Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini penyakit ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENYAKIT ASITES PADA AYAM: PENYEBAB, GEJALA & PENANGANAN

asites pada ayam

Asites, yang sering juga disebut sebagai busung lapar, merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang ayam, baik broiler maupun layer. Meskipun penyakit ini tidak menular antar ayam, keberadaannya dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan peternak karena dampak yang ditimbulkannya.

Apa Itu Asites?

Asites pada ayam adalah sebuah kondisi dimana terjadi penumpukan cairan di dalam rongga perut, yang menyebabkan perut ayam terlihat membesar. Asites tidak hanya membuat perut ayam membesar, namun juga bisa mengganggu kesehatan dan produktivitas ayam.

Penyakit ini lebih sering menyerang ayam broiler. Namun ayam layer juga tidak luput dari risiko. Pada ayam layer, asites dapat menghambat produksi telur karena proses keluarnya telur dari tubuh ayam menjadi terganggu.

Meskipun potensi kasus asites pada ayam tidak tergolong tinggi, keberadaannya tetap perlu diwaspadai. Penyakit ini bisa menyebabkan kematian pada ayam, walaupun angka kematian yang diakibatkannya juga tidak tinggi.

Penyebab Asites

Salah satu penyebab utama asites adalah penyakit pernapasan yang mengakibatkan hipoksia atau kekurangan oksigen. Ayam yang mengalami kesulitan bernapas karena penyakit pernapasan akan mengalami penurunan kadar oksigen dalam darah. Kondisi ini memaksa jantung bekerja lebih keras untuk memompa oksigen ke seluruh tubuh, yang dapat berujung pada pengembangan asites jika tidak segera ditangani.

Genetika ayam broiler yang dirancang untuk pertumbuhan cepat juga berkontribusi terhadap risiko asites. Pertumbuhan yang cepat ini memerlukan metabolisme tinggi dan konsumsi oksigen yang besar.

Akibatnya, jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tersebut. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengurangi efisiensi kerja jantung, menyebabkan pembengkakan jantung, dan bahkan menekan paru-paru. Terjadi pembendungan pada liver, sehingga cairan dari liver merembes ke dalam rongga perut.

Suhu kandang yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi kesejahteraan ayam dan meningkatkan risiko asites. Suhu yang tidak sesuai memaksa ayam untuk menyesuaikan diri dengan cara yang dapat menekan sistem pernapasannya dan, pada akhirnya, memperberat beban kerja jantung.

Manajemen pakan yang tidak tepat, seperti pemberian pakan tinggi protein dan garam, juga dapat menyebabkan asites. Pakan dengan kandungan garam yang tinggi dapat menyebabkan retensi air, sedangkan protein berlebih membutuhkan lebih banyak metabolisme dan oksigen. Kedua kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya asites pada ayam.

Gejala Asites

Perut yang membesar merupakan gejala utama dan paling mudah dikenali dari asites. Pembesaran perut ini disebabkan oleh penumpukan cairan dalam rongga perut.

Selain perut yang membesar, ada beberapa gejala lain yang harus diperhatikan, termasuk:

  • Kehilangan nafsu makan. Ayam yang menderita asites sering kali menunjukkan penurunan atau kehilangan selera makan.
  • Bulu kusam. Penampilan bulu yang kusam dan tidak terawat bisa menjadi indikasi awal bahwa ayam tidak dalam kondisi optimal.
  • Lesu. Ayam dengan asites seringkali terlihat lesu dan kurang energik.
  • Kesulitan bernapas. Penumpukan cairan dalam perut dapat menekan organ-organ lain, termasuk paru-paru, sehingga menyulitkan ayam untuk bernapas.
  • Kesulitan berjalan. Pembesaran perut dapat mengganggu kemampuan ayam untuk berjalan secara normal.
  • Bercak kebiruan di kulit kepala. Ini bisa menjadi tanda hipoksia atau kekurangan oksigen, yang sering terjadi pada ayam dengan asites.
  • Kematian mendadak. Dalam kasus yang parah, asites dapat menyebabkan kematian mendadak tanpa peringatan sebelumnya.
  • Kulit kemerahan, gelisah.

Penanganan Asites

Asites pada ayam memang tidak dapat diobati. Tapi dapat dicegah dengan cara-cara berikut:

  • Biosecurity yang baik mencegah masuknya patogen yang bisa menyebabkan penyakit pernapasan.
  • Sirkulasi udara yang baik membantu menjaga keseimbangan oksigen dan suhu yang sesuai, mengurangi risiko hipoksia dan stres pada ayam.
  • Berikan pakan yang seimbang, dengan memperhatikan kandungan garam dan protein.
  • Mengontrol kepadatan kandang memastikan bahwa setiap ayam memiliki cukup ruang untuk bergerak, makan, dan bernapas dengan baik, sehingga mengurangi stres dan mendukung kesehatan yang lebih baik.
  • Melakukan vaksinasi terhadap penyakit pernapasan adalah langkah proaktif dalam mencegah asites.
  • Menggunakan DOC yang berasal dari indukan sehat dan dari hatchery yang mematuhi standar biosecurity tinggi dapat mengurangi risiko penyakit, termasuk penyakit yang dapat menyebabkan asites.

PENCEGAHAN PENYAKIT PENCERNAAN UNTUK MEMBANTU OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS AYAM

Kesehatan saluran cerna akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tubuh ayam, termasuk juga pertumbuhan organ yang berperan dalam sistem imun ayam. (Foto: Istimewa)

Kinerja saluran pencernaan memiliki peran krusial dalam pencapaian performa produksi. Sistem pencernaan berperan mencerna makanan dan menyerap nutrisi esensial. Nutrisi yang diserap tubuh inilah yang berperan dalam pertumbuhan dan produktivitas ayam sebagai penghasil daging dan telur.

Kesehatan saluran cerna akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tubuh ayam, termasuk juga pertumbuhan organ yang berperan dalam sistem imun ayam. Sistem imun yang berkembang baik dapat membantu ayam dalam mengatasi permasalahan infeksi penyakit di lapangan. Efeknya jelas saat terjadi penyakit maka produktivitas akan menurun. Melihat hal tersebut untuk mencapai performa produksi ayam yang optimal, kesehatan saluran cerna pastinya menjadi faktor krusial untuk diupayakan.

Menjaga kesehatan saluran cerna dari berbagai penyakit berbahaya penting untuk dilakukan. Secara umum, berbagai penyakit berbahaya yang bisa mengganggu saluran pencernaan adalah sebagai berikut:

Clostridium perfringens: Penyebab necrotic enteritis, rentan menyerang ayam broiler umur 2-5 minggu, sedangkan pada ayam petelur biasanya rentan umur 3-6 bulan. Serangannya mengganggu terutama di usus kecil yang menjadi rapuh dan berisi gas. Lapisan usus dilapisi oleh lapisan pseudomembran berwarna kuning. Ayam menjadi tidak nafsu makan dan diare.

Escherichia coli (E. coli): Penyebab colibacillosis yang dapat menyerang unggas pada berbagai tingkatan umur, tetapi lebih banyak terjadi pada ayam muda terutama umur 2-4 minggu. Bersifat oportunistik, infeksi yang hebat pada saluran pencernaan menyebabkan hemoragi petekie pada submukosa dan subserosa, gastritis, dan enteritis. Ayam menjadi lesu, ompalitis, oedema, dan jaringan sekitar pusar lembek.

• Newcastle disease: Paramyxovirus, ayam umur muda memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibanding ayam dewasa. Tipe velogenik viscerotropik menyebabkan gangguan organ saluran cerna. Tipe mesogenik memiliki tingkat kematian yang lebih rendah, namun hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi dapat terjadi. Gangguan organ pencernaan seperti perdarahan bintik (petekie) pada proventrikulus, nekrosa pada usus, dan juga perdarahan pada secatonsil.

• Gumboro: Virus RNA dari genus Avibirnavirus. Ayam muda terutama umur 3-6 minggu memiliki kerentanan yang tinggi. Virus ini sebenarnya lebih berdampak pada sistem kekebalan tubuh karena target utamanya adalah sel pre-B pada bursa fabrisius sehingga menyebabkan terjadinya imunosupresif. Imunosupresif yang ditimbulkan akan meningkatkan kepekaan ayam terhadap agen patogen lainnya. Gangguan organ pencernaan dapat dilihat dari ditemukannya perdarahan pada mukosa dekat pertautan antara proventrikulus dengan ventrikulus.

Inclusion body hepatitis: Adenovirus dari famili Adenoviridae. Ayam muda umur 4-10 minggu. Perubahan anatomi organ lebih terfokus pada hati, dimana hati tampak membengkak, berwarna kuning kecokelatan, terdapat bercak, perdarahan di bawah membran, serta konsistensi terasa lebih lunak.

Helicopter disease: Virus utama yang menyebabkan penyakit ini di Indonesia adalah Reovirus. Rentan terhadap anak ayam terutama broiler. Anak ayam yang terinfeksi helicopter disease menunjukkan laju pertumbuhan yang lambat pada umur 5-7 hari sehingga bobot badan rendah. Selain itu, banyak ditemukan tungkai bulu sayap primer yang patah. Perubahan patologi anatomi pada organ pencernaan yang dapat teramati adalah peradangan pada usus dan proventrikulus, usus tampak berdilatasi dan pucat.

Pencegahan utama untuk melindungi berbagai penyakit pencernaan ini dapat dilakukan dengan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

MENJAGA AGAR PENYAKIT TIDAK KEMBALI

Biosekuriti harus selalu diterapkan secara ketat. (Foto: Istimewa)

Jika bicara prediksi tentunya tidak akan 100% akurat. Semua masih tergantung pada Tuhan Yang Maha Esa yang. Namun begitu, tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan sembari mengambil ancang-ancang agar lebih siap.

Jangan Lengah dengan Penyakit Residivis
Tony Unandar selaku konsultan perunggasan melihat selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih itu-itu saja, berbeda musim memang penyakitnya juga berbeda, tetapi penyakit yang muncul tetap sama.

“Kalau bisa dibilang kita masih berkutat dengan yang lama dan monoton begitu-begitu saja dan faktor yang sangat genting untuk diperbaiki adalah pola pemeliharaan dari peternak kita,” kata Tony.

Jikalau tidak ada upaya perbaikan dalam hal ini sesegera mungkin, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang akan terjadi, tetapi tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh yang simpel, pernah lihat panen di kandang semuanya langsung diangkut? Enggak kan? Jangankan di peternakan kecil, yang besar juga ada yang begitu. Padahal bagusnya all in all out. Lalu kira-kira berapa persen peternakan di Indonesia ini yang biosekuritinya baik? Mayoritas jelek atau baik? Saya tanya begitu saja kita langsung tersenyum kecut,” ucap Tony kepada Infovet.

Tony juga berujar bahwa sebaik-baiknya obat baru yang ditemukan, sebaik-baiknya riset di bidang penyakit hewan, dan secanggih-canggihnya teknologi berkembang, bila tidak dibarengi dengan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2023.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

CURIGA AYAM STRES? BEGINI INDIKATORNYA

Faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres. (Foto: Dok. Infovet)

Layaknya manusia, hewan ternak khususnya ayam juga dapat mengalami stres. Bahkan beberapa pakar menyatakan bahwa ayam ras kekinian, meskipun memiliki performa produksi yang tinggi, juga memiliki kecenderungan lebih mudah stres.

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, dunia pembibitan ayam ras pun ikut berkembang. Bayangkan pada 1970-1980-an, ayam broiler mencapai bobot badan 1 kg setelah melalui sekitar 70-80 hari pemeliharaan. Namun kini, ayam broiler dapat mencapai bobot yang sama bahkan lebih hanya dalam kurun waktu 30 hari.

Namun begitu diakui bahwasanya tendensi ayam broiler kekinian terhadap cekaman dan stres cenderung tinggi. Kondisi stres merupakan hal penting yang harus diketahui oleh dokter hewan, hal ini karena stres dapat melemahkan sistem imun ayam dan akan berimbas panjang ke depannya. Oleh karena itu, faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres.

Sebagaimana diketahui bersama, banyak sekali faktor penyebab stres, antara lain fisiologis, nutrisi, lingkungan, suhu dan iklim, sosial, fisik, serta tekanan psikologis. Secara teknis, hormon kortikosteron dilepaskan oleh kelenjar adrenal ketika ayam menghadapi stres.

Hal ini sebenarnya membantu ayam mengatasi stres, tetapi pada saat yang sama menyebabkan efek yang tanpa disadari mempengaruhi tubuh ayam. Setiap kali ayam berada dalam kondisi stres, ada pelepasan glukosa yang cepat ke dalam darah yang mengakibatkan penipisan glikogen atau cadangan gula yang tersimpan di hati dan otot, kemudian terjadi peningkatan pernapasan, perubahan sistem hormon yang menyebabkan perubahan kimia seperti perubahan tingkat pH di usus yang pada gilirannya mengganggu keseimbangan mikroflora di usus, sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk beberapa jenis mikroba yang berpotensi mengakibatkan penyakit.

Peningkatan hormon stres juga mendorong pembentukan dan peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas bereaksi dengan oksigen sehingga suplai oksigen dalam tubuh terganggu, tentunya ini sangat merugikan. Walau banyak yang mengetahui hal ini, namun masih tak sedikit yang kebingungan bagaimana mengidentifikasi stres berdasarkan kondisi fisik ayam.

Mengenali Tanda Stres
Secara umum kondisi visual yang terjadi pada ayam stres yakni terjadi perubahan pada bulu sayap dan bentuk kotoran. Sangat penting bagi peternak dan dokter hewan untuk dapat mengenali tanda stres dalam mengevaluasi tata cara pemeliharaan apakah sudah cukup nyaman bagi ayam.

Mengapa perubahan bulu bisa dijadikan indikator kondisi ayam sedang mengalami stres?

• Pertumbuhan bulu berlangsung sangat cepat dan mudah dilihat (bulu sayap).

• Komponen bulu sebagian besar adalah protein (β-keratin).

• Perubahan fisik bulu yang abnormal menggambarkan alokasi nutrisi protein dalam keadaan tertentu (kondisi stres). Tentunya stres akan menimbulkan “cost” nutrien tertentu. Dalam hal ini alokasi protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan bulu akan dialokasikan untuk hal lain seperti sistem imun ayam, terlebih bila saat muncul cekaman/stres.

Karakteristik bulu sayap pada ayam yang normal sehat tanpa mengalami stres akan terlihat rapih dengan struktur bulu yang utuh, tanpa kerusakan, bersifat kedap air dan tidak pecah. Setiap kali ayam yang mengalami kondisi stres berat, akan terlihat “stress marking” pada bulu (terutama di bagian vane). Stress marking berawal dari ujung bulu, hal ini akan bersifat permanen dan membekas selama beberapa waktu sesuai umur ayam.

Jika ayam hanya mengalami satu kondisi stres, maka hanya akan muncul satu stress marking, begitupun jika ayam mengalami beberapa kali kondisi stres, maka stress marking yang muncul juga lebih dari satu alias multiple. Penilaian signifikansi stress marking dilakukan dengan metode sampling kira-kira 10-20 ekor ayam. Jika dari sampel tadi ditemui 50% atau lebih stress marking, maka dapat disimpulkan kondisi stres signifikan terjadi.

Namun jika kurang dari 50%, maka dapat dikatakan kondisi stres masih dapat ditoleransi. Meskipun dibutuhkan perbaikan dalam hal teknis manajemen pemeliharaan, seperti membuat suhu dan menjadi lebih stabil sesuai standar dan perbaikan densitas kandang. Yang lebih baik adalah jika tidak ditemukan sama sekali stress marking, maka dapat dikatakan manajemen pemeliharaan yang diterapkan sudah baik dan benar.

Berkaca pada kenyataan di lapangan, secara umum biasanya ada saja individu ayam yang bereaksi terhadap kondisi tertentu, dimana sebagaian ayam lainnya tidak meresponnya sebagai kondisi cekaman/stres. Sehingga acuan jumlah sampel dalam mengidentifikasi hadirnya cekaman stres sangat penting diperhatikan.

Sebagai pertimbangan, stress marking yang muncul diumur 7-10 hari menunjukan manajemen brooding yang belum baik dan harus diperbaiki pada periode selanjutnya. Jika ayam tidak menunjukan stress marking diumur tersebut, maka manajemen brooding yang diaplikasikan sudah baik.

Bentuk Fisik Stress Marking, Seperti Apa?
Di bawah ini sedikit penulis jabarkan bentuk fisik bulu pada ayam yang mengalami stres alias stress marking:

• Jika stress marking berbentuk garis zona kosong akibat struktur hooklet, “barbule” dan “barb” tidak tumbuh sempurna. Hal ini masuk pada kondisi stres derajat sedang. Jika hanya terlihat garis zona kosong tipis atau samar, berarti ayam telah mengalami stres ringan. Sedangkan jika terlihat garis zona kosong lebar, berarti ayam telah mengalami kondisi stres sedang.

• Pada stress marking berbentuk segitiga kosong seperti dipotong pada bagian vane, bentukan ini dapat dikatakan bahwa ayam berada dalam kondisi stres derajat berat.

• Sedangkan jika stress marking berbentuk pecah-pecah layaknya serpihan, dimana antar struktur barbules tidak membentuk ikatan dengan barbules lainnya, artinya ayam mengalami stres yang disertai problem kesehatan atau kondisi sakit.

(A) Ayam mengalami kondisi stres karena masalah kesehatan/penyakit. (B) Ayam berada dalam kondisi stres berat (terdapat bulu-bulu yang patah). (C) Ayam mengalami stres pada minggu pertama akibat kegagalan manajemen brooding.

Deteksi Dini = Bermanfaat
Dengan melakukan identifikasi dini stres melalui bulu, peternak dapat melakukan evaluasi program pelaksanaan pemeliharaan ayam dikandangnya. Jika ditemukan banyak stress marking pada bulu, berarti ada hal yang harus segera dikoreksi agar pertumbuhan ayam tidak mengalami gangguan.

Sekali lagi penulis ingatkan bahwa penyebab stres di kandang harus diketahui oleh peternak, anak kandang, dan dokter hewan penanggung jawab kandang. Jika dapat mengidentifikasinya, maka dapat menantisipasi langkah selanjutnya. Begitupun sebaliknya, ketidakpahaman tentang kondisi stres yang terjadi akan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan pada ayam.

Jangan lupa pula melakukan monitoring secara terus-menerus dan senantiasa mengevaluasi tata laksana pemeliharaan demi menjamin keberhasilan dalam usaha ternak ayam. ***

Oleh: Drh Jumintarto Oyiem, Praktisi Perunggasan
Dirangkum oleh: Drh Cholillurahman (Redaksi Majalah Infovet)

JANGAN BIARKAN GUMBORO MERAJALELA

Perdarahan otot paha salah satu ciri Gumboro. (Sumber: Hari Wahjudi)

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro masih menjadi momok menakutkan bagi peternak Indonesia. Masalahnya, Gumboro memiliki tendensi tinggi dan sering berulang. Penyakit yang disebabkan Birnavirus ini dapat menular melalui vektor dan mengakibatkan imunosupresif, sehingga memungkinkan penyakit lain untuk ikut menyerang.

“Rajin” Menyerang Ternak
Technical Service Manager PT Boehringer Ingelhieim Indonesia, Drh Titis Wahyudianto, dalam sebuah webinar tentang Gumboro menggambarkan betapa menakutkannya penyakit ini. Gumboro menyerang dengan akut, sangat virulen dan mengakibatkan imunosupresi pada penderitanya.

Menurut Titis, Gumboro juga sangat kerasan dan dapat bertahan di lingkungan kandang selama 50-120 hari pasca infeksi. Bahkan pakan yang tercemar oleh virus ini masih dapat menginfeksi sampai 60 hari pasca terjadinya outbreak.

“Serangan Gumboro sifatnya akut, siklusnya panjang dan virusnya bisa bertahan lama di lingkungan. Tentunya ini sangat berbahaya kalau tidak segera diatasi, karena mereka mengintai setiap saat,” kata Titis.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Technical Consultation and Education PT Medion, Drh Hanin Fadlailul. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan timnya sejak 2019, Gumboro menjadi penyakit ranking satu yang kerap menyerang ayam broiler dan ranking enam pada ayam petelur. Ia mengatakan, dominasi kasus terjadi pada umur 3-4 minggu.

“Memang butuh banyak upaya agar siklus Gumboro bisa dikendalikan dan peternak harus benar-benar menerapkan manajemen biosekuriti dan pemeliharaan yang baik,” ujar Hanin.
Melumpuhkan Sistem Imun

Veterinary Services Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, mengingatkan ancaman Gumboro yang menyerang sistem imun ayam. Virus tersebut menyerang… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2021. (CR)

MENGENAL BERMACAM PENYAKIT AYAM BROILER

Penyakit ayam broiler

Drh Magdalyna Srihendrawati, Animal Health Service Outer Island Sreeya Sewu Indonesia, memperkenalkan penyakit-penyakit ayam broiler, pada webinar Manajemen Terbaik Broiler Modern Untuk Performance Yang Optimal, yang diadakan oleh Sreeya pada Jumat 17 September 2021.

Drh Magdalyna Srihendrawati
Drh Magdalyna Srihendrawati

Dengan mengenal secara singkat penyakit ayam broiler terpenting, diharapkan peternak mempunyai dasar pengetahuan. Sehingga tidak terlalu bingung jika ada penyakit yang menyerang farm dan juga mampu mengambil langkah pencegahan.

Dehidrasi 

Sebenarnya bukan penyakit tapi suatu keadaan dimana jika DOC datang waktu ditebar di brooding tidak aktif. Hail itu biasanya karena dehidrasi penyebabnya bisa karena terlalu lama di transportasi, bisa juga karena manajemen misal brooding terlalu tinggi suhunya. Ciri fisik ayam di persendian kaki berwarna merah (redhock), kaki kering.

Segera beri vitamin elektrolit, atau air gula/sorbitol. Juga biasanya dehidrasi menyebabkan kerusakan hati dan ginjal jadi bisa ditambahkan hexamin, fungsinya untuk mengeluarkan asam urat dan mengurangi kebengkakan ginjal.

CRD (Chronic Respiratory Disease)

Disebabkan oleh bakteri mycoplasma gallinarum. Faktor resiko diantaranya karena pergantian musim dan ventilasi buruk. Gejala klinis: trachea berlendir. Pengobatan diberi antibiotik selama 5 hari dan vitamin asam amino.

ND (Newcastle Disease)

Disebabkan oleh paramyxovirus. Gejala klinis ayam lehernya melintir (telo) atau spot merah di usus (pencernaan). Tidak ada obatnya, terapi sifatnya suportif berupa vitamin. Bisa dicegah dengan vaksinasi ND di hatchery.

IBD (Gumboro/Infectious Bursal Disease)

Disebabkan oleh birnavirus. Faktor resikonya antara lain pemanas yang kurang optimal, terpaan angin kencang, dan kutu franky. Terapi sifatnya suportif berupa vitamin, pencegahan dengan vaksinasi IBD di hatchery.

IBH (Inclusion Body Hepatitis)

Disebabkan oleh adenovirus, merupakan penyakit akut yang menyerang ayam muda umur 4-6 minggu. Ditandai dengan kematian tinggi sekitar 10% dengan patologi anatomis hati bercak-bercak hitam, pada kantung jantung ada cairan (hydropericard). Terapi suportif dengan memberikan preparat hepato protektor, multi vitamin. Pencegahannya dengan vaksinasi IBH, sedangkan vektornya adalah kutu franky atau tikus.

Avian Influenza (AI)

Disebabkan oleh virus H5N1, ada 2 jenis low patogenic (kematian rendah) dan high patogenic (kematian tinggi). Patologi anatomi ditemukan ptechiae di lemak jantung dan lemak abdomen/perut. Terapi suportif dengan pemberian vitamin, penanggunalangan dengan vaksinasi AI, dan vektornya kutu franky.

Omphalitis

Penyakit yang berhubugan dengan infeksi kuning telur melalui pusar (umbilicus), menyebabkan kematian tinggi pada minggu pertama. Gejala klinis anak ayam lemas karena nafsu makan turun. Terapi berikan antibiotik 3-5 hari setelah pemberian vitamin. Penyebabnya bisa suhu brooding yang tidak stabil.

Colibasillois/Coliseptichaemia

Infeksi yang disebabkan oleh kuman E coli. Gejala klinis DOC yang omphalitis bisa disebabkan oleh E coli, menyebabkan selaput seperti lemak membungkus organ hati, jantung, dan kantung udara. Gejala klinis tidak terlihat namun menyebabkan pertumbuhan berat badan lambat, kematian, dan penyakit komplikasi pada saluran cerna, pernafasan, yang sulit ditanggulangi. Pengobatan dengan antibiotik 3-5 hari.

Brooding Pneumonia/Aspergillosis

Infeksi yang disebabkan oleh spora jamur Aspergillus spp. Gejala klinis DOC susah bernafas, biasanya menyerang anak ayam yang masih dalam masa brooding (1-3 minggu), karena itu disebut brooding pneumonia. Tidak ada pengobatan, DOC yang terinfeksi diafkir, kandang disanitasi dengan desinfektan. Pencegahan lakukan sanitasi hygiene yang ketat sebelum DOC masuk.

Chicken Anemia Virus (CAV)

Disebabkan oleh virus circoviridae, menyebabkan kematian tinggi pada anak ayam umur 1-2 minggu. Patologi anatomi ada bercak/ptechiae di otot dada dan paha, warna kebiruan pada sayap dan ptechiae pada kelenjar thymus. Tidak ada pengobatan spesifik, anak ayam akan berangsur membaik di umur lebih dari 2 minggu. Bisa ditanggulangi dengan vaksin CAV, biasanya dilakukan di breeding.

Coccidiosis/Diare Berdarah

Disebabkan Parasit emeria spp, menyebabkan diare berdarah dan kematian tinggi. Terapi dengan preparat anti cocci selama 2-3 hari. Pencegahan dengan menjaga kualitas litter agar selalu kering. (NDV)

CIRI AYAM CACINGAN

Cacingan sering menyerang ayam broiler dan layer pada kandang yang sanitasinya tidak dikelola dengan baik. Tes laboratorium disarankan agar penyakit cacing pada ayam dapat dideteksi lebih dini. Ciri ayam cacingan bisa juga dilihat dari kondisi fisik ayam.

Ciri-ciri ayam broiler cacingan:

  • Perut kembung.
  • Ayam lesu tidak lincah seperti biasanya.
  • Nafsu makan menurun bahkan bisa tidak mau makan.
  • Pertumbuhannya lambat.
  • Ada cacing pada kotoran ayam.

Ciri-ciri ayam layer cacingan:

  • Produksi telur menurun.
  • Bulu menjadi kusut.
  • Berat badan menurun meski ayam banyak makan.
  • Kualitas telur jelek.
  • Ada cacing pada kotoran ayam.

Ciri ayam terkena cacingan di atas biasanya timbul setelah ayam terinfeksi cacing dalam tingkat yang sudah parah. Saat masih awal terkena cacing seringkali tidak terlihat ciri atau gejala yang jelas.

Cacingan lebih sering ditemui pada ayam layer karena umur peliharanya yang lebih panjang dari ayam broiler. Penyakit cacingan ini bisa ditangani dengan biosekuriti dan sanitasi yang baik, serta pengobatan yang tepat.

LEUCOCYTOZOONOSIS, ANCAMAN LATEN PARASIT DARAH PADA UNGGAS

Prevalensi infeksi pada unggas di Indonesia cukup tinggi. Kinerja produksi pada layer dapat terganggu akibat infeksi Leucocytozoonosis. (Sumber: hightoppoultry.com)

Leucocytozoonosis merupakan penyakit parasit pada unggas yang disebabkan oleh parasit darah, Leucocytozoon spp. Ada dua jenis Leucocytozoon spp, yang ganas pada unggas yaitu L. sabrazesi dan L. caulleryi (Zhao, 2016). Nama lain penyakitnya adalah Malaria Like.

Leucocytozoonosis pada unggas menyebabkan anemia karena kerusakan sel-sel darah merah, yang mengakibatkan gejala anemis, kepucatan, lemah, penurunan produksi dan juga kematian pada unggas. Semua jenis unggas dapat terinfeksi parasit ini, bahkan burung pinguin keberadaannya di kutub selatan juga terinfeksi parasit ini sebagaimana dilaporkan oleh Argilla et al., 2013. Infeksi Leucocytozoonosis pada pinguin dada kuning (Megadyptes antipodes) prevalensinya mencapai 73,7% dengan pengujian menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Pada burung dara, Nath et al., (2014) menemukan prevalensinya 2% di Bangladesh dan 12% pada ayam.

Infeksi pada unggas komersial dapat terjadi pada layer, broiler, ayam buras, itik dan entok. Kinerja produksi pada layer dapat terganggu akibat infeksi Leucocytozoonosis. Prevalensi infeksi pada unggas di Indonesia cukup tinggi. Balai Pengujian Veteriner (BVet) Banjarbaru pada 2019 telah melakukan pengujian ulas darah yang diambil di berbagai kabupaten di Kalimantan. Dari sebanyak 904 ulas darah yang diperiksa mikroskopis dengan pewarnaan Giemsa, sebanyak 287 positif Leucocytozoonosis atau prevalensinya 31,75%. Proporsi pengujian adalah 1:2, diantara tiga ekor unggas salah satu diantaranya terinfeksi Leucocytoozoonosis.

Serangan epidemik Leucocytozoonosis mengakibatkan kematian pada layer sekitar 7,75%. Walaupun kematiannya relatif rendah, tetapi penyakit parasit darah ini berakibat pada penurunan produksi yang sangat signifikans, berkisar 42-84% (Sawale et al., 2018).

Kerugian ekonomi yang sangat besar akan dialami peternak layer bila ayam yang sedang produksi terserang penyakit ini. Prevalensi pada ayam layer di Kalimantan pada beberapa kabupaten sentra ayam layer mencapai 29.17% (BVet Banjarbaru, 2019). Bisa diperkerikan kerugian yang terjadi bila infeksi terjadi pada layer di Indonesia yang jumlahnya mencapai 181.752.456 ekor atau pada ayam layer di Sulawesi Selatan yang mencapai populasi 12.426.412 ekor (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2018).

(a) Ayam tampak pucat dan lemah karena serangan Leucocytozoon spp. (b) Gametosit Leucocytozoon spp. pada ulas darah ayam.

Siklus Hidup
Penyebaran infeksi Leucocytozoonosis tidak terlepas dari peran… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020.

Ditulis oleh:
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli

MENGANTISIPASI PENYAKIT DI TAHUN DEPAN

Hindari penyakit dengan mengaplikasikan manajemen pemeliharaan yang baik. (Foto: Infovet/Ridwan) 

Menghadapi tahun 2021, seharusnya pelaku budi daya perunggasan lebih aware dengan apa yang akan datang serta dapat mengantisipasi penyakit yang datang.

Jika bicara prediksi, tentunya tidak akan 100% akurat, semua masih tergantung pada Tuhan Yang Maha Esa. Namun begitu, tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan sembari mengambil ancang-ancang agar lebih siap.

Balada Lagu Lama
Melihat apa yang sudah dipaparkan oleh narasumber sebelumnya, sebenarnya ada pola yang terus berulang yang kerap terjadi tiap tahunnya. Hampir setiap tahun penyakit unggas yang mendominasi bisa dibilang begitu-begitu saja.

Hal ini juga yang menjadi perhatian Tony Unandar selaku private poultry consultant sekaligus anggota dewan pakar ASOHI. Yang ia lihat selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih yang itu-itu saja, berbeda musim memang penyakitnya juga berbeda, tetapi penyakit yang muncul sama.

“Kalau bisa dibilang kita masih berkutat dengan yang lama dan monoton, serta faktor yang sangat urgent untuk diperbaiki adalah pola pemeliharaan dari peternak-peternak kita,” tutur Tony.

Jikalau tidak ada upaya perbaikan dalam hal ini sesegera mungkin, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang akan terjadi, tetapi tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh yang simple, anda pernah lihat panen di kandang semuanya langsung diangkut? Enggak kan, jangankan di peternakan kecil, yang besar juga begitu ada. Padahal bagusnya kan all in all out, lalu kira-kira berapa persen peternakan di Indonesia ini yang biosekuritinya baik? Mayoritas jelek atau baik biosekuritinya? Saya tanya begitu saja kita langsung tersenyum kecut kan?,” tutur Tony kepada Infovet.

Ia juga berujar bahwa sebaik-baiknya obat baru yang ditemukan, sebaik-baiknya riset di bidang penyakit hewan dan secanggih teknologi berkembang, bila tidak dibarengi dengan manajemen yang baik dan benar, penyakit apapun akan mudah menyerang dan cenderung berulang.

“Kita masih hobi memelihara penyakit, jadi ya seperti inilah potret perunggasan kita. Sebaiknya kita jangan meremehkan ini, agak bosan juga sebenarnya begitu-begitu saja memang permasalahan kita dari dulu, padahal zaman kan berkembang,” ucap dia.

Jangan Kasih Kendor Biosekuriti
Yang diutarakan Tony Unandar tidaklah salah, memang pada kenyataannya beberapa hal acap kali terlihat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020. (CR)

KASUS PENYAKIT PENTING DI 2020 & PREDIKSINYA DI 2021 MENDATANG

Tahun 2021 terkait penyakit unggas masih akan didominasi oleh penyakit viral. (Foto: Dok. Infovet)


Fenomena kejadian penyakit pada unggas sepanjang 2020 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pergantian cuaca yang ekstrem dan kondisi suhu yang lebih panas dibandingkan tahun sebelumnya bisa dilihat pada gambar di bawah yang menyebabkan kondisi pemeliharaan ayam mengalami tantangan, diantaranya:

• Kondisi ayam yang mengalami stres dan potensial imunosupresi yang diakibatkan fluktuasi suhu, kelembapan dan kecepatan angin.
• Bibit patogen lebih berkembang diakibatkan kondisi kelembapan lebih tinggi.
• Tantangan manajemen di kandang karena perubahan cuaca yang ekstrem.
• Tantangan pemenuhan kebutuhan energi di saat kondisi panas ekstrem.

Dampak stres karena panas ini paling berbahaya menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, sehingga kemampuan imunitas untuk melawan penyakit menjadi berkurang, akibatnya kejadian penyakit potensial meningkat sepanjang 2020.

Berdasarkan pengalaman penulis, di sini akan dibagikan beberapa kasus penyakit paling penting dan sering terjadi di 2020, baik yang menimpa ayam broiler maupun layer.

Chronic Respiratory Diseases (CRD)
Mycoplasmosis terutama yang disebabkan oleh Mycoplasma Gallisepticum (MG) merupakan ancaman nyata dan sangat berperan dalam gangguan sistem ini. Kuman MG yang menempel di silia sel pernapasan akan mengeluarkan endotoksin kemudian melemahkan sistem mukosiliaris. Sumber kontaminasi MG di broiler farm terutama dari burung liar, mobilitas pekerja kandang, kendaraan yang terkontaminasi, serta DOC yang terkontaminasi akibat infeksi vertikal dari induknya.

Sejatinya Mycoplasma mudah mati dalam lingkungan dengan temperatur dan kadar oksigen yang tinggi, kelembapan relatif rendah dan hampir semua jenis disinfektan mampu membunuhnya. Tetapi kondisi ventilasi kandang yang buruk akan mengakibatkan kelembapan udara dan kadar amonia dalam kandang meningkat dan konsekuensinya adalah tekanan oksigen akan menurun. Hal ini yang menyebabkan Mycoplasma yang sudah berada di permukaan sel pernapasan akan berkembang biak dengan cepat dan menggangu sistem mukosiliaris, sehingga rentan akan munculnya infeksi sekunder.

Kontrol yang paling tepat untuk meminimalkan munculnya kasus pernapasan yang dipicu oleh MG adalah melalui kedisiplinan pelaksanaan program sanitasi, pemilihan DOC yang minim kontaminasi MG dan didukung dengan pengaturan ventilasi atau tata laksana kandang yang berhubungan dengan kecukupan oksigen di kandang. Program kontrol di broiler dengan antibiotik khusus untuk MG merupakan pilihan terakhir dan program tersebut sebaiknya didasarkan dengan melihat status MG di DOC yang diterima pada saat kedatangan. Untuk memudahkan kontrol, sangat disarankan memilih DOC yang induknya sudah divaksinasi dengan vaksin MG live.

Inclusy Body Hepatitis (IBH)
IBH menjadi momok yang menakutkan bagi para peternak, hakekat penyakit ini mirip dengan Infectious Bursal Disease (IBD) tetapi lebih hebat dampaknya terhadap mortalitas dan perubahan organ kekebalan tubuh.

Kematian yang disebabkan IBH bisa… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020

Ditulis oleh:
Drh Sumarno (Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia)
& Han (Praktisi Peternak Layer)

EVALUASI DAN PREDIKSI PENYAKIT 2020 KE 2021

Selain penyakit viral, penyakit bakterial pada unggas juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. (Foto: Istimewa)


Hari berganti, tahun berlalu. Tanpa terasa sudah berada di penghujung tahun 2020. Semua yang diperjuangkan di Tahun ini, mari menganalisis dan evaluasi demi kemajuan diwaktu yang akan datang, di tahun 2021.

Pada 2020, dari laporan pemeriksaan kasus oleh para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa kasus penyakit ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, penyakit Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di semua wilayah.

Seperti diketahui bersama bahwa penyakit ND adalah salah satu penyakit pernapasan dan sistemik yang disebabkan oleh virus, bersifat akut dan sangat mudah menular dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam. Pada 2020, gejala klinis ND yang muncul bersifat akut yang berupa pendarahan dan nekrosis pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic viscerotropic). Ada pula dengan gejala klinis pada saluran pernapasan dan syaraf, tanpa perubahan pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic neurotropic). 

Pada 2020 dilaporkan adanya peningkatan jumlah kasus IBD dibanding tahun sebelumnya dan kasusnya tersebar merata. Ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan penyakit ini masih belum optimal dan aman, artinya program vaksinasi IBD, baik aplikasinya maupun pemilihan strain vaksin IBD. Pemakaian vaksin IBD live dengan strain intermediate dan intermediate-plus, kadang kala diberikan pada anak ayam baik broiler, layer maupun breeder. Hal ini akan menyebabkan terjadinya atropi bursa fabrisius sebagai organ limfoid primer yang berakibat terganggunya proses pembentukkan kekebalan secara umum.

Selain penyakit viral, penyakit bakterial juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. Yang terbanyak ditemukan adalah penyakit CRD, CRD komplek, Kolibasilosis, NE dan Coryza. Kasus penyakit bakterial ini jumlahnya lebih dari setengah keseluruhan kasus yang ditangani oleh tim Romindo di lapangan. Hal ini dikarenakan masih mengedepankan tindakan pengobatan terhadap penyakit daripada pencegahan. Ketika ayam terlihat gejala klinis sakit saat itulah diberikan produk antibiotika. Padahal kalau dicermati, kasus penyakit bakterial ini sifatnya lebih rutin dan terpola. Jadi mestinya dapat dilakukan program pencegahan penyakit, pada saat ayam masih terlihat sehat.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan program lain, yaitu vaksinasi terhadap Mycoplasmosis (MG dan MS), terutama pada ayam layer dan breeder, agar ayam mendapatkan kekebalan lokal MG dan MS sejak awal pemeliharaan hingga afkir. Hal ini karena kuman MG dan MS ini selalu ada di lapangan dan menginfeksi ayam setiap saat. Sehingga dengan memberikan kekebalan lokal sejak awal, maka kondisi tubuh ayam selalu siap menghadapi serangan bakteri Mycoplasma dari lapangan. Efek positif lainnya adalah pemakaian antibiotika misalnya golongan tylosin sebagai pencegahan MG dan MS dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga dapat menghemat biaya pengobatan.

Penyakit Coryza atau Snot, pada 2020 ini semakin bandel dan susah dikendalikan. Hal ini terjadi karena ada penyakit lain yang secara diam-diam “membukakan pintu” bagi masuknya bakteri Haemophilus spp. ke dalam tubuh ayam. Penyakit ini adalah AmPV (Avian Metapneumovirus), dengan gejala klinis swollen head syndrome atau kebengkakan di daerah kepala bagian atas. Ketika terjadi outbreak Coryza, perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap APV, karena meskipun ayam tidak divaksin APV tetapi hasil serologisnya biasanya positif terhadap APV. Ini menunjukkan bahwa ayam sudah terinfeksi APV dan berlanjut menjadi outbreak Coryza. Sering kali APV berjalan tanpa gejala klinis, apabila tidak ada infeksi sekunder yang menyertai.

Helminthiasis atau cacingan, baik karena cacing gilig maupun cacing pita kejadiannya cukup menggangu di lapangan. Pengobatan terhadap cacingan biasanya cukup berhasil tetapi pada beberapa kasus, kejadian cacingan kambuh kembali dalam waktu singkat. Hal ini dimungkinkan karena penanganan kasus cacingan tidak disertai dengan penanganan vektor pembawa, misalnya lalat. Oleh karena itu, penanganan cacingan yang optimal harus dibarengi dengan meminimalkan populasi lalat di lokasi farm.

Mikotoksikosis, adalah penyakit yang disebabkan karena adanya cemaran Mikotoksin dalam pakan. Pada 2020, kasus Mikotoksikosis ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik pada broiler, layer maupun breeder. Tingkat keparahan bervariasi mulai dari hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur, penurunan kualitas telur, kerusakan organ-organ dalam tubuh dan sebagai imunosupresan menurunkan sistem kekebalan dan mendukung munculnya kasus penyakit lain. Hal ini karena Mikotoksin dapat menghambat penyerapan asam amino dan menghambat penyerapan mineral khususnya Ca dan P. 

Lebih jauh lagi, pencemaran multi-mikotoksin dosis rendahlah yang paling banyak ditemui di lapangan. Padahal multi-mikotoksin ini dapat menimbulkan dampak aditif maupun sinergistik pada ayam. Oleh karena itu, tidak ada level aman untuk Mikotoksin.

Prediksi Penyakit 2021
Pada 2021, diprediksi penyakit ayam cenderung muncul... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA.
Telp: 021-8300300

ATUR VENTILASI AGAR TERHINDAR DARI PENYAKIT

Tirai dalam kandang ternak broiler. (Foto: Ist)

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir produksi ayam broiler adalah beban panas yang tinggi (heat stress). Hal ini terjadi karena ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging yang pada prinsipnya adalah penumpuk lemak di dalam tubuh dalam jumlah besar pada masa produksi akhir (panen). Salah satu penyakit akibat iklim yang ekstrem yakni heat stress. Pada umumnya heat stress terjadi karena penumpukan lemak menjadi penghambat pembuangan panas yang dibentuk oleh tubuh, sedangkan ayam broiler juga mendapat panas tubuh dari hasil metabolisme dan aktivitas lingkungan sekitar.

Aktivitas yang menyebabkan terjadinya panas lingkungan dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan dan sirkulasi udara. Ketiga faktor tersebut merupakan elemen penting yang mempengaruhi produksi ayam broiler. Karena ketiga faktor tersebut berperan dalam proses terbentuknya kenyaman pada ayam, dimana akan meghasilkan produksi yang maksimal atau bahkan sebagai predisposisi timbulnya suatu penyakit pencernaan (Colibacillosis) dan pernapasan (CRD/Chronic Respiratory Disease) atau bahkan keduanya (CRD kompleks).

Atur Ventilasi  
Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi heat stress yang muncul akibat ketiga faktor tersebut adalah manajemen ventilasi. Ventilasi merupakan pergerakan udara yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara udara di dalam dan di luar kandang. Dengan manajemen ventilasi yang baik, maka angka temperatur, kelembapan dan sirkulasi udara dapat diatur agar kondisi nyaman ayam dapat dicapai. Dalam sistem kandang terbuka, cara meciptakan pergerakan udara di dalam kandang dapat dilakukan dengan pemberian kipas angin, penerapan sistem buka-tutup tirai kandang, serta pembuatan model kandang monitor.

Manajemen brooding pada sistem pemeliharaan ayam broiler merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan hingga satu periode ke depan. Karena di masa ini, DOC akan mengalami pertambahan jumlah sel (hiperplasia) terutama otot. Oleh karena itu, kondisi di dalam kandang harus sangat mendukung. Dimulai dari suhu ideal, kelembapan yang tepat, serta kualitas oksigen yang memadai untuk proses perkembangan.
 Kebanyakan peternak melupakan faktor terakhir tersebut, peternak cenderung lebih memperhatikan suhu dan kelembapan saja. Sehingga tidak jarang pada umur 7-10 hari tirai masih tertutup. Hal ini diperkuat oleh fakta yang didapat dari Technical Support PT Gold Coin Indonesia, Drh Rizqy Arief Ginanjar.

“Kenyataan yang terjadi ketika tirai masih ditutup, akan mengakibatkan sirkulasi udara di dalam kandang minimal, bahkan tidak terjadi. Sehingga kelembapan dan amonia di dalam kandang tidak bisa terkontrol. Dengan angka kelembapan dan amonia yang tinggi di dalam kandang akan memicu terjadinya penyakit,” ujar Rizqy. 

Lebih lanjut, manajemen tirai yang baik harus mulai diperhatikan ketika masa brooding. Tirai yang digunakan harus menggunakan metode double screen guard (tirai luar-dalam). Aplikasinya adalah dengan menggunakan dua buah tirai, satu untuk di dalam kandang dan satu lagi untuk di luar kandang. Pada saat DOC chick-in hingga umur tiga hari, tirai dalam masih dapat ditutup rapat agar panas di dalam brooder tercapai.

Ketika memasuki umur empat hingga tujuh hari, tirai luar pada siang hari sudah harus mulai dibuka disertai dengan pelebaran dari sekat (chick guard). Tirai dibuka ±10-20cm yang bertujuan agar terjadi pertukaran udara oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Sedangkan untuk tirai dalam masih dipertimbangkan untuk ditutup, namun juga melihat kondisi ayam.

Ketika malam, tirai masih harus ditutup agar ayam tidak terkena cold shock. Pada umur 7-10 hari dengan asumsi pertumbuhan bobot badan yang makin berkembang, maka tirai dan pelebaran sekat juga harus mengikuti. Tirai luar pada siang hari diturunkan ¼ dari tinggi kandang (±40-50 cm), sedangkan untuk tirai dalam sudah bisa mulai dilepas. Pada malam hari tirai dapat ditutup kembali.

Pada umur 10-14 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka ½ tiang kandang dan pada malam hari tirai dapat dibuka ¼ tiang kandang. Pada umur 15-20 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka seluruhnya, namun pada malam hari tirai masih ditutup untuk antisipasi stres akibat cuaca dingin. Pada umur 21 hari hngga panen tirai sudah dapat dibuka seluruhnya baik pada siang hari maupun malam hari. Namun masih dengan pertimbangan kondisi cuaca, adakalanya dinaikan (ketika hujan atau angin besar).


Pengaturan Tirai Kandang

Umur
Kondisi Tirai
Keterangan
Luar
Dalam
Siang
Malam
Siang
Malam
1-2
Tutup
Tutup
Tutup
Tutup
* lihat kondisi cuaca
3-6
Buka ¼
Tutup
Buka ½ 
Tutup
7-10
Buka ¼
Tutup
Buka
Buka ½
11-14
Buka ½
Buka ¼ *
Buka
Buka
15-20
Buka*
Buka ½ *
Buka
Buka
21-panen
Buka
Buka *
Buka
Buka

Disamping manajemen tirai, faktor sirkulsi udara juga dapat dibantu dengan penambahan kipas angin dan pembuatan kandang monitor. Pemberian kipas angin sering dipasang di dalam kandang yang memiliki alas litter. Tujuan pemberian kipas angin adalah untuk mempercepat perpindahan udara di dalam kandang. Jenis kipas angin yang digunakan adalah kipas angin pendorong (blower fan) dengan berbagai ukuran 24”, 36” dan 42”. Kipas angin dapat ditempatkan pada ketinggian 50-100 cm dari lantai.

Di daerah tropis jenis kandang tipe terbuka yang memiliki konstruksi panggung diharapkan memiliki atap yang berbentuk monitor. Karena cuaca pada wilayah tropis sangat mempengaruhi dalam tata laksana manajemen ventilasi. Selain dengan manajemen buka-tutup tirai, pembuatan kandang jenis panggung dan atap monitor pada kandang terbuka sangat membantu dalam proses pertukaran oksigen dan karbondioksida atau bahkan pembuangan senyawa berbahya H2S serta NH3. 

Salah satu peternak yang sudah mengaplikasikan manajemen ventilasi adalah Suhardi. Menurutnya, ditengah iklim dan cuaca ekstrem seperti saat ini manajemen ventilasi yang baik akan menunjang performa apalagi jika dibarengi dengan pemeliharaan yang baik.
“Saya selalu rutin dalam mengatur ventilasi, karena saya kurang biaya untuk bikin closed house jadi mau tidak mau saya harus bisa mengatur ventilasi. Paling sebagai tambahan saya sedikit rajin semprot desinfektan, sama memisahkan ayam yang mati. Biar enggak nular penyakitnya,” kata Suhardi.

Pengaturan ventilasi ini, lanjut dia, sangatlah penting. Hal buruk pernah menimpa Suhardi dikala anak kandangnya lupa melakukan maintenance buka-tutup tirai. “Pernah cuaca lagi panas-panasnya lupa buka tirai, ayam malah mati kepanasan semua, mana baru chick-in. Peristiwa seperti ini sudah jadi makanan sehari-hari, makanya saya rutin mengatur ventilasi, supaya ayam tetap oke performanya,” tandasnya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer