Dirjen PKH dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional di Lombok (Foto: Dok. Kementan) |
"Dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing
produk ekspor, Kementan terus mendorong komitmen semua pihak dalam mewujudkan
konsep One Health dalam penanganan penyakit
Zoonosis," tutur Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita dalam Rapat Koordinasi
Teknis Nasional (Rakonteknas) di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat, Rabu
(5/12/2018).
Saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan
menjadi isu penting dalam perdagangan internasional. Bahkan menjadi hambatan
dalam menembus pasar global.
Sebagai upaya memanfaatkan peluang ekspor, diperlukan dukungan dari
seluruh pemangku kepentingan sektor peternakan, terutama dalam penerapan
standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir.
Ditjen PKH sendiri terus membangun kompartemen-kompartemen Avian Influenza (AI) dengan penerapan
sistem biosekuriti. Kini, kompartemen tersebut sudah berkembang menjadi 141
titik dan ditambah 40 titik yang masih dalam proses untuk sertifikasi, padahal
awalnya hanya 49 titik.
“Kita terus mendesain kegiatan ini agar peternak lokal dapat
menerapkan dengan baik dan kompartemen-kompartemen yang dibangun diakui oleh
negara lain,” terang I Ketut.
Untuk penjaminan keamanan pangan, saat ini sudah ada 2.132
unit usaha ber-NKV (nomor kontrol veteriner). Nomor ini merupakan bukti
tertulis yang sah bagi terpenuhinya persyaratan sanitasi higienis sebagai
jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.
Peluang perluasan pasar untuk komoditas peternakan di pasar
global, menurut I Ketut, masih sangat terbuka luas. Adanya permintaan dari
negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi
untuk dilakukan penjajakan karena keunggulan Indonesia salah satunya adalah
produk halal.
"Jaminan kehalalan juga dapat menjadi daya tarik
tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah Timur Tengah dan negara
dengan penduduk mayoritas muslim lainnya dan ini harus kita manfaatkan,” ungkap
Ketut.
Ekspor Peternakan
2018 Meningkat
Dalam kesempatan tersebut, I Ketut Diarmita juga menyatakan,
ekspor sub sektor peternakan terus meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal
itu sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam
meningkatkan daya saing dan mempermudah perizinan ekspor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data
dan Informasi (Pusdatin) Kementan, volume ekspor sub sektor peternakan pada
2018 sejak Januari hingga September sebesar 183.414 ton dengan nilai
474.193.507 dolar AS. Dengan demikian terhitung volume ekspor naik sebesar
52,99 persen dan sementara nilai ekspor meningkat sebesar 194 persen, jika
dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor Januari-September 2017 yaitu
sebesar 119.885 ton dan 161.171.933 dolar AS.
“Kita harapkan volume dan nilai ekspor sub sektor peternakan
di triwulan akhir 2018 terus mengalami peningkatan,” katanya.
Ketut menjelaskan, data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen
PKH, capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada 3,5 tahun terakhir
(2015-2018 semester I) mencapai Rp 32,13 triliun.
Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang
mencapai Rp 21,58 triliun menembus ke 87 negara tujuan. Selain itu, ekspor babi
ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun.
Produk susu dan olahannya juga menghasilkan sebesar Rp 2,99
triliun menembus pasar di 31 negara. Kelompok pakan ternak asal tumbuhan
menyumbang Rp 3,34 triliun masuk ke 14 negara.
Beberapa produk lain seperti produk hewan non pangan, telur
ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, (DOC),
dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar tahun ini.
“Langkah dan kebijakan Kementan dalam mewujudkan visi
Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045 terus diupayakan bersama para
pemangku kepentingan,” ujar I Ketut. (Sumber: Siaran Pers Kementan)
0 Comments:
Posting Komentar