-->

Mengukur Lembaga Pembiayaan di Bidang Peternakan

Peserta dan narasumber seminar nasional yang digelar ISPI. (Foto: Dok. ISPI)

Terhitung hingga 31 Oktober 2018 lalu, tercatat porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi dan jasa-jasa) sebesar Rp 49,85 triliun (43,9% dari total realisasi KUR 2018 sebesar Rp 113,6 triliun) lebih tinggi dibandingkan realisasi KUR 2017 (Rp 96,7 triliun).

Adapun realisasi KUR sub sektor peternakan sampai 31 Oktober 2018 juga memberikan gambaran cukup menggembirakan, yaitu sebesar Rp 4,23 triliun, mengalami peningkatan dua kali lipat dibandingkan realisasi pada 2017 (Rp 2,02 triliun).

Agus Sunaryo, Vice President Divisi Bisnis Kecil dan Kemitraan BRI, menyampaikan hal itu dalam Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) ke XII di Malang, Jawa Timur. Acara yang bertema “Konsolidasi Sarjana Peternakan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Asal Ternak” berlangsung tiga hari di kampus Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.

Dalam paparannya, Agus mengatakan, BRI telah menyalurkan KUR sektor peternakan dari 2016 dengan total sebesar Rp 16,5 triliun kepada lebih dari 800 ribu debitur. Selain KUR untuk pembiayaan sub sektor peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) juga bersinergi dengan BUMN dalam pemanfaatan PKBL BUMN. Sampai November 2018 telah realisasi sebesar Rp 20,16 milliar dengan rincian realisasi dari perusahaan Sucofindo Rp 16,56 milliar, Pelindo III  Rp 1,7 milliar, Jasindo Rp 1 milliar dan KAI Rp 900 juta.

Direktur Sumber Daya dan Pengembangan Bisnis PT Sucofindo (Persero), Rozainbahri Noor, menyampaikan bahwa sebesar 55% dari total keseluruhan PKBL Sucofindo disalurkan untuk sub sektor peternakan.

Dalam hal memitigasi resiko usaha peternakan, Kementerian Pertanian telah menerapkan adanya Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) melalui pemberian bantuan premi sebesar 80% dari beban premi sebesar 2% terhadap nilai pertanggungan (10 juta) bagi sapi betina.

Sampai saat ini realisasi AUTS sudah mencapai 224.044 ekor sejak pertengahan 2016. Heru Fahmi Irawan dari PT Jasindo Kantor Cabang Malang, yang juga hadir dalam acara menyampaikan, AUTS memberikan ganti rugi yang dapat menjadi modal kembali apabila terjadi gagal panen/ternak mati. (AS)

Silatnas HPDKI ke-6: Ekspor Kambing dan Domba Menjanjikan

Sambutan kegiatan Silatnas HPDKI ke-6 di Malang

"Saat ini kambing dan domba merupakan komoditas ternak yang mempunyai peluang ekspor menjanjikan," ungkap I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan saat menghadiri Silaturahmi Nasional Himpunan Peternak  Domba Kambing Indonesia (Silatnas HPDKI) ke 6 di Kota Wisata Batu, Malang jawa Timur (09/10/2018).

Pada kesempatan tersebut Ketut menyampaikan, ia ingin agar peternak kambing dan domba terus maju dan meningkatkan produksinya, serta dapat merambah ekspor ke mancanegara.

Dirjen PKH I Ketut Diarmita saat menjumpai peternak pada acara Silatnas HPDKI (Foto: Dok. Kementan)
"Tahun 2018 Indonesia telah mulai melakukan ekspor ternak domba ekor tipis ke Malaysia, dengan permintaan sebanyak 5.000 ekor per bulan. Selain itu, baru-baru ini juga dilakukan ekspor domba Garut ke Uni Emirat Arab (UEA), dengan permintaan sebanyak 3.600 ekor per tahun," terangnya.

Pada acara puncak Silatnas HPDKI ke 6 ini juga dilakukan kegiatan Kontes Ternak dan Penyerahan Piala Presiden yang diwakili oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

"Ini luar biasa, setelah saya melihat ternak-ternak kambing dan domba yang dikonteskan di sini. Saya yakin di masa mendatang, ternak kambing dan domba akan berkembang lebih pesat," ucap Moeldoko.

Senada dengan Moeldoko, Bupati Batu Dewanti Rumpoko juga mengungkapkan kebanggaannya terhadap peternak Indonesia.

“Saya dengar dari Ketua Umum HPDKI Yudi Guntara Noor bahwa tahun 2020 rencananya akan diselenggarakan Silatnas Internasional, dan kami siap mendukung," kata Bupati Batu. (Rilis Kementan/NDV)



Atasi AMR, Dokter Hewan jadi Garda Terdepan

Panitia penyelenggara bersama para peserta seminar CIVAS, Sabtu (1/12). (Foto: Istimewa)

Antimicrobial Resistance (AMR) masih menjadi isu global yang terus mendapat perhatian banyak pihak. Fenomena ini tidak hanya terjadi di manusia, tetapi juga pada hewan dan lingkungan. Hal ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang berlebihan, tidak bijak dan tidak bertanggung jawab pada sektor kesehatan manusia dan hewan.

Hal tersebut mendasari Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) melaksanakan seminar dan dialog bertema “Pendekatan One Health dalam Upaya Mengatasi Meningkatnya Ancaman Resistensi Antimikroba (AMR)” pada Sabtu (1/12).

Seminar tersebut dihadiri peserta dokter hewan dari beragam institusi, baik dari pemerintah, swasta dan dokter hewan praktisi. Ketua Pelaksana, Drh Sunandar, menyebut, saat ini peran dokter hewan telah menjadi dasar penting untuk keberhasilan penerapan strategi, tindakan, dan metode untuk memajukan, melindungi, serta mengembalikan kesehatan hewan dan populasi penduduk guna melindungi kesehatan manusia.

“Kita butuh inisiatif dari beberapa kelompok masyarakat yang peduli, yang bersedia untuk berpartisipasi secara proaktif dan ingin menyumbangkan kemampuannya di bidang kedokteran hewan untuk memastikan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat melalui kesehatan hewan,” ujar Sunandar.

Sementara, Ketua Badan Pengurus CIVAS, Drh Tri Satya Putri Naipospos, mengungkapkan, edukasi mengenai AMR menjadi sesuatu hal penting untuk dokter hewan di mana pun mereka bekerja. Menurutnya, saat ini Indonesia telah memiliki lebih dari 20 ribu dokter hewan, rata-rata mereka memberikan pelayanan teknis di pemerintahan atau swasta, sehingga mereka harus paham dan mengerti AMR. Ke depannya diharapkan mereka dapat menjadi agen yang dapat mengubah cara pandang masyarakat dalam penggunaan antibiotik yang baik dan benar.

“Para dokter hewan, mereka adalah garis terdepan yang dalam praktek sehari-harinya melakukan pemberian antibiotik kepada hewan, baik melalui suntikan, pakan atau air minum. Mereka kurang tersentuh dengan kampanye sosialisasi tentang masalah AMR, ini tidak benar, kalau mau menurunkan kasus AMR itu sendiri pada manusia sebagai konsumen produk ternak, maka yang perlu dilakukan adalah edukasi dokter hewannya yang secara langsung bersentuhan dengan pemicu terjadinya AMR,” tutur wanita yang akrab disapa Tata.

Tata menambahkan, profesi dokter hewan harus turut berpartisipasi aktif dalam menghadapi masalah AMR dengan pendekatan terpadu One Health. “Untuk memitigasi risiko AMR, dokter hewan harus mengubah dengan cara-cara pemberian antibiotik lama yang dianggap berlebihan (overuse) dan menyimpang (misuse) menuju penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab,” imbuhnya. 

Senada dengan hal itu, Dr Joanna McKenzie, salah satu pembicara dari Massey University, New Zealand, menyatakan AMR merupakan ancaman nyata yang dapat menyebabkan kematian lebih dari 10 juta orang pada tahun 2050 mendatang jika tidak bergerak dari sekarang. “Ini akan menjadi kenyataan yang terjadi pada generasi kita. Saat ketika kita telah meninggalkan mereka dengan musibah besar, yakni AMR,” kata Dr Joanna.

AMR sendiri, lanjut dia, merupakan masalah komplek dan multisektorial yang membutuhkan pendekatan One Health, serta peran semua pihak terutama dokter hewan. Profesi kesehatan hewan sangat penting dalam penggunaan antimikroba dengan bijak, sebab 80-99% penggunaan antimikroba terdapat di industri peternakan. 

Ditambahkan oleh Dr Tikiri Wijayathilaka, spesialis AMR dari Sri Lanka, mengungkapkan bahwa Benua Asia merupakan salah satu epicenter terjadinya AMR di dunia, hal ini disebabkan masih lemahnya penegakkan peraturan dan pengawasan penggunaan antibiotika untuk kesehatan manusia dan ternak. Selain ancaman juga datang dari antibiotik palsu yang 78% diproduksi di negara-negara Asia, 44% diantaranya digunakan di kawasan ini. “Sudah saatnya pemerintah bersama-sama dengan profesi kesehatan melakukan hal yang progresif untuk mengatasi AMR,” katanya. (Sadarman)

Konsumsi Protein Hewani Penting untuk Tumbuh Kembang Anak

Kampanye Gizi di Universitas Brawijaya, Malang

Tahukah Anda, konsumsi protein hewani ternyata dapat meningkatkan kecerdasan anak bangsa?  Hal tersebut sangat penting untuk tumbuh kembang anak, sehingga kebutuhan zat gizi terutama protein hewani sangat penting untuk diperhatikan.

Protein hewani mengandung asam amino yang tidak tergantikan yang berfungsi sebagai zat pembangun dan mempengaruhi metabolisme. Juga merupakan unsur yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak.

Hal tersebut disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNAK) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Fini Murfiani pada Kampanye Gizi, Sabtu (8/12/2018) bersama Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) di Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Brawijaya Malang.

Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian Kegiatan Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) ke XII di Malang, Jawa Timur.

Kegiatan yang bertema "Konsolidasi Sarjana Peternakan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Asal Ternak"  berlangsung selama 3 hari di kampus Fapet Universitas Brawijaya Malang.

"Edukasi yang baik tentang manfaat daging ayam dan telur, diharapkan dapat meningkatkan gizi dan prestasi anak bangsa," ungkap Fini.

Protein hewani yang terjangkau untuk masyarakat Indonesia yaitu telur dan daging ayam. Kedua komoditas tersebut bahkan telah dinyatakan surplus dan sudah ekspor ke berbagai negara.

Data statistik peternakan menunjukkan peningkatan tajam pada produksi unggas nasional. Jika pada awal tahun 1970-an kontribusi daging unggas hanya sebesar 15%, tetapi pada tahun 2017 produksi-nya telah mencapai 2.147,21 ribu ton atau 66,34% terhadap produksi daging secara keseluruhan. (AS)

Penjualan Majalah Infovet Bantu Tambah Dana Munas XV Ismapeti UIN Suska Riau

Panitia pelaksana Munas XV Ismapeti saat berjualan Majalah Infovet kepada mahasiswa. (Foto: Infovet/Sadarman)

Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Musyawarah Nasional (Munas) XV Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia, Syakir Rabani menyebut, empat hari sebelum penyelenggaraan event nasional ini, pihaknya masih kekurangan dana. Biaya yang terkumpul masih jauh dari ekspektasi.

“Dana yang ada saat itu hanya didapat dari Wakil Rektor III, dana fakultas, dana dari alumni peternakan UIN Suska Riau, alumni Ismapeti dan alumni program studi yang tergabung dalam Keluarga Alumni Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau,” tutur Syakir Rabani kepada Infovet

Mengingat minimnya dana yang terkumpul, Syakir dibantu oleh anggota panitia pelaksana lainnya, berburu dana dengan berbagai cara, salah satunya dengan menjual Majalah Infovet kepada kawan-kawan mahasiswa. “Barang kali ini jalan untuk menambah pemasukkan sebelum gendang peresmian acara ditabuh,” katanya.

Majalah yang ia jual diperoleh melalui wartawan Infovet Riau, Sadarman, yang juga alumni Ismapeti sekaligus dosen tetap di Program Studi Peternakan UIN Suska Riau. “Majalah dijual 10 ribu rupiah, hasil dari penjualan dijadikan sebagai tambahan dana penyelenggaraan Munas XV Ismapeti di UIN Suska Riau,” ungkap mahasiswa Program Studi Peternakan semester VII itu.

Ia menyebut, kerja keras panitia untuk mendapatkan dana penyelenggaraan Munas XV Ismapeti sangat besar dan semaksimal mungkin. Namun, berapapun dana yang terkumpul, itu semua tergantung pada kesediaan para donatur yang mendonasikan dana untuk kesuksesan acara dimaksud. “Kita sudah bertungkus-lumus memasukkan proposal, lalu mem-follow up, namun, ada sebagian yang tersentuh dan tidak sedikit pula yang menolaknya,” papar Rabani.

Hal itupun mendapat tanggapan dari Wakil Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan, Dr Arsyadi Ali. “Sejauh ini, fakultas memberikan apresiasi positif kepada panitia yang telah dengan gigih, bekerja keras untuk menyukseskan acara tersebut," kata Arsyadi.

Menurutnya, upaya mendapat sumber dana memang tidak semudah yang diharapkan, namun kemudahan-kemudahan telah diberikan oleh institusi, seperti pemakaian rumah susun mahasiswa (Rusunawa), yang dapat dijadikan sebagai tempat penginapan delegasi.
“Pihak fakultas juga telah meminta kepada alumni untuk berdonasi demi suksesnya acara tersebut melalui sebaran surat langsung lewat media sosial, baik perindividu maupun grup-grup alumni,” ucap dia.

Padahal, lanjut Arsyadi,  banyak hal yang didapat dari Munas XV Ismapeti tersebut, seperti pengenalan Fakultas Pertanian dan Peternakan oleh seluruh delegasi, mengenalkan budaya akademik UIN Suska Riau, bahkan bisa memperkenal kondisi peternakan di Riau, budaya hingga parawisatanya. (Sadarman)

Setelah Terpilih Duta Ayam dan Telur, Lalu? (Editorial Infovet)

Sejak Juni 2018, Pinsar Indonesia bekerjasama dengan Forum Media Peternakan (Format)  menyelenggarakan pemilihan Duta Ayam dan Telur untuk periode 2018-2021. Ini adalah pertama kalinya duta ayam telur dipilih melalui proses seleksi ketat, mulai dari proses publikasi di berbagai media, pendaftaran, seleksi administrasi (ondesk review), seleksi melalui wawancara per telepon hingga kemudian dilakukan Grand Final pemilihan Duta Ayam dan Telur yang berlangsung 6 November 2018 di Hotel Ambhara Jakarta.

Panitia tampak sangat serius menggarap kegiatan ini meskipun dengan dana yang sangat terbatas. Dewan Juri yang dipilih juga  tidak main-main yaitu Direktur Pengolahan dan Pemasaran Peternakan Fini Murfiani, Ketua GPPU Achmad Dawami dari pihak perunggasan dan Vera Damayanti yang berpengalaman sebagai dewan juri berbagai ajang kompetisi nasional.

Mirip dengan ajang pemilihan Putri Indonesia, Abang None Jakarta dan sejenisnya, para finalis ini harus tampil meyakinkan, memiliki atitude yang baik, kreatif dan cerdas menjawab pertanyaan dewan juri. Sebelumnya, mereka juga diberi pembekalan mengenai usaha perunggasan dan manfaat gizi ayam dan telur bagi keluarga, oleh Achmad Dawami dan Rakhmat Nuriyanto (Dewan Penasehat ASOHI). Pembekalan ini dilakukan untuk memberikan wawasan yang lengkap mengenai ayam dan telur, sehingga bermanfaat bagi mereka baik terpilih maupun tidak terpilih sebagai Duta Ayam dan Telur.

Mewakili Dewan Juri,  Fini Murfiani mengatakan, semua finalis adalah anak-anak muda kaum milenial hebat-hebat. Pihaknya berharap selain Offie dan Andi yang terpilih sebagai Duta Ayam dan Telur, mereka yang masuk final dengan latar belakang pendidikan dan budaya beragam, tetap bisa berperan dalam kegiatan kampanye ayam dan telur.

Berita pemilihan duta inipun menyebar dan muncullah beragam tanggapan. Banyak ucapan selamat dari berbagai pihak, ada juga yang berkomentar “apa gunanya duta ayam dan telur? Dulu juga sudah ada tapi belum tampak manfaatnya.”

Menanggapi hal ini, kita perlu melihat ke belakang, tentang bagaimana upaya masyarakat perunggasan mengatasi permasalahan pasar, khususnya supply-demand. Di dunia perunggasan, masalah paling besar adalah sering terjadinya  over supply (kelebihan pasokan) yang menyebabkan  harga jatuh dan peternak merugi.  Kelebihan pasokan ini bukan lantaran konsumsi masyarakat sudah melampaui batas, namun justru terjadi di tengah masyarakat yang konsumsinya masih terbilang rendah. Dibanding negara tetangga Malaysia saja, konsumsi hanya sepertiganya. Sementara itu konsumsi barang yang menggangu kesehatan seperti rokok malah jauh melampaui konsumsi rokok negara lain di dunia.

Untuk menghadapi “ironi “ ini ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu pertama melakukan supply management dengan memangkas produksi agar sesuai dengan permintaan pasar, dan kedua, melakukan upaya meningkatkan konsumsi ayam dan telur agar pasokan dari peternak bisa diserap pasar. Di tengah masyarakat yang konsumsinya rendah, mestinya yang lebih serius dilakukan adalah mengupayakan agar masyarakat memprioritaskan belanja ayam dan telur sebagai sumber gizi keluarga, bukan rokok , pulsa atau yang lainnya.

Namun kita lihat, yang sering dibahas dunia usaha adalah bagaimana caranya agar produksi bisa menyesuaikan permintaan. Ini adalah cara cepat dan murah, namun akan membuat konsumsi ayam dan telur sulit bergerak naik. Bahkan makin banyak isu negatif yang menyerang komoditi ini, mulai dari isu hormon, penyebab kolesterol, bisul, residu antibiotik dan sebagainya

Saat ini dimana pemeliharaan ayam semakin baik, bahkan antibiotika imbuhan pakan (Antibiotic Growth Promoter/AGP) sudah dilarang, kualitas daging ayam dan telur produksi peternak kita semakin baik. Bahkan bisa disebut “hampir organic”. Padahal masyarakat membelinya dengan harga yang sama.

Lantas apa kaitannya dengan Duta Ayam dan Telur? Pemilihan Duta harusnya menjadi momen bagi masyarakat perunggasan untuk lebih bergariah mengupayakan peningkatkan konsumsi. Duta Ayam dan Telur dengan segala kelebihannya dapat diperankan untuk melakukan penyuluhan dan pendekatan ke para ibu, misalnya mengajari cara belanja hemat dan sehat. Bandingkan harga krupuk dengan telur, bagaimana nilai gizinya. Untuk level penghasilan menengah, mereka perlu lebih diyakinkan agar tidak takut tentang bisul, kolesterol dan isu negatif lainnya. Banyak penelitian ahli bahwa tak ada bahaya kolesterol dari telur.

Untuk para dokter, Duta bisa menjalin komunikasi untuk meyakinkan bahwa sama sekali tidak ada penyuntikan hormon di peternakan ayam. Selain sudah lama dilarang juga harganya mahal. Kalau perlu para dokter diajak ke peternakan, agar tidak menyebarkan info menyesatkan ke pasien mereka. Kegiatan talkshow di radio, TV, wawancana media cetak, dialog dengan komunitas kesehatan manusia, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan dan berbagai pihak dapat diperankan Duta dengan membawa misi peningkatkan konsumsi.

Untuk semua itu, pastinya diperlukan dukungan dari pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai dari asosiasi perunggasan, perusahaan sarana produksi perunggasan, organisasi profesi, kalangan kampus maupun mahasiswa untuk bisa memerankan Duta dengan baik. Duta Ayam dan Telur adalah utusan atau wakil masyarakat perunggasan untuk berdialog dengan konsumen.

Untunglah pada ajang pemilihan Duta Ayam dan Telur tahun ini Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Drh. Ketut Diarmita MP memberikan komitmennya untuk terus memberikan dukungan dalam kegiatan ke depan. Sejak dinobatkan sebagai Duta Ayam dan Telur Offie dan Andi sudah mulai memperkenalkan diri di publik antara lain di seminar nasional bisnis peternakan 22 November 2018 yang diselenggarakan ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) dan hadir di acara Agrivagansa di Kementerian Pertanian 23 November 2018 sebagai narasumber.

Di tengah masyarakat yang konsumsi daging ayam telurnya rendah, segala sumber daya sebaiknya difokuskan pada peningkatkan konsumsi, seiring dengan upaya tata kelola supply-demand  unggas yang telah dan terus dilakukan pemerintah .***

Bambang Suharno

Catatan Akhir Tahun: Perunggasan Masih Prihatin, Penyakit Masih Merecoki

Beberapa penyakit konvensional masih merebak pada industri perunggasan, apalagi saat AGP dihentikan. (Sumber foto: Kontan)

Tumpukan permasalahan dunia usaha perunggasan domestik belum dapat diurai dengan tuntas pada sepanjang 2018. Mulai dari persoalan bahan baku pakan, khususnya unsur tersedianya jagung secara cukup, hingga pasokan bibit ayam (DOC) sampai kurang optimalnya performa hasil budidaya ayam (baik ayam pedaging maupun petelur).

Di sisi lain, persoalan klasik tentang gangguan kesehatan yang berawal dari beberapa penyakit konvensional dan juga jenis penyakit tahun 2000-an masih menghambat capaian target produksi.

Sebut saja beberapa penyakit seperti ND (Newcastle Disease), Gumboro, pilek menular (snot), CRD (Chronic Respiratory Disease) kompleks dan Kolibasilosis, serta Flu Burung (Avian Influenza/AI) atau Kekerdilan.

Drh Zahrul Anam, menuturkan pengamatannya di lapangan tentang hal itu kepada Infovet. Bahwa pasca ditutupnya keran pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP/Antibiotic Growth Promotor) di dalam pakan sejak awal 2018, memang tidak dapat dibantah memberikan permasalahan yang sifatnya transisional. Artinya, ada dampak yang serius terhadap target pencapaian produksi. Pada ayam potong, sangat signifikan dengan terjadinya lambat pertumbuhan ayam sejak awal DOC sampai menjelang umur pertengahan. Bobot pada masa pertumbuhan secara umum kurang mampu mencapai target. Bahkan jauh dari yang seharusnya.

Kemudian, diperburuk dengan tingkat keberhasilan vaksinasi yang sangat rendah. Dan implikasinya, lanjut Zahrul, ayam muda kurang tangguh menerima tantangan sergapan jenis penyakit virus. Akhirnya terlalu banyak dijumpai bobot ayam tumbuh relatif lebih lambat maupun kedewasaan pubertas.

Pada ayam potong sangat sering dijumpai capaian bobotnya mundur sampai 5-7 hari dibandingkan dengan masa periode sebelum larangan pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan pada pakan.

Sedangkan pada ayam petelur, usia awal produksi telur juga mengalami kemunduran lebih dari 11-16 hari. Namun jelas Zahrul, bahwa hal itu memang suatu jenis gangguan kesehatan yang muncul pada ayam komersial pada masa peralihan. Jika sebelumnya, posisi masa dan waktu produksi yang ideal sudah terjadi, karena ada perlakuan sengaja untuk menekan pemakaian antibiotika, maka sudah pasti akan mengalami kemunduran.

“Itu adalah suatu jenis gangguan kesehatan atau penyakit yang biasanya disebut sebagai penyakit transisional,” kata Zahrul.

Hasil pengamatannya, salah satu jenis penyakit yang sangat potensial dan sangat merugikan adalah gangguan pernafasan yang diduga kuat disebabkan oleh CRD kompleks. Selain itu jenis yang lain adalah ND, Kolibasilosis, Gumboro dan Coryza.

Tidak ada yang istimewa dalam hal gejala dan tanda-tanda penyakit tersebut. Namun khusus untuk ayam yang terserang infeksi AI, ada perbedaan meski kurang spesifik. Pada ayam petelur, jika terinfeksi AI, umumnya pertumbuhan menjadi relatif lambat dan mundur awal produksi mencapai 15-20 hari.

Sedangkan pada ayam pedaging, jika menderita infeksi ND, relatif lebih sulit dalam penanganannya. Kemudian capaian berat badan mundur atau kurang optimal. Bahkan sangat sering ditemui ayam kerdil. Zahrul pun mengimabu kepada para peternak binaannya untuk menekankan arti penting biosekuriti dan memperhatikan pengaturan suhu ruangan (pemanas) yang tertib dan benar.

Selain itu, desinfeksi kandang saat awal ayam masuk dan program vaksinasi yang lebih cermat, juga menjadi kunci penting. Hal ini dikarenakan peternak tidak memiliki kesempatan memilih dan menentukan kehendak dalam membeli DOC. Pada umumnya jika beberapa hal itu dilakukan dengan baik dan benar, hasil yang diperoleh ketika panen, tidaklah mengecewakan. (iyo)

Kesehatan Hewan dan Keamanan Pangan Kunci Tembus Pasar Global

Dirjen PKH dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional di Lombok (Foto: Dok. Kementan)


"Dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk ekspor, Kementan terus mendorong komitmen semua pihak dalam mewujudkan konsep One Health dalam penanganan penyakit Zoonosis," tutur Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakonteknas) di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat, Rabu (5/12/2018).

Saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional. Bahkan menjadi hambatan dalam menembus pasar global.

Sebagai upaya memanfaatkan peluang ekspor, diperlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan sektor peternakan, terutama dalam penerapan standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir.

Ditjen PKH sendiri terus membangun kompartemen-kompartemen Avian Influenza (AI) dengan penerapan sistem biosekuriti. Kini, kompartemen tersebut sudah berkembang menjadi 141 titik dan ditambah 40 titik yang masih dalam proses untuk sertifikasi, padahal awalnya hanya 49 titik.

“Kita terus mendesain kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkan dengan baik dan kompartemen-kompartemen yang dibangun diakui oleh negara lain,” terang I Ketut.

Untuk penjaminan keamanan pangan, saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (nomor kontrol veteriner). Nomor ini merupakan bukti tertulis yang sah bagi terpenuhinya persyaratan sanitasi higienis sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.

Peluang perluasan pasar untuk komoditas peternakan di pasar global, menurut I Ketut, masih sangat terbuka luas. Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan karena keunggulan Indonesia salah satunya adalah produk halal.

"Jaminan kehalalan juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah Timur Tengah dan negara dengan penduduk mayoritas muslim lainnya dan ini harus kita manfaatkan,” ungkap Ketut.

Ekspor Peternakan 2018 Meningkat

Dalam kesempatan tersebut, I Ketut Diarmita juga menyatakan, ekspor sub sektor peternakan terus meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan daya saing dan mempermudah perizinan ekspor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan, volume ekspor sub sektor peternakan pada 2018 sejak Januari hingga September sebesar 183.414 ton dengan nilai 474.193.507 dolar AS. Dengan demikian terhitung volume ekspor naik sebesar 52,99 persen dan sementara nilai ekspor meningkat sebesar 194 persen, jika dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor Januari-September 2017 yaitu sebesar 119.885 ton dan 161.171.933 dolar AS.

“Kita harapkan volume dan nilai ekspor sub sektor peternakan di triwulan akhir 2018 terus mengalami peningkatan,” katanya.

Ketut menjelaskan, data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen PKH, capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada 3,5 tahun terakhir (2015-2018 semester I) mencapai Rp 32,13 triliun.

Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai Rp 21,58 triliun menembus ke 87 negara tujuan. Selain itu, ekspor babi ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun.

Produk susu dan olahannya juga menghasilkan sebesar Rp 2,99 triliun menembus pasar di 31 negara. Kelompok pakan ternak asal tumbuhan menyumbang Rp 3,34 triliun masuk ke 14 negara.

Beberapa produk lain seperti produk hewan non pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, (DOC), dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar tahun ini.

“Langkah dan kebijakan Kementan dalam mewujudkan visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045 terus diupayakan bersama para pemangku kepentingan,” ujar I Ketut. (Sumber: Siaran Pers Kementan)

PPJTOH Tingkatkan Tanggung Jawab dan Profesionalitas Insan Veteriner

Foto bersama acara PPJTOH angkatan XVII 2018. (Foto: Infovet/Ridwan)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menyelenggarakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) angkatan XVII, pada 4-6 Desember 2018. Kegiatan dilakukan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab, serta profesionalitas para dokter hewan maupun apoteker yang bekerja di perusahaan obat hewan maupun pabrik pakan ternak sebagai penanggung jawab obat hewan.

“Diharapkan lewat pelatihan ini lahir insan-insan veteriner yang bertanggung jawab dan bermanfaat untuk sharing ilmu maupun informasi antar sesama peserta,” ujar Ketua Panitia yang juga Wakil Sekjen ASOHI, Drh Forlin Tinora dalam sambutannya, Selasa (4/11).

Sementara ditambahkan oleh Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, tugas dan tanggung jawab dokter hewan maupun apoteker sudah diatur oleh pemerintah. Sebagai penanggung jawab obat hewan, para dokter hewan yang menjadi peserta dituntut mampu bersikap tegas terhadap penggunaan obat hewan ilegal sekaligus membantu pemerintah menjalankan regulasi obat hewan dengan baik dan benar.

“Melalui pelatihan ini semoga peserta mendapat pengetahuan yang cukup dan memadai. Harus paham aturan mengenai obat hewan dan bisa menerapkannya dengan baik,” tambah Ira.

Pada kesempatan serupa, Direktur Kesehatan Hewan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, turut mengapresiasi kegiatan tersebut. “Perlunya pelatihan ini agar para dokter hewan lebih memahami penggunaan obat keras, obat bebas maupun obat bebas terbatas dalam lingkup kerjanya. Sebab obat hewan itu seperti pedang bermata dua, satu sisi baik-satu sisi lagi tidak jika digunakan secara sembarangan. Karena itu sangat dibutuhkan adanya penanggung jawab obat hewan ini,” kata Fadjar.

Dengan adanya PJTOH di perusahaan obat atau pakan, maupun di peternakan, obat hewan dapat digunakan secara rasional. PJTOH memiliki peran untuk memilih apakah obat hewan yang akan digunakan adalah legal, memiliki nomor registrasi, terdapat ijin usaha obat hewan, serta mengerti syarat dan teknis penggunaan obat keras, obat bebas dan obat bebas terbatas sesuai aturan yang berlaku.

“Tanggung jawab PJTOH sangat besar perannya di perusahaan. Karena jika ada kendala, misal obat hewan ilegal saja, itu yang pertama dipanggil adalah PJTOH-nya terlebih dulu selain pimpinan perusahaannya,” kata Drh Erna Rahmawati dari Subdit POH (Pengawas Obat Hewan), yang menjadi narasumber pada acara tersebut.

Acara yang dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut ini juga dijadwalkan mengundang sederet narasumber lain yang kompeten dibidangnya, diantaranya Drh Ni Made Ria Isriyanthi (Kasubdit POH), Drs Zulkifli (Biro Hukum), Prof Budi Tangendjaja (Peneliti Balitnak), Ir Ossy Ponsania (Kasubdit Mutu dan Keamanan dan Pendaftaran Pakan), Prof Widya Asmara (Ketua Komisi Obat Hewan), Drh M. Munawaroh (Ketua PDHI), Drh Ketut Karuni Natih (tim CPOHB), Drh Widarto (Koordinator PPNS Ditjen PKH), M. Zahid (BBPMSOH).

Kemudian pada Kamis (6/11), peserta pelatihan dijadwalkan mengunjungi Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) untuk melihat proses pengujian dan sertifikasi obat hewan secara langsung didampingi Kepala BBPMSOH Drh Sri Murkantini bersama timnya. (RBS)

Ketua MPR Menerima Audiensi Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia

Senin (3/12/2018), Ketua MPR menerima kunjungan pengurus PDHI (Foto: FB drh Novi Wulandari)


Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menerima kunjungan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Pertemuan berlangsung di Ruang Kerja Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9, Kompleks MPR, DPR dan DPD RI, Senin , 3 Desember 2018. Delegasi PB PDHI dipimpin Ketua Umum PDHI drh H Muhammad Munawaroh MM.

Kepada Zulkifli Hasan, Ketua Umum PB PDHI menyampaikan kekhawatiran lembaganya terkait persoalan kesehatan hewan. Pasalnya  perhatian negara terhadap masalah kesehatan hewan masih sangat minim. Padahal, ancaman yang ditimbulkan dari penyakit hewan sangat berbahaya, dapat menular dan memakan korban manusia.

“Ancaman penyakit flu burung dan rabies misalnya, itu sangat berbahaya. Sudah banyak korban meninggal akibat terkena serangan ini. Banyak juga korban yang telah menghabiskan materi agar sembuh dari penyakit akibat flu burung dan rabies. Tetapi perhatian negara terhadap penyakit itu masih sangat kurang,” kata Munawaroh menambahkan.

Tidak hanya sampai di situ, hubungan struktural  antara pemerintah pusat dan daerah juga belum terjalin dengan baik. Ini terjadi, salah satunya sebagai  akibat munculnya otonomi daerah.  Sehingga banyak kasus  tidak bisa segera ditangani, karena dokter-dokter hewan di daerah hanya mau menurut kepada atasannya di daerah saja.

Karena itu, Munawaroh meminta dukungan kepada ketua MPR  supaya  bisa segera  melahirkan   sebuah lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan terkait kesehatan hewan. Misalnya saja menyatakan situasi bahaya menyangkut penyakit hewan tertentu.

“Sebaiknya lembaga seperti ini langsung berada  di bawah Presiden agar bisa menyatakan dan bertindak menghadapi kegentingan tertentu,” kata Munawaroh lagi.

Selain itu, Munawaroh juga menyampaikan pentingnya sejumlah UU yang berkaitan dengan persoalan kesehatan hewan. Antara lain UU tentang Kesejahteraan Hewan dan UU tentang Dokter Hewan. Karena sampai sekarang  UU  itu belum ada. Padahal keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan.

Serah terima cinderamata (Foto: FB drh Novi Wulandari)

Menanggapi keluhan tersebut, Ketua MPR turut menyampaikan rasa prihatin.  Dia mendorong agar PDHI segera mengadakan seminar menyangkut problematika kesehatan hewan di Indonesia.

“Hasil seminar itu segera dirumuskan dan disampaikan kepada pemerintah dan DPR untuk  ditindak lanjuti, agar persoalan kesehatan hewan ini bisa segera mendapat perhatian,” kata Ketua MPR menambahkan. (Sumber: Tempo.co)

LPPM IPB Akan Kembangkan Sekolah Peternakan Rakyat di Australia

Tim LPPM IPB berkunjung ke Konsulat Jenderal RI di Darwin, Australia (Foto: Humas IPB/Tribunnews)


Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) berkunjung ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Darwin Australia.

Mereka terdiri Kepala LPPM Dr Aji Hermawan, Wakil Kepala LPPM Bidang Pengabdian kepada Masyarakat Prof Sugeng Heri Suseno, Sekretaris LPPM Prof M Faiz Syuaib dan Ketua Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) Prof Muladno.

Kunjungan ini bertujuan untuk menjalin kerjasama internasional antara IPB dengan beberapa instansi di Australia.

Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Darwin diharapkan mampu menjembatani IPB dengan pihak lain di Australia untuk program pengembangan SPR dan kegiatan pengabdian masyarakat lainnya.

“Konsep SPR merupakan akar rumput kegiatan ekonomi dalam pengembangan bidang peternakan. Konsep SPR ini sangat cocok untuk ditawarkan ke pihak-pihak yang berkepentingan yang ada di Darwin Australia. Sehingga dapat membantu meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Konsul RI di Darwin siap membantu dan melayani tim LPPM IPB,” ujar Dicky D Soerjanatamihardja selaku Consul/Head of Post RI di Darwin saat menyambut kedatangan Tim LPPM IPB.

Sementara itu, Dr Aji mengatakan bahwa LPPM IPB tidak hanya menawarkan konsep SPR saja, akan tetapi terus mencoba mengembangkan konsep lain diantaranya Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) dan IPB Goes to Field.

Dr Aji Hermawan juga berharap ada Stasiun Lapang Agrokreatif LPPM IPB sebagai lokasi magang mahasiswa IPB di Darwin Australia. (Sumber: TribunnewsBogor.com)







Seminar Nasional & Kongres XII ISPI 2018


SEMINAR NASIONAL & KONGGRES XII ISPI 2018
"Konsolidasi Sarjana Peternakan dalam Mendukung Kemandirian Pangan Asal Ternak"

Malang, 6-7-8 Desember 2018

Agenda acara:


  • Focused Group Discussion: Arah Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Peternakan
  • Seminar Nasional Outlook Peternakan 2019: Terobosan Teknologi Bisnis Keuangan dalam Mendukung Usaha Peternakan
  • Seminar Nasional: Pengembangan Hasil Riset & Pengabdian kepada Masyarakat Bidang Peternakan
  • Konggres XII ISPI & Konggres IISPI Widya Andini VIII 2018
  • Wisata ke Batu & Sekitarnya


Info lebih lanjut dapat klik di:

www.pb-ispi.org
www.instagram.com/pb_ispi
https://web.facebook.com/events/1461344310669111/

Lokakarya Perhimpunan Layer Nasional Bahas Solusi Melambungnya Harga Pakan

Foto: Shutterstock

“Mekanisme harga telur yang melonjak di pasar karena biaya produksi meningkat. Biaya produksi tersebut berasal dari biaya pakan ternak. Salah satu bahan baku pakan adalah jagung yang juga mengalami kenaikan dan mengalami kelangkaan. Semua ini adalah rentetan dari harga telur yang naik,” kata Presiden Perhimpunan Layer Nasional (PLN) , Ki Musbar Mehdi dalam lokakarya bertema “Mencari Solusi Ditengah Melambungnya Harga Pakan Ternak Ayam” yang diadakan di Hotel Allia, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (29/11).

Harga atas dan bawa telur ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 18-20 ribu. Namun peternak dinilai masih rugi karena tidak berimbang dengan tingginya biaya produksi akibat harga pakan yang tinggi.

Jagung yang harganya menembus Rp 5.300 per kg diduga disebabkan minimnya stok. Sedangkan permintaan jagung untuk pakan ternak mencapai 780.000 ton tiap bulannya. Peternak pun meminta pemerintah agar perhatian terhadap masalah harga dan stok ini.

Memasuki September-Oktober harga telur menurun, berlanjut hingga pertengahan September dan minggu pertama November. Meski peternak masih mendapat keuntungan tapi jumlahnya tipis.

Seperti biasa di akhir tahun, menjelang Natal dan Tahun Baru harga kebutuhan pokok termasuk telur kerap naik. Namun Musbar mengungkapkan ternyata tingginya harga telur belakangan ini di sejumlah pasar juga disebabkan oleh naiknya harga jagung. Karenanya ia berharap pemerintah menjaga kestabilan dan ketersediaan pakan.

Menurut Musbar, tersedianya pakan dan terjangkaunya harga pakan oleh para peternak sangatlah penting. Jika pakan sulit didapat karena harganya tinggi akan berefek pada naiknya harga telur.

“Dimana bahan pakan penting harganya bisa dijangkau masyarakat. Bicara soal produksi tidak ada yang proteksi umum. Kepentingan masyarakat umum itu sama denga kepentingan nasional. Biaya pakan 50 persen itu dari jagung,” jelasnya.

Musbar pun berharap jagung yang diimpor agar datang secepatnya. “Apabila tiba di Indonesia pada awal tahun 2019, bisa tidak dapat terserap oleh peternak mandiri karena bersamaan dengan panen raya, di mana harga jagung di petani lebih murah.”

Menurut Direktur Aneka Kacang dan Umbi (AKABI) Ir  Ali Jamil PhD, permasalahan impor jagung 
yang belakangan ramai diberitakan, karena keputusan pemerintah untuk mengimpor 100 ribu ton jagung, dilakukan di tengah perhitungan produksi jagung tahun 2018 yang diperkirakan surplus hingga 12,98 juta ton.

Karenanya, pemerintah melalui Kementan tetap mendorong peningkatan produksi pertanian dalam negeri, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan khususnya petani lokal. Ali juga menyampaikan, dalam kondisi tertentu impor boleh jadi dilakukan.

Pihaknya menjelaskan, keputusan ini diambil sebagai bentuk usaha penyelamatan peternak ayam mandiri, serta menjaga stabilitas harga ayam dan telur.

“Sebagai upaya melindungi masyarakat konsumen dengan menjaga harga pasokan bahan pangan dan stabilitas harga di pasar. Sehingga angka inflasi terjaga sebagaimana yang ditargetkan Pemerintah” ucapnya.

Sementara itu Kasatgas Kordinasi dan Solusi, Satgas Pangan, Kombes Pol Krisnandi mengatakan, pihaknya akan selalu melakukan komunikasi, kordinasi dan kolaborasi dengan kementerian, asosiasi dan peternak dan petani untuk menjaga stabilitas harga jagung dan telur di Tanah Air.

“Stabilitas harga jagung, merupakan peran dari petani jagung, perusahaan pakan ternak dan pemangku kepentingan yakni Kementan, Kemendagri dan Perum Bulog. Tak hanya itu juga akan mengawasi kelancaran distribusi mulai dari hulu ke hilir sehingga tercipta ketersediaan jagung pakan dan harga jagung yang stabil,” ucap Krisnandi. (Berbagai sumber)

Susunan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Masa Bhakti 2018 - 2022





SURAT KEPUTUSAN

Nomor: Skep-01/KU-PBPDHI/XI/2018
SUSUNAN PENGURUS BESAR PERHIMPUNAN DOKTER HEWAN INDONESIA
MASA BHAKTI 2018 - 2022





Pembina: Dr. Drh. I Ketut Diarmita, MP
Drh. Prabowo Respatiyo, MM. Ph.D
Dr. Drh. Teuku Sahir Sahali, MM., M.Ak

Penasehat:
Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D
Drh. Syamsul Ma'arfi, M.Si
Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K)
Drh. Indra Exploitasia Semiawan, M.Si
Drh. Sujarwanto, MM
Drh. Lukas Agus Sudibyo
Drh. Sudriman

Ketua Umum: Drh. Muhammad Munawaroh, MM
Ketua I: Prof. Dr. Suwarno, drh, M.Si
Ketua II: Drh. Tri Satya Putri Naipospos, M.Phil, Ph.D
Ketua III: Drh. Bonifasius Suli Teruli
Ketua IV: Drh. Zulyazaini Yahya, M.Si

Sekretaris Jenderal: Dr. Drh. Widagdo Sri Nugroho, MP
Wakil Sekjen I: Drh. Sariyanti, M.Si
Wakil Sekjen II: Drh. Andi Wijanarko
Wakil Sekjen III: Drh. Raden Nurcahyo Nugroho, M.Si

Bendahara Umum: Drh. Suhartono, CAT, CSA
Wakil Bendahara I: Drh. Enny Pudjiwati, MM
Wakil Bendahara II: Drh.Novi Wulandari

Komisi di bawah Ketua I
Komisi I: Bidang Pengembangan Pendidikan Berkelanjutan Profesi
Ketua: Prof. Dr. Drh. Ida Tjahajati, MS
Anggota:
1. Drh. Rajanti
2. Drh. Yus Anggoro Saputra
3. Drh. Nofan Rickyawan, M.Sc
4. Drh. I Putu Gede Yudhi Arjentinia, M.Si

Komisi II: Bidang Webinar dan Journal Ilmiah
Ketua: Drh. Teuku Reza Ferasyi, M.Sc, Ph.D
Anggota:
1. Drh. Dita Dharmayanti
2. Dr. Drh. Aris Haryanto, M.Si
3. Drh. Imron Suandy, M.Sc
4. Drh. Sheilla Marty Yanestria, MVet

Komisi di bawah Ketua II
Komisi III: Bidang Humas dan Publikasi
Ketua: Drh. Joko Ismadi, M.Sc
Anggota:
1. Drh. Shinta Rizanti Binol
2. Drh. Ruri Astuti Wuladari
3. Drh. Arief Ervana
4. Drh. Moch. Arief Cahyono, M.Si

Komisi IV: Bidang Hubungan Lembaga dan Organisasi Internasional
Ketua: Drh. Ni Made Restiati, M.Phil
Anggota:
1. Dr. Drh. P. Suryani, DEA
2. Drh. Syafrison Idris, M.Si
3. Dr. Drh. Sophia Setyawati, MP


Komisi VII: Bidang Hubungan Lembaga dan Organisasi Nasional
Ketua: Drh. Laode Muh Mastari, MM
Anggota:
1. Drh. Wahyu Suhadji
2. Drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes
3. Drh. Hastho Yulianto, MM
4. Drh. Sugeng Dwi Hastono
5. Drh. Dedi Chandra

Komisi di bawah Ketua III
Komisi V: Bidang Pengelolaan Data Base dan Aplikasi Online
Ketua: Drh. Muhammad Muharam Hidayat, M.Sc
Anggota:
1. Drh. Albertus Teguh Mulyono, M.Sc
2. Drh. Budi Prasetyo, M.Si
3. Drh. Raden Sigit Nurtanto
4. Drh. Okta Wismandanu, M, Epid
5. Drh. Wikrama Satyadarma

Komisi VI: Bidang Pengembangan dan Pelatihan Keorganisasian
Ketua: Drh. Agung Budiyanto, MP, Ph.D
Anggota:
1. Drh. Apris Beniawan, M.Si
2. Drh. Joko Daryono
3. Drh. Puji Hartono, MP

Komisi VII: Bidang Pembinaan Cabang dan ONT
Ketua: Drh. Makmun, M.Si
Anggota:
1. Drh. Langgeng Priyanto, M.Si
2. Drh. Ambar Retnowati, M.Si
3. Drh. Haryono, M.Si
4. Drh. Wahyu Setiawan Yuwana
5. Drh. Dewi Retnawati

Komisi IX: Bidang Koordinasi Antar Wilayah
Ketua: Drh. H. Puput Ridjalu Widjaya
Anggota:
1. Drh. Richardo C. A. Rumlus, SP
2. Drh. Erwin Kusbianto, M.Si
3. Drh. Ira Kartikasari
4. Drh. Muhammad Aji Purbayu, M.Sc

Komisi di bawah Ketua IV
Komisi X: Bidang Peningkatan Kesejahteraan Anggota
Ketua: Drh. Ismanto
Anggota:
1. Drh. Deddy Fachruddin Kurniawan
2. Drh. Anjar Prambudi
3. Drh. Ani Juwita Handayani

Komisi XI: Bidang Pengembangan Usaha Dana
Ketua: Drh. Sunardi Sukowardi, MM
Anggota:
1. Drh. Ayoe Pratiwi Handayani
2. Drh. Mirjawal
3. Drh. Desak Putu Suryaningsih

Badan Perlindungan Hukum Perhimpunan
Ketua: Letkol. Kes. Drh. Martha Mangapulina, SH
Anggota:
1. Drh. Kemaz Aditya Dewangga, SH. M.Kn
2. Drh. Budi Prasetyo, SH
3. Drh. Jack Ruben Simatupang

Menumbuhkan Konsumsi Susu Lewat Produk Keju

Varian jenis keju yang diolah dari susu lokal. (Foto: Dok. Noviyanto)

((Jika tak suka dengan susu murni, konsumsi keju pun bisa jadi pengganti. Selain tetap nikmat, keju dapat dikonsumsi bersamaan dengan makanan kesukaan lainnya. Takaran gizinya pun tak beda.))

Persoalan rendahnya tingkat konsumsi sumber makanan bergizi di Indonesia, tak hanya terjadi pada konsumsi telur dan daging ayam. Konsumsi terhadap susu pun setali tiga uang. Rendahnya tingkat konsumsi ini bukan data asal yang muncul, namun telah melalui sebuah kajian matang yang dilakukan pihak berkompeten.

Agustus lalu, Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyebutkan, dari hasil penelitian yang dilakukan para akademisi, bahwa Indonesia menempati posisi terendah mengonsumsi susu se-ASEAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 16,5 liter per kapita per tahun.

Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan data United States Department of Agriculture (USDA) Foreign Agricultural Service 2016, untuk Malaysia (50,9 liter), Thailand (33,7 liter) dan Filipina (22,1 liter). Produksi susu segar di Indonesia sendiri baru mencapai 920.093,41 ton pada 2017. Angkanya hanya naik 0,81% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 912.735,01 ton.

Sedangkan berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) 2016, konsumsi susu di Indonesia hanya berkisar 11,8 liter per kapita per tahun, termasuk produk olahan yang mengandung susu. Sementara, Malaysia konsumsi susunya mencapai 36,2 liter per kapita per tahun, Thailand 22,2 liter per kapita per tahun dan Filipina sebanyak 17,8 liter per kapita per tahun.

Pada 2016 Kementan mencatat, perkembangan rata-rata konsumsi susu murni dari 1993 hingga 2016 hanya meningkat 1,86 liter per kapita per tahun, di mana penurunan tertinggi sebesar 50,24% terjadi pada 2009.

Dari angka ini, dapat dilihat bahwa budaya minum susu di Indonesia masih rendah. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi susu cair olahan perlu ditingkatkan agar terus memaksimalkan serapan produksi susu sapi lokal. Salah satunya dengan mendorong industri untuk meningkatkan produksi susu olahan segar dibanding olahan bubuk.

Produk Turunan
Bagi orang yang kreatif dan memiliki insting bisnis yang tajam, budaya keengganan masyarakat mengonsumsi susu ini tampaknya bisa dilirik sebagai peluang bisnis yang menggiurkan. Seperti halnya yang dilakukan Noviyanto, pengusaha muda asal Kota Boyolali, Jawa Tengah, telah membuktikan itu. Ia mengolah susu sapi menjadi produk keju yang nikmat. Produk yang digemari banyak kalangan itu ia beri brand Keju Indrakila.

Muasal Noviyanto terjun ke usaha produksi keju memang bukan semata karena data BPS ataupun Kementan yang menyatakan rendahnya tingkat konsumsi susu di masyarakat. Ia juga memiliki alasan lain yang tak kalah penting. Kota tempat kelahirannya merupakan salah satu sentra peternak sapi perah.

“Di sini produksi susu sangat melimpah. Namun, kadang mereka kesulitan untuk memasarkan susu hasil perahannya. Nah, berangkat dari kepihatinan melimpahnya produksi susu sapi petani lokal, saya kemudian mendirikan pabrik keju pada tahun 2009,” ujarnya.

Ada delapan lebih varian keju produksi Indrakila, yakni mozzarella, mozzarella fresh, feta, feta olive oil, feta black pepper, mountain chilli, mountain dan boyobert. Dari semua varian keju tersebut, menurut Noviyanto, varian mozzarella paling banyak diminati konsumen.

Noviyanto tak sendiri dalam merintis usaha produksi kejunya. Karena usaha ini tergolong padat teknologi dan modal, pria ini menggandeng beberapa kerabatnya untuk menambahkan modal awal. Dengan sokongan modal, lulusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo ini berani merintis pabrik keju Indrakila pada 2009.

Saat ini pabrik yang berlokasi di kampungnya, Dukuh Karangjati, mampu memproduksi sedikitnya 120 kg keju lebih per hari. Pasokan susu segar sebagai bahan baku dia dapatkan dari Koperasi Serba Usaha (KSU) di Boyolali. KSU ini beranggotakan sekitar 600 lebih peternak sapi perah Boyolali.

Memproduksi keju membutuhkan bahan yang tak sedikit. “Semisal, untuk bahan sebanyak 100 liter susu murni, keju yang dihasilkan hanya sekitar 10 persen. Limbahnya yang masih 90 persen akan kami olah jadi berbagai produk turunan,” ujar Noviyanto.

Produk turunan dari limbah ini digagas Noviyanto menjadi produk lain, seperti semacam natadecoco dan bahan biogas. Menurutnya, semua varian keju produk Indrakila saat ini di pasarkan secara ritel ke supermarket. Produk ini sudah mendapat izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Sekarang yang saya lakukan masih kecil dampaknya untuk Boyolali. Kota ini menghasilkan 110 ton lebih susu tiap hari, sedangkan saya baru manfaatkan sebagian per harinya,” ungkapnya.

Disukai Ekspatriat 
Keju buatan Noviyanto sudah dipasarkan hingga ke Bali, Semarang, Yogyakarta, Solo dan beberapa kota di Pulau Jawa. Untuk luar jawa, dia baru memenuhi pasar di Makassar, Aceh, dan Kalimantan. Selain dijual ritel, pembeli lainnya berasal dari pemilik restoran atau usaha yang membutuhkan keju sebagai pelengkap. Ada juga yang sudah menjadi reseller.

Harga keju Indrakila bervariasi tergantung jenis dan jumlah pembelian. Namun kisarannya mencapai Rp 150.000 per kg. Dari bisnis keju lokal ini, Noviyanto mengaku sudah mengantongi omset lumayan besar. Perolehan omset sebesar itu tak terlepas dari target konsumen yang dibidik, yakni skala industri dan ekspatriat sebagai pembeli ritel.

“Justru para ekspatriat yang menyukai keju lokal, karena rasanya lebih segar. Sedangkan orang kita malah lebih suka keju impor,” kata dia.

Kini, Noviyanto sedang mengembangkan bisnisnya agar lebih mendunia. Dalam bisnis ini, dia berharap mampu menguasai pasar nasional dalam skala yang lebih besar lagi. Sehingga pabrik kejunya bisa menyerap tenaga kerja lokal lebih banyak. (AK)

Kementan Siapkan Naskah Kebijakan Penguatan Kemitraan di Sub Sektor Peternakan

Kemitraan sebenarnya sudah berjalan lama di bidang peternakan (Foto: Infovet)


Kementerian Pertanian sedang melakukan penyusunan naskah kebijakan untuk merevisi regulasi setingkat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang nantinya akan menjadi payung hukum tentang pelaksanaan kemitraan. Hal tersebut disampaikan oleh Fini Murfiani Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam siaran persnya, Rabu (28/11/2018).

Hal ini tentunya menepis anggapan beberapa pihak yang menyampaikan bahwa dengan adanya revisi Permentan 26 Tahun 2017, maka Pemerintah tidak mempunyai kedaulatan di negeri sendiri dan justru tunduk kepentingan asing.

Fini Murfiani

“Anggapan tersebut tidak benar” kata Fini. Ia tekankan bahwa Indonesia sebagai negara anggota WTO tentunya harus fleksibel dan bersedia memenuhi aturan perdagangan internasional, namun bukan berarti Pemerintah lantas tidak berupaya melakukan sesuatu.

Menurutnya, kemitraan ini sebenarnya sudah berjalan lama di bidang peternakan, cuma selama ini pelaksanaan kemitraan belum dilengkapi dengan perjanjian tertulis antar para pihak yang bermitra yang diketahui oleh Pemerintah, dalam hal ini oleh Kepala Dinas Provinsi maupun Kadis Kabupaten/Kota.

"Unsur Pemerintah ini perlu ada dalam perjanjian tertulis kemitraan karena sejak awal akan dinilai terkait dengan "fairness" isi dari perjanjian tersebut", ungkap Fini.

Lebih lanjut Ia jelaskan bahwa prinsip kemitraan adalah saling menguntungkan, saling percaya dan saling membutuhkan. Selain itu menurutnya, dengan adanya unsur Pemerintah, bila terjadi selisih pendapat antara para pihak yangg bermitra, Pemerintah dapat berperan sebagai "wasit" atau penengah atau mediator.

Terkait dengan pemanfaatan skim kredit, Fini berpendapat akan lebih baik bila disalurkan kepada peternak/kelompok ternak yang memiliki kemitraan dengan pelaku usaha menengah/besar, dimana pelaku usaha menengah/besar berperan sebagai avalis atau off-taker.

Untuk mendukung dari sisi pembiayaan ke peternak, Fini Murfiani menyebutkan bahwa Pemerintah juga telah memfasilitasi subsidi bunga Kredit Usaha rakyat (KUR). “Untuk peternakan ada KUR Khusus, ke-khususannya yaitu selain suku bunga KUR sebesar 7%, juga ada fasilitas grace period dengan jangka waktu maksimal 3 tahun”, ungkap Fini.

Ia katakan bahwa KUR yang telah disalurkan untuk bidang peternakan sampai dengan 31 Oktober 
2018 tercatat Rp.4,2 trilyun untuk 186.569 debitur.

"Selain KUR, Alhamdulillah, saat ini untuk para peternak sapi perah yang tergabung dalam koperasi primer, juga telah disalurkan skim kredit berbunga rendah melalui program PKBL dengan bunga 3% yang berasal dari beberapa BUMN, seperti:  PT. Sucofindo, PT. Pelindo III, PT. Jasindo dan PT. KAI,” ungkap Fini.

Menurutnya, melalui program tersebut tercatat sejak tahun 2000 sampai dengan 2018 sudah mencapai sebanyak Rp.20,16 milyar. PT Bank BTN juga sedang memproses penyaluran PKBL untuk peternak sapi perah.

Selain itu, untuk Mitigasi Resiko, Pemerintah juga telah menyalurkan menyediakan subsidi melalui Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau (AUTS/K) berupa fasilitasi bantuan premi untuk 120.000 ekor per tahun sejak 2016.

Tumbuh Signifikan

Diwawancara secara terpisah, M. Koesnan Pengurus Koperasi Peternakan sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Kabupaten Pasuruan manyampaikan, usaha peternakan sapi perah miliknya, akhir-akhir ini mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan karena adanya kemitraan yang diinisiasi oleh Pemerintah.

Dalam penyediaan modal/pinjaman dan bunga lunak, Koesnan menyebutkan bahwa Koperasinya bekerjasama  dengan BUMN, yakni PT. Sucofindo dan PT. Pelindo sejak tahun 2000, terutama dalam pengadaan bibit sapi perah dan bantuan sarana dan prasarana.

“Pemasaran susu segar hampir 100% kita salurkan ke PT. Indolakto dan sebagian kecil produksi susu dipasarkan lokal dalam bentuk susu olahan sederhana”, ungkapnya.

Ia sebutkan bahwa produksi susu segar koperasinya saat ini meningkat menjadi 108 ton litter/hari dengan populasi sapi perah sebanyak 22.500 ekor.

“Dengan meningkatnya produksi susu sapi di koperasi kami, tentunya ini berdampak dalam peningkatan pendapatan dan perekonomi para peternak”, ungkapnya.

Lebih lanjut Koesnan menjelaskan, untuk meningkatkan produktifitas sapi perah milik anggotanya, mereka melakukan program Penyediaan Pakan Ternak yang berkualitas, baik pakan konsentrat maupun hijauan pakan ternak secara berkelanjutan.

“Untuk pengembangan Hijauan Makanan Ternak (HMT), kami menyediakan bibit-bibit yang berkualitas, bahkan untuk menjamin dan pengawasan mutu pakan, kami kerjasama dengan Balai Penelitian Ternak Loka Grati Pasuruan”, ujar Koesnan.

Lanjut dia, kerjasama juga dijalin dengan PUM Belanda untuk meningkatkan SDM dan perbaikan nutrisi pakan ternak.

KPSP Setia Kawan saat ini juga tengah mengembangkan susu organik bekerjasama dengan ARLA Denmark.

“Untuk perlindungan usaha anggotanya, Koperasi ini juga telah dilindungi oleh Asuransi Ternak (AUTS) kerjasama dengan PT. Jasindo yang difasilitasi oleh Kementan”, ucap Koesnan. (Rilis Kementan)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer