-->

AIR: UNSUR HAYATI AYAM MODERN

Sumber-sumber air permukaan seperti empang atau danau bekas galian pasir yang banyak ditumbuhi oleh gulma atau alga sangat tidak layak untuk menjadi sumber air minum bagi peternakan ayam modern. Selain pH, kandungan bahan organik dan mikroba yang di luar batas toleransi akan mengganggu kesehatan ayam serta dapat mereduksi performa total ayam.

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Air sangat fundamental sebagai komponen berbagai fungsi fisiologis tubuh dan kinerja produktivitas ayam modern. Di tengah merebaknya gonjang-ganjing perubahan cuaca akibat pemanasan universal (global warming) dan/atau fenomena El Nino, kelangkaan ketersediaan air sebagai salah satu unsur nutrisi menjadi fakta yang tidaklah samar-samar lagi. Sejatinya ayam modern memperoleh air berkualitas secara ad libitum agar mampu mengekspresikan potensi genetiknya secara optimal, namun fakta lapangan kadang kala berbeda. Tulisan singkat ini berjuang meneropong dinamika air pada ayam modern, termasuk dampak fisiologisnya.

Air dan Ayam Modern
Di Inggris, ketersediaan air minum yang cukup tidak hanya untuk mengoptimalkan ekspresi potensi genetik ayam, tetapi juga penting untuk menjamin kesejahteraan ayam itu sendiri, seperti yang diatur dalam Code of Recommendations for the Welfare of Livestock (PB7275). Dengan mengadopsi hal tersebut, maka pemberian air minum bagi peternakan ayam modern perhari sejatinya bersifat ad libitum alias diberikan secukupnya (El-Sabry et al., 2018; 2021; Abbas et al., 2022; Morgado et al., 2022).

Namun pada praktiknya, di lapangan dikenal pembatasan pemberian air minum (water restriction) untuk tujuan tertentu, terutama jika ada keterbatasan sumber-sumber air di peternakan yang bersangkutan.

Jika water restriction dilakukan secara berlebihan, maka ayam akan mengalami kondisi dehidrasi. Ada beberapa gambaran klinis awal yang dapat diamati pada ayam yang mengalami problem dehidrasi, yaitu:

• Bobot badan umumnya tereduksi dan ayam tampak lesu.

• Warna bulu kadang kala tidak homogen, tidak cerah (kusam), kasar, dan cenderung keriting.

• Sisik kaki kering dan cenderung berbentuk cembung atau cekung, tidak rata dan tidak mengilat.

• Turgor (elastisitas) kulit hilang dan kulit cenderung melekat pada jaringan di bawahnya.

• Ayam malas bergerak, mata cekung, dan kelopak mata rata-rata tertutup.

Di sisi lain dalam kondisi tertentu, pemberian air minum secara ad libitum cenderung mempermudah terjadinya wet dropping atau wet litter akibat meningkatnya water intake. Kondisi-kondisi tertentu itu misalnya kadar garam (NaCl) terlalu tinggi dalam air minum atau pakan, kepadatan nutrisi yang tinggi dalam pakan, pada kejadian heat stress yang subkronis sampai kronis, atau bahkan pada kebanyakan pakan pasca non-AGP (antibiotic growth promotor) juga menampilkan problem wet dropping, karena terjadinya dysbiosis secara subkronis bahkan kronis (Leeson et al., 2000; Viola et al., 2009).

Pasca pakan non-AGP di beberapa negara Eropa, Collett (2012), melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi gangguan saluran pencernaan dengan gejala klinis wet dropping yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi gangguan pernapasan dan lesi pada telapak kaki.

Larbier & Leclerq pada (1992), mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk dinamika air dalam tubuh ayam pada kondisi normal (zone of thermal-neutrality) seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024. (toe)

MENGENAL DAMPAK PREGNANCY TOXAEMIA PADA DOMBA DAN KAMBING

Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. (Foto: Dok. Joko)

Peternakan kambing memiliki peran penting dalam perekonomian peternak Indonesia untuk diambil daging, susu, dan breeding. Kendala penyakit dan kematian kambing-domba semakin hari semakin menunjukan tanda dan gejala bervariasi, yang terkadang belum ditemukan secara pasti penyebabnya.

Kondisi ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi terhadap usaha peternakan di masyarakat. Kematian misterius ini banyak terjadi pada semua fase, yaitu fase cempe, fase bunting, fase laktasi, ataupun fase produksi daging.

Penyakit-penyakit misterius diduga terkait dengan agen infeksius, penyakit metabolik, penyakit yang muncul akibat perubahan kondisi lingkungan dan perubahan pakan yang ekstrem, hingga keseimbangan energi yang negatif. Semua faktor tersebut harus diamati dan didalami dengan cermat agar kejadiannya tidak selalu berulang setiap musim.

Kebuntingan merupakan harapan dan investasi pada peternakan. Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. Kebutuhan asupan bahan kering harus diperhatikan mengingat selain untuk kebutuhan hidup utama induk, kebutuhan untuk laktasi hingga kebutuhan untuk perkembangan janin single, double, hingga triple, dan seterusnya.

Dukungan nutrisi sangat penting selama masa kebuntingan untuk menjaga kebuntingan yang sehat. Pada akhir kebuntingan, kebutuhan energi domba betina yang mengandung anak kembar dan kembar tiga masing-masing meningkat sebesar 180% dan 240%. Kesehatan induk dan janin bergantung pada asupan vitamin dan mineral yang cukup.

Asupan bahan kering untuk indukan bervariasi antara 4-6%/kg berat badan induk. Kebutuhan energi dihitung dari berat badan induk ditambah dengan asumsi berat badan cempe ketika lahir, umur kebuntingan, serta jumlah cempe yang akan dilahirkan pada periode kebuntingan tersebut.

Sebagai contoh induk dengan berat 50 kg yang diperiksa dengan ultrasonografi (USG) memiliki tiga ekor cempe yang akan dilahirkan, dengan prediksi kelahiran 3 kg, maka mulai usia kebuntingan 91-100 hari hingga kelahiran membutuhkan energi tambahan 0.6-7.6 kg/induk/hari. Tambahan energi pada umur kebuntingan, berat, dan jumlah cempe yang dilahirkan tersaji dalam tabel berikut: Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

AIR MINUM AYAM HARUS BERKUALITAS

Lakukan kontrol kualitas fisik terhadap air yang digunakan dalam peternakan. Perhatikan warna dari air yang digunakan. Hal ini perlu dilakukan secara rutin, terutama saat terjadi kasus maupun perubahan cuaca. Sumber: Estella Leentfaar, Nutritionist Hendrix Genetics Layers dalam artikel Good quality drinking water.

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, termasuk hewan ternak. Perubahan iklim (global warming) menyebabkan perubahan ketersediaan dan kualitas air minum. Kondisi ini pun menjadi perhatian khusus bagi dunia. Pelaksanaan World Water Forum 10th di Bali pada 18-24 Mei 2024, menjadi salah satu ikhtiar untuk mengatasi kesenjangan penggunaan air di dunia.

Proyeksi Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2050, mencatat krisis air (akibat perubahan iklim) akan meningkatkan kerentanan pada kawasan penyedia pangan (food basket). Akibatnya, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80% sumber pangan dunia menjadi kelompok yang paling rentan. Pun demikian di peternakan. 

Air pun memegang peranan sangat penting dalam budi daya peternakan. Air menjadi salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan ayam, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun produksi telur.

Air juga digunakan untuk program sanitasi dalam kandang. Dan saat ini pengaturan sistem ventilasi pada sistem closed house juga sangat dipengaruhi oleh air. Selain jumlah yang cukup, kualitas air juga harus diperhatikan.

Air Harus Berkualitas 
Air minum sangat penting bagi hidup dan produktivitas ternak. Ayam akan mengonsumsi paling sedikit 1,6 kali dari konsumsi ransum. Oleh karena itu, air yang digunakan untuk ternak harus berkualitas. Ini masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam peternakan.

Lantas apa saja yang menjadi syarat air berkualitas? Pada Tabel 1 ditunjukkan parameter air berkualitas yang harus menjadi perhatian peternak. Data ini menjadi pelengkap dari data yang disampaikan pada edisi sebelumnya (Infovet Edisi Oktober 2023).

Tabel 1. Standar Kualitas Air Minum
Sumber: Estella Leentfaar, Nutritionist Hendrix Genetics Layers dalam artikel Good quality drinking water.

Parameter air minum berkualitas meliputi kondisi fisik, tingkat keasaman (pH), kandungan mineral, dan juga kontaminasi bakteri, terutama coliform (termasuk Eschericia coli). Jika diperlukan lakukan klasifikasi air berdasarkan penggunaannya di dalam peternakan. Tentu yang utama adalah air minum yang akan dikonsumsi oleh ayam. Ini yang harus memiliki tingkat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development PT Mensana

MEMAKSIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM


Nutrisi merupakan unsur yang sangat esensial yang diperoleh dari bahan baku pakan yang dimanfaatkan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi hewan. Kelompok nutrisi pada umumnya seperti karbohidrat (energi), protein (asam amino), lemak, mineral, vitamin, dan air. Performa ayam akan terbentuk optimal memerlukan asupan nutrisi yang tepat.

Dalam memberikan asupan pakan ada hal-hal yang harus diperhatikan agar nutrisi yang diberikan  sesuai dengan yang dibutuhkan. Dimana setiap bahan baku yang ada selama ini terbukti kualitasnya bervariasi. Kualitas yang bervariasi merupakan hal nyata terlihat dalam setiap melakukan pemeriksaan bahan baku. Bahan-bahan baku yang di masukkan dalam formulasi pakan juga terdapat zat anti-nutrisi.

Apa itu zat anti-nutrisi? Didefinisikan sebagai komponen biologis yang terdapat dalam pakan atau bahan baku pakan yang dapat mengurangi pemanfaatan nutrisi atau asupan pakan, sehingga menyebabkan gangguan fungsi pencernaan dan kinerja metabolisme. Tanin, fitat, inhibitor tripsin, NSP, glukosinolat, saponin, β-glukan, adalah beberapa zat anti-nutrisi penting yang ditemukan pada tanaman sebagai sumber bahan baku seperti jagung, gandum, SBM, dan dedak.

Ancaman-ancaman dari zat anti-nutrisi yang terjadi pada bahan baku yang digunakan dalam formulasi pakan antara lain:

• Gangguan kesehatan usus dan ekologinya.
• Peningkatan kerugian endogen.
• Terganggunya fungsi enzim endogen.
• NSP yang memengaruhi pembentukan viskositas (NSP larut) dan mekanisme penjebakan nutrisi atau efek sangkar (NSP tidak larut).
• Fitat yang setiap 1% menurunkan kecernaan pakan dalam kisaran 0,49-0,89% seiring dengan kencernaan nutrisinya.

Jagung merupakan sumber energi utama pakan di Indonesia yang mempunyai nilai rata-rata energi sebesar 3359 kkal/kg, namun memiliki nilai rata-rata yang berbeda di setiap bulannya. Kontribusi jagung terhadap nilai energi pakan minimal 50-65%.

Kemudian soybean meal (SBM) merupakan sumber utama protein atau asam amino untuk pakan yang berkontribusi pada suplai lysine (+70%) dan methionine (+30%). SBM di Indonesia dengan kandungan protein 46% mempunyai nilai serat kasar dan lemak kasar dengan variasi cukup besar yaitu 16% dan 25%.

Sedangkan dedak memiliki nilai nutrisi  sangat bervariasi pada setiap parameter yang dianalisis. Nilai serat kasar dan lemak kasar dedak memiliki variasi yang sangat besar, yakni 62,68% dan 22,78%, meskipun memiliki kadar air yang relatif lebih seragram.

Dengan kondisi bahan baku tersebut di atas dimana memiliki zat anti-nutrisi dan variasi kualitas yang berbeda yang dapat memengaruhi nilai nutrisi yang diharapkan, maka diperlukan imbuhan dalam pakan. Imbuhan yang ditambahkan dalam pakan yang sangat berpengaruh agar memberikan nilai nutrisi yang optimal adalah enzim.

Enzim berfungsi sebagai pencerna serat dan modulator mikroflora saluran cerna, serta meningkatkan ketersediaan potensial nutrien endogen (nutrisi yang tersedia di dalam bahan baku pakan). Enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar berfungsi mempercepat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom

BAGAIMANA MEMANFAATKAN ENZIM DALAM PAKAN?

Gambaran kerja enzim seperti gembok dan kuncinya, sehingga harus cocok. (Sumber: saylordotorg.github.io)

Enzim adalah biokatalis yang dapat mempercepat reaksi kimia. Tanpa adanya enzim, reaksi kimia akan berjalan lambat, tetapi dengan dibantu enzim maka reaksi kimia akan berjalan cepat. Sebagai contoh, perubahan nasi menjadi glukosa dalam sistem pencernaan manusia akan berjalan lambat, tetapi dengan adanya enzim amilase di dalam saluran pencernaan maka pati yang ada dalam nasi akan berubah menjadi glukosa dalam waktu cepat dan akan digunakan sebagai sumber energi dalam kehidupan.

Penggunaan enzim sudah lama dikenal dalam industri pangan maupun obat-obatan, sebagai contoh penggunaan enzim pektinase agar dapat menjernihkan jus buah yang tadinya keruh akibat adanya pektin dalam buah, menjadi molekul rantai pendek (glukoronat) sehingga jus buah menjadi lebih jernih. Dalam bidang pengobatan, tablet enzim diberikan kepada pasien yang menderita gangguan pencernaan karena masalah dalam lambungnya. Pemberian tablet campuran enzim akan membantu meningkatkan kemampuan mencerna makanan di dalam lambungnya.

Penggunaan enzim dalam pakan berkembang pesat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, diawali dengan penemuan enzim fitase yang dapat mempercepat pemecahan fitat menjadi fosfor inorganik, sehingga ternak dapat memanfaatkan fosfor yang ada di dalam pakan tumbuhan. Sebab jika tidak diberikan enzim fitase, maka fosfor dalam fitat sedikit sekali dapat dipecah oleh enzim yang ada di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik.

Pemakaian enzim yang terus meningkat dalam pakan ternak diakibatkan kemajuan teknologi untuk menghasilkan enzim yang makin efisien dan makin murah. Berbagai jenis enzim dikembangkan tidak hanya fitase, tetapi juga enzim lainnya seperti xylanase, beta glukanase, protease, lipase, mananase, amilase, dan sebagainya. Dalam tulisan ini diuaraikan bagaimana memanfaatkan enzim secara optimal sehingga dapat meningkatkan daya guna pakan dan juga mengurangi biaya pakan yang pada akhirnya mengurangi biaya produksi untuk menghasilkan daging maupun telur.

Mekanisme Kerja
Enzim merupakan senyawa protein dengan rantai peptida yang panjang dan bentuknya tiga dimensi. Dalam bentuk tiga dimensi, ada lokasi yang dikenal dengan lokasi aktif (active site) yang ketika enzim ”nempel” dengan substrat yang sesuai maka enzim akan bekerja untuk memecah substrat yang cocok tersebut. Sehingga enzim biasanya digambarkan sebagai gembok dan substrat yang akan dipecah adalah kunci. Kunci hanya bisa membuka gembok manakala sesuai, sehingga enzim hanya dapat bekerja ketika substrat yang menjadi target pemecahan enzim sesuai. Sebagai contoh enzim fitase akan memecah senyawa fitat, tetapi apabila suatu bahan pakan tidak mengandung fitat seperti meat bone meal, maka fitase tidak ada fungsinya atau enzim mananase diberikan pada ransum yang bahan bakunya tidak ada manan tetapi yang tersedia adalah amilum, maka enzim mananase tidak akan mampu memecah amilum yang struktur kimia berbeda dengan manan.

Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan manakala ada suatu tawaran untuk menggunakan enzim, apakah enzim yang ditawarkan akan ”bekerja” pada ransum yang akan dipakai dan bahan baku pakan yang terdapat di dalamnya mempunyai senyawa kimia yang menjadi target penggunaan enzim tersebut. Enzim tidak berlaku umum, tetapi spesifik terhadap substrat yang ada dalam bahan baku pakan.

Di samping jenis enzim dan subsrat yang sesuai, enzim juga akan bekerja ketika... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PERAN ENZIM PADA AYAM MODERN

Sistem pencernaan pada ayam modern terdiri dari saluran yang memanjang dari rongga mulut sampai kloaka dan komponen pelengkap seperti kelenjar ludah, hati, kelenjar empedu, dan pankreas.

Penambahan enzim-enzim tertentu (exogenous enzymes) dalam pakan ayam modern selain untuk mengoptimalkan kecernaan komponen nutrisi rantai panjang dalam bahan baku pakan, juga untuk mereduksi efek komponen yang mengganggu proses pencernaan dan/atau penyerapan unsur nutrisi pada saluran cerna ayam (anti-nutritive factors). Tulisan singkat ini memberikan gambaran sekilas terkait peranan exogenous enzymes dalam perjuangan optimalisasi performa ayam modern di tengah gonjang-ganjing ketersediaan dan kualitas bahan baku pakan.

Fisiologi Gastrointestinal Ayam
Sebelum masuk ke dalam lambung kelenjar alias proventrikulus via esofagus bawah (kerongkongan bawah), pakan yang dikonsumsi oleh ayam akan disimpan untuk sementara waktu di dalam tembolok atau krop. Krop sendiri merupakan divertikulum (pelebaran) dari kerongkongan yang berfungsi sebagai tempat proses pelunakan awal pakan oleh air minum, air liur yang kaya akan enzim amilase, serta ditopang oleh aktivitas beberapa bakteri komensal.

Di sisi lain, proventrikulus merupakan lambung ayam yang kaya akan sel-sel kelenjar yang menghasilkan asam lambung (HCl) dan enzim pepsin. Berhubung ayam kodratnya tidak mempunyai gigi-geligi dalam rongga mulutnya, maka setelah pakan mengalami proses asidifikasi (pengasaman) dan penguraian awal enzimatis di dalam proventrikulus, selanjutnya akan mengalami proses penghalusan partikel pakan secara mekanik yang terjadi di dalam gizzard atau lambung otot (Sturkie et al., 2015).

Secara mendasar proses pencernaan ayam sebenarnya mirip dengan hewan monogastrik lainnya. Sekresi cairan empedu oleh organ hati yang berfungsi untuk proses emulsifikasi komponen lemak pakan serta sekresi enzim-enzim pankreas seperti amilase, tripsinogen, lipase pankreas, kemotripsinogen, dan prokarboksipeptidase yang selanjutnya akan mengubah pakan menjadi bentukan kime (chyme) yang secara bertahap akan berjalan meninggalkan usus dua belas jari (duodenum) menuju ke usus penyerapan (jejunum).

Beberapa enzim lainnya baik yang disekresikan oleh sel-sel epitelium usus halus maupun berupa metabolit sekunder mikrobiom (microbiome) saluran cerna seperti maltase, isomaltase, sukrase, enterokinase, lipase, dan peptidase juga mempunyai kontribusi yang signifikan dan tidak bisa diabaikan pada tahap akhir proses pencernaan ayam (Oakley et al., 2014; Oakley dan Kogut, 2016).

Ayam mempunyai sepasang usus buntu (ceca) yang merupakan tempat terjadinya proses fermentasi ampas pakan oleh mikrobiom yang menetap di dalamnya (resident microbiome) dan menghasilkan beberapa asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids) yang dapat digunakan oleh ayam sebagai sumber energi maupun untuk kesehatan epitelium mukosa saluran cerna itu sendiri (gut health).

Dari penjelasan fisiologis pencernaan ayam di atas, maka tak pelak bahwa kualitas fungsional sistem gastrointestinal (gut health) ayam sangatlah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.


Ditulis oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI-Jakarta)

MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM PADA PAKAN

Pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan. Kurang lebih 60-70% cost yang dikeluarkan dalam suatu budi daya peternakan berasal dari pakan. Pasalnya kini produsen pakan serta peternak dihadapkan oleh masalah harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang memungkinkan turunnya kualitas pakan.

Tentunya insan peternakan di Indonesia sudah tahu betul mengenai problem kenaikan harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang selalu fluktuatif. Ditambah lagi kini berbagai problem tersebut diperkeruh dengan adanya faktor pasca pandemi COVID-19, perubahan iklim, krisis moneter dan pangan, serta masalah lainnya.

Dalam kondisi dunia yang tengah mengalami disrupsi dan ketidakpastian iklim bisnis, tentunya para produsen pakan dan peternak self mixing dituntut agar lebih efisien dalam formulasi pakan tanpa mengurangi kualitasnya.

Di tengah permasalahan tersebut hadir sebuah solusi dalam formulasi pakan, yakni dengan menggunakan feed additive dalam bentuk sediaan enzim. Seperti apakah penggunaan enzim dalam formulasi pakan? Bagaimanakah formulasinya? Serta enzim apa saja yang bisa digunakan dalam suatu formulasi?

Enzim Sang Katalisator Reaksi Kimia
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menerangkan kepada Infovet bahwa enzim yakni  senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator bermacam reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Yang dimaksud dengan katalisator yakni zat yang dapat mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak memengaruhi hasil akhir reaksi.

“Oleh karena itu enzim digadang-gadang bahwa dapat menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang sudah banyak terbukti aman untuk ternak, manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun bagi lingkungan,” tutur Nahrowi.

Lebih lanjut dijelaskan, berbagai macam fungsi enzim seperti:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous sehingga dapat mengganggu kelangsungan sistem pencernaan ternak dan berdampak buruk pada kesehatan serta performa ternak.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein, dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri (enzim endogenous).

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Prof Nahrowi mengakui dengan penambahan enzim, produsen pakan dan peternak self mixing dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

PERAN ENZIM DALAM BERBAGAI SITUASI

Mekanisme kerja enzim. (Sumber: Antonio Blanco, Gustavo Blanco, in Medical Biochemistry, 2017)

Kondisi ketersediaan dan harga bahan baku pakan yang sulit diprediksi sangat memengaruhi pengambilan keputusan dalam menyusun formulasi pakan ayam. Menyusun ransum dengan harga terjangkau dan kualitas yang sesuai kebutuhan ayam menjadi tantangan tersendiri.

Hal tersebut membutuhkan “seni” meracik pakan yang tepat dengan menerapkan teknologi pakan. Salah satuya adalah pemakaian enzim untuk meningkatkan kecernaan nutrisi oleh tubuh ayam. Enzim merupakan jenis protein yang terdapat pada semua organisme hidup, yang memfasilitasi percepatan reaksi kimia. Enzim bekerja pada molekul tertentu (substrat, red) yang akan diubah menjadi molekul berbeda yang lebih mudah diserap oleh tubuh.

Jenis Enzim
Ada dua jenis enzim dalam tubuh ayam, yaitu endogen dan eksogen. Enzim endogen diproduksi oleh berbagai organ pencernaan di dalam tubuh. Lain halnya dengan enzim eksogen yang ditambahkan dari luar tubuh ayam.

Contoh enzim endogen di antaranya amilase dan lipase (lipase asam, netral, dan fosfolipase). Sedangkan enzim eksogen yang sering ditambahkan dalam pakan ayam antara lain fitase, xylanase, glukanase, protease, selulase, dan pektinase. Enzim eksogen ini dapat diberikan secara tunggal maupun enzim campuran (multi-enzim atau koktail enzim).

Penambahan enzim eksogen diharapkan dapat meningkatkan kecernaan dan ketersediaan nutrien bagi ternak. Selain itu, penambahan enzim eksogen juga diharapkan bisa mengurangi biaya pakan, meningkatkan fleksibilitas dalam formulasi pakan, memperbaiki kesehatan usus, dan kotoran menjadi lebih kering.

Enzim eksogen yang baik perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya ketersediaan substrat yang cukup dalam bahan baku pakan, ternak harus mampu memanfaatkan produk hasil kerja enzim, enzim harus berinteraksi secara efektif dan efisien dengan subtrat targetnya, serta yang tidak kalah penting enzim harus stabil selama dan setelah pengolahan pakan sampai di dalam saluran pencernaan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Nurhadi Baskoro Murdonugroho SPt

PODODERMATITIS PADA BROILER

Pododermatitis terjadi pada broiler dan ayam buras. (Foto: Istimewa)

Industri ayam broiler telah tumbuh dengan baik di Indonesia. Kandang-kandang broiler dapat ditemukan dengan mudah di berbagai sentra produksi. Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi broiler terbesar di Indonesia, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur. Populasi broiler di Indonesia pada 2022 mencapai 3.114.028.000 ekor, mengalami peningkatan dibandingkan dengan 2021 yang berjumlah 2.899.208.000 ekor.

Industri broiler telah mampu mendongkrak perekonian di Indonesia, mulai dari industri hulu, breeding farm, hatchery, pabrik pakan, hingga ke hulu dan meja makan. Broiler telah mampu menyediakan ketersediaan kebutuhan protein bagi masyarakat karena dapat diproduksi dan dipanen dalam waktu yang singkat kurang lebih sebulan.

Tumbuh pesatnya industri broiler juga turut mengangkat bisnis kuliner berbahan daging ayam ras. Tak hanya itu, bagian ceker/kaki ayam pun juga tak luput dari buruan masyarakat. Ceker biasanya digunakan sebagai pelengkap menu sajian kuliner. Bagian tersebut juga memainkan peran penting secara ekonomi.

Terlepas dari ceker sebagai bahan kuliner, kaki ayam merupakan organ tubuh yang penting dalam menunjang mobilitas saat masih hidup. Organ tersebut berfungsi sebagai alat gerak dan menunjang bobot tubuh. Ayam memerlukan kaki yang sehat agar bisa mencapai tempat pakan dan minum, beraktivitas, dan lain sebagainya.

Erosi dan Infeksi pada Tapak Kaki
Broiler dapat mengalami erosi dan infeksi pada telapak kaki akibat berbagai faktor. Kondisi demikian disebut pododermatitis, foot pad pododermatitis (FPD), bumblefoot, atau bubulan, yang mengakibatkan kepincangan saat berjalan, malas berjalan, dan sering kali terlihat duduk di lantai kandang tanpa mau berpindah tempat dengan kondisi bobot badan yang menyusut.

Apabila ayam dengan kondisi tersebut jika diperhatikan telapak kakinya akan terlihat terjadinya edema, pembengkakan telapak kaki, erosi pada telapak kaki, ulcerasi atau perlukaan pada permukaan telapak kaki.

Kasus terjadinya ulcerasi pada bantalan tapak kaki bervariasi dari ringan sampai berat. Pada kasus ringan akan terlihat bantalan telapak kaki ayam bengkak kemerahan yang berlanjut munculnya warna kehitaman berupa titik. Perlukaan pada bantalan kaki yang meluas pada kasus berat bisa mengundang terjadinya infeksi kuman patogen.

Pododermatitis secara ekonomi merugikan peternak karena bobot tubuh ayam bisa menurun tidak sesuai dengan umurnya. Kondisi ini dapat dimaklumi karena broiler menjadi malas bergerak karena nyeri pada telapak kaki yang mengakibatkan konsumsi pakan tidak optimal. Broiler juga enggan mencapai tempat minum. Food conversion ratio (FCR) pada ayam yang mengalami pododermatitis juga meningkat, yang akan memengaruhi meningkatnya FCR populasi.

Kerugian ekonomi dialami peternak karena meningkatkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama pada
Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Purna tugas di Kota Banjarbaru

BAGAIMANA MAKSIMALKAN POTENSI GENETIK BROILER?

Ayam modern butuh perawatan ekstra. (Foto: Istimewa)

Ayam ras pedaging/broiler, merupakan ayam yang khusus dikembangkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Kurang lebih 100-an tahun lalu melalui berbagai proses penelitian dan pemuliaan, dihasilkanlah ayam ras broiler dengan performa genetik terbaik. Namun begitu, masih ada saja kendala yang menyebabkan potensi genetiknya tidak maksimal.

Didesain untuk Penuhi Kebutuhan Pasar
Berkat kemajuan bidang teknologi serta seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam broiler mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot badan, sehingga menghasilkan daging yang lebih banyak yang tentunya dapat memenuhi keinginan pasar.

Menurut Drh Dedy Kusmanagandi, yang merupakan praktisi perunggasan, seleksi genetik broiler yang dilakukan selama ini telah meningkatkan produktivitasnya. Pada kurun waktu 1960-1970an, untuk mencapai bobot hidup 1,3 kg membutuhkan masa pemeliharaan selama 84 hari, namun sekarang dengan masa pemeliharaan kurang lebih 38 hari, ayam broiler sudah mampu mencapai bobot hidup 2,5 kg.

“Potensi genetiknya memang memungkinkan untuk seperti itu, namun di lapangan sangat jarang peternak yang dapat mencapai potensi genetik maksimal dari si ayam. Oleh karenanya ini masih menjadi PR bersama, soalnya kalau potensi ini dapat dimaksimalkan, produksi kita akan lebih baik dari sekarang,” tutur Dedy.

Ia juga menyebut bahwa ke depannya kemungkinan besar ayam broiler masih akan menjadi sumber protein hewani primadona, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Pasalnya harga per gram protein broiler dibanding komoditas daging lainnya adalah yang termurah, sehingga hal ini juga akan berdampak pada tingginya permintaan pasar.

Tinggi Performa, Rawan Stres & Penyakit
Dalam urusan performa tidak usah diragukan lagi dari segi pertumbuhan bobot per hari, konversi pakan, maupun parameter pertumbuhan lainnya ayam broiler sangat luar biasa. Kendati demikian, sebagai kompensasinya aspek kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap stres menjadi berkurang.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar SKHB IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan. Menurutnya, ayam broiler masa kini memanglah sebuah “monster”, hal tersebut karena dalam 30 hari saja ayam dapat melipatgandakan bobot tubuhnya hampir puluhan kali lipat, sejak DOC hingga fase finisher.

“Betul-betul monster by design, tapi sebenarnya mereka itu sangatlah rapuh. Rawan stres, rawan penyakit, ini sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa tidak ada mahluk hidup yang superior, pasti ada aspek yang dikorbankan. Oleh karena itu, butuh intervensi dari manusia agar potensi genetik dari pertumbuhan mereka optimal,” kata Wayan.

Wayan membeberkan berbagai fakta dan data bahwa performa broiler dengan manajemen seadanya saja akan gagal. Ia mengimbau kepada peternak agar melakukan upaya ekstra dalam aspek manajemen pemeliharaan, karena akan percuma jika potensi genetik tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik.

“Mubazir, makanya saya kadang kasihan lihat peternak kita. Ayamnya sudah maju genetiknya, pertumbuhannya sudah hebat, tapi cara kita melihara mereka masih begitu-begitu saja. Ini namanya imbalance, makanya peternak harus mengerti kalau ayam butuh perhatian lebih,” ucapnya.

Pendapat demikian juga diakui oleh salah satu peternak kemitraan di daerah Rumpin, Kabupaten Bogor, Aceng. Kata dia, beternak ayam broiler sepertinya semakin sulit. Apalagi ketika beberapa tahun lalu antibiotic growth promotor (AGP) dilarang digunakan, ia semakin pusing mengakali performa ayam di kandangnya yang kembang-kempis.

“Padahal katanya DOC bagus, pakan bagus, semua bagus, tapi performa enggak stabil. Malah jarang profit. Ini kita bingung mau gimana lagi,” tutur Aceng.

Ia mengakui bahwa penyakit seperti nyekrek alias ngorok kerap menyerang ayamnya tidak hanya di musim kemarau, namun hampir semua musim. Padahal dulu ayamnya jarang terserang penyakit tersebut. Ia juga menyebut sering mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan, sehingga FCR menjadi bengkak dan mengalami kerugian.

Ketika ditanya mengenai manajemen biosekuriti, pemeliharaan dan tindakan khusus dalam menyelamatkan performa ayam, Aceng mengaku pernah menerapkan di kandangnya beberapa periode lalu.

“Dulu sebelum pakan mahal dan semua masih belum naik, saya masih rutin menyemprot disinfektan, atau minimal kasih jamu. Sekarang sulit, apa-apa harga sudah pada naik, jadi ya mau enggak mau kita batasi, ini saja kita kurangi populasi yang sebagian kandang kita kontrakan, soalnya enggak mampu pelihara banyak-banyak,” ungkapnya.

Peternak Harus Di-upgrade
Dengan derasnya perkembangan kemajuan genetik broiler, sudah menjadi kewajiban agar pembudidaya juga melakukan upgrading cara pemeliharaan. Harus ada upaya lebih dari peternak agar performa ayam optimal dan keuntungan peternak maksimal.

Hal tersebut disampaikan oleh praktisi perunggasan, Drh Eko Prasetio, bahwa potensi genetik ayam zaman now akan terekspresikan dengan baik apabila kondisi dan faktor-faktor penunjangnya bisa mendekati sesuai yang dibutuhkan ayam. Namun realita yang ada, performa ayam masih di bawah potensi genetik yang sebenarnya. Beberapa hal yang memberikan dampak signifikan dari kondisi tersebut adalah:

• Tata laksana pemeliharaan. Perlakuan yang didapat selama dipelihara sangat berdampak terhadap munculnya potensi genetik yang dimiliki ayam. Termasuk di dalamnya terkait dengan tata laksana berdasarkan jenis kandangnya. Tentunya kandang sistem tertutup dengan tata laksana yang tepat akan sangat mendukung tercapainya potensi genetik broiler modern.

• Lingkungan. Kondisi yang ada dimana ayam tersebut dipelihara sangat berpengaruh. Faktor yang ikut menyumbang pengaruh tersebut di antaranya suhu, kelembapan, ketinggian, tipe kandang, dan tingkat kepadatan.

• Kesehatan ayam. Pada saat kondisi ayam prima, maka konversi energi yang didapatkan oleh pakan akan fokus hanya ke pertumbuhan sehingga akan tumbuh optimal. Sebaliknya ketika terganggu tingkat kesehatannya, maka energi yang didapatkan ayam akan juga digunakan untuk bertahan terhadap serangan penyakit.

• Status nutrisi pakan. Nutrisi tidak hanya sekadar cukup secara jumlah dan jenis, namun juga keseimbangannya. Nutrisi yang seimbang akan sangat berpengaruh terhadap daya tahan dan pertumbuhan broiler modern.

“Ini kesemuanya sangat penting, makanya semua tata laksana ini harus berjalan dengan baik dan seimbang. Aspek di dalamnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ayam. Peternak harus penuhi, mereka harus upgrade cara pemeliharaan ayamnya,” kata Eko.

Ditulis oleh: 
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

DIARE GANAS SAPI BISA MENGGANAS

Anak sapi bisa mengalami infeksi persiten BVDV dari induk terinfeksi. (Foto: Dok. Sulaxono)

Penyakit diare ganas pada sapi (DGS) atau bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus BVD. Penyakit viral ini bisa menyerang pada semua jenis dan ras sapi pada semua tingkatan umur dan jenis kelamin.

Penyakit ini masih menimbulkan wabah pada beberapa daerah di Indonesia, terutama pada saat sapi mengalami stres karena perubahan cuaca atau akibat perjalanan jauh.

Infeksi BVDV menyebabkan kerugian ekonomi akibat kematian dan penurunan harga jual sapi saat terjadi wabah. Penurunan harga terjadi karena kepanikan peternak, ketakutan peternak terhadap kematian sapi, sehingga dimanfaatkan oleh pedagang yang membeli dengan harga murah.

Bila terjadi infeksi BVDV saat sapi betina bunting akan menyebabkan penularan vertikal pada fetus. Kematian bisa terjadi pada fetus atau kecacatan pada pedet. Infeksi BVDV saat sapi betina bunting menyebabkan terjadinya infeksi persisten pada pedet yang lahir.

Virus BVD merupakan pestivirus yang termasuk keluarga flaviviridae. Sapi yang terinfeksi BVDV akan mengalami diare profus atau diare encer, lemas, dan mati. Kematian akan terjadi karena sapi mengalami kekurangan cairan elektrolit akibat diare hebat.

Penyakit cepat menular di antara populasi sapi pada satu area padang penggembalaan. Beberapa sapi akan menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu diare profus, diare dengan tinja encer, dan pada tahap akhir diikuti bau busuk, berwarna gelap, bahkan bercampur darah akibat kerusakan lapisan mukosa usus dan kerusakan pada vili-vili usus.

BVDV menimbulkan infeksi persisten pada sapi karena virus dapat menular ke fetus sapi saat induk terinfeksi virus ini dalam kondisi bunting. Fetus sapi terinfeksi melalui plasenta induk dan infeksi pada induk yang bunting berpotensi menimbulkan adanya infeksi persisten pada pedet (Jaruvan K. et al., 2007; Camilia C. M, et al., 2016).

Beberapa hasil penelitian mengungkap bahwa BVDV masih bisa ditemukan pada pedet walaupun sudah mendapatkan kolostrum dari induknya. Virus BVD ditemukan juga pada pedet-pedet yang terlahir dari induk bunting yang terinfeksi. Kondisi ini yang disebut dengan terjadinya infeksi persisten, tertular dari induk ke anaknya.

Infeksi BVDV pada sapi bisa berdampak pada reproduktif sapi, disamping terjadinya kematian pada sapi terserang dan penularan pada sapi lain yang sehat. Infeksi BVDV juga bisa mengakibatkan terjadinya keguguran atau keluron pada sapi bunting. Keluron pada sapi bunting dapat mencapai angka hingga 22% (Brownlie J. et al., 1998). Kerugian ekonomi pada sapi potong akibat infeksi BVDV mencapai angka 18-40% (McGowan M. A. et al., 1995).

Infeksi BVDV bisa mengakibatkan munculnya infeksi skunder bakterial atau terganggunya hasil vaksinasi penyakit lainnya karena sifat imunosupresif seperti penyakit Jembrana. Kegagalan vaksinasi penyakit lain, tidak terbentuknya kekebalan hasil penyakit lainnya akibat dari adanya infeksi BVDV, imunitas vaksinasi penyakit lain bisa gagal karena adanya infeksi BVDV, menekan terbentuknya antibodi hasil vaksinasi.

Kenali Gejala Klinis
Berbeda dengan penyakit Jembrana yang hanya menyerang sapi Bali dan juga sama-sama ditandai dengan terjadinya diare, infeksi BVDV menyerang... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Pertama, Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Madya, purna tugas di Kota Banjarbaru

UPAYA DISNAK JATIM MEMASTIKAN KESEHATAN HEWAN KURBAN

Petugas Dinas Peternakan Melakukan Pemeriksaan Hewan Kurban
(Sumber : Istimewa)


Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Indyah Aryani memastikan hewan kurban untuk Idul Adha 2024 di Jatim dalam kondisi yang sehat. Pihaknya telah melakukan sejumlah upaya sebelum hewan ternak disembelih untuk kurban.

"Kami melakukan pemeriksaan lalu lintas khusus ternak bagi perangkat daerah di kabupaten dan kota. Kami sudah mengaluarkan surat edaran Kepala Dinas dan juga standar operasional prosedur (SOP) terkait dengan lalu lintas dan pemeriksaan hewan ternak," kata Indy, sapaan karibnya, Senin (17/6).

Indy menambahkan pihaknya juga menerjunkan ribuan petugas untuk memastikan hewan kurban Jatim bebas penyakit.

"Kami sudah melakukan sosialisasi kepada perangkat daerah mengenai pergerakan hewan ternak ke kabupaten satu ke kabupaten lainnya melalui beberapa prosedur. Salah satunya surat rekomendasi penerimaan baik dari kabupaten pengirim dan penerima. Kemudian selanjutnya diikuti dengan sertifikat veteriner yang dikeluarkan oleh petugas terkait, serta dilengkapi dengan vaksin hewan ternak minimal satu kali,” terangnya,

Lebih lanjut Indy mengatakan pihaknya juga memastikan bahwa hewan kurban yang ada di Jatim terbebas dari penyakit seperti Penyakit Mulut dan Kulit (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD).

Menurutnya seluruh hewan ternak yang dikurbankan dipastikan harus sehat dan bebas dari penyakit.

“Untuk menjamin keamanan dan kesehatan hewan kurban, dikerahkan sebanyak 153 petugas pemeriksa hewan kurban. Jadi hewan kurban ini menjalani pemeriksaan ante mortem dan post mortem,” tegasnya.

Dinas Peternakan Jatim mencatat ada sebanyak 30.229 lokasi pemotongan hewan yang tersebar di 38 kabupaten/kota.

Rinciannya tempat pemotongan hewan tersebut, sebanyak 131 Rumah Potong Hewan (RPH) dan 30.168 tempat di luar RPH yang telah mendapatkan izin dari pejabat berwenang di kabupaten/kota setempat untuk melakukan penyembelihan hewan.

Karena selain RPH, pemotongan hewan kurban juga biasanya dilakukan di sejumlah pesantren dan masjid. (INF)

AWAS! PENYAKIT-PENYAKIT STRATEGIS PADA KAMBING

Septic arthritis pada cempe (kiri). Diduga caprine arthritis encephalitis (tengah dan kanan). (Foto: Infovet/Joko)

Peternakan kambing menjadi salah satu usaha menarik untuk digeluti sebagai profesi peternak. Perkembangbiakan kambing yang cepat menjadi salah satu alasannya, dengan waktu kebuntingan hanya lima bulan dengan jumlah anak rata-rata perkelahiran (litter size) 1,5-2 ekor.

Dalam dunia peternakan dikenal istilah keberhasilan perfoma produksi ditentukan oleh 30% genetik dan 70% lingkungan (manajemen pemeliharaan, nutrisi, penyakit, perkandangan, marketing, dan lainya). Genetik menjadi hal yang sangat menentukan, karena dengan 30% tersebut peranannya sangat dominan. Genetik yang bagus di-support dengan lingkungan yang baik akan menghasilkan perfoma optimal. Sebaliknya, sebaik apapun manajemen pemeliharaan (lingkungan) tanpa genetik yang baik tidak akan menghasilkan produksi maksimal.

Dahulu beternak kambing hanya dengan genetik yang ada, yaitu genetik potong (kambing Kacang dan Jawarandu) dan genetik perah (Etawa atau Peranakan Etawa). Saat ini mulai ada upaya-upaya peningkatan kualitas genetik kambing dengan melakukan persilangan dengan genetik bagus, juga importasi kambing yang memiliki genetik potong (kambing Boer) dan genetik perah (Saanen, Togenburgh, Alpine, Anglo Nubian).

Kendati demikian, bayang-bayang penyakit menjadi salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap perfoma produksi peternakan kambing. Pengetahuan tentang jenis penyakit, pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit mutlak harus diketahui oleh peternak kambing. Penyakit kambing yang disebabkan oleh virus meliputi ORF (ecthyma contagiosa, peste des petits ruminants (PPR), pox, penyakit mulut dan kuku (PMK), dan caprine arthritis encephalitis/CAE). Sementara penyakit bakterial meliputi antraks, brucellosis, contagious caprine pleuro pneumonia (CCPP), mastitis, foot rot, dermathopillosis, dan listeriosis.

Adapun penyakit yang disebabkan oleh jamur di antaranya kandisiasis, kriptokokosis, ring worm, dan aspergilosis. Sedangkan serangan parasit meliputi endoparasit (berbagai cacing di saluran pencernaan), ektoparasit (scabies, caplak, tungau, kutu), dan parasit darah. Selain itu, penyakit karena protozoa (riketsia) meliputi babesiosis, koksisdiosis, theileriosis, kriptosporidiasis, anaplasmosis, dan heartwater disease. Penyakit metabolik dan gangguan nutrisi meliputi milk fever, ketosis, enterotoksemia, defisiensi kalsium, defisiensi copper, serta defisiensi vitamin B1.

Isu-isu terkini terkait penyakit pada kambing setidaknya ada lima gejala klinis yang paling banyak ditemukan. Gejala klinis tersebut meliputi kelumpuhan (gangguan alat gerak), gejala gangguan saraf/kejang, peradangan sendi, kematian mendadak, dan laporan kematian cempe. Gangguan alat gerak dan kelumpuhan merupakan dampak PMK dan PPR yang sempat ramai dibicarakan, serta yang belum banyak teridentifikasi adalah kekurangan tembaga (copper).

Sementara gejala saraf disebabkan beberapa penyakit juga belum banyak dilakukan peneguhan diagnosis laboratorium yaitu Listeria monocytogenes, CAE, heartwater disease, defisiensi vitamin A, dan trypanosomiasis. Penyakit saraf yang ditandai dengan kepala memutar satu arah biasanya disebut circling disease, yang disebabkan karena konsumsi silase yang terkontaminasi tanah yang mengandung bakteri Listeria monocytogene. Penanganan yang bisa dilakukan dengan mencegah proses silase yang langsung bersentuhan dangan tanan, serta memberikan treatment penisilin, ampisilin, atau streptomisin. Gejala radang sendi dan kematian mendadak, serta kematian cempe akan dibahas secara detail.

Keradangan pada Sendi Diduga CAE atau Septic Arthritis
Keradangan pada sendi kaki merupakan penyebab rasa sakit dan mempersulit kambing atau cempe mengakses pakan dan minum. Dua penyakit menciri pada radang persendian ini adalah CAE dan septic artrhtitis.

Septic artrhtitis atau penyakit sendi adalah infeksi pada satu atau lebih sendi yang biasanya disebabkan oleh penularan bakteri secara hematogen (penularan melalui sirkulasi darah) ke struktur sinovial cempe. Penyakit sendi ini disebabkan infeksi bakteri non-spesifik yang berasal dari… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

PENYAKIT MENGANCAM TANPA KENAL JAM

Risiko masalah kualitas air pada musim penghujan meningkat. (Foto: Istimewa)

Dalam setiap musim, baik kemarau dan penghujan tentunya ancaman yang berbeda akan dihadapi peternak. Baik dari segi penyakit dan lingkungan, ancaman tersebut memerlukan strategi yang berbeda.

Cuaca Kering Bikin Ayam Geuring
Di musim kemarau biasanya pada peternakan broiler akan ditemukan kejadian dimana 1-2 ekor ayam yang dipelihara mengalami panting kemudian mati secara tiba-tiba, namun hanya menimpa ayam berukuran besar. Biasanya kejadian tersebut merupakan indikasi ayam mengalami heat stress.

Kematian akibat heat stress cenderung menimpa ayam dewasa karena secara alami tubuh ayam akan menghasilkan panas (hasil metabolisme), ditambah suhu lingkungan yang semakin panas terutama disaat kemarau, sehingga panas dari dalam tubuh tidak bisa distabilkan. Dampak akhir yang terjadi ialah kematian.

Ironisnya, kejadian heat stress tidak hanya terjadi pada ayam broiler, namun juga layer. Yang menjadi pertanyaan seiring adanya perubahan iklim akibat pemanasan global, apakah kasus heat stress hanya disebabkan oleh faktor suhu dan kelembapan lingkungan?

Technical Education and Consultation PT Medion, Drh Christina Lilis, menjelaskan heat stress sudah menjadi problematika utama di dunia perunggasan Indonesia. Stres ini akan muncul ketika ayam tidak bisa membuang panas dari dalam tubuhnya akibat tingginya cekaman suhu.

“Ayam komersial modern yang selama ini kita pelihara termasuk hewan homeotermal, yaitu mampu mengatur suhu tubuhnya sendiri karena memiliki sistem termoregulator. Ayam modern juga lebih sensitif terhadap perubahan suhu, oleh karenanya butuh trik khusus dalam manajemen pemeliharaan,” tutur Christina.

Ia melanjutkan, banyak faktor lain yang memengaruhi kondisi suhu panas di kandang yang membuat ayam stres karena panas, misalnya metabolisme internal dari tubuh ayam, radiasi sinar matahari, aktivitas fermentasi mikroba pada litter kandang. Ketika ayam menghadapi kondisi panas dari berbagai sumber tersebut, ayam akan merespon dengan cara menurunkan suhu tubuhnya melalui pengeluaran kelebihan energi panas dari dalam tubuh.

Mekanisme pengeluaran panas tubuh ini akan berfungsi secara normal (optimal), saat ayam dipelihara pada zona nyaman (comfort zone), di luar kondisi tersebut maka respon ayam untuk mengeluarkan panas tubuh akan berubah. Kondisi tidak nyaman bisa menjadi faktor pemicu munculnya heat stress ialah manajemen pemeliharaan yang kurang baik.

Contohnya pengaturan kepadatan kandang yang tidak sesuai, pemilihan bahan kandang dan konstruksi kandang yang kurang tepat, ventilasi udara tidak baik, serta pemberian ransum dengan kandungan protein berlebihan. Ransum dengan kandungan protein melebihi standar akan dicerna dan zat sisa metabolismenya akan dikeluarkan bersamaan dengan feses, kemudian difermentasi mikroba menghasilkan amonia dan panas.

Musim Penghujan Yang Penuh Ancaman
Di musim penghujan bukan berarti cuaca sejuk dan dingin tidak memengaruhi aktivitas dan performa ayam. Saat musim penghujan, salah satu masalah yang dihadapi yakni kelembapan tinggi. Kelembapan dalam kandang akan memengaruhi suhu. Semakin naik kelembapan, suhu yang dirasakan ayam juga semakin tinggi. Sebaliknya, ayam akan merasakan suhu lebih dingin dibanding suhu lingkungan ketika kelembapan rendah.

Pada kondisi suhu rendah, anak ayam rentan mengalami cold stress alias hipotermia. Hipotermia adalah kondisi turunnya suhu tubuh ayam di bawah normal, kondisi ini lebih sering menyerang ayam muda (0-14 hari), karena belum mampu menyesuaikan suhu tubuh atau termoregulasi sehingga masih sangat bergantung terhadap suhu lingkungan.

Konsumsi pakan dapat meningkat namun konsumsi air minum rendah sehingga tidak tercerna dengan baik. Ayam broiler yang mengalami hidrop ascites karena adanya peningkatan tekanan aliran darah di arteri sehingga plasma darah merembes dan terkumpul di rongga perut. Dampak lain dari kondisi ini adalah memicu necrotic enteritis (NE) karena adanya peningkatan pH sekum untuk aktivitas fermentasi dan populasi Clostridium perfringens penyebab NE pun meningkat.

Menurut Drh Eko Prasetio selaku praktisi perunggasan Tri Group, pada musim penghujan pola dan aplikasi brooding pada ayam muda sangat kritis dan perlu dievaluasi secara intensif. Pasalnya dengan cekaman suhu dingin, kerugian akibat kematian dini kerap terjadi.

Brooding selain penting pada fase pertumbuhan ayam, prinsip utamanya mengondisikan lingkungan senyaman mungkin untuk ayam. Nah, biasanya di musim penghujan ini brooding mestinya memang lebih intensif dilaksanakan, jangan sampai luput dan merugi di kemudian hari,” tutur Eko.

Selain itu, kualitas air di musim penghujan juga menjadi masalah kronis. Berdasarkan data dari Technical Education and Consultaion PT Medion diketahui sebanyak 63,82% dari total sampel air di peternakan mengandung Coliform di atas standar dan 44,84% positif tercemar E. coli. Sumber air yang terlalu dangkal, dekat dengan sumber tumpukan feses, dekat sawah, sungai/rawa, atau septic tank, memiliki risiko besar terkontaminasi E. coli. Adanya kontaminasi bakteri tersebut pada air minum ayam memudahkan infeksi penyakit colibacillosis ataupun tingkat penyembuhan penyakit menjadi rendah.

Kondisi suhu dan kelembapan udara pada musim penghujan meningkatkan risiko pada tumbuhnya jamur pada pakan. Jamur dapat mengurangi palatabilitas ayam, yang juga mengerikan adalah efek toksin yang dihasilkan (mikotoksin), selain dapat menghambat target bobot badan ayam, juga dampak negatif seperti imunosupresi yang berujung pada kematian akibat komplikasi penyakit infeksius.

Arief Hidayat selaku pengamat perunggasan pernah menyatakan bahwa dari data yang ia dapat, pada musim penghujan rata-rata cemaran mikotoksin pada pakan cenderung lebih tinggi daripada musim kemarau, sehingga meningkatkan risiko ayam sakit.

“Kami sudah banyak mengimbau peternak agar jangan hanya mengandalkan toxin binder dan obat saja. Menyimpan pakan dengan baik pada lingkungan yang tepat dapat mencegah tumbuhnya jamur dan menurunkan risiko tercermarnya pakan oleh mikotoksin. Tetapi di lapangan aplikasinya belum sepenuhnya dilakukan juga,” kata Arief.

Selain itu yang perlu diwaspadai juga adalah peningkatan populasi serangga. Saat musim hujan datang, kemunculan larva lalat menjadi hal lumrah di tumpukan feses. Adapun jentik-jentik nyamuk di genangan air atau berkeliarannya kecoa di sela-sela kandang.

Serangga ini berpotensi menjadi vektor bibit penyakit dari dalam feses ke tempat pakan dan air minum. Terlebih saat musim hujan, telur cacing dan bakteri E. coli memiliki daya tahan lebih baik saat berada di luar tubuh ayam. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer