-->

PROGRAM MBG MENJADI SOROTAN DALAM SEMINAR ASOHI

Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan yang diselenggarakan ASOHI. (Foto-foto: Dok. Infovet)

“Program MBG (Makan Bergizi Gratis): Angin Segar Bagi Industri Peternakan?” menjadi tema dalam Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan yang diselenggarakan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Rabu (20/11/2024), di Hotel Avenzel Cibubur.

"Dengan dana yang cukup besar dalam program MBG tersebut sekitar 71 triliun rupiah, tentu protein hewani yang dibutuhkan juga banyak. Saya rasa harapannya ini benar-benar menjadi angin segar bagi pelaku usaha, bukan hanya sekadar angin sepoi-sepoi saja terus lewat. Ini bisa meningkatkan bisnis peternakan kita," ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

Dengan meningkatkannya bisnis peternakan, lanjut Ira, tentu akan membawa dampak positif bagi bisnis obat hewan di Indonesia. Pasalnya, di tahun ini bisnis obat hewan mengalami kelesuan.

"Kalau industri peternakan membaik, tentu akan berdampak ke bisnis kita (obat hewan). Tahun ini bisnis cukup lesu, bisa bertahan saja sudah alhamdulilah. Semoga di 2025 ada titik cerah, diharapkan dengan program MBG bisnis peternakan semakin membaik yang tentunya akan berimbas kepada bisnis obat hewan," ucapnya.

Program MBG merupakan sebuah inisiatif yang bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi kepada kelompok yang membutuhkan, dengan fokus pada anak-anak atau kelompok rentan lainnya. Dalam program ini, makanan yang disediakan mengikuti standar gizi yang ditetapkan, di antaranya kebutuhan protein, vitamin, mineral, dan energi yang mencukupi.

Program MBG ditujukan untuk pelajar di sekolah-sekolah atau anak-anak dalam komunitas yang mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap makanan bergizi. Dengan menyediakan makanan yang sehat dan bergizi secara gratis, program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kelompok yang dilayani, serta membantu menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak bangsa

Dalam acara seminar tersebut, turut menghadirkan beragam pembicara andal di bidangnya, salah satunya pembicara tamu Dr Ir Tigor Pangaribuan MBA (Deputi Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional/BGN) dan para pemimpin asosiasi peternakan, di antaranya Ir Achmad Dawami (Ketua GPPU), Drh Desianto Budi Utomo (Ketua GPMT), Hidayatur Rohman SE MM (perwakilan Pinsar Indonesia), Ir Nuryanto SPt MBA (perwakilan HPDKI), Drh Nanang P. Subendro (Ketua PPSKI), Dr Sauland Sinaga (Ketua AMI), dan Drh Irawati Fari (Ketua ASOHI) yang masing-masing memberikan gambaran bisnis peternakan tahun ini dan prediksinya di tahun depan, serta dampak bagi industri peternakan dari hadirnya program MBG.

Para peserta seminar ASOHI.

Seminar juga dihadiri oleh para peternak/pengusaha peternakan, perusahaan pakan, pembibitan, obat hewan dan peralatan ternak, pelaku bisnis bahan baku pakan dan obat hewan, kalangan peneliti, akademisi peternakan dan kesehatan hewan, aparat pemerintah lingkup peternakan, pengurus asosiasi, konsultan, atase pertanian/perdagangan, hingga investor dan peminat bisnis peternakan.

“Diharapkan seminar ini menjadi referensi penting bagi kalangan pelaku usaha peternakan dalam menyusun rencana dan melakukan evaluasi bisnis. Selain itu, pemerintah juga bisa menerima berbagai masukan dari seminar ini sebagai salah satu referensi kebijakan di bidang peternakan,” kata Ketua Panitia, Rivo Ayudi Kurnia SPt. (RBS)

HADIRI! SEMINAR NASIONAL OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN 2025



Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) dengan bangga mengundang Anda untuk menghadiri Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2025 yang mengangkat tema “Program MBG (Makan Bergizi Gratis): Angin Segar Bagi Industri Peternakan?”

Program MBG adalah sebuah inisiatif yang bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi kepada kelompok yang membutuhkan, dengan fokus pada anak-anak atau kelompok rentan lainnya. Dalam program ini, makanan yang disediakan mengikuti standar gizi yang ditetapkan, di antaranya kebutuhan protein, vitamin, mineral, dan energi yang mencukupi.

Program MBG ditujukan untuk pelajar di sekolah-sekolah atau anak-anak dalam komunitas yang mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap makanan bergizi. Dengan menyediakan makanan yang sehat dan bergizi secara gratis, program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kelompok yang dilayani, serta membantu menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak bangsa.

Oleh karena itu, sub sektor peternakan diharapkan dapat berkontribusi besar dalam penyediaan protein asal hewani dan menjadi momentum yang sangat tepat. Namun apakah hal itu akan membawa angin segar bagi industri peternakan di Indonesia? Simak kelanjutannya dalam Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2025 “Program MBG (Makan Bergizi Gratis): Angin Segar Bagi Industri Peternakan?” yang akan terlaksana pada:

• Hari/Tanggal: Rabu, 20 November 2024
• Lokasi: Hotel Avenzel Cibubur, Jawa Barat
• Biaya: Rp 800.000/orang (Bank Mandiri Cabang Pasar Minggu Pejaten 126.0098041451 a.n. ASOHI)

Narasumber:
• Dr. Drs. Nyoto Swignyo, M.M. (Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional)*
• Ketua Umum/Perwakilan dari GPPU, GPMT, PINSAR INDONESIA, AMI, PPSKI, HPDKI, dan ASOHI

Moderator: ASOHI

Keterangan: (*) dalam konfirmasi

Klik link pendaftaran: https://bit.ly/SBP_2025
atau hubungi GITA EO: Ibu Aida (0818-0659-7525)


Kami tunggu kehadiran Anda!

KALENDER BISNIS PETERNAKAN 2024 TAMPILKAN DATA BISNIS DAN AGENDA INTERNASIONAL

Iakarta, MajalahInfovet.comMajalah Infovet kembali menerbitkan Kalender Bisnis Peternakan (KBP) yang beredar luas di kalangan dunia usaha dan pemerintahan bidang peternakan dan kesehatan hewan. Kalender meja ini terasa istimewa karena menampilkan data bisnis terbaru serta kalender kegiatan nasional dan internasional. Data bisnis yang ditampilkan antara lain data kinerja bisnis peternakan tahun ini (2023) dan prediksi bisnis peternakan tahun depan (2024). 

Adapun kalender kegiatan antara lain pameran internasional (Indolivestock Expo, International Production & Processing Expo/IPPE-Atlanta dan lain-lain), seminar internasional di berbagai negara, serta hari-hari besar peternakan, misalnya Hari Ayam dan telur , World Egg Day, Hari Susu Nusantara, Hari Rabies  serta hari penting lainnya, termasuk ulang tahun asosiasi peternakan. Tentu saja hari besar nasional juga ditampilkan sebagaimana kalender umum.

Beberapa pelaku bisnis dan pimpinan lembaga pemerintah merespon positif adanya kalender ini karena memudahkan mereka dalam mengagendakan kegiatan sesuai bidang kerjanya.

Penasaran? Silakan klik https://anyflip.com/vmkqs/gihb/ , usap ke kiri/kanan utk pindah halaman. Bisa juga klik di bawah ini:


 

AGAR BISNIS PERUNGGASAN STABIL DAN BERDAULAT, INI SOLUSINYA


Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan dengan kualitas gizi yang baik, memperhatikan budaya dan potensi kearifan lokal, membangun sistem pertanian dan pangan dengan kemandirian bukan ketergantungan, prinsip diversifikasi menggunakan produksi dari dalam negeri, menerapkan pola pertanian sistem kekeluargaan, berlandaskan prinsip kebersamaan yang berkeadilan sosial, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.

Setelah menyimak pemaparan yang disampaikan oleh Peneliti Ahli Muda PR Peternakan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Diana Andrianita Kusumaningrum, dalam webinar yang diselenggarakan BRIN, Selasa (28/11), dengan judul “Assessing the Impact of COVID-19 Pandemic on Small-Holder Poultry Farm Business”. Ketika diberi kesempatan dialog interaktif, maka BTC sebagai seorang praktisi, poultry technical consultant, dan juga pengamat bisnis perunggasan, memberikan tanggapannya.

Agar bisnis perunggasan bisa kembali bangkit dari kelumpuhan, lebih stabil, dan berdaulat di masa mendatang, pemerintah harus mencarikan solusi dan peneliti BRIN berpikir lebih serius lagi untuk melakukan… Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Majalah Infovet:


Agar tidak ketinggalan info konten terbaru, silakan kunjungi:
Subscribe, Like, dan Share. Anda juga bisa memberi komentar dan usulan konten lainnya di kolom komentar.

SUKSES MEMBANGUN BISNIS TERNAK DENGAN MEDIA SOSIAL

Membuat konten peternakan bisa menjadi cara untuk menggaet pelanggan. (Foto: Istimewa)

Internet sudah terjangkau oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Bisa dikatakan hampir semua orang mempunyai handphone, sehingga setiap hari akses internet berada dalam genggaman. Salah satu yang paling banyak diakses masyarakat adalah media sosial.

Masyarakat adalah konsumen, salah satu yang mereka konsumsi adalah produk-produk peternakan. Dengan adanya media sosial maka perilaku konsumen pun mengalami perubahan, tak terkecuali konsumen produk peternakan, yang mau tak mau harus diadaptasi para pelaku usaha peternakan.

“Yang saya sampaikan sebenarnya lebih ke kaidah dasar yang saya pakai dalam membangun media sosial di Kandank Oewang,” kata Muhammad Tanfidzul Khoiri, pemilik peternakan domba dan kambing Kandank Oewang, saat menjadi pemateri webinar “Kiat Sukses Membangun Bisnis Ternak dengan Social Media” yang diselenggarakan MAFMastore, Pusat Pendidikan Pertanian.

Mengapa Social Media Marketing Penting
Diungkapkan Khoiri, salah satu guru digital marketingnya adalah Subiakto Priosoedarsono (Pak Bi), praktisi branding yang berpengalaman sukses menangani branding produk dari perusahaan-perusahaan ternama.

“Pesan beliau adalah zaman sekarang konsumen itu mengonsumsi konten terlebih dahulu sebelum mengonsumsi produk. Jadi orang lihat dulu review-nya, spek barangnya seperti apa, spek peternakannya seperti apa sebelum mereka memutuskan untuk membeli produk kita atau misalnya join dalam bisnis kita,” terang Khoiri.

“Konten dibuat untuk merekam jejak digital agar jika konsumen melakukan pencarian di internet atau mencari di media sosial, mereka bertemu dengan record dari brand kita.” Sedangkan yang membuat orang melakukan pembelian adalah value. Yaitu nilai atau keunggulan sebuah produk dibandingkan dengan produk lain.

Tidak Sekadar Posting
Bagaimana memanfaatkan media sosial sehingga view-nya bisa dikonversi menjadi profit? Membangun bisnis peternakan di media sosial tidak sekadar dengan rutin upload atau posting. Pertama-tama harus memahami dulu tiga kondisi calon pelanggan.

Cold market adalah calon pelanggan yang masih dingin, belum mengenal produk yang dipasarkan bisa menjadi solusi permasalahan mereka. Bahkan di antara mereka ada yang belum sadar bahwa mereka memiliki masalah. Karena itu perlu diedukasi melalui konten yang menunjukkan bahwa mereka mempunyai masalah dan produk yang dijual adalah solusi dari masalahnya.

Setelah calon customer mulai mengonsumsi konten yang dibuat artinya mereka berubah menjadi warm market. Cirinya adalah mereka sudah mulai tertarik dengan produknya, seperti menanyakan harga, follow akun media sosial, tanya tentang produknya, dan sebagainya. Sehingga nantinya siap untuk dilakukan proses selling atau closing.

Setelah calon customer membeli produknya berarti mereka sudah menjadi customer dan masuk ke fase hot market. Di fase ini customer lebih mudah untuk ditawari lagi agar melakukan repeat order.

Customer Behavior dan Customer Journey
Kebiasaan pelanggan dalam membeli produk harus dipahami. “Di Kandank Oewang rata-rata setelah mereka lihat konten akan tanya ke CS minimal tanya harga. Biasanya mereka melakukan video call kalau pembeliannya full online, untuk melihat penimbangan berat badan dan sebagainya baru mereka memutuskan membeli. Atau mereka kita undang untuk datang ke kandang dan mereka pilih secara langsung ternak yang mau dibeli,” kata Khoiri.

Setiap produk akan berbeda-beda kebiasaan customer-nya. Khoiri menambahkan, contoh sebelum customer bergabung ke program pelatihan beternak Kandank Oewang mereka rata-rata mengonsumi dahulu konten-konten edukasi peternakan yang dibagikan oleh Kandank Oewang.

Costumer journey juga perlu dipahami. Bagaimana alur perjalanan konsumen mulai dari edukasi sampai dengan mereka membeli juga layanan purna jualnya. Alur tersebut harus dibuat semudah dan senyaman mungkin untuk customer. Semua itu perlu diriset dan riset dilakukan berkala mengikuti perkembangan pasar yang dapat berubah dengan cepat.

Menyampaikan Value Produk
Value adalah nilai atau keunggulan produk dibanding dengan produk sejenis yang ada di pasaran. Value harus jelas dan value inilah yang harus disampaikan agar orang mengenal dan aware terhadap produk yang dijual.

Cara menyampaikan value kepada calon customer bisa menggunakan PESO model yaitu paid, earned, shared, dan owned.

Paid ini berbayar, Kandank Oewang juga melakukan iklan berbayar terutama melalui Google ads, Facebook ads, dan Instagram ads,” jelas Khoiri. “Juga pada platform yang lain, bisa juga menggunakan jasa influencer atau kolaborasi dengan kanal-kanal YouTube yang mempunyai follower atau subscriber besar.”

Earned adalah publikasi yang diperoleh dari pihak lain, misalnya diliput pihak lain dan ditampilkan di website atau media sosial pihak tersebut. Shared adalah publikasi yang diperoleh karena referral, misalnya konten viral karena banyak dibagikan oleh orang-orang. Owned adalah publikasi pada media yang dikelola sendiri, misalnya pada akun-akun media sosial milik sendiri.

Tes dan Evaluasi
Cara mendapatkan trafik yang bagus dan berkualitas dari media sosial adalah dengan melakukan tes dan evaluasi. Dari antara konten yang dibuat dievaluasi mana yang disukai oleh customer, mana yang viral, mana yang menghasilkan konversi penjualan. Lalu dijadikan patokan untuk membuat konten-konten berikutnya yang lebih baik.

Konten adalah kunci, makanan utama follower yang merupakan calon buyer adalah konten. Jika media sosial kita terus dipenuhi konten yang bagus dan relevan dengan follower maka akan berkembang menjadi besar.

Khoiri mencontohkan salah satu konten Kandank Oewang yang viral yaitu konten edukasi bagaimana beternak tanpa harus ngarit setiap hari. Konten tersebut disisipi iklan penjualan mesin, pakan silase, dan menghasilkan konversi penjualan yang bagus.

Dalam membuat konten bisa menggunakan berbagai tema atau sudut pandang seperti edukasi, humor, motivasi, promo/diskon, review, dan lainnya. Konten tema edukasi sendiri menjadi andalan Kandank Oewang. Misal bagaimana cara membuat pakan, cara merawat ternak yang bagus, cara mengobati ternak atau memberikan pertolongan pertama pada ternak. Konten-konten edukasi tersebut biasanya sangat disukai audiens Kandank Oewang.

“Konten yang terkait dengan fitur misalnya review domba Kandank Oewang, apa bedanya dengan domba dari peternakan lain? Misalnya kami pakai jenis Dombos, sudah dicukur, kegemukannya minimal level tiga, sudah dikawinkan dengan pejantan unggulan, sudah divaksin,” jelasnya.

Untuk meningkatkan konversi, setiap konten wajib memiliki call to action. Fungsinya untuk mengarahkan orang setelah melihat konten harus melakukan apa. Misalnya menghubungi nomor tertentu jika ingin membeli, ajakan untuk follow akun medsos, atau klik link website.

Call to action membuat peluang seseorang untuk membeli menjadi lebih tinggi. Sebaiknya dibuat sederhana sehingga tidak menyulitkan calon customer. Selain itu, Khoiri juga menyarankan reprofiling data customer.

“Kira-kira yang sering beli itu model-model orangnya seperti apa. Misalnya pensiunan yang butuh usaha, atau sudah beternak tapi butuh alat-alat dan sebagainya, itu kita data. Nanti kita tinggal mencari orang-orang dengan profil seperti ini berkumpulnya biasanya di mana dan di situlah kita akan berjualan,” tukasnya. (NDV)

OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN ASOHI: HADAPI DINAMIKA DAN PERCEPATAN PEMULIHAN

Webinar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2021. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Bersama Menghadapi Dinamika dan Percepatan Pemulihan” menjadi tema Webinar Nasional Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Outlook Bisnis Peternakan 2021, Kamis (16/12), yang dihadiri sekitar 170 orang peserta. Acara tahunan ini kembali menghadirkan para ketua asosiasi bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam membahas potret dan peluang bisnis di masa mendatang.

Terkait tema webinar, Ketua Panitia, Drh Harris Priyadi, mengatakan pihaknya bermaksud mengembalikan esensi kebersamaan para stakeholder peternakan, mengingat disrupsi dan tantangan yang sedang terjadi.

“Kita semua ingin dan harus  mengusahakan lalu mendapati situasi lebih baik di depan kita semua. Ada quotes yang mengatakan ‘Our better future is not something we just to wait, but it is something for us together to create’, artinya kita tidak bisa berdiam diri saja untuk melakukan perubahan, tapi kita harus menciptakannya secara bersama-sama,” ucapnya.

Sementara Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari, menambahkan bahwa di 2022 mendatang terdapat titik cerah untuk bisa melakukan pemulihan dalam bisnis peternakan dan kesehatan hewan.

“Dengan melihat situasi saat ini yang semakin membaik, mudah-mudahan memasuki tahun 2022 kita masuk dalam masa pemulihan. Untuk itu tema webinar yang dipilih tahun ini sangat bagus dan memotivasi kita, serta ini mengandung makna bahwa semua stakeholder peternakan harus bersama-sama dalam menghadapi berbagai dinamika dan berupaya melakukan percepatan pemulihan,” ujar Irawati.

Ia juga menambahkan, “Melalui webinar ini kita dapat merekam opini masyarakat yang diwakili asosiasi untuk menjadi masukan kepada pemerintah dan diharapkan ada tindak lanjutnya.”

(Dari atas kiri): Ketua Panitia Harris Priyadi, Ketua Umum ASOHI Irawati Fari, Kasatgas Pangan Polri Irjen Pol. Helmy Santika dan Dirkeswan Nuryani Zainuddin. (Foto: Infovet/Ridwan)

Hal senada juga disampaikan Kasatgas Pangan Polri, Irjen Pol. Helmy Santika dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili Direktur Kesehatan Hewan, Drh Nuryani Zainuddin, yang berharap webinar ini menjadi bekal dalam menghadapi dinamika sektor peternakan di masa sekarang dan yang akan datang, serta memberikan manfaat dalam membangun sektor peternakan dan kesehatan hewan.

(Dari atas kiri): Narasumber Ketua GPPU Achmad Dawami, Wakil Ketua Pinsar Eddy Wahyudin, Ketua HPDKI Yudi Guntara, Ketua GPMT Desianto B. Utomo, Ketua PPSKI Nanang P. Subendro dan Ketua AMI Sauland Sinaga.

Webinar yang dimulai sejak pukul 08:00 WIB menghadirkan pembicara tamu Equity Research Analyst BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano, serta pembicara dari Ketua GPPU Achmad Dawami, Ketua GPMT Desianto B. Utomo, Wakil Ketua Pinsar Eddy Wahyudin, Ketua PPSKI Nanang Purus Subendro, Ketua HPDKI Yudi Guntara Noor, Ketua AMI Sauland Sinaga dan Ketua ASOHI Irawati Fari. (RBS)

CJ PIA KONSISTEN JADI EKSPORTIR TELUR KE MYANMAR


Tasyakuran CJ PIA di Sukabumi (19/11)

PT CJ PIA salah satu pemain besar sektor perunggasan Indonesia kembali mengekspor telur tetasnya ke Myanmar. Hal ini diungkapkan oleh Fendi Sabara selaku General Manager Produksi CJ PIA di Sukabumi pada acara tasyakuran yang berlangsung pada Jumat (19/11) yang lalu. Fendi juga mengatakan bahwa ekspor telur ke Myanmar merupakan salah satu upaya CJ PIA dalam mendukung program pemerintah yakni Gerakan Tiga Kali Ekspor Pertanian (GRATIEKS).

“Kami bersyukur ini adalah kali kedua kami bisa mengekspor telur tetas ke Myanmar, ini adalah suatu kebanggaan bagi kami. Semoga kami bisa konsisten mengharumkan nama bangsa,” tutur Fendi.

Sebanyak 58.600 butir telur tetas Parent Stock senilai 3 Milyar Rupiah akan diberangkatkan ke Myanmar pada Selasa 22 November 2021 nanti. Fendi juga mengatakan bahwa kini selain Myanmar CJ PIA sedang mencoba menjajaki produknya ke beberapa Negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Vietnam.

Di tempat yang sama Mr Seo Kyung Suk Wakil Presiden CJ PIA dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas kerja keras timnya yang luar biasa. Ia juga tak hentinya mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada pemerintah daerah setempat yang membantu proses kelancaran ekspor ke Myanmar.

“Kami akan berusaha lebih baik lagi, dan ini adalah suatu pekerjaan yang luar biasa. Semoga kami dapat konsisten dengan ini,” kata Mr Seo ketika ditemui Infovet.

Dalam kesempatan yang sama Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, Dedah Herlina mengungkapkan apresiasi yang setinggi - tingginya kepada PT CJ PIA atas ekspor yang telah dilakukan untuk kedua kalinya. Ia juga berkomitmen untuk menjadi mitra yang baik bagi seluruh stakeholder peternakan di kawasan Sukabumi.

“CJ PIA ini memang membanggakan, mereka selain aktif menyukseskan program pemerintah juga aktif dalam CSR. Kami berterima kasih kepada CJ PIA yang juga banyak membantu program Pemda dalam pemberantasan stunting pada balita di kawasan Sukabumi melalui CSR-nya. Semoga CJ PIA selalu sukses dan dapat memberikan manfaat bagi warga,” papar Dedah.

HOG CHOLERA MENYERANG, PULUHAN BABI JADI KORBAN

Hog Cholera, penyakit yang mematikan pada babi


Nasib naas menghampiri  puluhan ekor babi yang mati di Kabupaten Tapanuli utara, Sumatera Utara. Penyebab kematian diduga adalah virus Hog Cholera. Kabid Peternakan Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Tapanuli Utara, Ronny A. Hutasoit, menyatakan penyakit tersebut menyerang babi di Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Siatas Barita.

"Dari pemeriksaan, gejala yang muncul indikasinya mengarah ke penyakit hog cholera. Kami masih menunggu hasil uji laboratorium dari Medan," kata Hutasoit, Selasa (15/10/2019). Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah babi yang mati akibat virus ini sudah lebih dari 50 ekor di dua kecamatan tersebut. Namun jumlah pasti kini masih dalam proses pendataan.

"Petugas perkecamatan masih mendata jumlah yang mati per desa," kata Hutasoit. Terkait dengan masalah ini, kata Hutasoit, pihaknya sudah melakukan penanganan di lapangan, yaitu melakukan tindakan pengobatan di lokasi ternak yang sakit serta antisipasi di daerah yang masih aman dengan vaksinasi. Diketahui kasus babi yang mati mendadak juga terjadi di Kabupaten Dairi dan Humbang Hasundutan. Diduga kasus ini juga dipicu penyakit yang sama. (CR)


Mengukur Lembaga Pembiayaan di Bidang Peternakan

Peserta dan narasumber seminar nasional yang digelar ISPI. (Foto: Dok. ISPI)

Terhitung hingga 31 Oktober 2018 lalu, tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi dan jasa-jasa) sebesar Rp 49,85 triliun (43,9% dari total realisasi KUR 2018 sebesar Rp 113,6 triliun) lebih tinggi dibandingkan realisasi KUR 2017 (Rp 96,7 triliun).

Adapun realisasi KUR sub sektor peternakan sampai 31 Oktober 2018 juga memberikan gambaran cukup menggembirakan, yaitu sebesar Rp 4,23 triliun, mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan realisasi pada 2017 (Rp 2,02 triliun).

Agus Sunaryo, Vice President Divisi Bisnis Kecil dan Kemitraan BRI, menyampaikan hal itu dalam Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) ke XII di Malang, Jawa Timur. Acara yang bertema “Konsolidasi Sarjana Peternakan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Asal Ternak” berlangsung tiga hari di kampus Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.

Dalam paparannya, Agus mengatakan, BRI telah menyalurkan KUR sektor peternakan dari 2016 dengan total sebesar Rp 16,5 triliun kepada lebih dari 800 ribu debitur. Selain KUR untuk pembiayaan sub sektor peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) juga bersinergi dengan BUMN dalam pemanfaatan PKBL BUMN. Sampai November 2018 telah realisasi sebesar Rp 20,16 milliar dengan rincian realisasi dari perusahaan Sucofindo Rp 16,56 milliar, Pelindo III  Rp 1,7 milliar, Jasindo Rp 1 milliar dan KAI Rp 900 juta.

Direktur Sumber Daya dan Pengembangan Bisnis PT Sucofindo (Persero), Rozainbahri Noor, menyampaikan bahwa sebesar 55% dari total keseluruhan PKBL Sucofindo disalurkan untuk sub sektor peternakan.

Dalam hal memitigasi resiko usaha peternakan, Kementerian Pertanian telah menerapkan adanya Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) melalui pemberian bantuan premi sebesar 80% dari beban premi sebesar 2% terhadap nilai pertanggungan (10 juta) bagi sapi betina.

Sampai saat ini realisasi AUTS sudah mencapai 224.044 ekor sejak pertengahan 2016. Heru Fahmi Irawan dari PT Jasindo Kantor Cabang Malang, yang juga hadir dalam acara menyampaikan, AUTS memberikan ganti rugi yang dapat menjadi modal kembali apabila terjadi gagal panen/ternak mati. (AS)

Digitalisasi Peternakan di Era Industri 4.0

Platform digital Ternaknesia. 

Deputi Kerja Sama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibjo mengapresiasi upaya digitalisasi bidang peternakan yang dilakukan ketiga perusahaan diantaranya Ternaknesia, Karapan, dan SmarTernak.

Wisnu bahkan menyebut ketiganya sebagai pionir digitalisasi dalam sektor peternakan. Menurutnya, digitalisasi ekonomi bisa memberikan nilai tambah kepada sistem peternakan  tradisional.

BKPM memperkirakan ada lebih dari Rp 30 triliun investasi akan masuk lewat digitalisasi ekonomi, terutama yang mengarah pada perangkat aplikasi dan sumber daya manusia. Meski begitu, dia belum dapat merinci  seberapa besar  investasi yang terserap khusus untuk sektor peternakan berbasis digital.

Agribisnis merupakan investasi menarik bagi para pemain asing. Namun, pemerintah masih belum akan memberlakukan aturan ketat bagi penanaman modal pada sektor digital. "Kita buka pintu selebar-lebarnya untuk tahu siklus bisnisnya seperti apa, sehingga kita bisa beradaptasi," kata Wisnu di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Pengamat Pertanian Universitas Padjadjaran Rochadi Tawaf menyatakan industri 4.0 adalah wajah baru pada sektor peternakan Indonesia. Era digital pun mengharuskan peternak rakyat turut serta dalam perkembangan zaman, jika tak mau tertinggal oleh perusahaan besar yang terus berinovasi dengan teknologi.

Rochadi menyebutkan ada 4 kewajiban peternak rakyat untuk bertahan di era bisnis digital. Pertama, infrastruktur informasi dan teknologi dalam bentuk jaringan internet. Kedua, klasterisasi wilayah sesuai spesialisasi dalam peternakan sapi seperti pembagian pembibitan, penggemukan, pemotongan, atau penghasil susu.

Ketiga, penggunaan teknologi finansial sebagai inovasi dalam akses permodalan. Terakhir, jejaring bisnis lewat sistem aplikasi. "Efisiensi bisa tercapai dalam transportasi, logistik, komunikasi, serta produksi lewat jejaring," ujar Rochadi.

Dia menjelaskan, disrupsi teknologi akan memaksa para peternak rakyat di perdesaan untuk beradaptasi. Pemerintah harus terus mendukung masyarakat supaya memiliki daya saing dengan penyediaan infrastruktur dan kebutuhan untuk menuju digitalisasi. Salah satu program yang disorot adalah Desa Model Digital sesuai Program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. (Sumber: katadata.co.id)










Masih ada Jalan Menghadapi Ancaman Impor




“Daging Impor Asal Brazil akan Gempur Pasar Indonesia”, demikian sebuah judul artikel di sebuah media cetak nasional awal Mei lalu yang beredar di kalangan usaha dan stakeholder peternakan. Judul artikel ini menjadi bahan perbincangan hangat karena pembaca tergiring ke arah opini bahwa sebentar lagi mimpi buruk masuknya daging ayam Brazil akan menjadi kenyataan.

Beberapa grup media sosial mendiskusikan topik ini. Ada yang menuduh pemerintah  (Kementan dengan Kemendag) tidak kompak, ada yang menganggap pemerintah tidak lihai berdiplomasi di WTO, ada juga yang menuduh pemerintah sengaja membuka impor untuk tujuan tertentu, ada pula yang menginformasikan bahwa pemerintah sudah berusaha optimal menghambat masuknya impor daging ayam asal Brazil.

Untunglah di tengah kesimpang-siuran informasi ini, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Drh I Ketut Diarmita, segera menyebarkan rilis berita yang menegaskan bahwa saat ini Indonesia tidak akan melakukan impor daging ayam dari Brazil.

Dirjen PKH bukan hanya menyatakan tidak berniat melakukan impor, namun juga menjelaskan beberapa langkah yang telah dilakukan sebagai langkah nyata “pembelaan” terhadap perunggasan nasional.

Langkah yang dijelaskan Ketut antara lain bahwa tanggal 12 Februari 2018 telah dilakukan pertemuan antara Menteri Pertanian RI dengan Tim Kementerian Pertanian Brazil untuk membicarakan peluang peningkatan hubungan bilateral khususnya di sektor pertanian dan peternakan melalui kerangka kerjasama Kemitraan Strategis RI-Brazil.
Pertemuan tersebut menghasilkan setidaknya tiga kesepakatan. Pertama, Menteri Pertanian RI menyetujui masuknya daging sapi Brazil ke Indonesia dan Tim Kementerian Pertanian Brazil menyetujui untuk tidak memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia sudah oversupply daging ayam bahkan sudah melakukan ekspor ke Jepang, Timor Leste, Papua New Guinea dan sedang dalam penjajakan ekspor ke Negara-negara Asia lainnya dan Timur Tengah.

Kedua, menjaga hubungan baik kedua negara melalui kerjasama peningkatan SDM Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ketiga, Tim Kementerian Pertanian Brazil juga akan mendorong pelaku usaha di Brazil untuk melakukan investasi breeding farm dan usaha peternakan sapi di Indonesia.

Jelaslah, bahwa pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sejatinya tidak tinggal diam untuk menjaga “kedaulatan” perunggasan nasional. Sebelum heboh berita daging Brazil akan gempur Indonesia, Infovet juga sempat mengikuti diskusi dengan Dirjen PKH untuk meminta masukkan pemangku kepentingan perunggasan perihal langkah-langkah apa saja yang diperlukan untuk menjaga agar daging ayam Brazil tidak masuk atau setidaknya “tidak segera” masuk ke negeri kita.
Dalam diskusi itu antara lain perlunya peningkatan ekspor produk perunggasan. “Janganlah ekspor itu hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Ekspor itu kan investasi membangun jaringan bisnis internasional untuk jangka panjang,” ujar Dirjen dalam sebuah forum.

Dirjen PKH berpendapat, ekspor adalah salah satu senjata untuk berdiplomasi agar negara lain, termasuk Brazil, tidak dengan mudah masuk ke Indonesia. Undang-undang kita mengamanatkan bisa impor jika kita kekurangan. “Kalau kita oversupply, buat apa impor,” tegas Ketut.

Siasat ini tampaknya cukup ampuh untuk melakukan negosiasi dengan Brazil. Buktinya pertemuan Tim Mentan dengan Tim Brazil menyepakati bahwa Brazil tidak memasukkan daging ayam ke Indonesia.

Namun tetap perlu diwaspadai, Brazil tentu masih berusaha memasukkan daging ayam ke Indonesia, karena bagi Brazil, pasar Indonesia sangat menggiurkan. Indonesia adalah pasar raksasa berjumlah 250 juta konsumen dengan pendapatan yang terus tumbuh.

Ketua Gabungan Organisasi Peternakan Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan mengatakan, harga ayam Brazil sangat murah karena “Negeri Samba tersebut adalah salah satu produsen jagung di dunia. Harga jagung di Brazil paling mahal Rp 2.200 sedangkan di Indonesia Rp 4.000 bahkan lebih, kalau paceklik bisa Rp 5.000. Dengan harga jagung 50% lebih murah dari harga jagung Indonesia, harga pakan di Brazil menjadi lebih murah.

Dengan pernyataan Ketua Umum GOPAN tersebut, kita lihat, ada satu jurus lagi untuk menangkal masuknya daging ayam asal Brazil, yaitu meningkatkan efisiensi usaha perunggasan. Indonesia dan Brazil adalah negara dengan banyak persamaan. 

Perbedaannya adalah di negara tersebut harga jagung sangat murah. Apakah karena petani mendapat subsidi, atau karena pemerintah menyediakan lahan penanaman jagung secara gratis atau teknologinya lebih bagus. Ini perlu dipelajari dengan cermat.

Jika benar, faktor utamanya adalah harga jagung, kini saatnya pemerintah melakukan langkah pengembangan jagung yang efisien. Sekarang ini Indonesia berhasil menyetop impor jagung, namun kalangan usaha peternakan mengeluh, swasembada jagung menyebabkan biaya produksi unggas meningkat akibat harga jagung lokal mahal.

Dengan harga ayam yang relatif tinggi dibanding Brazil, pemerintah juga berupaya menangkal impor dengan menerapkan syarat  Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang penyembelihan halal pada unggas, yang mempersyaratkan pemotongan ayam harus dilakukan secara manual satu per satu oleh juru sembelih (tukang potong).

Bagaimana jika persyaratan halal yang cukup ketat bisa dipenuhi Brazil dengan harga yang tetap lebih murah? Inilah tantangan yang harus dipikirkan lebih lanjut.

Jual-beli memang tidak sekedar harga murah. Ada unsur kualitas, ada juga soal keamanan dan kenyamaman batin konsumen. Namun, harga yang berdaya saing tetaplah penting.

Sambil berupaya usaha perunggasan makin efisien, masih ada jurus lain yang perlu dijalankan segera, misalnya kampanye cinta produk Indonesia, kampanye daging segar sehat, inovasi produk olahan dan sebagainya.

Namun tak usah takut dengan Brazil jika kita terus berusaha menciptakan keunggulan. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi Juni 2018

Indeks Obat Hewan versi Online

Kabar gembira untuk Anda. Menyambut usulan dan saran para pembaca, buku Indeks Obat Hewan Indonesia (IOHI) kini terbit dalam versi online. Dengan versi online ini data obat hewan akan terupdate setiap ada produk baru yang terdaftar di Ditjen Peternakan & Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Buku IOHI merupakan satu-satunya buku yang menyajikan daftar obat hewan yang telah mempunyai nomor registrasi dari Kementan, daftar alamat produsen/importir/distributor obat hewan, daftar withdrawal time (waktu henti) obat hewan, disertai data instansi pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian dan instansi lain yang terkait obat hewan.

Bagaimana cara mengaksesnya IOHI versi online?

1. Bagi Anda yang sudah order dan membayar di muka pembelian buku IOHI versi cetak, anda tinggal konfirmasi untuk meminta username dan pasword. Dengan pasword yang Anda pegang, Anda tinggal klik untuk mencari produk yang dibutuhkan sesuai kategori produk obat hewan. Password tersebut berlaku sampai buku edisi cetak sudah terbit.

2. Bagi Anda yang hanya membutuhkan data indeks obat hewan versi online, Anda cukup membayar 150.000 untuk mengakses IOHI selama setahun. (ini harga promo, harga normalnya Rp. 300.000)

3. Bagi anda yang butuh akses IOHI versi online selama setahun sekalgus  buku IOHI edisi cetak, cukup membayar 300.000 (belum termasuk ongkos kirim).

Berikut ini perbedaan IOHI versi online dengan versi cetak:
- Edisi cetak terbit 2 tahun sekali, artinya update data hanya 2 tahun sekali.
- Edisi online diupdate setiap ada produk baru yang terdaftar di Kementan atau ada produk yang dicabut no registrasinya.

IOHI edisi online bisa dibuka di www.indeksobathewanindonesia.com, menampilkan data obat hewan sesuai dengan pembagian kategori yang ada di IOHI versi cetak. Jika membaca IOHI versi online, Anda bisa print out sesuai kebutuhan.

Pembayaran melalui :
Bank Mandiri
No rek. 126.000 207 4119 
a/n PT Gallus Indonesia Utama

Jika ada yang kurang jelas atau mau langsung order silakan telp/wa ke  08568800752 (Wawan) dan 08561555433 (Aris) 

Gratis, E-Kalender Bisnis Peternakan 2018

Kalender Bisnis Peternakan (KBP) adalah kalender khusus untuk memberikan informasi tanggal-tanggal penting di bidang peternakan dan kesehatan hewan, baik kegiatan nasional, regional maupun international antara lain pameran internasional VIV, SIMA dll), seminar , hari-hari besar di bidang peternakan dan kesehatan hewan dan lain-lain.

KBP dilengkapi dengan data bisnis peternakan terbaru, antara lain populasi ternak, produksi pakan, kebutuhan jagung nasional, peluang pasar hasil ternak dunia, animal health market (farmasetik, biologik, premiks) dan lain-lain.
Dapatkan,hanya dengan mengirimkan email ke marketing.infovet@gmail.com dengan subject: KBP 2018

POTRET BISNIS PETERNAKAN 2017 DAN PREDIKSI 2018 (Opini Prof. Muladno)

Selama 2017 dan mungkin masih dilanjutkan pada 2018, ada dua program nasional di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang terkait langsung dengan pembangunan binis dan industri peternakan secara umum. Program pertama adalah Siwab (Sapi Indukan Wajib Bunting) dan program kedua adalah Awam (Ayam Wajib Mati). Dalam upaya meningkatkan populasi sapi pedaging di Indonesia, diperkirakan 3 juta ekor sapi indukan wajib bunting. Sebaliknya untuk ayam ras pedaging, diperkirakan 6 juta ekor DOC per minggu wajib mati dalam dua bulan ini (November dan Desember 2017) untuk mengurangi populasi ayam dewasa agar harganya terangkat naik.
Kedua program nasional tersebut memerlukan biaya tidak kecil. Untuk sapi, ada alokasi anggaran sekitar satu trilyun rupiah dari pemerintah. Sebaliknya untuk ayam, dengan asumsi harga Rp 4.000 per DOC perusahaan membuang aset senilai sekitar Rp 192 milyar rupiah. Pemerintah dalam hal ini hanya menyediakan anggaran untuk kegiatan pengawasan pemusnahan 48 juta ekor DOC selama kurun waktu dua bulan tersebut. Dua program itu didedikasikan untuk kepentingan peternak kecil.
Mengherankan memang dan sekaligus mengejutkan. Selama 72 tahun Indonesia merdeka, puluhan trilyun rupiah anggaran negara telah dikuras untuk pembangunan peternakan sapi di Indonesia tetapi sampai 2017 masih berstatus “kekurangan populasi sapi dan dagingnya”. Impor daging kerbau dari India hingga saat ini merupakan salah satu cara pemerintah menurunkan harga daging walaupun ternyata tidak turun harganya.
Sebaliknya sejak Indonesia merdeka sampai hari ini, bisa dikatakan hampir tidak ada anggaran negara digunakan untuk pembangunan peternakan ayam ras pedaging tetapi sampai 2017 berstatus “kebanyakan populasi ayam” sehingga harga ayam hidup lebih murah dari harga pokok produksi.
Potret bisnis peternakan pada sapi dan ayam pada 2017 juga makin kelam ketika KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha) menuduh belasan perusahaan penggemukan sapi dan belasan perusahaan pembibitan ayam melakukan praktek kartel dengan denda rata-rata milyaran rupiah per perusahaan. Hingga saat ini para pemilik perusahaan masih melakukan upaya banding dan berita terkini memastikan bahwa pengadilan negeri menganulir keputusan KPPU, sehingga perusahaan pembibitan ayam tidak melakukan praktek kartel.
Kisruh tentang tuduhan KPPU tersebut merupakan rentetan kejadian intervensi pemerintah yang berniat menata industri perunggasan dan persapian. Niatnya baik tetapi instansi pemerintah lainnya justru menghambat niat baik tersebut. Tampaknya tak ada konsolidasi yang baik diantara instansi pemerintah dalam menelurkan kebijakan. Pada unggas, kesepakatan untuk afkir dini ayam indukan atas perintah Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), dianggap kegiatan bernuansa kartel. Untung tuduhan itu dibatalkan pengadilan negeri. Demikian juga pada sapi penggemukan, kegiatan menggemukkan sapi agar mencapai bobot badan siap potong dianggap kegiatan penimbunan barang. Akibatnya, impor sapi bakalan dikurangi yang justru membuat lonjakan harga daging.
Kebijakan
Apakah keterlibatan pemerintah secara praktis sebagai aktor pembangunan sebagaimana dicontohkan pada komoditas sapi justru menghambat lajunya pertumbuhan usaha dan industri peternakan itu sendiri? Terlepas benar atau tidak pandangan tersebut, potret suram di dua komoditas tersebut harus dapat dijadikan pelajaran berharga untuk membangun industri peternakan di Indonesia secara lebih baik mulai 2018 mendatang.
Pengalaman tahun 2017 pada industri sapi maupun ayam mengajarkan kepada kita semua bahwa peran pemerintah amat sangat signifikan. Pemerintah dalam hal ini bukan hanya Kementan saja, tetapi termasuk kementerian lain yang terkait. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa peran pemerintah yang signifikan tersebut bukan untuk menciptakan suasana kondusif dalam usaha peternakan tetapi justru sebaliknya. Walaupun pemerintah selalu menggunakan dalih membela peternak rakyat, faktanya kondisi peternak rakyat makin terpuruk di 2017 ini.
Ijin impor dan penentuan kuota bahan baku pakan atau bibit ayam yang diimpor merupakan kewenangan pemerintah pusat. Rekomendasi teknis termasuk penentuan kuota diberikan dari Kementerian Pertanian dan ijin untuk pelaksanaan impor diterbitkan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tanpa rekomendasi teknis dari Kementan, ijin dari Kemendag tak akan diterbitkan. Tanpa ijin Kemendag, impor tak dapat dilakukan. Padahal masih banyak kebutuhan input produksi dalam bisnis peternakan tergantung impor.
Dengan kewenangan pemerintah yang besar ini, semua kebijakan pemerintah harus diarahkan untuk mewujudkan suasana kondusif bagi semua pelaku usaha terutama peternak kecil. Pemahaman tentang rencana bisnis mulai dari kuota barang yang diimpor, negosiasi dengan eksportir, distribusi kepada para pelanggan dan lain-lain masalah teknis menjadi sangat penting sebelum menelurkan suatu kebijakan. Jadi ada makna “melayani” dari pemerintah kepada pengusaha dalam menjalankan bisnisnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Namun demikian, bukan berarti pemerintah harus mengikuti kehendak para pengusaha sesuai rancangan bisnis yang dibuatnya.
Dalam industri ayam ras pedaging misalnya, pemerintah dapat mengendalikan populasi ayam yang sudah berlebih populasinya dengan membuat National Replacement Stock (NRC) terhadap kebutuhan ayam bibit Grand Parent Stock (GPS) yang hanya diimpor oleh 13 perusahaan saja. Melalui komunikasi yang baik antara tim independen, perusahaan importir dan pemerintah, penentuan kuota impor masing-masing perusahaan dan waktu impor dapat dikalkulasi secara lebih tepat sesuai kebutuhan masyarakat.
Tiap minggu membunuh DOC yang baru menetas atau memusnahkan telur siap menetas karena kebanyakan populasi ayam ras merupakan pekerjaan yang menyedihkan sebenarnya. Bagaimana tidak, asupan telur di Indonesia masih rendah tetapi di sisi lain, jutaan telur dimusnahkan. Tapi hal itu jauh lebih baik daripada membiarkan ayam dewasa melimpah dengan harga jual di bawah harga pokok produksi.

Regulasi
Banyak regulasi dibuat dan bahkan Undang Undang No.18/2009 memberi banyak amanah kepada pemerintah untuk mengatur industri dan bisnis di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Peraturan pemerintah dan peraturan menteri telah banyak diterbitkan tetapi seringkali berhenti di meja atau tersimpan rapi di lemari.
Regulasi dalam bentuk peraturan menteri untuk mengurangi 6 juta telur fertil per minggu ternyata tidak dibarengi dengan ketersediaan anggaran pengawasan pelaksanaan pengurangan telur sebanyak itu. Birokrat juga mengeluh dan sebenarnya malu karena kedodoran dalam melakukan pengawasan akibat ketidaksiapan anggaran.
Pengalaman satu tahun di pemerintahan mengajarkan kepada penulis bahwa di Ditjen PKH perlu menyediakan anggaran lebih besar untuk “mengendalikan” industri perunggasan yang tampaknya sudah tidak sehat persaingannya. Selama ini, pemerintah hampir tidak mengalokasikan dana pembangunan untuk ayam ras pedaging/petelur, karena dianggap sudah mandiri dan maju. Dengan adanya anggaran yang cukup untuk melakukan pengendalian diharapkan pemerintah bisa lebih berperan dalam menata industri perunggasan yang ujungnya dapat meningkatan kesejahteraan peternak.
Saat ini peternak mandiri berskala menengah ke bawah makin berkurang dan bisa-bisa habis sebagai akibat terjadinya perang bisnis antar pelaku usaha kelas kakap. Ini sangat membahayakan jika kondisi persaingan tidak sehat terus terjadi dan tidak dikendalikan karena bisa menimbulkan kerawanan sosial yang lebih besar di Indonesia.

Penganggaran
Suatu kebijakan yang amat sangat tidak tepat jika pemerintah mengalokasikan anggaran sangat banyak satu komoditas ternak tertentu dan sedikit atau bahkan tidak ada untuk komoditas ternak lainnya. Lebih tidak tepat lagi apabila anggaran tersebut digunakan oleh pemerintah untuk terlibat langsung urusan teknis budidaya. Makin tidak tepat lagi apabila anggaran tersebut hanya sekedar untuk beli ternak yang kemudian dibagikan ke masyarakat.
Boleh saja pemerintah bagi-bagi sapi kepada masyarakat kurang mampu sebagai bentuk bantuan untuk mulai usaha beternak. Namun demikian, karena ini berupa bantuan, kegiatan bagi-bagi sapi jangan dibebankan ke Kementan, tetapi sebaiknya ke Kementerian Sosial. Anggaran di Kementan harus benar-benar untuk peningkatan profesionalitas peternak, penguatan fasilitas dan peningkatan daya saing usaha peternakan, khususnya peternakan rakyat.
Pada dasarnya pengembangan peternakan dilakukan oleh dua kelompok besar yaitu Pelaku Usaha Skala Kecil (PUSK) dan Perusahaan Besar (PB).  PUSK berlaku untuk semua komoditas ternak, sedangkan PB masih terbatas pada industri ayam ras, penggemukan sapi dan kombinasi pembiakan/penggemukan babi. Baik bagi PUSK maupun PB, pemerintah wajib mengalokasikan anggaran yang cukup dan tepat sasaran.
Anggaran pemerintah untuk PB lebih dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar industrinya tertata, memberikan manfaat bagi masyarakat dan memperluas ketersediaan lapangan pekerjaan. Ini penting untuk stabilitas sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia. Misalnya, di industri perunggasan khususnya pembibitan, hanya ada 14 PB pembibitan ayam, begitu juga belasan PB sapi. Jumlah yang sangat sedikit bagi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk pembinaan dan pengawasan, tetapi akan berdampak sangat besar bagi bangsa.  Hingga 2017 ini, tidak ada anggaran seperti dimaksud.
Anggaran Kementan untuk PUSK disediakan dengan syarat dan ketentuan, seperti: 1) PUSK harus kolektif berjamaah dengan jumlah minimal tertentu yang bisa dikelola seperti PB. Untuk sapi, minimal 1.000 ekor indukan, sedangkan untuk kambing domba minimal 5.000-7.000 ekor, ayam pedaging minimal 350 ribu ekor per minggu. 2) PUSK yang bersedia berjamaah harus berpengalaman beternak dan sudah punya ternak, bukan peternak jadi-jadian yang hanya ingin memperoleh pembagian ternak dari pemerintah. 3) Tidak ada anggaran untuk beli ternak tetapi mungkin bisa untuk membeli pejantan unggul. 4) Subsidi harus dalam bentuk penguatan kapasitas usaha seperti pembangunan gudang pakan, renovasi kandang komunal, penyediaan fasilitas air, atau pembangunan pagar untuk pembuatan paddock di padang penggembalaan di daerah yang memliki lahan dan lain lain yang diperlukan PUSK agar dapat dikelola seperti PB.
Jadi, pemerintah harus benar-benar menjalankan peran dan fungsinya sebagai regulator dan stimulator saja. Selebihnya percayakan kepada para pelaku usaha. Yang terpenting dari sisi pemerintah adalah, bahwa para birokrat harus lebih luas wawasannya, lebih tahu permasalahannya, lebih paham penguasaan aturan mainnya daripada PUSK dan PB, jangan sebaliknya. Dengan peran seperti itu, pemerintah hanya memerlukan anggaran sedikit tetapi kewibawaan pemerintah terjaga. Para pelaku usaha juga merasa diayomi dalam rangka berpartisipasi membangun bangsa Indonesia di bidang ekonomi. ***



Prof Muladno Basar
Guru Besar Genetika dan Pemuliaan Ternak IPB
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
Pendiri Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YAPPI)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer