-->

JANGAN BIARKAN GUMBORO MERAJALELA

Perdarahan otot paha salah satu ciri Gumboro. (Sumber: Hari Wahjudi)

Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro masih menjadi momok menakutkan bagi peternak Indonesia. Masalahnya, Gumboro memiliki tendensi tinggi dan sering berulang. Penyakit yang disebabkan Birnavirus ini dapat menular melalui vektor dan mengakibatkan imunosupresif, sehingga memungkinkan penyakit lain untuk ikut menyerang.

“Rajin” Menyerang Ternak
Technical Service Manager PT Boehringer Ingelhieim Indonesia, Drh Titis Wahyudianto, dalam sebuah webinar tentang Gumboro menggambarkan betapa menakutkannya penyakit ini. Gumboro menyerang dengan akut, sangat virulen dan mengakibatkan imunosupresi pada penderitanya.

Menurut Titis, Gumboro juga sangat kerasan dan dapat bertahan di lingkungan kandang selama 50-120 hari pasca infeksi. Bahkan pakan yang tercemar oleh virus ini masih dapat menginfeksi sampai 60 hari pasca terjadinya outbreak.

“Serangan Gumboro sifatnya akut, siklusnya panjang dan virusnya bisa bertahan lama di lingkungan. Tentunya ini sangat berbahaya kalau tidak segera diatasi, karena mereka mengintai setiap saat,” kata Titis.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Technical Consultation and Education PT Medion, Drh Hanin Fadlailul. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan timnya sejak 2019, Gumboro menjadi penyakit ranking satu yang kerap menyerang ayam broiler dan ranking enam pada ayam petelur. Ia mengatakan, dominasi kasus terjadi pada umur 3-4 minggu.

“Memang butuh banyak upaya agar siklus Gumboro bisa dikendalikan dan peternak harus benar-benar menerapkan manajemen biosekuriti dan pemeliharaan yang baik,” ujar Hanin.
Melumpuhkan Sistem Imun

Veterinary Services Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, mengingatkan ancaman Gumboro yang menyerang sistem imun ayam. Virus tersebut menyerang… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2021. (CR)

MELAWAN ANCAMAN PENYAKIT VIRAL

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Istimewa)

Siapa yang tidak pernah terserang flu? Semua orang pasti pernah mengalaminya. Apa yang dilakukan jika terserang flu? Pastinya berobat ke dokter. Sayangnya penyakit yang disebabkan virus ini tidak bisa sembuh dan kerap kali berulang, oleh karenanya harus mencegahnya sebelum terjadi.

Layaknya manusia, hewan pun bisa terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa diantaranya menyebabkan kerugian ekonomis bahkan yang bersifat zoonosis layaknya AI dapat menyebabkan ditutupnya lalu lintas hewan antar negara dan kepanikan massal.

Seperti diketahui, virus merupakan mikroorganisme yang tentunya familiar dan sangat sering terdengar. Namun, tidak dapat dilihat secara kasat mata. Dalam hal penyakit unggas, beberapa jenis virus sangat berbahaya apabila menginfeksi unggas, misalnya saja ND. Maka dari itu, dibutuhkan strategi khusus dalam menangkal ancaman penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.

Kenali Musuh yang Ada di Sekitar Kita
Tanpa disadari keberadaan virus memang sudah ada di lingkungan, seperti di tanah, kandang, air, sapronak, pakaian, alat transportasi dan lain sebagainya jika dilihat secara mikroskopis pasti akan terdapat virus. Tidak seperti bakteri, virus bisa dikatakan benda hidup juga benda mati. Hal ini karena ketika berada di lingkungan, virus mampu melakukan “hibernasi” atau disebut dorman. Namun, jika virus ada pada inang dan inang yang ditempelinya merupakan specific host-nya, maka ia akan menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada inang tersebut. 

Prof I Wayan Teguh Wibawan, guru besar FKH IPB yang juga konsultan perunggasan, mengemukakan, prinsip ini mutlak harus dipahami oleh peternak. “Kan sering di peternak kita dengar dari mulut mereka, kalau ditanya buat apa pakai antibiotik ini-itu, mereka masih banyak yang bilang kalau antibiotik bisa mengobati ND atau gumboro, itu kan salah,” papar Wayan. Oleh karena itu, Wayan mengimbau kepada para dokter hewan perunggasan agar lebih mendidik peternak agar tak salah kaprah.

Selain itu, virus merupakan mikroorganisme yang sulit sekali dibunuh, beberapa jenis virus, kata Wayan, dapat hidup dalam suhu tinggi dan suhu rendah, apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan virus tidak mati, melainkan dorman sampai ia bertemu dengan inangnya dan kemudian virus akan kembali aktif menginfeksi.

Belum lagi sifat adaptasi virus yang luar biasa hebat, adaptasi yang dimaksud oleh Wayan yakni kemampuan virus untuk bereplikasi dengan cepat dan menyesuaikan diri dengan ancaman yang ada... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Maret 2019.

KIAT MENANGKAL PENYEBAB PENYAKIT VIRAL

Penyemprotan desinfektan di areal kandang ternak. (Sumber: Google)

Salah satu tantangan yang kerap dihadapi dalam usaha peternakan unggas adalah serangan penyakit yang dapat muncul sewaktu-waktu. Oleh karena itu, mengenali setiap penyakit dan melakukan upaya penangkalan serta penanganan secara tepat merupakan bekal penting bagi suksesnya suatu usaha peternakan.

Peternak mungkin sudah akrab dengan beragam gejala seperti ngorok, pilek, diare, penurunan produksi, penurunan nafsu makan, ayam lemah, gangguan pertumbuhan dan lain-lain yang sering ditemui di peternakan. Gejala tersebut muncul sebagai indikator bahwa telah terjadi ketidakseinbangan interaksi antara ayam, kondisi lingkungan dan bibit penyakit.

Ayam pada dasarnya memiliki sistem pertahanan tubuh untuk mengusir dan terhindar dari bibit penyakit. Contoh pertahanan fisik seperti kulit, silia hidung dan selaput lendir, sedangkan pertahanan kimiawi (enzim) dan pertahanan biologi yang terdiri dari antibodi seluler dan humoral. Namun pada kenyataannya, banyak faktor yang bisa menyebabkan berbagai organ pertahanan tubuh tersebut tidak berfungsi optimal dan berpeluang memicu masuknya bibit penyakit.

Biasanya faktor tersebut berhubungan dengan kualitas pakan yang rendah, munculnya stres akibat suhu lingkungan yang tidak nyaman hingga perlakuan saat vaksinasi, pindah kandang atau potong paruh (debeaking) dan lain sebagainya.

Penyakit viral terkini
Virus merupakan parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil Asam Nukleat yang diselubungi bahan pelindung (amplop) yang terdiri dari protein, lipid, glikoprotein atau kombinasi ketiganya. Cara hidup dan reproduksi virus terdiri dari tiga fase, yaitu fase lisis, fase adsorpsi dan fase perakitan, di mana virus dapat hidup dalam sel hidup organisme tertentu (inang).

Tercatat ada banyak penyakit viral yang kerap menyerang unggas, diantaranya Avian Encephalomyelitis (AE), Avian Influenza (AI), Chicken Anemia Virus (CAV), Egg Drop Syndrome (EDS), Fowl Pox, Runting & Stunting Syndrome, Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD/Gumburo), Infectious Laryngotracheitis (ILT), Limphois Leukosis, Marek’s Disease, Newcastle Disease (ND/Tetelo) dan Swollen Head Syndrome.

Biosekuriti sebagai Solusi
Untuk menangkal berbagai penyakit ayam, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, endoparasit, ektoparasit maupun jamur, adalah dengan penerapan biosekuriti.

Biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan penangkalan/pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman/bibit penyakit yang menyebabkan penyakit unggas. Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat, dengan memanfaatkan... (SA)


Selengkapnya baca Majalah infovet Edisi Maret 2019.

Catatan Akhir Tahun: Perunggasan Masih Prihatin, Penyakit Masih Merecoki

Beberapa penyakit konvensional masih merebak pada industri perunggasan, apalagi saat AGP dihentikan. (Sumber foto: Kontan)

Tumpukan permasalahan dunia usaha perunggasan domestik belum dapat diurai dengan tuntas pada sepanjang 2018. Mulai dari persoalan bahan baku pakan, khususnya unsur tersedianya jagung secara cukup, hingga pasokan bibit ayam (DOC) sampai kurang optimalnya performa hasil budidaya ayam (baik ayam pedaging maupun petelur).

Di sisi lain, persoalan klasik tentang gangguan kesehatan yang berawal dari beberapa penyakit konvensional dan juga jenis penyakit tahun 2000-an masih menghambat capaian target produksi.

Sebut saja beberapa penyakit seperti ND (Newcastle Disease), Gumboro, pilek menular (snot), CRD (Chronic Respiratory Disease) kompleks dan Kolibasilosis, serta Flu Burung (Avian Influenza/AI) atau Kekerdilan.

Drh Zahrul Anam, menuturkan pengamatannya di lapangan tentang hal itu kepada Infovet. Bahwa pasca ditutupnya keran pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP/Antibiotic Growth Promotor) di dalam pakan sejak awal 2018, memang tidak dapat dibantah memberikan permasalahan yang sifatnya transisional. Artinya, ada dampak yang serius terhadap target pencapaian produksi. Pada ayam potong, sangat signifikan dengan terjadinya lambat pertumbuhan ayam sejak awal DOC sampai menjelang umur pertengahan. Bobot pada masa pertumbuhan secara umum kurang mampu mencapai target. Bahkan jauh dari yang seharusnya.

Kemudian, diperburuk dengan tingkat keberhasilan vaksinasi yang sangat rendah. Dan implikasinya, lanjut Zahrul, ayam muda kurang tangguh menerima tantangan sergapan jenis penyakit virus. Akhirnya terlalu banyak dijumpai bobot ayam tumbuh relatif lebih lambat maupun kedewasaan pubertas.

Pada ayam potong sangat sering dijumpai capaian bobotnya mundur sampai 5-7 hari dibandingkan dengan masa periode sebelum larangan pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan pada pakan.

Sedangkan pada ayam petelur, usia awal produksi telur juga mengalami kemunduran lebih dari 11-16 hari. Namun jelas Zahrul, bahwa hal itu memang suatu jenis gangguan kesehatan yang muncul pada ayam komersial pada masa peralihan. Jika sebelumnya, posisi masa dan waktu produksi yang ideal sudah terjadi, karena ada perlakuan sengaja untuk menekan pemakaian antibiotika, maka sudah pasti akan mengalami kemunduran.

“Itu adalah suatu jenis gangguan kesehatan atau penyakit yang biasanya disebut sebagai penyakit transisional,” kata Zahrul.

Hasil pengamatannya, salah satu jenis penyakit yang sangat potensial dan sangat merugikan adalah gangguan pernafasan yang diduga kuat disebabkan oleh CRD kompleks. Selain itu jenis yang lain adalah ND, Kolibasilosis, Gumboro dan Coryza.

Tidak ada yang istimewa dalam hal gejala dan tanda-tanda penyakit tersebut. Namun khusus untuk ayam yang terserang infeksi AI, ada perbedaan meski kurang spesifik. Pada ayam petelur, jika terinfeksi AI, umumnya pertumbuhan menjadi relatif lambat dan mundur awal produksi mencapai 15-20 hari.

Sedangkan pada ayam pedaging, jika menderita infeksi ND, relatif lebih sulit dalam penanganannya. Kemudian capaian berat badan mundur atau kurang optimal. Bahkan sangat sering ditemui ayam kerdil. Zahrul pun mengimabu kepada para peternak binaannya untuk menekankan arti penting biosekuriti dan memperhatikan pengaturan suhu ruangan (pemanas) yang tertib dan benar.

Selain itu, desinfeksi kandang saat awal ayam masuk dan program vaksinasi yang lebih cermat, juga menjadi kunci penting. Hal ini dikarenakan peternak tidak memiliki kesempatan memilih dan menentukan kehendak dalam membeli DOC. Pada umumnya jika beberapa hal itu dilakukan dengan baik dan benar, hasil yang diperoleh ketika panen, tidaklah mengecewakan. (iyo)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer