-->

ASOHI SELENGGARAKAN SEMINAR AMR

Seminar AMR yang digelar ASOHI di Menara 165. (Foto: Dok. Infovet)

"Rencana Kebijakan Pemerintah Terkait Penggunaan Antimikroba di Industri Peternakan" menjadi tema dalam seminar antimicrobial resistance (AMR) yang diselenggarakan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) di Menara 165, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

"Hari ini kita dapat berkumpul mengikut seminar Rencana Kebijakan Pemerintah Terkait Penggunaan Antimikroba di Industri Peternakan. Kita lihat obat hewan terutama antimikroba cukup banyak digunakan di peternakan terkait hasil produksi ternak untuk konsumsi, dengan harapan pelaku obat hewan bisa menyediakan produk antimikroba yang aman digunakan dan mengikuti aturan yang berlaku sehingga saat produk peternakan dikonsumsi manusia itu aman," ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

Penggunaan antimikroba yang berlebihan dan tanpa pengawasan dinilai telah memicu risiko munculnya AMR. Resistansi antimikroba pun sudah menjadi isu global dan dibicarakan di berbagai belahan dunia, karena dampak yang ditimbulkannya sangat besar.

"Banyak kasus yang terjadi, salah satunya ketika pasien sudah minum antibiotik berkali-kali lipat atau dengan mengonsumsi obat keras namun masih tidak sembuh, bahkan berakhir kematian," jelasnya.

Begitupun di industri peternakan, dahulu sebelum Indonesia menerapkan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai growth promoter (AGP) masih bebas digunakan dan cenderung berlebihan dalam penggunaannya, bahkan tanpa resep. Hal tersebut menjadi perhatian pemerintah agar penggunaan antibiotik tidak lagi digunakan secara bebas di peternakan, namun harus dengan resep dokter hewan.

"Kalau dahulu antibiotik masih bebas digunakan sebagai AGP atau pemacu pertumbuhan. Namun dengan dijalankannya program pengendalian AMR ini pemerintah mulai mengkaji pelarangan penggunaan antibiotik sebagai AGP pada 2018, obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan di peternakan yang produknya dikonsumsi oleh manusia," ungkap Irawati.

Walau dalam pelaksanaanya belum berjalan dengan baik, ASOHI bersama para stakeholder dan asosiasi terkait pun menginisiasi pertemuan dengan pemerintah agar implementasi dari aturan AMR berjalan sesuai yang diharapkan. Hingga pada akhirnya terbit keputusan pemerintah tentang petunjuk penggunaan obat hewan dalam pakan dan peternakan melalui resep dokter hewan untuk kebutuhan terapi.

"Alhamdulillah sampai sekarang walau masih perlu perbaikan kita sudah berupaya menjalankan sesuai aturan yang berlaku. Semoga dari seminar ini kita dapat menambah wawasan untuk menghasilkan produk ternak yang aman dan sehat dikonsumsi manusia sehingga terhindar dari AMR," pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, turut menghadirkan pembicara di antaranya Guru Besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi Fakultas Farmasi UI Prof Amarila Malik, Senior Director of Government Engagement Fleming Fund Country Grant to Indonesia Dr Emil Agustiono, dan Ketua Tim Kerja Pengawasan Peredaran Obat Hewan Kelompok Substansi Pengawasan Obat Hewan Ditkeswan Drh Mario Lintang Pratama mewakili Direktur Kesehatan Hewan.

Adanya pelarangan beberapa penggunaan antimikroba sudah melalui beberapa tinjauan. Dijelaskan Mario Lintang bahwa tinjauan dari WHO salah satunya untuk golongan flouroquinolon diimbau untuk tidak digunakan karena berpotensi meningkatkan AMR.

"Tinjauan dari WHO ada beberapa kriteria sampai akhirnya diputuskan imbauan untuk tidak menggunakan golongan flouroquinolon, sebenarnya  sebagai bentuk peringatan. Mengikuti kesuksesan pelarangan colistin, pelarangan ini menjadi tinjauan yang sangat penting," katanya.

Kendati demikian, ada beberapa produk alternatif yang bisa digunakan. Seperti saat AGP dilarang, ada beberapa produk seperti accidifier, probiotik, dan lain sebagainya yang bisa digunakan.

"Walau belum sama seperti saat AGP digunakan, penggunaan alternatif dan perbaikan dalam pemeliharaan salah satunya dengan biosekuriti mampu memberikan hasil yang baik," tukasnya. (RBS)

FGD PENGENDALIAN RESISTANSI ANTIMIKROBA

Focus Group Discussion pengendalian resistansi antimikroba. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis (22/2/2024), berlangsung secara hybrid Focus Group Discussion (FGD) mengenai pengendalian resistansi antimikroba (AMR) untuk pengembangan kebijakan di bidang kesehatan hewan maupun kesehatan manusia.

Acara tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi kodefikasi pembiayaan kesehatan hewan dalam pengendalian AMR dan menyusun konsep untuk penguatan fakta beban AMR di sektor kesehatan dan sektor peternakan. Juga dibahas beragam studi kasus penanganan AMR di manusia dan hewan.

Seperti diketahui penggunaan antibiotik di sektor peternakan khususnya perunggasan memang cukup tinggi. Mengingat kasus penyakit yang terjadi di peternakan ayam cukup beragam seperti virus, bakteri, maupun parasit.

Menurut Gian Pertela dari Medion yang menjadi narasumber, dari data yang ia paparkan, serangan kasus bakterial di sektor peternakan menempati urutan cukup tinggi yakni sekitar 60%, sehingga membutuhkan antibiotik sebagai pengobatannya.

Adapun data 2023 dari Medion, bahwa tren penggunaan antibiotik cukup beragam, di antaranya antibiotik dari golongan trimethoprim-sulfadiazine, enrofloxacin, oxytetracycline, amoxicillin, erythromycin, doxycycline, ciprofloxacin, ampicillin, gentamycin, dan tetracycline.
 
“Kami sadari memang penggunaan antibiotik di industri peternakan itu tak terelakkan, namun kami tetap menjaga agar penggunaannya tepat dan bijak,” ujar Gian.

Penggunaan antibiotik memang memiliki dampak positif dengan memberikan kesehatan pada unggas dan memperbaiki performa unggas, namun dampak negatif dari resistansi yang ditimbulkan ataupun residu pada produk unggas, dan pencemaran lingkungan harus dihindarkan.

Oleh karena itu, sektor kesehatan hewan terus berupaya untuk melakukan intervensi penanganan AMR. Gian menjabarkan pihaknya memiliki 5R framework of antimicrobial stewardship, di antaranya Reduce, yakni dengan aktif memberikan edukasi dan pelatihan kepada peternak tentang manajemen pemeliharaan, kesehatan (vaksinasi), termasuk biosekuriti yang baik.

Replace, meningkatkan strategi non-antimikroba untuk pemacu pertumbuhan dan mencegah penyakit melalui pengembangan produk vaksin dan alternatif antibiotik.

Responsibility, memastikan kualitas obat melalui penerapan CPOHB, memastikan kualifikasi tim personel lapang dalam melakukan diagnosis penyakit dan penanganannya agar pemberian antibiotik dilakukan secara rasional, serta meningkatkan penggunaan DOC quality assassment dalam menentukan strategi pemberian antibiotik yang bijak dan tepat.

Refine, menyediakan layanan uji lab Antimicrobial Susceptibility Testing (AST) dalam penentuan antibiotik yang tepat untuk pengobatan, aktif memberikan edukasi soal bahaya AMR, dan meningkatkan penggunaan formularium antibiotik dalam pemilihan pengobatan guna mengurangi penggunaan HPCIA pada hewan ternak.

Review, melakukan pemantauan kasus AMR di peternakan, serta mengevaluasi dan mengembangkan intervensi pengendalian AMR melalui studi dan kolaborasi.

Sementara dari sisi pemeliharaan ternak, Didit Prigastono dari Japfa, mengungkapkan bahwa diperlukan manajemen pemeliharaan yang baik untuk optimalisasi genetik ayam menuju performa produksinya.

Kemudian penerapan biosekuriti untuk meminimalisir, mengurangi, mengendurkan, dan mencegah penyakit, serta melakukan vaksinasi untuk meningkatkan ketahanan spesifik terhadap patogen untuk kesehatan ternak yang optimal.

Dengan begitu diharapkan penggunaan antibiotik bisa dikurangi seminimal mungkin untuk mencegah kasus AMR semakin meluas, baik di kesehatan manusia maupun kesehatan hewan. 

Hal tersebut juga ditanggapi oleh salah satu peserta, yakni Baskoro Tri Caroko, selaku poultry consultant, bahwa seharusnya secara sederhana antibiotik jenis apa saja yang diperlukan untuk kepentingan maupun tidak pada kesehatan manusia, menjadi rekomendasi untuk bisa digunakan pada hewan ternak.

“Mohon itu bisa dikomunikasikan dengan baik ke Kementrian Pertanian khususnya Direktorat Kesehatan Hewan dan juga ASOHI, sehingga kami para dokter hewan perunggasan bisa membantu demi kepentingan kesehatan manusia. Dengan Good Management Practice di poultry farm dan antibiotik sederhana, kami dokter hewan perunggasan Insyaallah mampu menyediakan produk ayam dan telur yang aman, sehat, utuh, halal, dan bebas residu antibiotik,” tulisnya di kolom komentar. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer