Foto: Shutterstock |
“Mekanisme harga telur yang melonjak di pasar karena biaya produksi meningkat. Biaya produksi tersebut berasal dari biaya pakan ternak. Salah satu bahan baku pakan adalah jagung yang juga mengalami kenaikan dan mengalami kelangkaan. Semua ini adalah rentetan dari harga telur yang naik,” kata Presiden Perhimpunan Layer Nasional (PLN) , Ki Musbar Mehdi dalam lokakarya bertema “Mencari Solusi Ditengah Melambungnya Harga Pakan Ternak Ayam” yang diadakan di Hotel Allia, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (29/11).
Harga atas dan bawa telur ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 18-20 ribu. Namun peternak dinilai masih rugi karena tidak berimbang dengan tingginya biaya produksi akibat harga pakan yang tinggi.
Jagung yang harganya menembus Rp 5.300 per kg diduga disebabkan minimnya stok. Sedangkan permintaan jagung untuk pakan ternak mencapai 780.000 ton tiap bulannya. Peternak pun meminta pemerintah agar perhatian terhadap masalah harga dan stok ini.
Memasuki September-Oktober harga telur menurun, berlanjut hingga pertengahan September dan minggu pertama November. Meski peternak masih mendapat keuntungan tapi jumlahnya tipis.
Seperti biasa di akhir tahun, menjelang Natal dan Tahun Baru harga kebutuhan pokok termasuk telur kerap naik. Namun Musbar mengungkapkan ternyata tingginya harga telur belakangan ini di sejumlah pasar juga disebabkan oleh naiknya harga jagung. Karenanya ia berharap pemerintah menjaga kestabilan dan ketersediaan pakan.
Menurut Musbar, tersedianya pakan dan terjangkaunya harga pakan oleh para peternak sangatlah penting. Jika pakan sulit didapat karena harganya tinggi akan berefek pada naiknya harga telur.
“Dimana bahan pakan penting harganya bisa dijangkau masyarakat. Bicara soal produksi tidak ada yang proteksi umum. Kepentingan masyarakat umum itu sama denga kepentingan nasional. Biaya pakan 50 persen itu dari jagung,” jelasnya.
Musbar pun berharap jagung yang diimpor agar datang secepatnya. “Apabila tiba di Indonesia pada awal tahun 2019, bisa tidak dapat terserap oleh peternak mandiri karena bersamaan dengan panen raya, di mana harga jagung di petani lebih murah.”
Menurut Direktur Aneka Kacang dan Umbi (AKABI) Ir Ali Jamil PhD, permasalahan impor jagung
yang belakangan ramai diberitakan, karena keputusan pemerintah untuk mengimpor 100 ribu ton jagung, dilakukan di tengah perhitungan produksi jagung tahun 2018 yang diperkirakan surplus hingga 12,98 juta ton.
Karenanya, pemerintah melalui Kementan tetap mendorong peningkatan produksi pertanian dalam negeri, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan khususnya petani lokal. Ali juga menyampaikan, dalam kondisi tertentu impor boleh jadi dilakukan.
Pihaknya menjelaskan, keputusan ini diambil sebagai bentuk usaha penyelamatan peternak ayam mandiri, serta menjaga stabilitas harga ayam dan telur.
“Sebagai upaya melindungi masyarakat konsumen dengan menjaga harga pasokan bahan pangan dan stabilitas harga di pasar. Sehingga angka inflasi terjaga sebagaimana yang ditargetkan Pemerintah” ucapnya.
Sementara itu Kasatgas Kordinasi dan Solusi, Satgas Pangan, Kombes Pol Krisnandi mengatakan, pihaknya akan selalu melakukan komunikasi, kordinasi dan kolaborasi dengan kementerian, asosiasi dan peternak dan petani untuk menjaga stabilitas harga jagung dan telur di Tanah Air.
“Stabilitas harga jagung, merupakan peran dari petani jagung, perusahaan pakan ternak dan pemangku kepentingan yakni Kementan, Kemendagri dan Perum Bulog. Tak hanya itu juga akan mengawasi kelancaran distribusi mulai dari hulu ke hilir sehingga tercipta ketersediaan jagung pakan dan harga jagung yang stabil,” ucap Krisnandi. (Berbagai sumber)
0 Comments:
Posting Komentar