.

"Indonesia akan menjadi satu-satunya eksportir SFM untuk bahan baku pupuk dan pakan ternak pertama untuk Jepang. Karena itu, kami kawal dengan baik rencana dan prosedur ekspor ini," ungkapnya.

Fadjar menambahkan, permintaan impor juga terjadi pada tepung bulu, bahkan sudah memperoleh permintaan impor sosis daging sapi bersetifikat halal dari Sugitomo Co Ltd Jepang. Selanjutnya, ada juga produk lain yang akan menyusul memperoleh permintaan impor dari Jepang.

"Dua perusahaan Jepang, Saiwa Shaji Co Ltd dan Kyushu Koeki Co Ltd akan menjadi importir steamed feather meal (SFM) atau tepung bulu dari Indonesia. SFM ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk dan pakan ternak di Jepang," lanjutnya.

Kendati demikian, kata dia, pengakuan sertifikasi halal Indonesia yang dilabeli MUI jauh lebih tinggi ketimbang sertifikasi halal yang berlaku di Jepang. Posisi ini sangat membantu karena produk hasil peternakan asal Indonesia tidak perlu mengajukan sertifikasi di Jepang.

"Keunggulan ini harus kita jaga bersama dengan cara menjamin kualitas produk. Apalagi pasar produk halal akan semakin meningkat karena wisata salju dan sakura di Jepang semakin diminati. Lebih dari itu, wisatawan yang sebagian besar muslim akan semakin mudah menemukan produk halal," tandasnya.

Fadjar menambahkan, pertemuan ini juga telah membawa dampak positif, utamanya pada sektor peternakan Indonesia. Dampak positif itu ditandai dengan munculnya berbagai industri pabrik pakan ternak yang bebas antibiotik.

"Ada juga pabrik pemacu pertumbuhan dan peningkatan biosekuriti di farm atau produk unggas olahan bebas residu antibiotik serta kompartemen farm yang bebas penyakit unggas. Inilah yang akan mendorong peningkatan permintaan pemasukan produk unggas olahan dari Indonesia ke Jepang," katanya.

Pertemuan ini juga turut dihadiri para perwakilan FAO, WHO, OIE, NIID, dan SEARO. Indonesia sendiri dalam presentasinya mengambil judul ”National Action Plan on AMR Indonesia”.

"Jadi, supaya One-health ini bisa optimal sesuai Rencana Aksi Nasional, maka perlu lebih mengadvokasi kembali K/L dan berbagai pihak terkait untuk ikut berkolaborasi dalam survei yang disebut Tri-cycle Surveillance AMR One-Health untuk memonitor dalam mencegah terjadinya kuman resisten," tutup Fadjar. (NDV)


INDONESIA JADI TUAN RUMAH WORKSHOP RABIES ASIA TENGGARA

Workshop rabies yang dilaksanakan di Denpasar, Bali. (Sumber: Istimewa)

Penyakit rabies masih menjadi salah satu masalah serius di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, mengingat penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), menimbulkan keresahan masyarakat dan dapat mengakibatkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat. Indonesia sendiri masih memiliki wilayah yang tertular rabies.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki delapan provinsi yang sudah bebas rabies. Namun pada awal 2019, wilayah Pulau Sumbawa, salah satunya wilayah bebas rabies telah dilaporkan adanya kasus rabies akibat lalu lintas hewan tertular ke dalam wilayah tersebut.

“Adanya penambahan wilayah tertular tentu saja menjadi tantangan dalam mencapai target bebas rabies 2030 mendatang. Kami bersama pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai upaya, diantaranya surveilans, vaksinasi, pengendalian populasi, pengawasan lalu lintas, pelatihan sumber daya manusia dan kerjasama lintas sektoral, khususnya dalam pelaksanaan Tata Laksana Kasus Gigitan secara Terpadu (Takgit),” kata Ketut mewakili Indonesia sebagai tuan rumah Workshop Rabies Risk Assessment tingkat Asia Tenggara di Denpasar, Bali, 6-8 Maret 2019.

Ia menjelaskan, sebagai upaya memaksimalkan kegiatan pengendalian rabies, perlu dilakukan kajian dan identifikasi faktor utama penyebaran rabies, tindakan antisipasi dan pengurangan risiko penyebaran penyakit, serta mengomunikasikan hal teknis agar tindakan pencegahan, pengendalian dan penanggulangan bisa berhasil.

Kegiatan yang juga bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) didukung Departemen Pertanian dan Sumber Daya Air Australia, dilakukan kaji ulang tentang status penyakit rabies di suatu wilayah, menguraikan tentang pergerakan anjing, identifikasi jalur risiko yang berpengaruh terhadap penyebaran dan sirkulasi virus yang mengakibatkan rabies pada anjing untuk mendapatkan rekomendasi tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang dibutuhkan.

Ronello Abila dari OIE, meminta agar workshop ini dapat memberikan manfaat bagi negara-negara di Asia Tenggara dan negara lain untuk mempertahankan wilayahnya yang masih bebas rabies, serta memberikan masukkan strategi pengendalian untuk negara yang tertular.

Sementara, Michael Ward dari Universitas Sydney, yang merupakan salah satu fasilitator, menyampaikan bahwa risk assessment yang didiskusikan dalam kegiatan ini merupakan metode yang cukup praktis dan berbasis ilmiah. Diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah penilaian risiko penyebaran rabies antar negara dan wilayah, serta memberikan masukkan untuk strategi pengendaliannya. (RBS)

KERAKAS SAWIT SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA KECIL

Kerakas sawit yang sudah di parut. (Dok. pribadi)

Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia mempunyai luasan kebun sawit yang sangat besar. Dengan luasan kebun sawit, menghasilkan limbah kebun sawit atau kerakas sawit yang sangat banyak. Kerakas yang dimaksud adalah pelepah sawit beserta daunnya, yang memiliki potensi sebagai sumber serat kasar bagi ternak ruminansia, walau memiliki kandungan lignin yang tinggi yang bisa menyebabkan kecernaan menjadi rendah.

Kendati demikian, pemanfaatan kerakas sawit sudah banyak dilakukan dengan adanya program integrasi sapi-sawit. Tetapi pemanfaatan kerakas sawit untuk ternak ruminansia kecil masih belum banyak. Hal ini dikarenakan kapasitas rumen ternak ruminansia kecil lebih minim dan kadar serat kasar kerakas sawit yang tinggi (mencapai 46%), sehingga perlu perlakuan atau sentuhan teknologi sebelum memberikan kerakas sawit tersebut.

Dari penelitian sederhana yang pernah penulis lakukan, penulis mencoba membuat pakan komplit dengan sumber serat dari kerakas sawit yang sudah diparut. Kerakas sawit yang digunakan adalah kerakas sawit kering. Kerakas yang sudah di parut dicampur dengan konsentrat ruminansia dan selanjutnya difermentasikan menggunakan inokulan mikrobia selulolitik. Inokulan yang digunakan adalah Trichoderma harzianum. Proses fermentasi dilakukan  selama 14 hari secara anaerob, menggunakan kantong plastik besar untuk mendapatkan hasil yang baik.

Setelah 14 hari, pakan komplit telah terfermentasi dan berubah warnanya menjadi lebih cerah dengan bau harum khas fermentasi. Uji coba dilakukan pada kambing perah laktasi. Sebab, kambing memiliki karakter lebih suka pakan berupa rambanan atau daun-daunan daripada rumput, berbeda dengan domba yang menyukai kedua jenis pakan tersebut.

Ternyata adaptasi pakan komplit fermentasi berbasis kerakas sawit ini cukup lama. Kambing yang biasa diberi pakan daun-daunan memerlukan waktu lebih dari dua minggu untuk beradaptasi ketika diberikan pakan komplit fermentasi berbasis kerakas sawit. Adaptasi dilakukan dengan cara memberikan sedikit demi sedikit pada pakan  kambing yang terbiasa diberi daun-daunan. Adaptasi pakan harus dilakukan dengan sabar, kambing harus dipancing dengan dedak padi yang ditaburkan di atas pakan komplit fermentasi agar tertarik memakan pakan komplit fermentasi kerakas sawit tersebut.

Uji coba pakan komplit fermentasi ini diberikan pada kambing perah laktasi sejumlah enam ekor yang terbagi menjadi dua kelompok dengan rancangan simple cross over, dengan berat rata-rata kambingnya adalah 37,17 kg, umur rata-rata 3,03 tahun dan produksi susu 525 ml perhari. Pakan komplit fermentasi yang diberikan mempunyai kandungan kadar bahan kering  (BK) 91,02%, bahan organik (BO) 85,11%, protein kasar (PK) 12,42 %, lemak kasar (LK) 2,86 %, serat kasar (SK) 39,63 %, bahan ekstrak tanpa N (BETN) 30,2% dan TDN (Total Digestible Nutrient) 49,58%. 

Setelah melalui proses adaptasi pakan, kambing bisa diberikan pakan komplit fermentasi secara penuh. Dalam pengamatan penelitian, ternyata pemberian pakan komplit fermentasi  memberikan konsumsi bahan kering yang lebih tinggi dibanding kelompok yang diberi pakan hijauan berupa daun niponan, daun karet dan daun kelapa sawit segar. Pemberian pakan komplit fermentasi ini juga memberikan konsumsi protein kasar dan konsumsi serat kasar yang lebih tinggi dibanding yang diberi pakan hijauan, tetapi tidak memberikan hasil yang berbeda pada konsumsi bahan organik dan lemak kasar.

Produksi susu kambing juga tidak mengalami perbedaan signifikan antara kelompok yang diberi pakan komplit fermentasi dengan kelompok kambing yang diberi pakan hijauan, walaupun ada kecenderungan produksi susu pada kelompok yang diberi pakan komplit fermentasi memberikan produksi susu yang lebih tinggi. 

Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa pemanfaatan limbah kelapa sawit (bahkan yang sudah kering) sebagai pakan ternak ruminasia kecil sangat mungkin bisa dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan konsumsi bahan kering, protein kasar dan serat kasar untuk pakan komplit fermentasi, serta tidak adanya perbedaan terhadap produksi susu kambing perah laktasi yang digunakan dalam penelitian.

Kerakas sawit setelah menjadi pakan komplit fermentasi. (Dok. pribadi)

Proses fermentasi dengan menggunakan bakteri selulolitik akan menurunkan kadar  selulosa yang terkandung di dalam kerakas kelapa sawit. Dengan kandungan selulosa yang mencapai 46% di dalam pelepah sawit, merupakan potensi yang cukup besar sebagai sumber bahan pakan ruminansia. Bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim selulase yang mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik di dalam selulosa. Enzim selulase yang diproduksi oleh bakteri selulolitik biasanya merupakan enzim komplek dan bekerja sesuai fungsinya, sehingga mampu memecah selulosa menjadi produk akhir glukosa.

Bakteri selulolitik secara alami ada di dalam rumen ruminansia dan memang hanya ternak ruminansia yang mampu memanfaatkan selulosa secara efisien sebagai bahan pakan, karena keberadaan bakteri selulolitik tersebut. Bahan pakan yang tinggi kandungan selulosa, apalagi dengan kandungan  lignin yang juga tinggi, seperti kerakas sawit, akan susah dicerna oleh bakteri selulolitik di dalam rumen. Pemanfaatan teknologi fermentasi diharapkan mampu membantu kerja bakteri selulolitik di dalam rumen, sehingga kecernaan pakan berserat tinggi akan meningkat. Banyak penelitian membuktikan bahwa proses fermentasi bahan pakan berserat menghasilkan penurunan kadar serat kasarnya. 

Hal yang cukup menarik dari hasil penelitan ini adalah, dari hasil produksi susu yang tidak berbeda nyata, walaupun ada kecenderungan pemberian pakan komplit fermentasi lebih tinggi produksinya, ternyata terdapat perbedaan warna dari susu yang dihasilkan. Susu yang diproduksi dari kambing yang diberi pakan hijauan terlihat lebih kuning dibandingkan dengan susu yang dihasilkan dari kambing yang diberi pakan komplit fermentasi, yang susunya terlihat berwarna putih.

Produksi susu sangat ditentukan dari laju sel sekretori mengubah nutrien dari darah menjadi komponen susu. Hal ini sangat dipengaruhi nutrisi yang dikonsumsi ternak berkaitan dengan prekursor pembentuk susu dan ketersediaan energi. 

Perbedaan warna susu yang diproduksi oleh kelompok kambing percobaan diduga karena pakan komplit fermentasi yang berbasis limbah sawit, menggunakan limbah sawit yang sudah kering, sehingga kadar beta karotennya sudah sangat rendah dibanding pemberian pakan hijauan segar. Beta karoten terdapat dalam hijauan segar dan akan berubah menjadi vitamin A ketika di dalam tubuh. Kadar beta karoten akan sangat berkurang karena proses pengeringan dengan sinar matahari. Senyawa karotenoid ini yang memberikan warna kuning pada susu. Pada bahan pakan yang sudah kering, kandungan beta karotennya sudah rendah sehingga menyebabkan warna susu menjadi putih.

Dari penelitian ini, diharapkan bahwa pemanfaatan kerakas sawit yang sudah kering sebagai pakan ternak ruminansia bisa diaplikasikan untuk ruminansia kecil. Pemanfaatan limbah sawit untuk pakan ruminansia kecil selama ini terbatas pada daun sawit yang masih segar, tetapi dengan teknologi fermentasi dan dibuat menjadi pakan komplit ini bisa memanfaatkan pelepah dan daunnya (kerakas) yang sudah kering untuk pakan ruminansia kecil. Kelemahan terhadap produk susu akibat penggunaan pakan komplit fermentasi yang berbasis kerakas sawit kering bisa diantisipasi dengan suplementasi bahan pakan sumber vitamin A dalam ransumnya. ***

Dr Lilis Hartati, SPt
Penulis adalah pengajar di Jurusan Peternakan, 
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

LANGKAH KEMENTAN PERBAIKI HARGA DAGING AYAM

Dirjen PKH bersama tim saat pertemuan dengan wartawan membahas persoalan industri perunggasan, Rabu (6/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dipicu harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah mengalami penurunan, membuat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, mengambil langkah-langkah perbaikan.

Diantaranya, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage dan memaksimalkannya untuk pelaku usaha, menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan parent stock, mengimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (day old chick) dengan menerapkan sertifikat SNI, kemudian para pelaku usaha (integrator) ikut mempromosikan konsumsi produk unggas agar mendongkrak konsumsi.

“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas dalam negeri,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, Rabu (6/3).

Upaya berikutnya yakni, mengimbau Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan pengawasan budidaya ayam ras dengan pendataan peternak dan populasi ayam, mengimbau pelaku usaha agar di tahun berikutnya mengukur jumlah chick-in demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, mewajibkan integrator menyampaikan laporan produksi DOC tiap bulan melalui online termasuk pendistribusiannya.

“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui berapa produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri,” jelas Ketut.

Lebih lanjut, langkah berikutnya yang harus diambil adalah meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan permentan tersebut dan menghimbau perusahaan integrator untuk meningkatkan ekspor.

“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (farm gate) maupun harga di konsumen dapat segera kembali normal,” terang dia.

“Saya juga meminta Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai minggu depan tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Trioso Purnawarman, menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik dan tidak ada oversupply terhadap DOC final stock saat ini.

“Ini kemungkinan ada kendala pada manajemen supply-chain di pemasaran, yang dikhawatirkan ada keterlibatan permainan broker,” katanya. (RBS)

HARGA PAKAN TINGGI SAAT HARGA JAGUNG RENDAH, PETERNAK AYAM CURIGA

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Google Image)

Tingginya harga ransum ayam ditengah turunnya harga jagung, memunculkan kecurigaan adanya praktik penimbunan. Saat ini harga ransum bertahan pada kisaran Rp 7.400 per kilogram, sedangkan jagung hanya Rp 3.500 per kilogram.

“Kami tidak habis pikir, saat harga jagung turun, ransum atau pakan ayam tetap bergeming tinggi. Memang ada yang turun, akan tetapi tidak signifikan hanya Rp 100 per kilogram, mestinya turun Rp 1.000,” tutur Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Heri Dermawan, Selasa, 5 Maret 2019 di Ciamis.

Dia memperkirakan, pabrik pakan tetap memertahankan harga tinggi dengan alasan karena jagung yang digiling merupakan stok lama. Apabila hal itu yang menjadi alasan, maka bertolak belakang dengan kondisi Bulan November – Desember yang menyatakan stok jagung hanya cukup untuk 20 hari.

“Apabila mereka sampai saat ini tetap menggiling, artinya yang digiling jagung stok lama. Dengan demikian patut dicurigai jika ada penimbunan, karena pada saat itu stok jagung hanya untuk 20 hari,” ujarnya Heri Dermawan.

Lebih lanjut dia mengatakan jagung merupakan komponen utama pembuatan ransum atau pakan ayam petelur maupun pedaging. Dengan demikian fluktuasi harga jagung sangat berpengaruh terhadap harga ransum. 

“Masih menjadi ganjalan, jagung petani tidak diterima pabrik dengan alasan tingginya kadar air dan berbagai alasan lain. Hal itu sebenarnya tidak menjadi alasan, karena untuk menurunkan kadar air tidak membutuhkan teknologi rumit,”  katanya.

Pada bagian lain Heri mengatakan persoalan tingginya harga pakan, menjadi salah satu topik demo kalangan peternak ayam yang berlangsung di depan Istana Negara, Selasa, 5 Maret 2019. Selain harga pakan, juga berkenaan tingginya harga DOC, serta tidak berimbangnya antara antara jumlah dengan kebutuhan.

“Setahun belakangan ini harga DOC relatif tidak pernah turun, kisaran Rp 6.000 – Rp 6.500. Dengan cost yang besar, sejak tiga minggu lalu hingga saat ini harga ayam di kadang hanya Rp 13.000. Artinya ada persoalan yang harus segera dituntaskan, sehingga keberlangsungan peternakan ayam rakyat dapat tetap terjamin,” tutur Heri.

Hal lain yang saat ini dirasakan oleh kalangan peternak ayam, lanjutnya, berkenaan dengan sikap pemerintah yang mewajibkan peternak mengikuti harga acuan yang diatur dalam Permendag Nomor 58 tahun 2018. Dalam aturan tersebut harga acuan di tingkat peternak  dengan batas bawah Rp 17.000 per kilogram dan batas atas Rp 19.000.

“Ketika harga tinggi akibat ransum dan DOC tinggi, kami diminta agar harga diturunkan sesuai aturan. Yang menjadi persoalan, ketika harga dibawah aturan, pemerintah dimana? Kami berharap persoalan ini juga dapat diselesaikan bersama,” katanya. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com)

TALI MEDIS UNTUK MENANGKIS DISTOKIA PADA SAPI

Alat bernama Tali Medis yang dapat membantu penanganan Distokia pada sapi yang diciptakan oleh Drh Taufik Mukti. (Foto: Dok. Pribadi)

Pemerintah telah menggulirkan program Siwab (Sapi Indukan Wajib Bunting) untuk mendongkrak jumlah populasi sapi di Indonesia. Berbagai dukungan teknis dan non-teknis digelontorkan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, penyakit dan gangguan reproduksi pada ternak sapi masih menjadi kendala serius. Apalagi peternakan di Indonesia masih didominasi sistem tradisional dengan tingkat pemahaman manajemen peternakan yang relatif rendah.


Distokia adalah salah satu gangguan reproduksi sapi yang sering terjadi di lapangan, yaitu suatu keadaan induk sapi yang sulit melahirkan akibat posisi anak sapi yang tidak normal, kondisi panggul sapi induk yang sempit, anak sapi yang terlalu besar, melahirkan anak kembar, kekurangan pakan dan faktor-faktor lainnya. Hal ini tentu dapat membawa resiko yang mengancam keselamatan anak dan induk sapi bahkan keduanya.

Penanganan Distokia di lapangan berbeda dengan gangguan reproduksi lainnya. Dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga yang cukup besar. Tidak aneh jika dalam penanganan Distokia melibatkan banyak orang. Dalam penanganan Distokia secara tradisional, umumnya peternak mengandalkan peralatan yang tersedia di dalam kandang, seperti potongan handuk, kain, tali bahkan rantai. Mereka memanfaatkannya sebagai tali penarik anak sapi dengan mengikatkannya pada bagian tubuh pedet, selanjutnya ditarik beramai-ramai. Hal ini tentu saja semakin membahayakan anak dan induk sapi. Tak jarang, anak sapi yang di keluarkan dari rahim mati akibat penarikan paksa tanpa konsep.

Adapula peralatan penanganan Distokia yang menyerupai dongkrak, yaitu berupa tongkat berkatrol dengan tali rantai. Biasanya alat ini hanya tersedia di peternakan komersial berskala besar. Walaupun cukup efektif, namun alat ini sangat berat dan berukuran besar, sehingga tidak mungkin digunakan oleh tenaga kesehatan hewan yang harus berkeliling menggunakan sepeda motor. Disamping itu, umumnya kejadian Distokia banyak terjadi pada malam hari dengan kondisi geografis di lapangan yang sulit ditempuh, sehingga untuk penanganan Distokia dibutuhkan metode yang sederhana, alat yang praktis dan mudah dibawa, khususnya di wilayah pedesaan.

Kondisi ini menjadi pemikiran serius bagi Drh Taufik Mukti, seorang praktisi kesehatan hewan mandiri di Kabupaten Banyuwangi. Kasus Distokia yang relatif sering terjadi di daerah ini mendorong pemikirannya untuk mengembangkan metode baru yang sederhana, sekaligus merakit alat penanganan Distokia yang praktis dan efektif. Alat tersebut harus nyaman untuk pedet dan induknya, serta aman bagi tenaga kesehatan hewan sebagai operatornya, tanpa meninggalkan unsur profesionalitas. Jiwa seni Taufik yang kental mampu melahirkan inspirasi unik dan kreatif untuk mengembangkan metode penanganan Distokia yang diberi nama “Gadis” (Gelantungan Antisipasi Distokia), sedangkan alatnya diberi nama “Tali Medis” (Tali Metode Gadis).

Lebih lanjut, dokter hewan alumni Universitas Udayana ini menjelaskan bahwa ide perakitan Tali Medis diilhami dari cara kerja petugas listrik di lapangan yang bergelantungan diketinggian. Setidaknya terdapat dua poin pemikiran yang dapat diambil dari cara kerja tersebut, yaitu tali dan titik tumpu tali yang sanggup menahan beban dengan baik tanpa membahayakan sang operator. Cara kerja petugas listrik ini dianalogikan dengan cara penanganan kasus Distokia di lapangan, yaitu tersedianya tali penghubung antara anak sapi dirahim induk dengan petugas dan kekuatan gaya gravitasi untuk menarik anak sapi keluar dari rahim. Prinsipnya, menggunakan bobot badan petugas yang menggelantung dibelakang tubuh sapi, sehingga menghasilkan tenaga yang cukup besar untuk menarik anak sapi keluar dari rahimnya. Dengan demikian, penangan Distokia dapat dilakukan hanya oleh satu orang saja tanpa melibatkan bantuan orang banyak yang berpotensi membuat indukan sapi menjadi stres.

Sempat tergelitik sebuah pertanyaan kritis dari beberapa praktisi kesehatan hewan di lapangan, bagaimana jika tenaga induk sapi yang lebih besar dari tenaga petuga kesehatan hewan? Keadaan ini cukup berbahaya bagi petugas tersebut karena mereka dapat jatuh dan tertarik oleh induk sapi. Namun, Taufik telah memikirkan dan mengantisipasi hal itu. Tali Medis dirancang menggunakan bahan polyester yang sangat kuat, sehingga tidak mudah putus. Selanjutnya, Tali Medis ini dilengkapi dengan snap (pengait bongkar-pasang) yang mudah dipasang dan dilepaskan sehingga apabila terjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi petugas, sambungan antara tali pada anak sapi dirahim induk dan operator dapat segera dilepas. Tali dapat dipasang kembali apabila kondisi induk sapi sudah tenang, dengan demikian penanganan Distokia dapat dilanjutkan.

April Wardhana (kiri) dan Drh Taufik Mukti saat memperkenalkan Tali Medis.

Cara Kerja Tali Medis
Tali Medis terdiri dari dua kompenen utama, yaitu sepasang tali pendek dengan dua lingkaran pada ujung-ujungnya yang diikatkan ke janin sapi dan tali panjang dengan snap yang digunakan sebagai penarik. Apabila menjumpai kasus Distokia di lapangan, maka yang harus diketahui dulu adalah posisi anak sapi dalam rahim. Diusahakan agar kaki anak sapi dapat dijangkau melalui palpasi rektal dan kondisinya dekat dengan saluran pengeluran. Jika kondisi anak sapi sudah memungkinkan untuk di keluarkan, maka tali pendek di masukkan, satu lingkaran untuk kaki kanan dan satu lingkaran untuk kaki kiri (hanya satu tali pendek yang digunakan). Kemudian snap pada tali panjang dikaitkan pada tali yang pendek dan dilingkarkan ke tubuh operator. Sementara tangan operator memberi jalan keluar pada anak sapi, tubuh operator menarik anak sapi dengan memanfaatkan gaya gravitasi bobot badan (menggelantung). Anak sapi akan mudah di keluarkan dari rahim induk. Pada kondisi tertentu jika dibutuhkan tenaga yang lebih besar, maka Tali Medis dapat dihubungkan dengan tali tampar dan diikatkan pada tiang kandang. Selanjutnya, tali tampar dapat ditarik pelan-pelan. Konsep ini mirip dengan konsep alat katrol yang banyak diaplikasikan di peternakan komersial.

Menurut Taufik, Tali Medis telah banyak menyelamatkan ratusan kasus Distokia yang terjadi di tempat beliau praktek. Untuk mendesiminasikan keefektifan alat ini, Taufik menggunakan media sosial dengan mengunggah cara kerja Tali Medis melalui akun Facebook dan Youtube miliknya. Hal tersebut mendapat respon positif dari para praktisi kesehatan hewan di berbagai daerah. Alat tersebut juga mendapat apresiasi dari luar negeri, khususnya dari akun ViralHog (akun yang menyajikan video-video inovatif dan informatif). Video yang di-share Taufik melalui Facebook-nya ditayangkan eksklusif di Youtube ViralHog dengan kata kunci “Birthing a Calf”. Dari situ Taufik juga mendapat kompensasi finansial dan pengembangan jejaring internasional, sebagai peluang memperkenalkan Tali Medis lebih luas lagi.

Sejauh ini, Taufik telah banyak memproduksi Tali Medis dan dikirim ke beberapa daerah, diantaranya Papua, Maros, Bengkulu, Sumba, Tomohon, Gorontalo, Pulau Buru, Pulau Jawa dan tempat lainnya. ***

April Hari Wardhana, SKH, MSi, PhD
Penulis adalah, Senior Researcher of Parasitology
Department Indonesian Research Centre for Veterinary Science/Bblitvet

PETERNAK MENUNTUT HARGA PAKAN DAN DOC TURUN

Demonstrasi peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRPN di depan Istana Negara, Selasa (5/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Ribuan peternak ayam broiler yang tergabung dalam Sekber Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PPRPN) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Selasa (5/3).

Sebagian tuntutan dari peternak yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia ini meminta harga DOC dan pakan turun, agar biaya produksi tak membengkak.

"Harapan kita hari ini pemerintah mendengar apa yang menjadi keinginan peternak rakyat, yakni harga ayam harus naik di tingkat peternak. Sebab DOC dan pakan, serta sapronak lain yang kita beli di perusahaan tinggi harganya, ini memicu peternak rakyat bangkrut. Padahal kita hanya ingin menikmati hasil dari budidya kita," ujar Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi saat ditemui Infovet.

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa perwakilan peternak rakyat dari daerah, diantaranya Lampung, Jawa Timur, Kalimantan, Bandung, Medan, yang meminta harga bibit serta pakan ternak turun dan harga jual ayam tidak ambruk di bawah hpp (Harga Pokok Produksi).

"Turunkan harga bibit dan pakan, jika tidak kita bakar saja. Pemerintah itu kalo kita jual (ayam) di atas hpp, pemerintah bertindak, tapi kalo harga jual turun di bawah hpp pemerintah diam saja," ujar perwakilan peternak Kalimantan saat menyampaikan aspirasinya.

Harga pokok produksi yang sudah diatur saat ini mencapai Rp 19-20 ribu/kg (live bird). Namun beberapa tahun terakhir harga jual ayam selalu berada di bawah hpp. Sementara adapun kenaikan harga DOC yang mencapai Rp 1.595/ekor dan pakan sebesar Rp 850/kg. Kenaikan terjadi sebanyak enam kali sepanjang 2018. Melonjaknya harga pakan disebabkan kenaikan harga jagung dalam negeri dan penguatan dollar. Sedangkan kenaikan harga DOC dipicu kenaikan harga pakan dan kenaikan biaya depresiasi akibat kosongnya kandang induk pasca pemangkasan produksi.


Aksi demonstrasi peternak rakyat yang meminta perlindungan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selain itu, ditambahkan perwakilan peternak daerah Lampung, yang meminta budidaya dikembalikan seutuhnya kepada peternak mandiri. "Budidaya itu milik rakyat, kita juga ingin besar. Tolong perhatikan nasib kami (peternak). Ini kita akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan."

Ini tentunya menjadi indikasi lemahnya pemerintah mengawasi industri perunggasan. Hal itu juga yang disampaikan Haris Azhar dari Lokataru.

"Pemerintah tidak mau mendengar peternak yang tiap hari gulung tikar dan merugi, mereka lebih peduli terhadap perusahaan besar, kita tidak bisa biarkan ini. Kita harus tuntut produksi peternakan milik peternak rakyat," katanya dihadapan para peternak. (RBS)

PERDAGANGAN BEBAS INDONESIA-AUSTRALIA MENGANCAM PETERNAKAN LOKAL?

Pemerintah harus membuat payung hukum untuk melindungi dan menstimulasi peternak lokal (Foto: Infovet)

Penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IA-CEPA) antara Indonesia dan Australia dapat merugikan peternakan lokal dan menghambat pengembangan swasembada sapi dalam negeri, menurut Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Tatok Djoko Sudiarto.

Pemerintah Indonesia dan Australia resmi menandatangani IA-CEPA pada Senin (04/03/2019) di Jakarta, sembilan tahun sejak pertama kali perjanjian itu dirumuskan. Perjanjian ini akan diratifikasi oleh kedua negara dan ditargetkan akan berlaku di akhir tahun ini.

Perjanjian, yang ditandatangani Menteri Perdagangan Indonesia H E Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia, Simon Birmingham, di antaranya mengatur tarif dagang antara ke dua negara.

Melalui IA-CEPA, Indonesia akan mendapatkan fasilitas 100% bebas bea masuk ke Australia. Sementara, secara bertahap, Australia mendapatkan bebas bea masuk ke Indonesia sebesar 94 persen.

Industri yang akan terdampak dari perjanjian ini antara lain pangan, pertanian, otomotif, tekstil, dan furnitur.

Sejauh ini, Indonesia bergantung pada Australia dalam hal pengadaan daging sapi dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2017 Indonesia mengimpor daging sapi sekitar 160.000 ton.

Sebesar 53% daging sapi impor tersebut berasal dari Australia.  Data BPS itu mengatakan impor dilakukan karena kebutuhan daging sapi nasional mencapai 784.000 ton, tapi peternak lokal hanya mampu menghasilkan 532.000 ton daging.

Tatok Djoko Sudiarto, mengatakan perjanjian ini dapat menyebabkan mayoritas stok daging Indonesia berasal dari Australia. Hal itu, ujarnya, akan berimplikasi pada harga daging impor yang lebih murah dibanding harga lokal.

Keadaan itu, kata Tatok, akan menekan peternak lokal dan menghambat swasembada peternakan.

"Kalau kanal impor peternakannya dibuka lumayan kencang, policy untuk pengembangan peternakan dalam negeri akan lebih hancur karena grand design peternakan dalam negerinya kan nggak jelas," kata Tatok.

"Dengan guyuran produksi sapi luar negeri, maka insentif untuk pengembangan sapi dalam negeri rendah. Kalau insentif rendah, kita kan lebih baik impor," tambahnya.
Secara nasional, katanya, Indonesia akan semakin tergantung pada Australia dalam hal penyediaan daging sapi.

Peternak Lokal Khawatirkan Implentasi Perjanjian

Teguh Boediyana, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (DPP PPSKI), mengatakan perjanjian ini membuatnya makin sangsi Indonesia mampu swasembada peternakan pada tahun 2026, seperti yang ditargetkan pemerintah sebelumnya.

Ia mengatakan sampai saat ini pemerintah belum melakukan langkah signifikan untuk mengembangkan peternakan dalam negeri.

"Saya ini sudah desperate. Ya karena bagaimana mau bersaing?" kata Teguh.

Di Indonesia daging sapi impor hanya boleh diperjualkan di restoran dan hotel, tak boleh di pasar tradisional.

Ia mengatakan selain daging sapi Australia, peternak lokal juga harus bersaing dengan daging kerbau asal India yang harganya sangat murah.

Teguh menambahkan sejak era mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), ia sudah meminta pemerintah untuk mengembangkan peternakan lokal, antara lain dengan penyediaan pakan sapi dan skema kredit murah untuk para peternak. Namun, ujarnya, sampai kini permintaan tersebut belum dijawab pemerintah.

Meski pemerintah menyebut perjanjian ini tidak akan merugikan peternak lokal, Teguh mengatakan ia meragukan janji pemerintah itu. Teguh meminta pemerintah untuk mengambil langkah nyata dalam mengembangkan peternakan nasional.

"Seharusnya pemerintah itu mempunyai program yang lebih konkret untuk meningkatkan populasi (sapi). Jangan sampai kita lagi untuk yang kedua kali di era-era sebelumnta, kemarin juga akhirnya rancangan itu (swasembada pangan) baru 2026 berarti kan kita tidak punya konsep yang jelas," kata Teguh.

Ia menambahkan pemerintah harus membuat payung hukum untuk melindungi dan menstimulasi peternak lokal. (Sumber: www.bbc.com)

MAHASISWA POLBANGTAN DIDORONG JADI PENYULUH HANDAL

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita berfoto bersama para mahasiswa Polbangtan (Foto: spotnews.id)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menjadi narasumber utama dalam Kuliah Umum mahasiswa Peternakan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) di Magelang, Jumat (1/3). 

Pada kesempatan tersebut, Ketut mengatakan bahwa mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan kedepannya mampu ikut serta membangun bangsa dan negara untuk lebih sukses lagi menjadi bangsa yang mandiri dalam hal ketersediaan protein hewani. "Tugas kalian nantinya sebagai penyuluh handal, bagikan ilmu kalian ke peternak,” imbaunya.

Seperti dirangkum dari industry.co.id, Kementan mendorong mahasiswa Polbangtan nantinya setelah lulus kuliah menjadi penyuluh andalan yang dapat mencerdaskan peternak di Indonesia.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan bahwa keanekaragaman protein hewani tidak hanya berasal dari daging sapi saja tetapi juga berasal dari produk peternakan lainnya seperti daging ayam, daging kambing, telur, susu dan hasil ternak lainnya.

Ia tambahkan bahwa persoalan pangan kedepan menjadi nomor 1 yang dibutuhkan oleh semua masyarakat di dunia. Ketut mengatakan bahwa Indonesia mempunyai mimpi menjadi Lumbung Pangan Asia untuk Daging Sapi pada tahun 2045. “Guna mempersiapkannnya mau tidak mau kita harus kerja keras,” tegasnya.

"Generasi muda harus mempunyai tekat yang kuat dan tangguh untuk memajukan peternakan, terutama mahasiswa Polbangtan jurusan peternakan yang sudah diamanahkan untuk ikut serta bermain dalam mensukseskan pembangunan peternakan, sehingga mimpi Indonesia untuk menjadi Lumbung Pangan Dunia dapat terwujud,” tukasnya.

Ketut mengimbau mahasiswa Polbangtan pada saat bekerja nanti harus menerapkan kedisiplinan dan membangun networking. "Dengan kerja keras dan komunikasi yang baik, maka kita akan lebih maju. Selain itu juga harus mempunyai integriti dan komitmen, sehingga ada kepercayaan (trust) dari orang lain,” ungkapnya.

Terkait dengan penyediaan protein hewani di Indonesia, I Ketut Diarmita mengatakan bahwa pemerintah telah membuat program terobosan, yaitu: 1). Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab); 2). Penambahan sapi indukan impor; 3). Peningkatan status kesehatan hewan melalui pengendaluan penyakit; 4). Penjaminan keamanan pangan asal ternak.

Sementara program pendukung: 1). Skim pembiayaan, investasi dan asuransi ternak; dan 2). Peningkatan kualitas bibit ternak melalui introduksi pengembangan sapi Belgian Blue, Galacian Blonde dan Sapi Wagyu.

Untuk UPSUS SIWAB, Ketut menjelaskan bahwa sejak diluncurkan pada bulan Oktober 2016 oleh Menteri Pertanian hingga saat ini capaian kinerjanya sangat fantastis. Hal ini terlihat dari pelayanan Inseminasi Buatan (IB) dari Januari 2017 hingga 31 Desember 2018 telah terealisasi 7.964.131 ekor. Kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 Triliun dengan asumsi harga satu pedet lepas sapih sebesar Rp 8 juta per ekor. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Upsus Siwab pada 2017 sebesar Rp 1,41 triliun, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar Rp 20,54 Triliun.

"Esensi Upsus Siwab mampu mengubah pola pikir petani/peternak yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan diarahkan ke praktik beternak yang menuju ke arah profit dan menguntungkan bagi peternak”, katanya.

Selain itu, Upsus Siwab juga berdampak terhadap penurunan pemotongan betina produktif melalui kerja sama dengan Baharkam Polri, sehingga mampu menekan angka pemotongan betina produktif mencapai 12.209 ekor pada tahun 2018 secara nasional atau mencapai 47,10% penurunan jika dibandingkan dengan pemotongan tahun 2017.

"Peternak kita harus dikenalkan dengan teknologi IB, tugas kalian semua nantinya setelah lulus sebagai penyuluh harus memberikan pengertian kepada peternak agar mereka mau membiakkan sapinya melalui teknologi IB, sehingga sapi-sapi milik peternak terus bertambah,” imbaunya dihadapan seluruh mahasiswa peternakan Polbangtan.

Mahasiswa Polbangtan juga diharapkan nantinya dapat menjelaskan tentang manfaat IB kepada peternak. Selain meningkatkan populasi, IB juga dapat memperbaiki mutu genetik ternak karena dapat menghindari in breeding (kawin sedarah).

Pada kesempatan tersebut, Ketut mengunjungi sapi Belgian Blue yang saat ini dikembangkan Polbangtan Magelang. Berat sapi tersebut kini telah mencapai 140 kg, meskipun umurnya baru 4 bulan. (NDV)

PETERNAK TASIKMALAYA TERIMA KUR DAN JUMPA PRESIDEN JOKOWI

Momen penyerahan KUR (Foto: Dok. Kementan) 

Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp. 34,3 Milyar untuk 632 debitur di Tasikmalaya diserahkan pada Rabu (27/2) di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Desa Kalimanggis, Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya.

Presiden Jokowi yang hadir pada acara tersebut mengungkapkan, dalam upaya meningkatkan akses pembiayaan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pemerintah mendorong sinergi pondok pesantren dengan program pembiayaan kredit usaha yang diyakini dapat memperkuat perekonomian Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi melakukan temu wicara dan silaturahmi dengan beberapa petani dan peternak, serta santri milenial.

Ini adalah bukti bahwa pemerintah hadir untuk membantu rakyat agar dapat menjalankan usaha sendiri, sehingga kaum muda  pedesaan tidak perlu mengandalkan lapangan kerja dari pabrik atau mencari pekerjaan ke kota. KUR diharapkan dapat menggerakkan perekonomian di pedesaan yang dikelola rakyat, karena masyarakat dapat berwirausaha, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan membangun desa.

“KUR telah menjadi perhatian saya bahkan diawal 2018, bunga KUR diturunkan hingga 7% dimana pada tahun 2017 sebanyak 9%," ungkap Jokowi, demikian pernyataannya seperti yang dikutip dari Siaran Pers yang diterima Infovet.

Terkait pembiayaan, pemerintah juga telah membuat program Bank Wakaf Mikro yang didirikan untuk pondok-pondok pesantren. "Maksimal pembiayaan 8 milyar dan sudah berjalan 2 tuhun ini", ungkap Jokowi. "Balai Latihan Kerja (BLK) komunitas di pondok- pesantren akan diberikan ketrampilan seperti bertani, beternak, menjahit, teknologi informatika dan lain-lain", tambahnya.

Saat penyerahan KUR, Jokowi berpesan kepada petani dan peternak agar dapat memanfaatkan KUR tersebut secara optimal. “Kepada peternak, semoga KUR dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga meningkat ekonominya.

Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia Darmin Nasution menjelaskan KUR peternakan rakyat merupakan perluasan jenis KUR yang dulu hanya dapat diakses oleh pedagang, namun saat ini dapat diakses oleh petani dan peternak.

"Saya telah meminta semua bank penyalur KUR untuk mempermudah penyaluran kepada masyarakat," ucapnya.

Tercatat, sejak 2015 hingga 2018, tercatat KUR Peternakan sudah dinikmati oleh 687,897 debitur dengan total plafon sebesar Rp14,4 triliun. Untuk tahun 2019 pemerintah telah menargetkan 25,3 Triliun untuk 1,1 juta petani dan peternak (19,7 Triliun untuk 905 ribu petani dan 5,6 Triliun untuk 240 ribu peternak).

"Jika ini dapat disinergikan dengan e-commerce, maka hasilnya akan lebih optimal hasilnya", ungkap Menko Perekonomian. Termasuk menurutnya yang tidak kalah penting dalam pengembangan usaha petani adalah perlu adanya penetapan standar dan penentuan grade, sehingga harganya akan lebih tinggi dan mempunyai nilai tambah. "Untuk itu petani harusnya berkelompok dan melakukan kerjasama, jangan sendiri-sendiri," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita yang hadir mewakili Menteri Pertanian menyampaikan, KUR Peternakan Rakyat merupakan bagian KUR Khusus yang diberikan kepada  kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster, dengan menggunakan mitra usaha baik penjamin pasar (off taker) maupun penjamin kredit (avalis), terutama untuk peternakan sapi dan ternak perah.

KUR peternakan dapat dimanfaatkan untuk komoditas peternakan rakyat baik pembibitan dan budidaya unggas,  sapi, domba dan kambing, ternak perah, babi,  serta integrasi pertanian/perkebunan dengan peternakan.

Ketut menyebutkan, realisasi KUR sub sektor peternakan lebih tinggi dibandingkan Realisasi KUR Sektor Perikanan dan Sektor Konstruksi, dimana pada tahun 2018 sebesar 5,06 Triliun Rupiah dengan jumlah debitur sebanyak 222.264. 

Dalam acara ini terdapat 3 peternak yang menerima bantuan KUR, yaitu Dian Wiraadiguna peternak ayam petelur dari Kabupaten Tasikmalaya memperoleh KUR sebanyak 500 juta, Nani Sumarni peternak ayam petelur Kabupaten Tasikmalaya sebesar 15 juta dan Supriyanto peternak domba Kabupaten Ciamis sebanyak 50 juta. (NDV)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer