Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Avian Influenza | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMPERSIAPKAN AYAM PETELUR TETAP PRIMA

Vaksinasi untuk mencegah penyakit. (Foto: Dok. Infovet)

Persiapan menjelang produksi dalam pemeliharaan ayam petelur harus dipersiapkan dengan tepat sehingga produksi telur yang dihasilkan akan optimal. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum masuk masa produksi tersebut.

Selain genetik, nutrisi, dan faktor manajemen, lingkungan juga turut andil dalam memengaruhi performa dan produksi ternak. Performa dan produksi ternak, serta keuntungan finansial adalah aspek yang menjadi parameter kesuksesan dalam beternak. Untuk mencapai parameter keberhasilan tersebut, maka produksi telur yang dilihat dari kuantitas dan kualitasnya harus mampu dicapai dengan maksimal.

Penyakit Bikin Tambah Rumit
Selain faktor non-infeksius seperti yang disebutkan dalam artikel sebelumnya, faktor infeksius serta lingkungan juga akan sangat krusial untuk diperhatikan dalam manajemen pemeliharaan.

Penyakit-penyakit infeksius tentu menjadi tantangan bagi peternak dalam membudidayakan ayam petelur, terlebih karena masa pemeliharannya yang panjang. Otomatis rintangan ini harus dapat dihadapi dengan kesiapsiagaan.

Menyoal penyakti infeksius pada ayam petelur, fokus utamanya adalah penyakit yang mampu merusak atau menganggu kinerja sistem reproduksi. Infeksi agen infeksius tersebut menyebabkan penurunan produksi dan kualitas telur.

Beberapa penyakit penyebab penurunan tersebut yakni newcastle disease (ND), avian influenza (AI), infectious bronchitis (IB), dan egg drop syndrome (EDS). Veterinary Service Manager Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, menuturkan bahwa penurunan produksi telur akibat serangan virus IB bisa mencapai 70%. Hal tersebut berdasarkan data yang timnya kumpulkan selama beberapa tahun di seluruh Indonesia.

Selain IB, penyakit seperti EDS dapat menurunkan produksi telur sekitar 20-40% dan AI bisa mencapai 80%, sedangkan pada kasus ND produksi telur mengalami penurunan bervariasi mulai dari 7-60% (Medion, 2021).

Untuk serangan AI masih didominasi low pathogenic avian influenza (LPAI) yakni subtipe H9N2 yang cenderung menyerang sistem reproduksi dan pada serangan tunggal, hal tersebut disampaikan oleh Technical Education & Consultation Manager PT Medion, Drh Christina Lilis selaku.

“AI H9N2 ini tidak menimbulkan angka kematian yang tinggi. Pada perkembangannya, virus AI memiliki dua mekanisme dalam mengganggu organ reproduksi ayam, yaitu pembendungan pembuluh darah di ovarium dan rusaknya permukaan ovarium pada saat budding exit atau keluarnya virus dari sel. Kedua mekanisme ini akan mengakibatkan penurunan bahkan menghentikan produksi telur,” tutur Lilis.

Ia melanjutkan, infeksi AI juga memengaruhi kualitas telur. Serangannya menyebabkan telur kehilangan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024. (CR)

VIRUS AI DAN RISIKO INFEKSI PADA MANUSIA

Ancaman virus AI sangat nyata. (Foto: Shutterstock)

Ancaman infeksi Avian Influenza (AI) atau flu burung pada peternakan ayam adalah nyata. Risiko infeksi pada manusia pun tetap terbuka meskipun belum ada infeksi penularan antar manusia. Pengendalian AI harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di Indonesia dengan mengedepankan keselamatan, kesehatan dan jiwa manusia.

Klasifikasi Virus AI
“Kita tahu bahwa AI termasuk virus influenza. Mempunyai empat tipe, termasuk orthomyxoviridae artinya mengeluarkan ingus dari saluran pernapasan. Jadi kalau itu dihitung kira-kira ada sekitar 150 subtipe influenza yang beredar di dunia,” kata Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom.

Dari perkembangan-perkembangan yang ada, virus AI mempunyai clade (varian). Clade 2.1 adalah yang pertama kali menginfeksi di Indonesia sekitar 2003-2004. Setelah itu muncul clade 2.3 yang menginfeksi bebek, subclade-nya adalah 2.3.2.1.

“Jadi penamaan-penamaan ini disebabkan karena kesepakatan, clade kalau di COVID itu varian. Kemudian varian-varian itu ada turunannya lagi tatkala dia mengalami perubahan struktur di dalam tubuhnya,” jelasnya.

Pada kesempatan lain, Nidom juga menjelaskan bahwa virus AI adalah virus RNA. Namun berbeda dengan virus RNA yang lain, virus AI terdiri dari delapan fragmen. Karena struktur seperti itulah maka secara alamiah AI bisa mengalami perubahan atau mutasi.

Mutasinya ada dua macam, yaitu mutasi titik (drift) yang terjadi di dalam fragmen itu sendiri yang disebut dengan antigenik. Lalu mutasi fragmen (shift) dimana terjadi pertukaran fragmen dengan virus lain yang kebetulan ada di dalam lingkungan yang sama sehingga membentuk subtipe baru.

Tipe Virus Influenza
Ada empat tipe virus influenza, yaitu tipe A, B, C, D, dimana tipe… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

FAKTOR INFEKSI AI BERULANG PADA UNGGAS

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berulangnya infeksi AI pada unggas. (Foto: Shutterstock)

Setidaknya ada empat yang menjadi faktor berulangnya infeksi Avian Influenza (AI) pada unggas. Yaitu dinamika virus AI itu sendiri, genetik ayam, lingkungan dan manajemen.

Dinamika Virus AI
“Kita mulai dari faktor dinamika virus, bahwa virus ini tadi mudah mutasi. Tetapi masalahnya adalah di lapangan itu ada high pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza (LPAI),” jelas Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom, pada webinar mengenai AI beberapa waktu lalu.

HPAI memiliki gejala dan tingkat kematian yang jelas, sedangkan LPAI tidak terlihat gejala klinisnya sehingga bisa terkecoh antara LPAI dengan HPAI. Reseptor LPAI pada ayam hanya pada daerah trakea bawah, saluran pencernaan dan indung telur. Sementara reseptor HPAI sampai pada otak dan semua organ akan diserang.

Ketika ada unggas bersamaan terinfeksi LPAI dan HPAI bisa saja gejala klinisnya tidak terlihat. LPAI bisa meningkatkan infeksi H5N1, terkadang di laboratorium H5N1 tidak terdeteksi. Infeksi campuran antara LPAI, HPAI dan infeksi lain memungkinkan gejala klinis dan laboratoriumnya bisa keliru.

“Kemudian kalau LPAI bersama-sama dengan IB, virus IB meningkatkan gejala klinis H9. IB tidak terlihat tetapi H9 yang akan terlihat ayamnya mengalami depresi, bulu kusut, konjungtivitis dan lain-lain,” jelas Nidom.

Jika ayam terinfeksi LPAI dan ND, maka... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

PENYAKIT BARU BERMUNCULAN, PERLU TINGKATKAN KEWASPADAAN

Sapi tertular LSD di Provinsi Riau. (Foto: ECTAD Indonesia)

Pasca pandemi COVID-19, globalisasi seakan berjalan kembali setelah hampir dua tahun lalu lintas dunia dihentikan. Dampak negatifnya, dunia peternakan di Indonesia diserang secara bertubi-tubi oleh penyakit lintas batas.

Kewaspadaan dini perlu ditingkatkan kembali mengingat masih banyak penyakit berdampak besar lain yang cepat atau lambat bisa masuk ke Indonesia, salah satunya Avian Influenza (AI) clade baru, juga Rabies yang juga masih ada di sekitar masyarakat. Semuanya adalah penyakit yang memiliki dampak besar, bahkan beberapa diantaranya bersifat zoonotik yang dapat mengancam manusia.

“Re-globalisasi” Pasca COVID-19 dan Munculnya Penyakit Baru
Pandemi COVID-19 telah memberikan keadaan darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berdampak serius bagi masyarakat. Setelah dua tahun terjadi, geliat ekonomi kembali muncul dengan dibukanya lagi akses transportasi dengan pelonggaran pembatasan lalu lintas. Artinya, globalisasi berjalan kembali yang dibarengi dengan segala macam dampaknya. Salah satunya adalah masalah kesehatan global.

Ancaman terhadap kesehatan global tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan masyarakat saja, namun juga sektor peternakan dan kesehatan hewan. Penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease menjadi fokus utama karena potensi penyebarannya yang sangat cepat dan luas, serta menyebabkan dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat yang serius.

Dalam lima tahun terakhir, setidaknya ada tiga penyakit lintas batas yang masuk Indonesia... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Drh Wahid Fakhri Husein 
Praktisi Manajemen Kesehatan Hewan dan One Health

AI KEMBALI MELANDA, SEMUA PIHAK DIIMBAU WASPADA

(Sumber: iSIKHNAS)

Avian Influenza (AI) kembali mewabah, hampir di seluruh belahan dunia. Bahkan di Amerika Serikat, wabah AI mengganggu keseimbangan supply dan demand produk perunggasan mereka.

Merebak di Seluruh Dunia
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat bahwa AI mulai mengalami kenaikan kasus sejak pertengahan 2021. Kemudian kasus AI semakin menjamur di berbagai negara di seluruh dunia, mulai dari Eropa dan Asia.

Di Perfektur Ibaraki Jepang, sebanyak 930.000 ekor unggas harus dimusnahkan akibat wabah AI. Bahkan di Jepang pada 2022, tercatat bahwa ada 9,8 juta unggas dimusnahkan, Ini merupakan rekor tertinggi suatu pemusnahan unggas di negara tersebut.

Tidak hanya menyerang unggas, AI juga menyerang manusia. di Tiongkok dan Hongkong kejadia AI H5N6 banyak terjadi pada manusia. Kurang lebih 83 kasus di China terjadi sejak 2022. Yang terbaru di Kamboja, seorang anak berusia 11 tahun meninggal dunia akibat AI.

Dari serangkaian hasil uji anak tersebut terinfeksi AI H5N1 clade 2.3.2 1c (Nidom, 2023). Dalam sebuah webinar yang digelar melalui daring, Guru Besar FKH Unair, Prof CA Nidom, mengatakan bahwa clade virus tersebut sudah lama beredar di Kamboja, yakni sejak 2014-2016.

“Kejadian ini tentunya semakin mengancam Indonesia yang masih satu region dengan Kamboja. Dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi unggas terbesar di Asia Tenggara bersama Thailand,” tutur Nidom.

Sementara menurut Konsultan Perunggasan, Tony Unandar, mewabahnya AI beberapa tahun belakangan ini terutama di negara maju tak lepas dari adanya peternakan dengan konsep… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (CR)

PAKAR : AVIAN INFLUENZA BERPELUANG JADI PANDEMI SELANJUTNYA

Tiongkok, Salah Satu Negara Yang Terkena Wabah Flu Burung 
(Sumber : Istimewa)

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, flu burung H5N1 berpotensi menjadi salah satu penyebab pandemi di masa depan. 

"Saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih berpendapat, risiko penularan flu burung ke manusia masihlah rendah, tetapi tentu kita harus tetap waspada," kata Tjandra Yoga Aditama dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Tjandra memperkirakan, saat ini terdapat tiga jenis penyakit yang berpotensi memicu pandemi lanjutan di dunia, di antaranya zoonosis yang bersumber dari binatang, berbagai jenis influenza, dan penyakit X. Ia mengatakan, flu burung memang berasal dari hewan yakni unggas, serta berjenis infuenza.

Walaupun belum menyerang manusia, kata Tjandra, tetapi sekarang flu burung sudah mulai menyerang bukan saja unggas, tetapi juga binatang menyusui.

"Jadi kini, sudah terjadi mutasi, dan kalau mutasi terus berkelanjutan maka tentu mungkin saja menular ke manusia, yang tentu sangat tidak kami harapkan," ujarnya.

Pada Rabu lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan peringatan atas insiden penularan virus flu burung ke satwa mamalia. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, flu burung telah menginfeksi hewan cerpelai, berang-berang, hingga singa laut. (INF)

SPANYOL DIKEPUNG AI, ILMUWAN KETAR - KETIR AKAN HAL INI

Virus AI Menyebabkan Wabah di Sebuah Peternakan Cerpelai/Mink

Ketakutan akan pandemi flu burung yang berpotensi sangat merugikan meningkat dalam beberapa hari ini, terlebih setelah adanya wabah yang mengkhawatirkan pada spesies cerpelai. Ahli virologi top dari seluruh dunia membunyikan alarm darurat setelah hasil serangkaian tes memastikan bahwa virus AI jenis H5N1 menyebar diantara mamalia. Hal ini tentunya meningkatkan kemungkinan bahwa patogen ini dapat bermutasi ke arah yang memungkinkannya menyebar lebih mudah di antara manusia.

Seorang ilmuwan pelacak virus menggambarkan galur H5N1, yang terdeteksi di Spanyol, serupa dengan yang sengaja direkayasa untuk menginfeksi manusia dengan lebih baik dalam eksperimen laboratorium yang kontroversial.

Profesor Rupert Beale, pakar imunologi di Francis Crick Institute London yang terkenal di dunia, mengatakan bahwa seharusnya dunia sudah memiliki rencana darurat vaksin, seperti dilutip dari Daily Mail.

Hal serupa diutarakan Profesor Isabella Eckerle, seorang ahli virologi di Pusat Penyakit Viral yang Muncul di Universitas Jenewa yang menyebut temuan itu sangat mengkhawatirkan.

Pakar lain memperingatkan bahwa wabah AI pada spesies cerpelai dapat menyebabkan terjadinya rekombinasi, ketika dua virus saling bertukar dan mengganti materi genetik untuk membuat hibrida baru. Proses serupa diperkirakan telah menyebabkan krisis flu babi global tahun 2009 yang menginfeksi jutaan orang di seluruh planet.

Fenomena biologis yang sama juga terlihat selama pandemi Covid, seperti yang disebut Deltacron yakni kombinasi ulang Delta dan Omicron, yang pertama kali terdeteksi di Prancis Februari lalu. Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa flu burung adalah pesaing yang paling mungkin memicu pandemi berikutnya.

Para ahli mengatakan ini karena ancaman rekombinasi, dengan tingginya tingkat galur flu manusia meningkatkan risiko manusia menjadi koinfeksi dengan flu burung. Hal itu bisa menyebabkan strain flu burung yang mematikan bergabung dengan flu musiman yang menular.

Wabah AI yang melanda peternakan cerpelai terjadi di sebuah peternakan di Galicia, barat laut Spanyol, pada bulan Oktober yang menampung 52.000 ekor hewan. Usai lonjakan tiba-tiba, empat persen populasi mati dalam satu minggu selama wabah, yang dinyatakan berakhir pada pertengahan November.

Dokter hewan peternakan mengambil sampel berupa swab dari saluran pernapasan cerpelai kemudian  dianalisis di laboratorium milik Pemerintah, di mana cerpelai yang mati dinyatakan positif H5N1.

Penemuan itu menyebabkan semua hewan dimusnahkan, pekerja peternakan diisolasi selama 10 hari dan meningkatkan langkah-langkah keamanan di peternakan di seluruh negeri termasuk mengenakan masker wajah dan baju terusan sekali pakai dan mandi sebelum meninggalkan tempat.

Analisis sampel yang diambil menunjukkan bahwa virus tersebut telah memperoleh belasan mutase, sebagian besar tidak pernah atau jarang terlihat sebelumnya pada jenis flu burung. Satu sebelumnya terlihat pada virus di balik pandemi flu babi global 2009.

Para ilmuwan yang menyelidiki sampel percaya bahwa hal itu dipicu oleh wabah H5N1 di antara burung laut di provinsi terdekat. Laporan tersebut, dari para ahli di Kementerian Pertanian, Perikanan dan Pangan Spanyol, bersama dengan beberapa dari Penasihat Urusan Pedesaan, menyatakan bahwa ini adalah pertama kalinya H5N1 menyebar di antara cerpelai di Eropa.

Mereka memperingatkan cerpelai dapat bertindak sebagai 'wadah pencampur potensial' untuk penularan H5N1 di antara burung, mamalia, dan manusia, seperti dengan menggabungkan kembali jenis tersebut dengan virus flu manusia, yang dapat menginfeksi manusia. (INF)

HARGA TELUR DI AS MELONJAK, KARENA AI ATAU PERMAINAN KARTEL?

Telur Ayam di AS, Harganya Meroket Lebih dari 100%

Kоmіѕі Pеrdаgаngаn Fеdеrаl (FTC) hаruѕ mеnyelidiki harga tеlur уаng melonjak hаrgа di perusahaan telur. Kеlоmроk реtеrnаkаn di AS berasumsi, kаrеnа orang Amеrіkа tеruѕ mеmbауаr lеbіh dаrі sebelumnya untuk bahan роkоk rumаh tаnggа. Oleh karenanya hal ini harus diselidiki.

Rеgulаtоr, petani, dan іnduѕtrі AS ѕеrіng berdebat dаlаm bеbеrара tahun terakhir tеntаng kеkuаtаn реruѕаhааn pertanian terkemuka untuk mеnеtарkаn hаrgа dan menaikkan ара yang dіbауаr konsumen untuk bahan mаkаnаn, ѕереrtі ketika harga dаgіng ѕарі mеrоkеt pada tаhun 2021.

Kеkhаwаtіrаn tеrbаru adalah tеlur, уаng hаrgаnуа nаіk 138% раdа Dеѕеmbеr dаrі tаhun sebelumnya, menjadi $4,25 реr luѕіn, mеnurut Biro Stаtіѕtіk Tеnаgа Kеrjа, dilansir dаrі Rеutеrѕ, Mіnggu 22 Jаnuаrі 2023.

Dераrtеmеn Pеrtаnіаn AS (USDA) mengatakan bahwa wаbаh flu burung ѕеbаgаі аlаѕаn tingginya harga.Tеtарі regulator аntі mоnороlі nеgаrа itu juga hаruѕ mеmеrіkѕа lаbа tertinggi dі perusahaan telur tеrаtаѕ, kata Fаrm Action pada hаrі Kаmіѕ melalui ѕurаt kераdа ketua FTC Lina Khаn.

Cаl-Mаіnе Fооdѕ (CALM.O) yang mеngеndаlіkаn 20% pasar tеlur есеrаn mеlароrkаn, реnjuаlаn triwulanan nаіk 110% dаn lаbа kоtоr nаіk lеbіh dari 600% dibandingkan triwulan yang ѕаmа pada tаhun fіѕkаl ѕеbеlumnуа, menurut pengajuan аkhіr Dеѕеmbеr dengan Sесurіtіеѕ аnd Exсhаngе Cоmmіѕѕіоn.

Secar data, prоdukѕі tеlur AS ѕеkіtаr menurun 5% lеbіh rendah раdа bulаn Oktоbеr dіbаndіngkаn tahun lalu, dаn реrѕеdіааn telur turun 29% pada bulan Desember dіbаndіngkаn dеngаn аwаl tahun.

Basel Musharbash, seorang pengacara di Farm Action mengatakan, Data USDA tеrbаru menunjukkan реnurunаn yang ѕіgnіfіkаn, tetapi mungkin tidak menjelaskan hаrgа tіnggі.

"Kami ingin FTC menggali dаn mеlіhаt apakah kоnѕumеn dicungkil harganya," kata Muѕhаrbаѕh.

Dаlаm ѕеbuаh pernyataan, Cal-Maine mеngаtаkаn bаhwа biaya рrоdukѕі уаng lеbіh tinggi, bersama dengan mewabahnya flu burung, menyebabkan  hаrgа melonjak lеbіh tinggi.

Amеrісаn Egg Bоаrd, ѕеbuаh kеlоmроk реmаѕаrаn telur, mengatakan dаlаm sebuah pernyataan, bаhwа hаrgа tеlur mеnсеrmіnkаn bеrbаgаі fаktоr dan harga grоѕіr tеlur mulаі turun.

Hampir 58 jutа ауаm dаn kalkun telah dibunuh оlеh flu burung аtаu untuk mеngеndаlіkаn реnуеbаrаn vіruѕ sejak аwаl tahun 2022. Menurut USDA, sеbаgіаn bеѕаr pada bulan Mаrеt dan Aрrіl, wаbаh terbesar ѕеbеlumnуа, раdа tаhun 2015, mеmbunuh 50,5 jutа burung. Sаhаm Cаl-Mаіnе telah jаtuh dаlаm bеbеrара minggu terakhir ѕеtеlаh nаіk hampir 50% tahun lalu. (INF)

MARI CEGAH AI SEBELUM MERUGI

Vaksinasi akan berhasil apabila aplikasi dan waktu pemberiannya tepat. (Foto: Dok. Infovet)

Seperti layaknya penyakit infeksius lainnya yang disebabkan oleh virus, Avian Influenza (AI) tidak ada obatnya. Oleh karena itu upaya maksimal perlu diaplikasikan agar AI tidak beranjangsana di kandang, menyebar dan menghancurkan.

Ketika AI bersarang, pastinya akan sukar untuk dihadang. Oleh karena itu, peternak harus selalu siap menabuh genderang perang terhadap penyakit yang satu ini. Karena merupakan penyakit berbahaya, maka sistem keamanan kandang harus berjalan dengan baik.

Jangan Kompromi Biosekuriti
Pasti yang terlintas di benak peternak ketika mendengar kalimat aplikasi biosekuriti yang baik adalah mahal. Sebenarnya aspek biosekuriti tidak harus dan identik dengan hal tersebut. Catur Kuncara peternak layer di daerah Karanganyar, mengalami bagaimana wabah penyakit termasuk AI menggerogoti kandangnya. Kemudian ia mendapat pencerahan ketika tim FAO ECTAD Indonesia mengampanyekan biosekuriti tiga zona kepada peternak di Jawa Tengah.

“Saya awalnya enggak percaya, apa bisa cuma dengan kaya begitu? Tapi karena saya suka mencoba dan yakin bahwa semua yang disampaikan baik, saya jalankan. Hasilnya saya bersyukur ternyata farm jadi lebih aman,” tutur Catur.

Hal serupa dirasakan Robby Susanto, peternak layer yang sudah lebih dulu mengadopsi sistem biosekuriti tiga zona. “Awalnya sulit, karyawan bilang agak ribet, namun lama-kelamaan terbiasa dan performa lebih stabil ketimbang sebelumnya,” kata Robby.

Ia menilai bahwa sistem ini tidak mahal, contohnya ketika berpindah dari zona satu ke yang lain karyawan tidak menggunakan sepatu bot yang berbeda, ia hanya menggantikan sepatu bot dengan sandal jepit. Disinfektan yang digunakan juga sederhana, tidak yang bermerk lokal, hanya berupa pemutih pakaian yang dicampur 1:10 dengan air, selain itu penggunaan obat berupa antibiotik atau yang lainnya juga berkurang karena ayam jarang sakit.

Terkait performa, Robby mengatakan sebelum aplikasi biosekuriti… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022. (CR)

BAGAIMANA KINI AI MENYERANG?

Gambaran patologi anatomi dan histopatologis AI. (Sumber: Mansour et al., 2018)

Avian Influenza (AI) dikenal sebagai suatu virus yang ganas serta menyerang tanpa ampun. Kini setelah belasan tahun berlalu, apakah AI masih sama ganasnya seperti dulu?

Mengingat Kembali AI
AI adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan, reproduksi, pencernaan dan saraf pada beberapa jenis unggas. Penyakit ini disebabkan virus yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI terbagi atas beberapa subtipe berdasarkan kemampuan antigenitas dua protein permukaannya, yaitu Hemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA).

Hingga 2012 telah diidentifikasi terdapat 16 subtipe antingen Hx (H1-H15) dan 9 subtipe Nx (N1-N9) pada unggas. Protein Hx merupakan bagian penting dari virus untuk menempel pada tubuh ayam, sedangkan protein Nx berkaitan dengan kemampuan virus melepas virion (hasil replikasi) dari sel inang. Dari strukturnya, virus AI  merupakan virus yang memiliki amplop, sehingga sensitif terhadap semua jenis disinfektan tanpa pandang bulu.

Di Indonesia dikenal dua jenis AI yang menyerang unggas, yakni High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Kedua jenis AI ini sama-sama menimbulkan kerugian ekonomi bagi peternak.

HPAI adalah AI subtipe H5N1 yang menyebabkan kematian tinggi pada unggas, sedangkan jenis lain tergolong LPAI yang beredar di Indonesia adalah subtipe H9N2. Dikatakan LPAI dikarenakan serangan tunggal oleh AI tipe ini tidak menimbulkan kematian tinggi namun menyebabkan penurunan produksi cukup signifikan.

Selain berdasarkan subtipenya, virus AI juga terdiri dari beberapa clade. Clade merupakan istilah standar dari World Health Organization (WHO) untuk mendeskripsikan keturunan, genetik, galur, atau kelompok virus influenza. Banyaknya clade virus AI di dunia termasuk yang bersirkulasi di Indonesia, beberapa clade dipecah lagi menjadi beberapa sub clade dan sub sub clade.

Virus AI H5N1 yang bersirkulasi di Indonesia termasuk ke dalam HPAI yang terbagi menjadi dua clade, yaitu 2.1.3.2 dan 2.3.2.1c, serta didominasi clade 2.3.2.1c sejak 2015. Penyakit AI pada unggas yang disebabkan virus AI H5N1 clade 2.1.3 telah berlangsung di Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Setelah itu muncul clade baru 2.3.2. Hingga 2021 mayoritas kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kasus H9N2 terus mendominasi dibanding H5N1. Virus H9N2 tersebut termasuk ke dalam galur Y280.

Tipe Serangan AI
Kerugian pada kasus AI disebabkan karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022. (CR)

MEWASPADAI KEMBALINYA AI

Dibutuhkan ketegasan agar AI tidak merebak. (Foto: Istimewa)

Avian Influenza (AI) pastinya akrab dan populer di telinga insan perunggasan Indonesia. Virus yang pernah meluluhlantahkan Indonesia pada 2003 silam dan menimbulkan trauma besar bagi sektor perunggasan kini hampir tidak terdengar lagi rimbanya, apa menghilang begitu saja?

Kasus Menyeruak di Belahan Dunia
Beberapa minggu belakangan di berbagai belahan dunia kasus AI nyatanya meningkat. Terbaru dilaporkan Israel dimana virus AI memakan korban bangau liar sebanyak 5.000 ekor. Otoritas berwenang di sana juga menyatakan sebanyak 300.000 lebih ayam petelur mati dan terkonfirmasi AI. Pemerintah Israel langsung memusnahkan 240.000 ekor ayam lainnya yang berada di sekitar lokasi yang terinfeksi. Subtipe virus yang dilaporkan menginfeksi beragam, mulai dari H5N1, H5N3, H5N6 dan H5N8 yang merupakan varian High Pathogenic Avian Influenza/HPAI dan berpotensi sebagai zoonosis.

Kementerian Pertanian Israel langsung mengisolasi kawasan yang terinfeksi AI. Selain itu memperketat lalu lintas unggas dan produk-produk perunggasan sementara dihentikan pemasarannya. Berdasarkan berita yang dirilis oleh Jerussalem post, dilaporkan bahwa kini diperkirakan Israel akan mengalami defisit telur konsumsi sebesar 14 juta butir/bulan dalam waktu dekat.

Hal serupa juga terjadi di beberapa Negara Eropa seperti Perancis, Republik Ceko dan Slovenia, dilaporkan mengalami outbreak AI. Kerugian ekonomi akibat wabah pun tak terhitung dan dipastikan pasokan protein hewani yang berasal dari ayam terancam.

Nasib sama juga dialami Negara Tirai Bambu, dimana ribuan jenis ternak unggas mati terinfeksi virus AI subtipe H5N6. Celakanya virus tersebut juga telah dilaporkan menginfeksi manusia. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) langsung mengeluarkan warning bagi para anggotanya terkait wabah AI yang menyeruak secara mendadak.

Bagaimana di Indonesia?
Menanggapi peringatan OIE dengan serius, Pemerintah Indonesia mengimbau para stakeholder perunggasan agar bersiap menghadapi AI, hal tersebut dikemukakan Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Drh Nuryani Zainuddin.

Nuryani mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022. (CR)

MENELUSURI KEMBALI SEPAK TERJANG AI

Vaksinasi diperlukan dalam penanganan AI untuk mengurangi gejala klinis dan mortalitasnya, serta selalu lakukan monitoring vaksinasi. (Foto: Istimewa)

Avian Influenza (AI), merupakan penyakit yang paling mendapat perhatian serius banyak peternakan. Berbagai macam upaya dilakukan agar peternakan ayam terhindar dari penyakit yang masih mengancam hingga 2021.

Hasil kajian lapangan menurut berbagai sumber ahli, penyebab AI di Indonesia masih disebabkan oleh virus AI tipe A, sub tipe H5N1 dan HPAI (High Patogenic Avian Influenza). Tingkat homologi (susunan asam amino) antara isolat virus AI dari ayam di tahun 2003 dan 2021 sudah berbeda antara satu sampai dua nukleotida pada rangkaian susunan asam aminonya, terutama pada susunan cleavage-site nya.

Saat ini sebagian besar gejala klinis dan kerusakan alat tubuh yang disebabkan AI berbeda dengan yang ditemukan pada awal wabah penyakit ini pada 2003. Menurut pengamatan para ahli, ada dua bentuk klinis Avian Influenza, HPAI ganas dengan kematian tinggi (sulit dibedakan dengan Newcastle Disease/ND) dan HPAI ringan dengan kematian rendah. Kedua bentuk klinis tersebut masih disebabkan oleh HPAI.

Gejala HPAI ganas ditandai dengan ayam terlihat lesu, kadang terlihat warna kebiruan pada jengger, pial, sekitar muka, dada, tungkai atau telapak kaki. Dapat terlihat gangguan pencernaan, produksi dan saraf. Peningkatan angka kematian (20-40% atau lebih). Pola kematian pada AI berbeda dengan pola kematian ND. Pada Avian Influenza, grafik tingkat kematian meningkat lebih tinggi dan dapat merupakan kelipatan jumlah kematian sebelumnya. Pada ayam petelur, produksi telur terhenti atau sangat menurun.

Gejala klinis HPAI bentuk ringan tersifat dengan adanya penurunan produksi telur yang drastis. Biasa ditemukan pada kelompok ayam dengan titer hasil antibodi yang rendah. Ayam mengalami depresi ringan atau tanpa gejala. Kadang terjadi gangguan pernapasan. Pada layer terjadi juga penurunan produksi telur, baik pada kuantitas maupun kualitas.

Pengaruh HPAI bentuk ringan pada ayam petelur menyebabkan gangguan kualitas telur, berat, ukuran, kerabang, yolk dan albumin. Gangguan tipe penyakit HPAI ringan menyebabkan ayam mudah terkena berbagai penyakit, khususnya ND dan IB. Gangguan respon terhadap pengobatan menjadi rendah, terutama disebabkan karena hati sebagai organ metabolisme utama mengalami gangguan.

Faktor yang Memengaruhi Kejadian AI
Untuk meningkatkan keberhasilan penanggulangan penyakit AI, peternak harus memperhatikan dan mengevaluasi beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejadian AI pada suatu peternakan atau wilayah, yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022.

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264 JAKARTA
Telp: 021-8300300

SEPAK TERJANG AVIAN INFLUENZA DI INDONESIA

Serangan AI menyebabkan kerugian besar di peternakan. (Sumber: British Poultry)

Penyakit viral pada unggas khususnya broiler dan layer terus menjadi kendala peternak yang harus diberikan perhatian lebih. Avian influenza (AI) merupakan salah satu penyakit viral pada unggas yang selalu menjadi momok menakutkan sepanjang penyakit ini pertama kali menginfeksi unggas di Indonesia pada 2003.

Penyakit AI kini menjelma menjadi penyakit viral yang sulit dikendalikan apalagi dimusnahkan. Hal ini terbukti sudah 18 tahun penyakit ini masih sering ditemukan di sentra-sentra peternakan ayam di Indonesia. Kejadian penyakit AI dari masa ke masa mengalami perbedaan yang signifikan. Mulai dari gejala klinis yang ditimbulkan, tingkat mortalitas dan yang paling mencolok adalah perbedaan jenis virus AI yang menginfeksi.

Awal pertama kali virus AI menginfeksi gejala klinis yang khas ditemukan adalah jengger dan kaki yang kebiruan, namun saat ini gejala klinis tersebut sangat jarang sekali ditemukan. Mortalitas ayam akibat infeksi virus AI dulu dapat mencapai 100%, sedangkan saat ini dengan adanya program vaksinasi AI, mortalitas menjadi menurun 5-40% tergantung pada program vaksinasi AI yang dilakukan dan biosekuriti.

Berdasarkan hasil analisis genetik virus AI yang pertama kali ditemukan masuk dalam subtipe AI H5N1 clade 2.1.3, seiring dengan perkembangannya pada 2012 muncul AI baru yang berbeda sub clade yaitu AI subtipe H5N1 clade 2.3.2 yang awalnya di isolasi dari bebek kemudian menyerang semua jenis unggas. Virus AI subtipe H5N1 clade 2.3.2 inilah kemudian mendominasi infeksi yang terjadi pada unggas yang disebabkan oleh virus AI H5N1 pada 2015 hingga dipenghujung 2021. Walaupun demikian ditemukan materi genetik yang bervariasi meski dalam satu clade 2.3.2 ditandai dengan adanya beberapa sub clade 2.3.2.1c dengan jarak materi genetik antar strain 1-6%.

Di Indonesia, selain virus AI subtipe H5N1 (yang bersifat High Pathogenic Avian Influenza/HPAI) juga teridentifikasi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2022.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

MENCERMATI RAGAM PENYAKIT DAN RAMALANNYA DI 2022

Penyakit menjadi hambatan dalam budi daya unggas. (Foto: Dok Infovet)

Salah satu hambatan dalam industri peternakan unggas khususnya sektor budi daya adalah keberadaan penyakit. Baik penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius, semuanya bisa jadi biang keladi kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya ke depan.

Perunggasan sebagai industri terbesar di sektor peternakan Indonesia tentunya paling menjadi sorotan. Perlu dicatat, bahwa Indonesia merupakan produsen telur terbesar sedunia dan produsen broiler nomor 11 dunia, diperkirakan sekitar 4 juta orang bekerja di sektor perunggasan (Dirkeswan, 2021).

Oleh karena itu, segala macam hambatan termasuk penyakit harus bisa dikendalikan agar dapat memaksimalkan produksi. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun juga beragam, baik infeksius maupun non-infeksius. Sebagai negara tropis, Indonesia menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentunya para stakeholder mau tidak mau harus berusaha survive dari hambatan ini.

Perlu diingat bahwa kejadian penyakit berhubungan dengan performa dan produktivitas. Kedua aspek itu akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, apabila peternak mampu mencegah terjadi penyakit, sudah pasti mendapat keuntungan lebih baik.

AI Menyeruak di 2021
Avian Influenza (AI) kembali mengudara di beberapa bulan terakhir di 2021, beberapa negara di Eropa dan Asia kena getahnya. Di Inggris dilaporkan virus AI H5N6 menyebabkan ratusan unggas mati dan ribuan lainnya harus dimusnahkan. Sementara di Norwegia virus AI H5NI memakan korban hingga 7.000 ekor ayam.

Korea Selatan juga terancam dengan keberadaan virus AI, ribuan unggas mati karena AI dan 770 ribu lainnya dimusnahkan. Sedangkan di Negeri Sakura sekitar 143.000 unggas harus dimusnahkan karena ratusan lainnya positif AI. Bahkan di China juga dilaporkan sebanyak 21 orang terinfeksi AI dari subtipe H5N6.

Pemerintah Indonesia sudah mewanti-wanti stakeholder perunggasan agar bersiap menghadapi AI, hal tersebut dikemukakan Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Drh Nuryani Zainuddin.

Nuryani mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat edaran nomor 08113/PK.320/F/11/2021 terkait kewaspadaan nasional terhadap potensi masuknya AI ke Indonesia. “Kami meminta stakeholder agar lebih waspada, jangan sampai wabah kembali menyeruak seperti beberapa tahun lalu, dimana kondisi perunggasan kita luluhlantah akibat AI,” tutur Nuryani.

Ia mengatakan… Selengkanya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. (CR)

DITJEN PKH MENGIMBAU WASPADAI PENINGKATAN KASUS AI

Laporan FAO menyebut bahwa ada potensi peningkatan dan penyebaran penyakit AI ke wilayah Eropa, Afrika dan Asia. (Foto: Dok. Infovet)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari OIE WAHIS, beberapa laporan kejadian Avian Influenza (AI) subtipe H5Nx (HPAI/High Pathogenic Avian Influenza) pada unggas dibeberapa negara diantaranya Jerman, Republik Ceko, Finlandia, Denmark dan Rusia dengan kecenderungan peningkatan kasus.

Laporan FAO menyebut bahwa ada potensi peningkatan dan penyebaran penyakit ke wilayah Eropa, Afrika dan Asia berkaitan dengan musim migrasi unggas selama musim dingin 2021-2022. Untuk itu diperlukan tidakan antisipasi untuk mencegah penyebaran dan meluasnya kasus tersebut di Indonesia dan diperlukan rencana kontigensi dalam upaya kesiagaan munculnya AI subtipe H5Nx.

Melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bernomor 08113/PK.320/F/11/2021 pada 8 November 2012, tentang peningkatan kewaspadaan HPAI subtipe H5Nx dan subtipe lainnya, serta penyakit African Swine Fever (ASF), mengimbau kepada para pejabat dan dinas, serta balai terkait untuk melakukan analisis risiko pemasukan unggas dan produknya ke Indonesia.

“Memantau dan melaporkan update dugaan AI H5Nx dan subtipe lainnya melalui iSIKHNAS. Menfasilitasi pelatihan diagnosis AI, menyiapkan sarana dan prasarana pengendalian dan penanggulangan untuk mengantisipasi masuknya AI H5Nx dan subtipe lainnya. Melakukan analisis hasil surveilans sebagai bahan kebijakan dalam penentuan program pengendalian AI,” kata Surat Edaran tersebut.

Hal lain yang juga ditekankan dalam surat tersebut adalah memperketat pengawasan pemasukan unggas dan produknya dari negara-negara yang berpotensi terinfeksi AI, meningkatkan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) risiko pemasukan virus AI.

Surat Edaran Ditjen PKH terkait peningkatan kewaspadaan AI.

Untuk balai besar penelitian veteriner juga diimbau melakukan penelitian AI subtipe H5Nx, melakukan koordinasi dengan pejabat otoritas veteriner dan balai besar veteriner/balai veteriner terkait dugaan infeksi dan pengujian AI subtipe H5Nx. Juga imbauan kepada para asosiasi bidang peternakan dan kesehatan hewan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya virus AI dan berkoodinasi dengan otoritas kesehatan hewan setempat. (INF)

CEGAH VIRUS DI KANDANG AGAR TIDAK VIRAL!

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Foto: Istimewa)

Dua tahun sudah dunia di teror wabah penyakit viral (COVID-19). Layaknya manusia, hewan pun bisa terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa diantaranya menyebabkan kerugian ekonomis bahkan yang bersifat zoonosis layaknya Avian Influenza (AI) dapat menyebabkan ditutupnya lalu lintas hewan antar negara dan kepanikan massal.

Seperti diketahui, virus merupakan mikroorganisme yang familiar dan sangat sering didengar, namun tidak dapat dilihat secara kasat mata. Dalam hal penyakit unggas, beberapa jenis virus sangat berbahaya apabila menginfeksi unggas, misalnya saja Newcastle Disease (ND). Maka dari itu, dibutuhkan strategi khusus dalam menangkal ancaman penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.

Musuh yang Tak Kasat Mata
Tanpa disadari keberadaan virus memang sudah ada di lingkungan. Di tanah, kandang, air, sapronak, pakaian, alat transportasi dan lain sebagainya, jika dilihat secara mikroskopis pasti akan terdapat virus. Tidak seperti bakteri, virus bisa dikatakan benda hidup juga benda mati. Hal ini karena ketika berada di lingkungan, virus mampu melakukan “hibernasi” atau disebut dorman. Namun, jika virus ada pada inang dan inang tersebut merupakan specific host-nya, maka ia akan menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), Prof I Wayan Teguh Wibawan, yang juga konsultan perunggasan, prinsip ini mutlak harus dipahami peternak.

“Kan sering di peternak kita dengar dari mulut mereka, kalau ditanya buat apa pakai antibiotik ini-itu, mereka masih banyak yang bilang kalau antibiotik bisa ngobatin ND, Gumboro, itu kan salah,” paparnya. Oleh karena itu, Wayan mengimbau para dokter hewan perunggasan agar lebih mendidik peternak supaya tidak salah kaprah.

Selain itu, virus merupakan mikroorganisme yang sulit dibunuh, beberapa jenis virus kata Wayan, dapat hidup dalam suhu tinggi dan rendah. Apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan, virus tidak mati melainkan dorman sampai ia bertemu inangnya dan barulah virus aktif menginfeksi.

Belum lagi sifat adaptasi virus yang luar biasa hebat, adaptasi yang dimaksud Wayan yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

PENYAKIT VIRUS: TIDAK MENGENAL MUSIM

Serangan penyakit viral pada ternak broiler modern tak kenal musim. (Foto: Dok. Infovet)

Beternak ayam memang susah-susah gampang, mungkin begitulah keluhan yang sering didengar dari beberapa peternak. Berbagai aspek menjadi alasan dalam sulitnya beternak, salah satunya penyakit. Peternak sudah tidak asing lagi dengan penyakit-penyakit seperti Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Gumboro, Marek’s dan lain sebagainya.

Selain itu, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit, misalnya perubahan cuaca yang tidak menentu dan ekstrem, sanitasi dan biosekuriti yang kurang baik, serta kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat menyebabkan ayam lebih sering terinfeksi penyakit.

Mengantisipasi Musim Kering
Berdasarkan lokasi dan posisinya, Indonesia merupakan Negara tropis dimana hanya terdapat dua musim, hujan dan kemarau. Kedua musim tersebut memiliki potensi yang sama pada serangan penyakit.

Berdasarkan data terbaru BMKG (2021), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Drh Eko Prasetyo dari Tri Group dalam sebuah webinar mengenai perunggasan. 

Menurut Eko, perubahan musim yang ekstrem dari musim penghujan menuju musim kemarau atau sebaliknya menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya serangan penyakit infeksius seperti virus, terutama bagi ayam broiler modern.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan genetik broiler modern, dimana mereka memiliki beberapa karakteristik peka dengan pergantian suhu dan kelembapan di lingkungannya. “Jika terjadi perubahan suhu sangat ekstrem, misalnya di musim kemarau suhunya sangat tinggi dan perbedaan suhu antara malam dan siang mencapai lebih dari 8° C, bisa dipastikan ayam akan mudah stres,” tutur Eko.

Lebih lanjut, ketika terjadi pergeseran keseimbangan antara lingkungan, hospes (ayam) dan agen infeksius (bakteri, virus, parasit dan sebagainya), maka yang akan terkena dampak negatif adalah hospes. Terlebih lagi stres dapat mengakibatkan sistem imun ayam tidak bekerja maksimal.

Dijelaskan bahwa stres akan memicu sekresi hormon Adenocorticotropin pada kelenjar pituitary yang kemudian akan meningkatkan sekresi hormon Kortikosteron yang mempengaruhi fungsi sistem imun. Jika sudah begini penyakit akan mudah masuk karena imunosupresi.

Berdasarkan pengalama Eko, di musim kering alias kemarau ketika diawali adanya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021. (CR)

PENYAKIT VIRAL YANG MASIH “VIRAL”

Penyakit viral pada ternak broiler masih menjadi momok menakutkan. (Foto: Tim Scrivener)

Unggas merupakan salah satu penyumbang pangan hewani terbesar dalam pemenuhan kebutuhan protein manusia. Selain karena harganya yang sangat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, unggas juga mudah didapatkan serta mampu memberikan kandungan gizi yang cukup bagi kebutuhan manusia.

Produk utama yang dihasilkan unggas berupa karkas, jeroan dan telur. Perkembangan populasi perunggasan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan 5-10% (BPS). Perkembangan ini juga diikuti dengan tantangan risiko penyakit yang dari tahun-ketahun terus mengintai.

Salah satu penyakit pada unggas yang sangat berbahaya dan memiliki risiko tinggi yaitu penyakit viral. Penyakit viral dapat menyebabkan kematian yang sangat tinggi dalam waktu yang cepat, penurunan produksi telur yang tajam, serta performa ayam yang buruk khususnya pada ayam broiler.

Jenis penyakit viral pada unggas yang masih viral sepanjang tahun dan menjadi musuh peternak adalah Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD), Egg Drop syndrome (EDS) dan Inclution Body Hepatitis (IBH). Virus-virus tersebut mendominasi kejadian kasus penyakit viral unggas dari tahun ke tahun. Karena sifat virus yang cepat menular yang terus bermutasi memunculkan beragam variasi sehingga merupakan momok yang tidak pernah habis.

Berdasarkan data kasus penyakit pada unggas yang terkonfirmasi uji laboratorium melalui uji polymerase chain reaction (PCR) dan sekuensing pada 2016-2020 menunjukkan bahwa penyakit viral didominasi oleh penyakit ND. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae yang dapat menimbulkan kematian tinggi hingga 100% dan penurunan produksi. Strain patogen yang saat ini sering ditemukan adalah ND genotipe 7. 

Penyakit viral selanjutnya yang juga banyak dijumpai di peternakan dan sangat merugikan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

RUSIA LAPORKAN PENULARAN AI H5N8 KE MANUSIA

Avian Influenza H5N8 melanda Rusia

Rusia melaporkan kasus pertama penularan avian influenza strain  H5N8 dari burung ke manusia. Wabah flu burung dengan strain ini dilaporkan tengah terjadi di beberapa negara, namun sejauh ini hanya ditemukan pada unggas.

Virus AI dengan strain H5N8 antara lain mewabah di wilayah Rusia, Eropa, China, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Strain yang menular ke manusia sejauh ini hanya H5N1, H7N9, dan H9N2. Sebanyak 7 pekerja peternakan unggas di Rusia bagian selatan terinfeksi H5N8 pada wabah Desember lalu. Para pekerja saat ini sudah membaik.

"Situasi ini tidak berlanjut," kata Anna Popova, kepala lembaga pengawas kesehatan konsumen Rusia, Rospotrebnadzor, yang melaporkan temuan tersebut ke WHO, dikutip dari Reuters, Minggu (21/2/2021).

Dalam sebuah email, perwakilan WHO di Eropa mengatakan telah menerima laporan tersebut. Diakui, ini adalah pertama kalinya strain tersebut menular dari hewan ke manusia.

"Informasi awal menunjukkan bahwa kasus yang dilaporkan adalah pekerja terpapar dari kawanan burung," tulis email tersebut.

"Mereka tidak bergejala dan tidak ada penularan dari orang ke orang yang dilaporkan," lanjutnya.

Sebagian besar kasus infeksi avian influenza pada manusia dikaitkan dengan kontak langsung dengan unggas hidup maupun mati. Daging unggas yang dimasak dengan benar disebutkan aman untuk dikonsumsi. (reuters/CR)


AVIAN INFLUENZA MEREBAK DI INDIA

Angsa liar, salah satu biang keladi merebaknya AI di India

India dibuat heboh dengan munculnya wabah flu burung di lima negara bagian, saat pandemi virus corona masih melanda. Hal ini menyebabkan Kementerian Lingkungan India segera mengeluarkan peringatan nasional.

“Flu burung telah menginfeksi unggas - unggas di sabuk Barwala, distrik Panchkula di utara negara bagian Haryana, kami sejauh ini sampai tanggal 6 Januari 2021 tercatat 350.000 unggas mati di distrik itu, semuanya diduga mati karena flu," papar Mukesh Kumar Ahuja, wakil komisaris departemen peternakan.

"Arahan dari Kementerian terkait sedang diikuti dan distrik itu berada di bawah pengawasan ketat terhadap gejala pada hewan lain," ungkap Ahuja.

Wabah itu juga menewaskan 2.400 burung migran di negara bagian utara Himachal Pradesh. 
“Hingga Senin malam, kami telah mencatat kematian 2.403 ekor angsa liar yang semuanya positif virus H5N1. Ini serius dan kami mengikuti pedoman dari Kementerian untuk menghentikan penyebaran virus ke unggas peliharaan,” ujar Dr Munish Batta, wakil direktur epidemiologi di departemen peternakan.

Angsa - angsa liar tersebut tiba di Danau Bendungan Pong, yang terletak di negara bagian Himachal, dari Asia Tengah, Rusia, Mongolia, dan wilayah lain pada musim dingin setelah melintasi pegunungan Himalaya. Januari lalu, lebih dari 100.000 burung itu berada di danau.

Batta lebih lanjut mengatakan radius 10 kilometer di wilayah sekitar danau dalam pengawasan ketat setelah lima bangkai angsa pertama dinyatakan positif flu burung, dan pariwisata telah ditangguhkan.

Kebun binatang juga jadi korban

Sebanyak 589 bangkai burung gagak dan merpati di sebuah kebun binatang di Gopalpur, negara bagian Rajasthan, ditemukan positif flu burung.

“Kami tidak mengetahui sumber pasti darimana virus AI tersebut berasal, sejauh ini kami memastikan bahwa unggas yang mati dikubur atau dibakar dan area tersebut didisinfeksi, sesuai pedoman Kementerian,” papar Dr Virender Singh, direktur departemen peternakan negara bagian Rajasthan.

Sementara itu negara bagian tengah Madhya Pradesh dan negara bagian selatan Kerala juga melaporkan lebih dari 10.000 unggas mati, termasuk bebek, gagak, dan merpati, selama sepekan terakhir.

Menurut media lokal Mathrubhumi, negara bagian Kerala telah menyatakan flu sebagai "bencana" dan mengatakan akan memusnahkan 48.000 bebek.

Untuk menghindari penyebaran unggas peliharaan dan unggas ternak, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan peringatan nasional kepada negara-negara bagian dan mengarahkan mereka mengambil langkah serius dalam hal ini.

“Mempertimbangkan situasi gawat ini, kementerian meminta semua negara bagian atau teritori serikat untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang mungkin untuk mencegah penularan penyakit, jika ada, pada hewan, burung dan manusia lain. Pengawasan terhadap kematian satwa liar, terutama perlu menjadi prioritas, dan negara bagian diminta melaporkan kejadian kematian tersebut kepada kementerian ini,” papar pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup tersebut. (Reuters/CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer