-->

PAKAN BERKUALITAS JADI IDAMAN

Inspeksi keamanan pakan, dengan menjaga keamanan pakan akan menentukan kualitasnya. (Foto: Istimewa)

Selain menjadi tanggung jawab produsen, keamanan dan kualitas pakan juga harus diupayakan oleh semua mata rantai yang terlibat, tentunya pakan berkualitas merupakan idaman bagi semua stakeholder.

Pengaruh Iklim Terhadap Kualitas Bahan Baku
Kualitas pakan juga bergantung pada lingkungan, hal ini karena lingkungan dapat memengaruhi kualitas dari suatu bahan baku pakan. Contoh keadaan iklim dan musim, dikala musim penghujan tiba, produsen biasanya ketar-ketir dengan kualitas beberapa bahan baku yang cenderung tercemar mikotoksin yang tinggi.

Hal tersebut pernah diungkap oleh Nutrition and Technical Support Section Head PT Charoen Pokphand Indonesia Lampung, Viko Azi Cahya. Ketika kelembapan cenderung tinggi dan terjadi penurunan suhu, hal tersebut akan memengaruhi kadar air suatu bahan pakan. Setiap bahan pakan memiliki standar mutu level kadar air, namun selama penyimpanan, level kadar air bahan pakan tidak selalu konstan.

Air di dalam bahan pakan dan udara saling membentuk keseimbangan, yang disebut juga dengan equilibrium moisture content (EMC). Oleh karena itu selama penyimpanan, agar kadar air selalu terjaga tidak mencapai level yang bisa membuat tumbuhnya mikroorganisme penyebab kerusakan, harus dijaga kelembapan udara di tempat penyimpanannya.

“Oleh karena itu dalam memilih bahan baku misalnya jagung, kita juga mempertimbangkan kadar air yang terkandung di dalamnya, ini akan memengaruhi kualitas dari bahan baku itu sendiri. Formulator dan nutrisionis harus pintar menyiasatinya,” kata Viko.

Memanfaatkan Data, Jaringan, & Teknologi
Sebelum memilih bahan baku pakan terutama bahan baku impor, produsen juga harus mengetahui hal teknis yang terjadi dan dapat memengaruhi kualitas bahan baku. Beberapa perusahaan supplier feed additive biasanya memberikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

PENTINGNYA KONTROL KUALITAS PAKAN

Kualitas bahan baku pakan di lapangan bisa berubah-ubah. (Foto: Shutterstock)

Pakan sangat menentukan produktivitas ternak sehingga kontrol kualitas bahan baku pakan sangat penting dilakukan peternak. Diketahui bahwa kualitas bahan baku pakan di lapangan selalu berubah-ubah tergantung wilayah, cuaca, musim, penanganan pasca panen, tempat penyimpanan, dan adanya kecurangan penambahan bahan tertentu dengan tujuan harga murah.

Jika tidak dikontrol kualitasnya, maka akan merugikan peternak. Terlebih biaya pakan mengambil porsi terbesar dalam biaya produksi peternakan. Ketika penulis melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku pakan ternak ditemukan mengandung tambahan bahan tertentu. Adanya bahan tambahan  ini akan mengakibatkan nilai nutrisi tidak sebenarnya. Contohnya bekatul atau dedak yang ditambahkan gilingan sekam. Fungsi sekam yaitu sebagai bahan pengisi atau penambah bobot dari bekatul atau dedak. Namun sayangnya sekam mengandung serat kasar yang tinggi sehingga susah dicerna ternak unggas.

Contoh lain bahan baku pakan yang juga sering dipalsukan adalah tepung ikan dan meat bone meal (MBM). Tepung ikan sering dicampur dengan urea, sedangkan MBM dicampur dengan tepung bulu. Penambahan urea maupun tepung bulu akan meningkatkan kadar protein kasar, namun urea tidak dapat dimanfaatkan tubuh ayam bahkan beracun.

Kontrol kualitas bahan baku utamanya adalah mengendalikan kandungan kualitas yang bervariasi. Variasi bahan baku di antaranya berpengaruh terhadap kandungan protein dan komposisi asam amino. Keduanya (protein dan AA) merupakan komponen nutrisi paling mahal dalam menyusun pakan unggas.

Selanjutnya adalah energi (metabolik) dan fosfor yang memberikan beban biaya termahal dalam formulasi pakan. SBM/bungkil kedelai merupakan sumber protein paling ekonomis diandalkan karena kandungan protein yang tinggi (46-48%) dan komposisi/profil asam amino konsisten. Perbedaan asal sehingga dikenal SBM Brasil, SBM Argentina, SBM USA, SBM India membuktikan variasi nyata yang ada di antara jenis bahan baku tersebut. Dalam operasional sehari-hari penerimaan SBM dari satu asal saja bisa memperlihatkan adanya perbedaan dalam kandungan nutrisinya. Adapun factor-faktor yang berkontribusi terhadap variasi tersebut bisa disebabkan cara prosesing (derajat cooking yang pada kondisi ekstrem menyebabkan under-cooked dan over-cooked).

Produk yang tiba di feedmill bisa saja berasal dari beberapa pabrik yang mempunyai cara pengolahan berbeda. Faktor lain yang tidak boleh dilupakan adalah teknik sampling, karena tekstur SBM tidaklah sangat homogen, terkadang ditemukan kontaminan hull atau patahan batang. Mengingat SBM dan jagung merupakan bahan baku sumber protein yang digunakan dalam persentase tinggi, maka perubahan kecil dalam nilai nutrisi kedua bahan baku tersebut yang tidak diantisipasi akan berdampak pada performa unggas.

Kecuali masalah-masalah di atas dalam kontrol bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan memenuhi standar kualitas, maka masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan agar pakan yang dihasilkan berkualitas baik:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MEMAKSIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM


Nutrisi merupakan unsur yang sangat esensial yang diperoleh dari bahan baku pakan yang dimanfaatkan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi hewan. Kelompok nutrisi pada umumnya seperti karbohidrat (energi), protein (asam amino), lemak, mineral, vitamin, dan air. Performa ayam akan terbentuk optimal memerlukan asupan nutrisi yang tepat.

Dalam memberikan asupan pakan ada hal-hal yang harus diperhatikan agar nutrisi yang diberikan  sesuai dengan yang dibutuhkan. Dimana setiap bahan baku yang ada selama ini terbukti kualitasnya bervariasi. Kualitas yang bervariasi merupakan hal nyata terlihat dalam setiap melakukan pemeriksaan bahan baku. Bahan-bahan baku yang di masukkan dalam formulasi pakan juga terdapat zat anti-nutrisi.

Apa itu zat anti-nutrisi? Didefinisikan sebagai komponen biologis yang terdapat dalam pakan atau bahan baku pakan yang dapat mengurangi pemanfaatan nutrisi atau asupan pakan, sehingga menyebabkan gangguan fungsi pencernaan dan kinerja metabolisme. Tanin, fitat, inhibitor tripsin, NSP, glukosinolat, saponin, β-glukan, adalah beberapa zat anti-nutrisi penting yang ditemukan pada tanaman sebagai sumber bahan baku seperti jagung, gandum, SBM, dan dedak.

Ancaman-ancaman dari zat anti-nutrisi yang terjadi pada bahan baku yang digunakan dalam formulasi pakan antara lain:

• Gangguan kesehatan usus dan ekologinya.
• Peningkatan kerugian endogen.
• Terganggunya fungsi enzim endogen.
• NSP yang memengaruhi pembentukan viskositas (NSP larut) dan mekanisme penjebakan nutrisi atau efek sangkar (NSP tidak larut).
• Fitat yang setiap 1% menurunkan kecernaan pakan dalam kisaran 0,49-0,89% seiring dengan kencernaan nutrisinya.

Jagung merupakan sumber energi utama pakan di Indonesia yang mempunyai nilai rata-rata energi sebesar 3359 kkal/kg, namun memiliki nilai rata-rata yang berbeda di setiap bulannya. Kontribusi jagung terhadap nilai energi pakan minimal 50-65%.

Kemudian soybean meal (SBM) merupakan sumber utama protein atau asam amino untuk pakan yang berkontribusi pada suplai lysine (+70%) dan methionine (+30%). SBM di Indonesia dengan kandungan protein 46% mempunyai nilai serat kasar dan lemak kasar dengan variasi cukup besar yaitu 16% dan 25%.

Sedangkan dedak memiliki nilai nutrisi  sangat bervariasi pada setiap parameter yang dianalisis. Nilai serat kasar dan lemak kasar dedak memiliki variasi yang sangat besar, yakni 62,68% dan 22,78%, meskipun memiliki kadar air yang relatif lebih seragram.

Dengan kondisi bahan baku tersebut di atas dimana memiliki zat anti-nutrisi dan variasi kualitas yang berbeda yang dapat memengaruhi nilai nutrisi yang diharapkan, maka diperlukan imbuhan dalam pakan. Imbuhan yang ditambahkan dalam pakan yang sangat berpengaruh agar memberikan nilai nutrisi yang optimal adalah enzim.

Enzim berfungsi sebagai pencerna serat dan modulator mikroflora saluran cerna, serta meningkatkan ketersediaan potensial nutrien endogen (nutrisi yang tersedia di dalam bahan baku pakan). Enzim merupakan senyawa organik bermolekul besar berfungsi mempercepat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom

MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM PADA PAKAN

Pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan. Kurang lebih 60-70% cost yang dikeluarkan dalam suatu budi daya peternakan berasal dari pakan. Pasalnya kini produsen pakan serta peternak dihadapkan oleh masalah harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang memungkinkan turunnya kualitas pakan.

Tentunya insan peternakan di Indonesia sudah tahu betul mengenai problem kenaikan harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang selalu fluktuatif. Ditambah lagi kini berbagai problem tersebut diperkeruh dengan adanya faktor pasca pandemi COVID-19, perubahan iklim, krisis moneter dan pangan, serta masalah lainnya.

Dalam kondisi dunia yang tengah mengalami disrupsi dan ketidakpastian iklim bisnis, tentunya para produsen pakan dan peternak self mixing dituntut agar lebih efisien dalam formulasi pakan tanpa mengurangi kualitasnya.

Di tengah permasalahan tersebut hadir sebuah solusi dalam formulasi pakan, yakni dengan menggunakan feed additive dalam bentuk sediaan enzim. Seperti apakah penggunaan enzim dalam formulasi pakan? Bagaimanakah formulasinya? Serta enzim apa saja yang bisa digunakan dalam suatu formulasi?

Enzim Sang Katalisator Reaksi Kimia
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menerangkan kepada Infovet bahwa enzim yakni  senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator bermacam reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Yang dimaksud dengan katalisator yakni zat yang dapat mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak memengaruhi hasil akhir reaksi.

“Oleh karena itu enzim digadang-gadang bahwa dapat menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang sudah banyak terbukti aman untuk ternak, manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun bagi lingkungan,” tutur Nahrowi.

Lebih lanjut dijelaskan, berbagai macam fungsi enzim seperti:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous sehingga dapat mengganggu kelangsungan sistem pencernaan ternak dan berdampak buruk pada kesehatan serta performa ternak.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein, dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri (enzim endogenous).

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Prof Nahrowi mengakui dengan penambahan enzim, produsen pakan dan peternak self mixing dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

PERAN ENZIM DALAM BERBAGAI SITUASI

Mekanisme kerja enzim. (Sumber: Antonio Blanco, Gustavo Blanco, in Medical Biochemistry, 2017)

Kondisi ketersediaan dan harga bahan baku pakan yang sulit diprediksi sangat memengaruhi pengambilan keputusan dalam menyusun formulasi pakan ayam. Menyusun ransum dengan harga terjangkau dan kualitas yang sesuai kebutuhan ayam menjadi tantangan tersendiri.

Hal tersebut membutuhkan “seni” meracik pakan yang tepat dengan menerapkan teknologi pakan. Salah satuya adalah pemakaian enzim untuk meningkatkan kecernaan nutrisi oleh tubuh ayam. Enzim merupakan jenis protein yang terdapat pada semua organisme hidup, yang memfasilitasi percepatan reaksi kimia. Enzim bekerja pada molekul tertentu (substrat, red) yang akan diubah menjadi molekul berbeda yang lebih mudah diserap oleh tubuh.

Jenis Enzim
Ada dua jenis enzim dalam tubuh ayam, yaitu endogen dan eksogen. Enzim endogen diproduksi oleh berbagai organ pencernaan di dalam tubuh. Lain halnya dengan enzim eksogen yang ditambahkan dari luar tubuh ayam.

Contoh enzim endogen di antaranya amilase dan lipase (lipase asam, netral, dan fosfolipase). Sedangkan enzim eksogen yang sering ditambahkan dalam pakan ayam antara lain fitase, xylanase, glukanase, protease, selulase, dan pektinase. Enzim eksogen ini dapat diberikan secara tunggal maupun enzim campuran (multi-enzim atau koktail enzim).

Penambahan enzim eksogen diharapkan dapat meningkatkan kecernaan dan ketersediaan nutrien bagi ternak. Selain itu, penambahan enzim eksogen juga diharapkan bisa mengurangi biaya pakan, meningkatkan fleksibilitas dalam formulasi pakan, memperbaiki kesehatan usus, dan kotoran menjadi lebih kering.

Enzim eksogen yang baik perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya ketersediaan substrat yang cukup dalam bahan baku pakan, ternak harus mampu memanfaatkan produk hasil kerja enzim, enzim harus berinteraksi secara efektif dan efisien dengan subtrat targetnya, serta yang tidak kalah penting enzim harus stabil selama dan setelah pengolahan pakan sampai di dalam saluran pencernaan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Nurhadi Baskoro Murdonugroho SPt

PAKAN FERMENTASI UNTUK UNGGAS

Limbah pertanian bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan unggas. (Foto: Istimewa)
 
Pakan merupakan bagian terbesar dalam usaha peternakan, dimana biaya tersebut bisa mencapai 60-70%. Biaya pakan yang mahal terutama pakan pabrikan akan menjadi kendala dalam usaha peternakan rakyat. Sementara itu bahan pakan yang berlimpah seperti limbah pertanian belum dapat dimanfaatkan secara optimal di lingkungan peternakan unggas, disebabkan serat kasarnya yang tinggi sehingga menjadi kendala pada proses metabolisme unggas.

Proses pencernaan fermentatif dalam saluran pencernaan unggas hanya terjadi pada organ tembolok, sekum, rektum, dan kolon dalam kondisi terbatas. Pada peternakan unggas komersial pemberian pakannya mengandalkan pakan jadi atau pakan konsentrat pabrikan. Namun dalam proses metabolisme pengurai dalam pencernaan unggas, kedua jenis pakan pabrikan itu tidak terurai seluruhnya karena tidak lengkap hadirnya mikrooganisme pengurai sehingga kandungan protein dalam kotoran masih tinggi kemudian beroksidasi yang menimbulkan bau tak sedap.

Kadar protein, daya cerna, dan asam amino yang rendah, serta serat kasar yang tinggi pada limbah pertanian dan agroindutsri biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan unggas. Maka untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisinya diperlukan suatu proses yang dapat mencakup proses kimiawi, biologis melalui teknologi fermentasi (Hutagalung 1978, Yeong 1982, Zamora et al., 1989 dikutip Norbertus Kaleka 1991).
 
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Proses Fermentasi 
Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik (tanpa oksigen) (Fardiaz, 1992 dikutip Norbertus Kaleha). Sedangkan menurut Satiawihardja (1992) adalah proses dimana komponen-komponen kimiawi yang dihasilkan akibat adanya pertumbuhan/metabolisme mikroba (secara aerob dan anaerob).

Beberapa jenis mikroorganisme yang mampu meningkatkan kadar protein dan beberapa substrat limbah pertanian, seperti pada tabel berikut:

Jenis Mikroorganisme yang Dapat Meningkatkan Kadar Protein dan Subtrat Limbah Pertanian

Mikroorganisme

Subtrat

Kadar protein Sebelum Fermentasi (%)

Kadar Protein Sesudah Fermentasi (%)

Sumber

Aspergillus niger

Lumpur sawit

11,00-12,00

23,00

Pasaribu et al., 1998

Aspergillus niger

Bungkil kelapa

21,69

37,40

Sinurat et al., 1996

Aspergillus niger NKRL 337

Bungkil inti sawit

14,19

25,06

Bintang et al., 1999

Aspergillus niger

Ampas sagu

2,30

16,30

Ulfah & Bamualim, 2002

Aspergillus niger

Singkong

2,00

23,37

Komplong et al., 1994

Aspergillus niger

Onggok

1,85

14,74

Supriyati, 2003

Rhizopus oligosporus

Biji karet

19,20

30,15

Wizna et al., 2000

Sumber: Norbertus Kaleka, 2020.


Fermentasi onggok dan kulit ari kedelai. Onggok (hasil sampingan pembuatan tapioka ubi kayu) dan kulit ari kedelai (hasil pengupasan biji kedelai) merupakan limbah agroindustri yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan unggas. Campurkan bahan onggok (1,5 kg/15%) dan kulit ari kedelai (1,5 kg/15%) kemudian aduk merata. Masukkan dalam wadah plastik/ember besar lalu tambahkan 8 liter air hangat, setelah agak dingin tambahkan ragi (Aspergillus niger) 100 gr kemudian aduk kembali. Tutup rapat wadah plastik/ember dan biarkan selama tiga hari.


• Fermentasi dedak padi. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menyisakan 10% dedak padi, 3% tepung beras, 20% sekam, dan 50% beras (endosperma). Tetapi prosentase tersebut bervariasi tergantung varietas/umur padi, derajat penggilingan, dan penyosokannya (Grist, 1972). Cara membuatnya campurkan dedak padi 5 kg (atau lebih) dengan 2,5 liter air kemudian aduk sehingga seperti adonan, lalu campurkan EM4 dan molases (tetes tebu) ke dalam adonan dan aduk. Masukkan adonan dedak padi tersebut ke kantong plastik dan tutup rapat/ikat, kemudian biarkan selama 2-3 hari pada suhu ruangan dan jangan terkena sinar matahari. Adapun berikutnya cara membuat 2:2 kg dedak padi dibasahi air dengan perbandingan 3:1, lalu aduk sampai jadi adonan. Kemudian kukus adonan selama 15-30 menit, lalu dinginkan. Tambahkan ragi halus (Aspergillus niger) dan aduk merata. Masukkan adonan ke kantong plastik, tutup rapat lalu biarkan selama 1-2 hari dan sudah bisa diberikan sebagai pakan unggas.

• Fermentasi bekatul. Bekatul kandungan protein, kalsium (Ca), dan fosfor (P) hampir sama dengan dedak padi, tetapi serat kasarnya lebih rendah yaitu 4%, sehingga dapat digunakan lebih banyak dari pada dedak padi untuk unggas. Cara membuatnya campurkan 10 kg bekatul dengan 2 liter air sampai adonan saat diperas tidak meneteskan air dan saat dilepas tidak pecah, kemudian kukus selama 15-30 menit. Setelah dingin bubuhi dengan ragi (Rhizophus eligosporus) masukkan ke dalam kantong plastik/ember plastik, tutup rapat. Biarkan selama 5-7 hari. Perlu diperhatikan tidak boleh ada bau tengik dan perubahan warna menjadi cokelat.

• Fermentasi ampas tahu. Dapat dijadikan bahan pakan unggas sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar 21-29% (Mathias & Sinurat, 2001) dan kandungan lemak 4,93% (Nuraini, 2009), serat kasar 22,65% (Duldjaman, 2004). Walau ampas tahu dapat digunakan langsung untuk pakan unggas, namun diperlukan fermentasi terlebih dahulu karena asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi menjadi faktor pembatas. Cara membuat yakni sebanyak 25 kg ampas tahu diperas sampai tidak berair, lalu dikukus selama 30 menit, dinginkan dengan menyebar di atas lantai. Taburkan 5-7 butir ragi (Aspergillus niger) atau 2-3 lembar ragi (Rhizopus oligosporus), dan mineral, lalu aduk merata. Masukkan dalam drum/ember/plastik besar lalu tutup rapat. Biarkan selama 2-3 hari, bila tercium aroma harum berarti proses fermentasi selesai. Ampas tahu fermentasi sudah bisa diberikan langsung pada unggas atau disimpan selama dua bulan (dengan dikeringkan dahulu di bawah sinar matahari). Ampas tahu fermentasi bernilai gizi tinggi dengan bahan kering 28,36%, lemak 5,52%, serat kasar 17,06%, dan BETN 45,44% (Nuraini et al., 2007), disamping karbohidrat, gula, dan pati. ***

Level Pemberian Limbah Pertanian dan Limbah Agroindustri Fermentasi untuk Berbagai Unggas

Bahan Pakan Terfermentasi

Diberikan untuk

Level Pemberian

Efek Terhadap Unggas

Sumber

Onggok

Ayam kampung hitam

10%

Bobot hidup 96,7 gr/12 mgg konsumsi pakan 3076 gr, FCR 3,346, IOFC Rp 5.082

Supriyati et al., 2003

Dedak padi

Itik alabio

5,10, dan 15%

Tidak berbeda nyata terhadap produksi, telur, konversi pakan

Rohaeni et al., 2004

Bekatul

Ayam Arab grower

10, 20, 30, dan 40%

Nyata menurunkan lemak dan kolesterol daging, serta meningkatkan protein daging

Sujono, 2001

Ampas tahu

Itik lokal jantan

10, 20, dan 30%

Tidak nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan FCR

Setyowati, 2005

Sumber: Norbertus Kaleka, 2020.


Ditulis oleh:
Sjamsirul Alam
Praktisi peternakan, koresponden Infovet daerah Bandung

BASMI KEBERADAAN LALAT DI PETERNAKAN

Banyak lalat hinggap di tempat pakan ternak. (Foto: Istimewa)

Hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam hidup. Hampir di tiap tempat pasti bakal mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga yang bisa terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang juga harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut Prof Rosichon Ubaidillah, seorang ahli serangga LIPI, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun yang lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada, dan yang jelas beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak langsung juga memengaruhi kehidupan kita secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” kata Rosichon.

Ia menjelaskan, beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di dunia peternakan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan apapun. Hal ini dikarenakan tiap spesies alat memiliki inang yang berbeda-beda.

Hal tersebut juga diamini oleh staf pengajar parasitologi FKH IPB, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan, baik hewan besar maupun kecil keberadaan lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota, dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada hewan besar, mereka mengisap darah dan memberikan dampak medis yang besar bagi penyebaran penyakit (vektor) surra. Makanya harus dibasmi dan dikendalikan, tidak boleh dibiarkan, kalau dibiarkan akan jadi kerugian ekonomi yang tidak sedikit,” kata Upik.

Hingga saat ini menurut Upik, Indonesia masih struggle dalam mengendalikan penyakit surra pada sapi yang diperantarai oleh vektor lalat dari keluarga Tabanidae. Ia memberi contoh misalnya kerugian akibat penyakit surra di benua Asia mencapai $ 1,3 miliar pada 1998, hal ini belum termasuk biaya pengendalian vektornya.

Di peternakan unggas Jenis lalat yang sering dijumpai antara lain lalat rumah (Musca domestica), lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah (Ophyra aenescens), lalat tentara (soldier flies), dan lalat hitam (Simulium sp.). Lalat tersebut sering ditemukan di sekitar tempat pakan, litter, area sekitar feses, kolong kandang, selokan air, maupun bangkai ayam. Banyaknya populasi lalat tersebut tentu akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan kandang dan masyarakat sekitar.

Memiliki Arti Penting
Mengapa lalat menjadi penting? Karena serangga bersayap dua ini dapat menjadi vektor penyakit. Seperti yang sudah sebutkan, penyakit surra pada ruminansia dan hewan besar ditularkan juga melalui lalat. Lalat dapat berperan sebagai vektor mekanis maupun vektor biologis. Sebagai vektor mekanis, lalat hanya membawa bibit penyakit tersebut dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan sebagai vektor biologis, bibit penyakit masuk ke tubuh lalat ketika lalat menggigit atau hinggap di ayam. Bibit penyakit kemudian berkembang di tubuh lalat dan menular ke ayam lain.

Menurut Drh Christina Lilis dari PT Medion, lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit AI, ND, gumboro, histomoniasis, leucocytozoonosis, dan necrotic enteritis (NE). Larva dan lalat dewasa juga menjadi inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terinfestasi cacing pita.

Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Tak jarang lalat ditemukan sedang hinggap di ransum ayam. Tak heran jika kasus penyakit ayam rata-rata meningkat 10% dibandingkan musim kemarau, salah satunya karena peran lingkungan yang lembap sehingga bibit penyakit meningkat dan peran lalat sebagai vektor penyakit.

“Kalau sudah begini dan sudah tahu bahwa penyakit-penyakit bisa diperantarai oleh lalat, apa iya kita masih mau diam? Kan ini juga mengancam peternakan kita dan memang butuh dikendalikan,” tutur Lilis.

Beragam literarur juga menyebutkan bahwa keberadaan lalat dapat menjadi pemicu stres di kandang. Hal ini akan berakibat pada turunnya nafsu makan dan asupan nutrisi berkurang. Sehingga pakan banyak tersisa dan FCR (feed convertion ratio) meningkat. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada pertambahan bobot badan harian ayam yang terhambat.

Upaya Mengendalikan
Dalam mengendalikan populasi lalat perlu dipahami siklus hidupnya terlebih dahulu agar mempermudah dalam mengendalikannya. Dalam waktu 3-4 hari seekor lalat betina mampu menghasilkan rata-rata 500 butir telur.

Yang dapat dilakukan pertama kali adalah mengontrol manajemen pemeliharaan, sebab lalat sangat suka hinggap terutama di feses, maka feses dan sisa pakan harus dibersihkan setidaknya seminggu sekali. Usahakan agar pemberian pakan dan air minum rapi tidak tumpah dan menjadi tempat hinggap lalat.

Selain itu, lakukan pengontrolan kandang secara berkala, apabila terdapat ayam yang mati segera kumpulkan dan buang, atau langsung dibakar. Hal ini agar bangkai ayam tidak dihinggapi lalat karena bangkai juga menjadi salah satu spot favorit bagi para lalat.

Pengendalian lalat juga bisa dilakukan dengan peasangan light trap di kandang, yang merupakan perangkap mekanik untuk memancing lalat agar mendekat. Serangga sangat suka dengan cahaya terang, dengan adanya light trap lalat akan terperangkap dan terbunuh karena aliran listriknya.

Insektisida juga sering menjadi pilihan peternak dalam mengatasi lalat. Yang perlu dipahami, penggunaan insektisida bukan menjadi core dan pilihan utama dari pengendalian lalat, tetapi merupakan senjata pamungkas. Oleh karenanya, peternak tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat saja, namun teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat. Banyak pilihan insektisida yang bisa digunakan dalam membunuh lalat dari berbagai fase, hal tersebut bisa dikonsultasikan dengan dokter hewan.

Pengendalian lalat penting dilakukan meskipun lalat bukan penyebab penyakit, namun lalat dalam jumlah berlebihan akan menjadi penyebar dan pemicu penyakit. Selain itu akan memicu masalah antara peternak dengan lingkungan sekitar. Peternakan ayam dituding sebagai biang munculnya banyak lalat. Lalat dewasa yang berterbangan di dalam kandang lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan telur, larva, dan pupa yang sesungguhnya jauh lebih banyak. Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MEMERANGI MIKOTOKSIN PADA UNGGAS MELALUI SPRAY DRY PLASMA

Jamur penghasil mikotoksin dapat tumbuh pada produk makanan tertentu, seperti biji-bijian dan pakan, serta dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan jika dikonsumsi oleh hewan, termasuk ayam.

Khususnya pada diet unggas, hal ini dapat berdampak negatif pada sistem kekebalan tubuh, saluran pencernaan, hati dan organ lainnya, yang mengakibatkan penurunan keuntungan dan, dalam kondisi ekstrim, kematian.

Oleh karena itu, sektor perunggasan membutuhkan bahan tambahan yang membantu menangkal dampak negatif mikotoksin dalam pakan ternak. Diantaranya adalah spray dry plasma (SDP), yang merupakan campuran kompleks protein fungsional dengan sifat antibakteri seperti albumin, transferin, imunoglobulin dan glikoprotein, peptida bioaktif, faktor pertumbuhan, asam amino dan molekul lainnya.

Dalam penelitian yang dipublikasikan awal bulan ini, peneliti dari Meksiko dan Amerika Serikat, menggunakan ayam Ross 308 (n=960), yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan.

  • Kelompok T1 diberi pakan kontrol (jagung-SBM).
  • Kelompok T2 diberi pakan kontrol +2% SDP.
  • Kelompok T3 diberi pakan kontrol +2% SDP dan campuran mikotoksin.
  • Kelompok T4 diberi pakan kontrol dan campuran mikotoksin.

Para peneliti menemukan bahwa kehadiran SDP mengakibatkan penambahan berat badan dan penurunan efisiensi pakan, sedangkan mikotoksin mengakibatkan penurunan berat badan dan peningkatan efisiensi pakan. SDP meningkatkan berat relatif timus.

Kehadiran mikotoksin meningkatkan rasio heterofil/limfosit. Hal ini juga mengurangi produksi IL-2 dan macrophage inflammatory protein=-3 Alpha (MIP-3a), sedangkan kehadiran SDP meningkatkan produksi FACTOR perangsang koloni makrofag (M=CSF). SDP menghasilkan konsentrasi IgA yang lebih tinggi pada pencucian usus dan trakea dibandingkan mikotoksin. Terakhir, menambahkan SDP ke dalam pakan ayam pedaging akan meningkatkan penambahan berat badan, efisiensi pakan, dan pengembangan sistem kekebalan tubuh.

Hasilnya, kata para ilmuwan, memberikan informasi yang mendukung bahwa SDP adalah alat yang menjanjikan untuk meningkatkan kekebalan dan kinerja unggas. (Via Allaboutfeed)

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G. Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase, dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) di antaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tanin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

SUDAH SIAPKAH KITA HADAPI MUSIM PENGHUJAN?

Kandang panggung, aman dari banjir pada musim penghujan. (Foto: Istimewa)

Tanpa terasa waktu berlalu kembali bersua dengan pergantian musim. Perubahan musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya memang masih menjadi momok bagi para peternak unggas. Lalu bagaimana menyiapkan agar performa ayam tetap ciamik di musim penghujan?

Musim penghujan biasanya mencapai puncaknya di antara Desember-Maret. Ada beberapa hal yang dapat menjadi rintangan dalam usaha budi daya ayam broiler maupun layer di musim penghujan dengan curah hujan tinggi.

Ancaman di Musim Penghujan
Mantan Ketua Umum ADHPI, Drh Dedy Kusmanagandi, mengatakan bahwa di musim penghujan ada beberapa hal yang dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha peternakan ayam.

Ancaman pertama menurutnya yakni ketika musim penghujan tiba adalah kelembapan yang tinggi. Kelembapan udara yang tinggi (lebih dari 85%) berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan ayam. Saluran pernapasan ayam akan terganggu sebagai akibat tingginya kadar air di udara.

Selain itu, lingkungan yang lembap merupakan kondisi ideal untuk pertumbuhan bakteri, virus, parasit, maupun jamur, sehingga ayam menjadi rentan terhadap serangan penyakit.

Kelembapan udara yang tinggi juga bisa menyebabkan kondisi sekam pada kandang postal menjadi cepat lembap, basah dan menggumpal, sehingga kandungan gas amonia di kandang naik. Ditambah dengan kondisi sekam basah yang bisa menjadi media pertumbuhan bibit penyakit.

“Peternak yang menganut 'mazhab' kandang terbuka akan lebih terpengaruh oleh kelembapan udara tinggi dibanding ayam yang dipelihara dengan kandang tertutup. Hal ini jelas karena pada kandang tertutup terjadi pergerakan udara yang stabil dan tingkat kelembapan udara di dalam kandang bisa diatur sesuai kebutuhan ayam,” tutur Dedy.

Ancaman berikutnya adalah faktor kecepatan angin yang bertambah secara ekstrem. Di beberapa tempat sering kali pada musim pancaroba kecepatan angin berubah drastis, sehingga menyebabkan ayam terkena stres dingin ekstrem, bahkan ada beberapa kandang yang rusak dan roboh. Kerusakan tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi peternak dan otomatis mengganggu kelancaran usaha.

Selain itu, ancaman juga datang dari tercemarnya air minum. Peningkatan curah hujan akan menambah volume air tanah. Meski jumlahnya bertambah, hal ini justru sering memicu masalah baru, yaitu penurunan kualitas air. Hal ini umumnya terjadi secara fisik, kimia, maupun biologi (jumlah mikroba patogen). Secara fisik air menjadi keruh, berbau dan bercampur partikel organik atau material lumpur.

Ahli nutrisi Fapet IPB, yang juga Ketua Center for Tropical Animal Studies (CENTRAS), Prof Nahrowi, menyatakan bahwa di musim penghujan biasanya air akan bermasalah pada segi kualitas kandungan bahan kimia. Problem yang muncul ialah kadar logam berat (umumnya zat besi) menjadi lebih tinggi, serta pH air cenderung asam. Air dengan kondisi seperti ini tidak baik diberikan pada ayam dan tidak baik untuk melarutkan obat maupun vaksin.

Sedangkan dari segi kualitas mikrobiologi, pada musim penghujan sumber air di peternakan ayam yang berasal dari sumur, kolam penampungan, danau, atau sungai akan tercemar mikroba patogen, terutama bakteri E. coli (penyebab kolibasilosis) dan Salmonella sp. (penyebab salmonelosis). Bakteri ini terbawa bersama feses ayam atau sampah di lingkungan peternakan.

“Ini sebenarnya adalah titik kritis, kalau tidak mempersiapkan diri dengan kondisi ini, dijamin performa ayam akan anjlok. Kematian juga mungkin tak terhindarkan, makanya jangan sampai luput pada titik ini,” kata Nahrowi.

Masalah pada Pakan
Musim penghujan juga kerap kali menyebabkan masalah pada pakan ayam, baik dalam bidang kualitas maupun kuantitas. Hal ini diungkapkan oleh CEO Nutricell Pacific Indonesia, Suaedi Sunanto.

Pakan merupakan zat yang kaya nutrisi dan mudah lembap. Tingginya kelembapan udara pada musim hujan menyebabkan penyimpanan pakan dalam gudang, baik di gudang induk farm ataupun gudang kandang tidak tahan lama. Keadaan ini disebabkan tingginya kelembapan udara di sekitar kandang yang secara langsung memengaruhi kandungan air di dalam pakan. Kandungan air >14% akan mempercepat pertumbuhan jamur dan penurunan kualitas pakan.

Selain penurunan mutu pakan secara kualitas (penurunan kadar nutrisi) maupun kuantitas (penggumpalan dan kerusakan pakan), pakan juga akan rentan terkontaminasi jamur yang berisiko meningkatnya kadar mikotoksin di dalamnya.

“Keberadaan mikotoksin meningkat mengikuti pertumbuhan koloni jamur. Bagi ayam, mikotoksin menyebabkan kondisi imunosupresi, sehingga ayam mudah terinfeksi bibit penyakit. Meski begitu, ancaman kematian ayam secara serentak bisa juga terjadi,” kata Suaedi.

Selain itu lanjut dia, peternak yang menggunakan pakan hasil formulasi sendiri (self-mixing), pada musim penghujan biasanya akan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku pakan. Di musim hujan, bahan baku seperti jagung dan dedak berkualitas baik menjadi terbatas jumlahnya karena lebih banyak yang berkualitas rendah dengan kadar air >14%. Namun di sentra-sentra jagung seperti wilayah Lampung yang sudah mempunyai banyak fasilitas pengering jagung (corn dryer), ketersediaan bahan baku masih mudah diperoleh.

Cekaman Suhu
Pada musim penghujan, suhu lingkungan di sekitar lokasi peternakan ayam komersial sangat berbeda dengan musim kemarau. Di musim penghujan, suhu lingkungan relatif lebih rendah (udara lebih dingin). Jika masa brooding dilakukan pada musim penghujan, biasanya hampir sepanjang hari diperlukan pemanas dan biasanya masa brooding akan berlangsung lebih lama (>14 hari). Keadaan ini sangat berbeda ketika musim kemarau. Saat kemarau, pada siang hari (DOC umur tiga hari) pemanas bisa dimatikan karena suhu lingkungan sudah memenuhi suhu yang dibutuhkan.

Tentunya ini akan menambah tambahan biaya untuk pemanas. Namun, penerapan sistem pemanasan sepanjang hari (pemanas menyala siang dan malam) akan lebih baik. Jika tidak dilakukan pemanasan ekstra pada siang hari, DOC tidak mendapatkan suhu yang ideal untuk pertumbuhannya dan akan kedinginan. Dampak lebih lanjut, pertumbuhan DOC tidak akan merata dan banyak yang berukuran kecil sehingga performanya menjadi tidak baik.

Terjadinya hujan juga akan menyebabkan turunnya suhu lingkungan, baik itu suhu di luar maupun di dalam kandang. Untuk ayam umur 1-14 hari (periode brooding) perubahan suhu malam akan sangat berpengaruh terhadap performa ayam di umur berikutnya.

Apa yang Harus Dilakukan?
Tentunya dengan mengetahui risiko dan ancaman yang akan datang di musim penghujan, peternak sudah harus mulai mempersiapkan diri sebelumnya. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:

1. Persiapan sarana dan prasarana
Sangat jelas peternak harus menyiapkan kandang dan fasilitas lainnya sebaik mungkin. Segera reparasi tiap bagian kandang yang rusak, jangan biarkan ada kebocoran pada atap dan genteng. Bila perlu atap diperlebar agar tampiasan air jatuh di tempat yang agak jauh dari kandang.

Peternak perlu mengatur sistem buka-tutup tirai kandang dengan sigap. Jika terjadi hujan disertai angin kencang, bagian sisi tirai yang arah anginnya menuju ke dalam kandang harus segera ditutup agar air hujan tidak tampias. Bahkan jika perlu tirai di setiap sisi kandang ditutup sebagian. Meski begitu, tetap sediakan celah ventilasi pada dinding kandang bagian atas dengan lebar 15-20 cm untuk pertukaran udara. Ketika masa brooding, peternak juga bisa memasang tirai dua lapis (tirai luar dan dalam), agar DOC tidak mengalami kedinginan ekstrem akibat angin.

Lakukan pengerukan feses di kolong kandang tiap tiga hari sekali. Namun jika aktivitas ini sulit dilakukan karena terkendala hujan deras, peternak perlu mengantisipasi terbentuknya akumulasi amonia dalam feses dengan memberikan bahan pengendali amonia.

Setelah feses dikeruk, tanah di bawah kandang dibuat cembung. Kemudian dibuat parit/selokan kecil di sekitar kandang untuk menampung air dari tumpukan feses, kemudian disalurkan ke tempat pembuangan limbah. Sistem ini akan mencegah terbentuknya genangan air di bawah kandang, meminimalisir bau dan membantu mempercepat keringnya feses. Pastikan drainase parit lancar.

Sekam yang lembap dan basah harus segera diganti atau ditambah dengan sekam baru. Namun sebelum ditambah, sekam yang basah sebaiknya ditaburi kapur tohor terlebih dahulu untuk membunuh mikroba di dalamnya.

Tambahkan jumlah pemanas atau naikkan suhu pemanas pada periode brooding, sehingga suhu kandang sesuai dengan kebutuhan DOC. Ketika suhu kandang terlalu dingin, DOC akan terlihat bergerombol di bawah pemanas, diam, meringkuk, dan malas bergerak untuk makan maupun minum.

2. Treatment air minum
Cara treatment yang paling mudah dan sering digunakan yakni dengan pemberian antiseptik pada air minum, yakni kaporit (12-20 gram tiap 1.000 liter air). Sebagai usaha pengendalian kontaminasi mikroba patogen dan agar mikroba baik di usus ayam tidak terganggu, program sanitasi air bisa dilakukan dengan sistem 3-2-3. Artinya 3 hari pemberian antiseptik, 2 hari air minum biasa, dan 3 hari pemberian antiseptik lagi, demikian seterusnya berselang-seling.

Sanitasi air ini sebaiknya dilakukan sesudah penyaringan/pengendapan agar antiseptik bekerja lebih efektif karena senyawa dalam antiseptik mudah terpengaruh oleh partikel organik. Khusus air minum yang dicampur dengan kaporit, setelah diendapkan minimal delapan jam baru bisa digunakan untuk melarutkan obat/vitamin. Selain itu, jangan berikan air yang mengandung antiseptik selama 48 jam sebelum dan 24 jam sesudah vaksinasi, karena virus vaksin akan rusak atau mati apabila kontak dengan antiseptik.

Bila memiliki biaya lebih, lakukan filtrasi (penyaringan). Sederhananya dilakukan menggunakan alat filter yang telah dirancang khusus untuk menyaring partikel organik/material lumpur dan logam (zat besi dan lain-lain) dalam air. Alat filtrasi ini bisa dipasang pada sumber air sebelum masuk ke penampungan, atau dipasang ketika air keluar dari penampungan sebelum disalurkan ke kandang.

3. Menjaga kualitas pakan
Memastikan kadar air dalam pakan tidak lebih dari 14% sebenarnya bukan tugas peternak, melainkan pabrikan atau supplier. Namun, jika terpaksa menerima bahan baku dengan kadar air >14%, maka segera keringkan dengan alat pengering khusus (oven) atau lakukan pengaturan stok agar bahan baku pakan bisa digunakan sesegera mungkin. Jika perlu tambahkan mold inhibitor, seperti asam propionat untuk menghambat pertumbuhan jamur.

Peternak juga harus memastikan tidak ada karung pakan yang sobek atau rusak guna mencegah kontak antara pakan dengan udara atau percikkan air. Terapkan sistem first in first out (FIFO) atau first expired first out (FEFO). Jadi, prioritaskan bahan baku pakan berusia lebih lama untuk digunakan terlebih dahulu. Tetapi jika ada bahan baku berkualitas kurang baik dan tidak memungkinkan disimpan lebih lama, dapat digunakan terlebih dahulu meskipun baru datang. Gudang pakan juga harus memiliki cukup ventilasi, hal ini agar ruangan gudang mendapatkan sinar matahari langsung, tidak lembap, posisi lantai lebih tinggi dari permukaan tanah, dan terhindar dari debu.

Selalu gunakan palet kayu di bawah tumpukan pakan. Pilih kayu yang tidak mudah lapuk dan sulit basah seperti kayu jati atau meranti. Usahakan pakan tidak menempel pada dinding gudang. Berikan jarak minimal 50 cm dari dinding gudang.

Selain jamur, perhatikan pula keberadaan vektor seperti kutu, tikus, dan serangga. Hewan tersebut bisa memakan dan merusak pakan sehingga kadar nutrisinya menurun dan berpotensi menyebarkan penyakit.

4. Meningkatkan imunitas ayam
Selain faktor eksternal, faktor internal yakni memperkuat imunitas ayam yang dipelihara juga penting. Dengan meningkatkan imunitas, ayam jadi tidak mudah sakit dan tetap memiliki performa yang baik.

Memberikan multivitamin pada air minum, melakukan program vaksinasi dan deworming sesuai jadwal, serta bila perlu lakukan treatment cleaning program menjadi hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi musim penghujan. Intinya imunitas yang baik akan memberikan performa yang baik. Jangan lupa pula jalankan program biosekuriti yang baik di farm. ***

Ditulis oleh
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer