PAKAN BERKUALITAS JADI IDAMAN
Inspeksi keamanan pakan, dengan menjaga keamanan pakan akan menentukan kualitasnya. (Foto: Istimewa) |
Kualitas pakan juga bergantung pada lingkungan, hal ini karena lingkungan dapat memengaruhi kualitas dari suatu bahan baku pakan. Contoh keadaan iklim dan musim, dikala musim penghujan tiba, produsen biasanya ketar-ketir dengan kualitas beberapa bahan baku yang cenderung tercemar mikotoksin yang tinggi.
Hal tersebut pernah diungkap oleh Nutrition and Technical Support Section Head PT Charoen Pokphand Indonesia Lampung, Viko Azi Cahya. Ketika kelembapan cenderung tinggi dan terjadi penurunan suhu, hal tersebut akan memengaruhi kadar air suatu bahan pakan. Setiap bahan pakan memiliki standar mutu level kadar air, namun selama penyimpanan, level kadar air bahan pakan tidak selalu konstan.
Air di dalam bahan pakan dan udara saling membentuk keseimbangan, yang disebut juga dengan equilibrium moisture content (EMC). Oleh karena itu selama penyimpanan, agar kadar air selalu terjaga tidak mencapai level yang bisa membuat tumbuhnya mikroorganisme penyebab kerusakan, harus dijaga kelembapan udara di tempat penyimpanannya.
“Oleh karena itu dalam memilih bahan baku misalnya jagung, kita juga mempertimbangkan kadar air yang terkandung di dalamnya, ini akan memengaruhi kualitas dari bahan baku itu sendiri. Formulator dan nutrisionis harus pintar menyiasatinya,” kata Viko.
Memanfaatkan Data, Jaringan, & Teknologi
Sebelum memilih bahan baku pakan terutama bahan baku impor, produsen juga harus mengetahui hal teknis yang terjadi dan dapat memengaruhi kualitas bahan baku. Beberapa perusahaan supplier feed additive biasanya memberikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.
MENJAGA KEAMANAN & KUALITAS PAKAN
Risiko di Dalam Pakan
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang mencakup kualitas nutrisi, kualitas teknis, keamanan pakan, dan nilai bioekonomis penggunaan pakan. Keamanan pakan adalah bagian dari keamanan pangan, karena pakan merupakan salah satu mata rantai awal dari keseluruhan mata rantai makanan.
Dalam sebuah seminar perunggasan, Tony Unandar selaku konsultan perunggasan pernah berujar bahwa selain udara dan lingkungan, pakan juga dapat menjadi pintu masuk bagi mikroba patogen ke dalam tubuh ayam.
Artinya, pakan yang tercemar oleh mikroba patogen atau kualitasnya buruk akan membawa dampak buruk pula bagi pertumbuhan, kesehatan, dan performa ayam. Alih-alih untung, peternak bisa jadi buntung akibat hal tersebut.
Sementara menurut Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Dewi Apri Astuti, kualitas pakan berbanding lurus dengan kualitas bahan bakunya. Dalam menjaga kualitas bahan baku pakan, produsen terkendala dari bahan pakan yang bersifat sensitif dan rentan terhadap kerusakan akibat perubahan kondisi lingkungan. Ada beberapa kerusakan kerap terjadi akibat kesalahan penanganan dan penyimpanan, antara lain:
• Kerusakan fisik: Diakibatkan oleh kesalahan handling saat panen, mesin, atau transportasi. Misalnya kerusakan pada biji jagung (broken kernel). Biasanya kerusakan fisik tidak memengaruhi kualitas, tetapi lebih kepada estetika.
• Kerusakan biologis: Disebabkan oleh serangan hama seperti tikus, burung, kutu, dan lain-lain. Misalnya ketika bungkil kedelai diserang hama kutu, maka nutrisi dari bahan tersebut akan berkurang.
• Kerusakan mikrobiologis: Diakibatkan oleh mikroorganisme seperti jamur dan bakteri, yang dapat menyerap nutrisi dalam bahan pakan dan menghasilkan substansi yang bersifat racun bagi ternak (toksin). Contoh jagung yang terserang jamur, maka jamur tersebut menyerap nutrisi dari jagung dan akan menghasilkan berbagai jenis toksin yang berbahaya bagi ternak mulai dari penurunan produktivitas hingga kematian.
• Kerusakan kimiawi: Biasanya terjadi pada beberapa jenis imbuhan pakan, yang berubah susunan kimia aktifnya akibat kesalahan penyimpanan (tidak sesuai rekomendasi). Contoh, apabila bahan seperti asam organik yang disimpan tidak sesuai dengan rekomendasi, menyebabkan caking (akibat dari reaksi hidrolisis). Apabila asam organik sudah caking biasanya sangat rentan menguap karena sifat asam organik yang volatil.
“Apalagi di tengah kondisi sekarang ini, selain harga bahan baku yang melonjak, kualitasnya terkadang tidak stabil. Oleh karena itu, sangat penting mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan stabil,” kata Dewi.
Ia memberi contoh, misalnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.
KONTROL KUALITAS PAKAN SECARA MENYELURUH
Pakan yang berkualitas harus mampu memenuhi kebutuhan nutrisi ternak dan memiliki palatabilitas tinggi. Pakan yang baik juga harus memiliki kecernaan yang tinggi guna memastikan nutrisi yang terkandung pada pakan dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh ternak.
Selain itu, pakan yang berkualitas harus terbebas dari racun (toxin) maupun zat anti-nutrisi yang dapat memberikan dampak merugikan dalam mencapai performa optimal. Oleh karena itu, kontrol kualitas pakan menjadi poin penting untuk memastikan bahwa pakan yang dikonsumsi ternak memiliki kualitas yang baik.
Kontrol kualitas atau quality control (QC) pada pakan merupakan proses yang dilakukan guna memastikan pakan yang diberikan telah memenuhi standar dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Kontrol kualitas pakan harus dilakukan mulai dari penerimaan dan penyimpanan bahan baku, proses pencampuran bahan baku (mixing), dan pemberian pakan itu sendiri. Pada proses tersebut dilakukan berbagai macam pemeriksaan dan juga pengawasan guna memastikan bahwa pakan yang dihasilkan memiliki kualitas yang diharapkan.
Kontrol Kualitas Saat Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan bahan baku merupakan gerbang utama dalam program pengendalian mutu pada pabrik pakan maupun di peternak. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa bahan baku yang diterima memiliki spesifikasi yang sesuai.
Khususnya pada peternak self mixing, kontrol kualitas bahan baku sangat penting untuk memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan bahan baku yang dimasukan ke dalam perhitungan formulasi.
Pada saat penerimaan bahan baku, sebaiknya dilakukan uji fisik maupun uji kimia. Karakteristik fisik ditentukan agar dalam penerimaan bahan baku dapat diseleksi apakah suatu bahan dapat diterima atau ditolak. Sedangkan uji kimia dapat menghasilkan nilai analitis yang dapat digunakan sebagai dasar dalam memformulasikan pakan.
Uji fisik meliputi uji organoleptik yang merupakan metode pengujian suatu bahan menggunakan panca indera secara kualitatif. Pengujian organoleptik yang diamati adalah warna, tekstur, aroma, dan ada atau tidaknya kontaminan.
Salah satu bahan baku pakan yang dominan digunakan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2024.
YEAMOS, PROFESSIONAL ENHANCED TOXIN BINDER INGREDIENT
PT CAHAYA SAKTI KIMIA GELAR SEMINAR EDUKASI MIKOTOKSIN
Yuana Saputra, Teritory Manager Olmix Indonesia memaparkan materi seminar (Foto: Istimewa) |
Mini seminar mengangkat topik “How to Eliminate Mycotoxin Challenge in Various Raw Materials" yang diselenggarakan PT Cahaya Sakti Kimia dan PT Olmix Indonesia Nutrition (Olmix), Maret lalu berlangsung sukses. Kegiatan digelar selama dua hari pada 18 Maret 2024 di Kayu Arum Resort, Salatiga dan 19 Maret 2024 di Hotel POP, Solo.
Ronald
Paulus selaku Direktur PT Cahaya Sakti Kimia saat dihubungi Infovet melalui WhatsApp
mengatakan latar belakang diadakannya seminar tersebut sebagai pengingat bahwa
kondisi bahan baku pakan ternak utama yaitu jagung masih rentan terhadap
kontaminasi, mikotoksin baik field mycotoxin maupun storage mycotoxin.
“Kegiatan
ini juga sebagai salah satu wujud peran serta kami dalam mendukung kesehatan
hewan di Indonesia dengan memberikan edukasi dan informasi kepada peternak dan feedmiller.
Khususnya tentang mikotoksin, global tren mikotoksin, mycotoxin management
and strategy, metode sampling yang benar untuk mendukung analisa mikotoksin,
efikasi beberapa bahan toxin binder, serta teknologi dari Olmix Perancis
di dalam MTX+ untuk mengikat semua jenis mikotoksin,” terang Ronald.
Acara
dibuka dengan opening speech dari Endri Yoga Laksana selaku Technical
Manager Olmix dan Yuana Saputra selaku Teritory Manager Olmix
Indonesia.
Paparan
materi berjudul “How to Eliminate Mycotoxin Challenge in Various Raw
Material” Product Specialist Olmix untuk Asia, Mike Lin. Disusul
dengan presentasi produk MTX+ , Solusi dari Olmix oleh Endri Yoga Laksana dan
Yuana Saputra.
Toxin binder wide spectrum dari Olmix yaitu MTX+ dengan nanoteknologi interspaced montmorillonite yang telah dipatenkan dengan kemampuan mengikat segala jenis mikotoksin. Selain itu terdapat kandungan Yeast Cell walls, Diatomaceous earth, dan ekstrak alga untuk memaksimalkan kinerja dari toxin binder ini. Produk ini telah melewati uji invitro dynamics trial dengan efikasi tinggi terhadap FUM dan DON.
Foto betsama customer yang hadir dalam seminar (Foto: Istimewa) |
Usai sesi tanya jawab, tim Olmix dan Aziz selaku Sales PT Cahaya Sakti Kimia area Jawa Tengah menyampaikan promo program dilanjutkan dengan buka puasa bersama dan lucky draw. Seminar ini dihadiri customer yang diantaranya para peternak layer, babi, serta local feedmill. (NDV)
BEGINI AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN
kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan salah satunya jagung. (Foto: Dok. Infovet) |
Ancaman Serius
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, sebut saja jagung dan kacang kedelai.
Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.
Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.
Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.
“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.
Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.
“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.
Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak performa secara diam-diam. Hal ini tentu saja karena mikotoksin selalu ditemukan dalam pakan (dengan kadar berbeda), tidak memiliki simtom spesifik dan semakin panjang periode pmeliharaannya akan semakin berbahaya.
“Membunuh diam-diam dan tanpa gejala itu lebih berbahaya, mungkin untuk kematian mikotoksin ini kurang, tetapi kalau sudah kena jadinya imunosupresif. Pas kita yakin ayam sehat ternyata imunnya enggak bagus, pas ada masuk penyakit, kena, matinya banyak, pasti rugi. Makanya ini bahaya banget,” tutur Agus.
Lebih lanjut dikatakan, sangat sulit mendeteksi keberadaan mikotoksin pada bahan baku pakan karena tidak terlihat, tidak berbau dan tidak berasa. Ia juga memberi contoh misalnya toksin dari jenis zearalenone yang dapat berikatan dengan komponen nutrisi yang berbeda-beda. Jika zearalenone berikatan, misalnya dengan glikosida, (ikatan zearalenone-glikosida), maka toksin zearalenone ini akan sulit terdeteksi dengan metode konvensional.
“Itu namanya masked mikotoksin, kalau ikatan itu sampai terurai setelah tercampur dengan empedu di duodenum, maka sifat toksik zearalenone itu akan keluar dan membahayakan yang memakannya. Selain zearaleone, beberapa toksin seperti fumonisin dan okratoksin juga bisa membentuk ikatan tadi,” ungkap Agus.
Jadi apa yang harus dilakukan dalam menghadapi toksin? Sebagian besar orang pasti akan terpikirkan tentang toxin binder ketika dihadapkan dengan mikotoksin. Toxin binder memang sudah lama digunakan utamanya dalam industri pakan ternak. Berbagai macam toxin binder dengan beragam kandungan zat aktif beredar dan saling klaim menjadi yang terbaik.
Padahal tidak semua mikotoksin dapat diikat dengan jenis toxin binder yang sama. Misalnya saja mikotoksin Fusarium sp. yang strukturnya tidak bisa diikat dengan toxin binder biasa. Butuh trik lain dalam menghadapinya. Daripada repot menggunakan banyak produk, akan lebih baik jika dilakukan upaya pencegahan.
Menurut Direktur PT Farma Sevaka Nusantara, Drh I Wayan Wiryawan, permasalahan mikotoksin memang bisa dibilang kompleks dan menyeluruh. Maksudnya, penanganan mikotoksin tidak hanya harus dicegah di hilir dalam produk jadi (pakan), tetapi juga harus dicegah di hulu (tanaman bahan baku pakan).
“Sekarang begini, kalau kita hanya fokus di satu sektor, hilir saja misalnya, apa yang bisa kita lakukan selain pemberian toxin binder atau mould inhibitor saja kan? Karena sifatnya toksin ini juga tahan panas, jadi sulit untuk diurai. Makanya ini harus diminimalisir juga di sektor hulunya,” kata Wayan.
Ia mencontohkan bahwa petani jagung atau bahan baku pakan lainnya juga harus diedukasi, mau tidak mau harus dilakukan karena menurut dia jagung lokal banyak yang memiliki kadar air di bawah standar yang ditentukan pabrik pakan. Sehingga keadaan ini membuat jagung menjadi rentan terkontaminasi mikotoksin pada saat penyimpanan.
“Saya bukannya bilang kita harus impor jagung karena jagung lokal banyak toksinnya ya, maksud saya, petani kita harus dibantu. Selama ini banyak yang mengandalkan matahari saja untuk menjemur jagungnya, coba diberi corn dryer, dibantu dan disubsidi juga begitu. Saya yakin mereka bisa menghasilkan jagung yang memenuhi standar pabrik pakan,” ungkapnya.
Beberapa upaya pencegahan yang secara aktif dapat dilakukan bagi produsen pakan maupun peternak self-mixing di antaranya:
• Rutin memeriksakan kualitas bahan baku, terutama saat kedatangan bahan baku atau ransum. Jangan segan-segan untuk melakukan reject kalau ditemukan bahan baku ransum yang terkontaminasi jamur, mengingat fenomena jamur ini seperti fenomena gunung es. Selain itu, pastikan kadar airnya tidak terlalu tinggi, >14% sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur.
• Pengaturan manajemen penyimpanan bahan baku ransum. Setidaknya berikan alas (palet) pada bahan baku yang ditumpuk dan diatur posisi penyimpanannya sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out/FIFO). Suhu dan kelembapan tempat penyimpanan harus diperhatikan. Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan lakukan pembersihan gudang secara rutin. Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur.
• Saat kondisi cuaca tidak baik, apalagi musim penghujan, tambahkan mold inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Salah satu bahan aktif mold inhibitor yang umum ditemui yakni Asam propionat.
Apabila kondisi memburuk dan ternyata memang ditemukan ada kontaminan mikotoksin dalam jumlah di atas standar, upaya yang dapat dilakukan yakni:
• Membuang pakan yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin bersifat sangat stabil.
• Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat.
• Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin), seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON dan T-2 toksin. Meskipun tidak 100% dapat mengikat, tetapi risiko harus tetap dipertimbangkan.
• Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K), asam amino (methionin dan penilalanin) maupun meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin. ***
MEMAKSIMALKAN UPAYA PENGAMANAN DAN KUALITAS PAKAN
Risiko di Dalam Pakan
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu mencakup kualitas nutrisi, kualitas teknis, keamanan pakan dan nilai bioekonomis penggunaan pakan. Keamanan pakan adalah bagian dari keamanan pangan, karena pakan merupakan salah satu mata rantai awal dari keseluruhan mata rantai makanan.
Dalam sebuah seminar perunggasan, Tony Unandar selaku konsultan perunggasan berujar bahwa selain udara dan lingkungan, pakan juga dapat menjadi pintu masuk bagi mikroba patogen ke dalam tubuh ayam. Artinya, pakan yang tercemar mikroba patogen atau kualitasnya buruk akan membawa dampak buruk bagi pertumbuhan, kesehatan dan performa ayam.
Menurut Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Dewi Apri Astuti, kualitas pakan berbanding lurus dengan kualitas bahan bakunya. Dalam menjaga kualitas bahan baku, produsen terkendala dari bahan pakan yang bersifat sensitif dan rentan kerusakan akibat perubahan kondisi lingkungan. Ada beberapa kerusakan sering terjadi akibat kesalahan penanganan dan penyimpanan, antara lain:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (CR)
MENJAGA KEAMANAN DAN KUALITAS PAKAN
Penanganan bahan baku pakan yang kurang baik, terutama bahan baku pakan asal biji-bijian seperti jagung, mulai dari panen sampai penyimpanannya, sering ada masalah terkait pencemaran mikotoksin. Pada ternak, kejadian toksikosis yang bersifat akut atau kronis dapat terjadi dari pencemaran pakan oleh toksin yang diproduksi berbagai saprophytic atau phytopathogenic jamur selama masa pertumbuhannya pada biji-bijian, jerami, rumput atau pada beberapa jenis bahan baku pakan lainnya.
Mikotoksikosis sendiri disebabkan oleh zat beracun dari hasil metabolit jamur atau fungi yang umum tumbuh dalam bahan baku atau pakan jadi. Mikotoksin akan sangat cepat dihasilkan jamur atau fungi, bila kelembapan dan temperatur lingkungan serta kadar air bahan baku atau dalam pakan, mendukung tumbuh dan berkembangnya jamur penghasil mikotoksin. Jamur penghasil mikotoksin mudah tumbuh pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C dan dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%, terutama pada bahan baku pakan asal biji-bijian.
Untuk kondisi Indonesia saat ini terutama pada saat musim hujan, masih cukup banyak ditemukan adanya jagung yang tercemar mikotoksin. Hal ini berkaitan dengan kelemahan pada sistem penanganan pasca panen. Bila panen jagung bertepatan dengan musim hujan, dimana umumnya petani hanya mengandalkan sinar matahari untuk mengeringkan jagung, membuat petani kesulitan mengeringkan jagungnya, sehingga jagung menjadi mudah ditumbuhi jamur penghasil mikotoksin.
Permasalahan yang ada di lapangan, peternak kerap… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.
SELKO SELENGGARAKAN WEBINAR REVIEW MIKOTOKSIN TAHUNAN
Selko Berbagi Informasi dan Solusi Untuk Stakeholder Melalui Webinar |
Selko sebagai salah satu merk dagang feed additive dibawah naungan Nutreco menyelenggarakan webinar review mikotoksin 2022 pada (31/1) yang lalu. Dalam webinar tersebut Selko menjabarkan berbagai macam mikotoksin yang mereka temukan pada lebih dari 50.000 sampel bahan baku dan pakan jadi yang memang rutin mereka lakukan setiap tahunnya.
Pedro Caramona selaku Global Business Director Feed Safety & Quality Selko mengatakan bahwa setiap tahunnya kondisi di pasar global saat ini memiliki masalah besar pada kualitas biji-bijian dan durasi penyimpanan, yang diakibatkan oleh mikotoksin. Selain itu mikotoksin juga merupakan ancaman utama bagi kesehatan dan performa hewan.
"Oleh sebab itu kami hendak berbagi informasi kepada para produsen pakan, supplier, serta para stakehloder lain untuk lebih memahami kondisi ini. Setidaknya ini dapat membantu kita dalam mengambil keputusan apa yang akan kita lakukan dengan kondisi yang sekarang, kami juga beharap agar ini dapat meningkatkan kewaspadaan kita semua," tuturnya.
Pembicara utama dalam webinar tersebut yakni Dr Swamy Haladi yang merupakan Commercial Technical Manager - Mycotoxin Risk Management, Selko. Dalam presentasinya ia menjabarkan beberapa hal terkait cemaran mikotoksin yang terdapat pada bahan baku serta pakan jadi.
"Berdasarkan temuan kami dari lebih 50.000 sampel terkontaminasi mikotoksin dengan derajat konsentrasi yang bervariasi antara 31-69%. Aflatoksin masih menjadi mikotoksin utama yang paling banyak ditemukan di Asia, sedangkan fumonisin mengontaminasi sampel yang berasal dari Amerika latin secara dominan," tuturnya.
Yang mengejutkan menurut Dr Swamy yakni perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun belakangan ini meningkatkan tingkat kecemaran dari sampel. Rerata semua jenis toksin yang diperiksa mengalami peningkatan konsentrasi.
Ia juga memberi perhatian lebih kepada para produsen untuk lebih waspada dengan meningkatnya konsentrasi cemaran fumonisin dan T-2HT2 yang cukup signifikan dibandingkan tahun - tahun sebelumnya. Tak lupa ia menghimbau kepada para produsen, supplier, dan stakeholder lainnya agar lebih selektif dalam mencari solusi agar dapat mengendalikan mikotoksin. (CR)
MELACAK GERAK-GERIK TOKSIN T-2
Di atas telah disebutkan secara biologis mikotoksin adalah senyawa toksik yang merupakan metabolit sekunder kapang Aspergillus, Fusarium dan Penicilium yang menginvasi biji-bijian ketika masih dalam fase pertumbuhan di ladang dan/atau bahan baku/pakan selama penyimpanan, terutama jika suhu dan kelembapan sangat ideal untuk pertumbuhan kapang tersebut (Shamsudeen et al., 2013).
Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2012, memperkirakan kurang lebih 25% dari makanan manusia dan hewan terkontaminasi satu atau beberapa jenis mikotoksin. Usaha-usaha untuk membuat dekontaminasi secara fisik maupun dengan adsorben kimiawi sejauh ini masih terbatas (Huwig et al., 2001; Shetty dan Jesperson, 2006).
MUSIM PENGHUJAN MIKOTOKSIN TETAP JADI ANCAMAN
Data dari Badan Pusat Statistik terkit survei struktur ongkos peternakan pada 2017, menunjukkan bahwa persentase terbesar dari komponen biaya peternakan adalah pakan. Untuk ayam pedaging sekitar 57% biaya berasal dari pakan, sedangkan ayam petelur jauh lebih tinggi yakni diangka 70%. Pada ternak ruminansia rata-rata ongkos pakan berkisar 51-67%.
Tentunya dengan biaya sebesar itu pakan diharapkan dapat menjadi sumber nutrisi dalam menunjang performa ternak agar tetap sehat. Namun, bagaimana jika ternyata dalam pakan malah terdapat cemaran mikotoksin yang merugikan kesehatan ternak yang berujung pada kerugian ekonomi peternak akibat ternakya sakit?. Oleh karenanya hal tersebut perlu dicermati peternak agar pakan yang dikonsumsi aman dan menyehatkan ternak.
Sekilas Mikotoksin
Sebagaimana diketahui mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang alias jamur pada kondisi lingkungan yang ideal, mikotoksin bisa tumbuh pada hampir semua jenis komoditi hasil pertanian di seluruh dunia, tentunya yang disoroti dalam pakan yakni jagung. Hingga kini, lebih dari 300 jenis toksin telah teridentifikasi yang berasal lebih dari 100.000 spesies kapang/jamur.
Menurut Regional Technical & Marketing Director Biomin, Justin Tan, dalam sebuah webinar mengatakan masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas di seluruh dunia terutama di negara beriklim tropis.
“Banyak faktor yang memengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pemanenan, pengolahan dan bahkan penyimpanan bahan baku pakan yang salah,” tuturnya.
Justin memberi contoh... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (CR)
KESIAGAAN HADAPI MIKOTOKSIN DI MUSIM PENGHUJAN
1. Field Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa tanam di ladang/lahan pertanian (contoh: Fusarium).
2. Storage Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa penyimpanan di gudang (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.). Pada masa tanam tanaman jagung, kandungan jamur semakin meningkat seiring pertumbuhan tanaman tersebut. Toksin yang dihasilkan jamur semakin meningkat. Pada masa penyimpanan, kandungan jamur meningkat seiring masa penyimpanan dan kondisi yang ideal bagi pertumbuhannya.
Gejala klinis mikotoksikosis biasanya tergantung dari jenis dan kadar mikotoksin. Variasi gejala klinis tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, gangguan produksi telur, gangguan daya tetas telur, gangguan pencernaan, perdarahan pada kulit, kerusakan jaringan pada paruh, rongga mulut dan gangguan akibat efek imunosupresi.
Mikotoksin akan menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.
SEKILAS TENTANG MIKOTOKSIN
Mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti jagung untuk pakan ternak. (Foto: Thinkstock) |
Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya. Beberapa toksin/racun jamur ini diproduksi pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%.
Beberapa jamur/fungi yang diketahui dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di peternakan adalah Aspergillus flavus (Aflatoksin B1) dan A. Ochraceus (Okratoksin), Fusarium (Zearalenone/F2, Fumonisin, DON/Dioksinivalenol/Vomitoksin, T2/Trichothecenes dan Penicillium viridicatum atau P. palitans (Okratoksin).
Beberapa jenis kapang dapat memproduksi lebih dari satu jenis mikotoksin dan beberapa mikotoksin diproduksi oleh lebih dari satu spesies kapang (Zain, 2011). Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora.
DISKUSI VIRTUAL BIOMIN : FOKUS PADA REDUKSI PENGGUNAAN ANTIMIKROBIAL PADA PAKAN
Biomin menggelar diskusi daring secara interaktif untuk menyelesaikan permasalahan terkait |
Jumat (10/12) yang lalu Biomin menggelar diskusi virtual yang bertajuk "Antimicrobial Reduction in Feed, Your Question Answered". Sebelumnya, dalam diskusi tersebut peserta undangan diminta mengirimkan pertanyaan terkait masalah peternakan terutama yang berkaitan dengan penggunaan antimikroba dalam pakan, yang kemudian dijawab oleh para expert dari Biomin.
Hadir sebagai narasumber nama - nama seperti Neil Gannon Regional Product Manager Gut Health, Maia Segura Wang dari divisi R&D Biomin, dan Lorran Gabrado selaku Global Product Manager Mycotoxin Risk Management. Acara tersebut dimoderatori oleh Michele Muccio Regional Product Manager Mycotoxin Management dari Biomin.
Dalam presentasinya yang singkat, Neil Gannon mengatakan bahwa dunia menghadapi permasalahan terkait penggunaan antimikroba yang berlebihan, khususnya di bidang peternakan. Ia menjelaskan bahwasanya residu antimikroba pada produk hewan merupakan masalah yang serius. Hal tersebut berkaitan dengan kualitas produk. Selain itu masalah lain yang ditimbulkan adalah menyebarnya bakteri yang resisten terhadap antimikroba yang menyebar melalui produk hewani yang dikonsumsi oleh manusia,
"Dengan begitu apabila ada mikroba yang menginfeksi manusia tentunya akan menjadi sulit disembuhkan karena mikroba tersebut resisten terhadap antimikroba, ini masalah yang serius bagi peternakan kita," tutur Neil.
Meneruskan pendapat Neil, Maia Segura mengatakan bahwasanya masalah diperparah dengan performa dan produksi hewan. Menurutnya di era dimana antimikroba sudah tak lagi digunakan, tentunya performa dan produksi dari ternak harus "diakali" sedemikian rupa dan peternak maupun stakeholder yang berkecimpung harus pandai - pandai dalam meracik formulasi pakan baik secara komposisi hingga feed additive yang digunakan.
"Banyak sekali hal yang harus diganti, tadinya kita bisa menggunakan antikoksidia seperti diclazuril, atau Zinc Basitrasin untuk menjaga performa, sekarang mereka tidak dapat lagi digunakan, karenanya dibutuhkan alternatif lain pengganti sediaan tersebut agar performa tetap terjaga," tuturnya.
Sementara itu, Lorran Gabardo memaparkan akan bahaya mikotoksin ditengah isu penggunaan antimikroba tersebut. Menurutnya stakeholder banyak yang "lalai" dan terkesan mengesampingkan keberadaan mikotoksin, padahal mikotoksin dalam pakan juga dapat mempengaruhi performa ternak, bahkan mengganggu program kesehatan yang diterapkan di farm.
"Contohnya DON (Dioxynivalenol) alias vomitoksin yang dihasilkan kapang Fusarium sp. mereka terbukti dapat menghambat efektivitas program vaksinasi pada ternak unggas. Ini juga merupakan masalah yang cukup serius," tutur Lorran.
Dalam sesi tanya jawab secara live, baik Lorran, Neil, dan Maia menjawab berbagai pertanyaan dari para audience terkait mikotoksin, kesehatan saluran pencernaan, serta tips dan trik terkait pemilihan dan penggunaan feed additive pada pakan agar performa lebih maksimal (CR)
MEWASPADAI ANCAMAN BIOTOKSIN PADA AYAM
PT Novindo Agritech Hutama selaku salah satu perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan melakukan edukasi lebih lanjut kepada masyarakat terutama peternak terkait dampak buruk toksin pada ternak. Kegiatan tersebut berupa webinar yang dilakukan pada Selasa (28/9) melalui daring zoom meeting.
Tony Unandar praktisi senior perunggaan sekaligus anggota dewan pakar ASOHI hadir sebagai narasumber utama. Dalam presentasinya Tony menjelaskan secara mendetail mengenai toksin dan dampak negatifnya pada ternak.
"Toksin tidak hanya dihasilkan oleh jamur saja (mikotoksin) tetapi juga bakteri, banyak peternak yang sering terlambat mendeteksi keberadaan toksin, dan bahkan kadang dokter hewan pun bisa "tertipu" dengan hal ini," kata Tony.
Ia menambahkan bahwa di Indonesia mindset peternak dan dokter hewan terpaku pada mikotoksin saja, sementara toksin bakterial masih luput dari perhatian. Terkait toksin bakteri, Tony menjelaskan mengenai endotoksin dan eksotoksin.
"Toksin bakteri ini bisa jadi lebih berbahaya, misalnya saja yang dihasilkan oleh C. perfringens, dimana ketika bakteri tersebut mati akibat pengobatan dengan antibiotik, toksinnya akan keluar dan memberikan dampak negatif di saluran pencernaan. Celakanya, produk pengikat toksin yang ada rerata belum banyak yang memiliki kapasitas untuk mengikat toksin bakteri ini," papar Tony.
Di sesi kedua, Dr. Kim Huang yang merupakan Regional Technical Service Manager Amlan International lebih lanjut membahas mengenai zat yang dapat mengikat berbagai jenis toksin baik dari jamur maupun bakteri.
"Sebuah unsur mineral yang bernama monmorilonite yang diaktivasi terbukti secara klinis dapat mengikat berbagai jenis toksin dari jamur maupun bakteri. Hal ini tentunya menjadi inovasi yang bagus dalam mengatasi permasalahan ini," tutur Kim Huang.
Kim juga menjelaskan bahwa mineral tersebut merupakan alternatif yang baik dalam substitusi antibiotik growth promoter yang tentunya juga ramah lingkungan. Oleh karenanya dengan penggunaan mineral tersebut, peternak tidak perlu khawatir lagi terkait performa ternaknya. (CR)
PENTINGNYA KENDALIKAN MIKOTOKSIN PADA JAGUNG PAKAN
“Komposisi jagung dan penggantinya dalam ransum pakan ayam maupun babi sebanyak 40-60%. Kualitas jagung harus diperhatikan dari kadar air, berat jenisnya, hingga kandungan aflatoksin di dalamnya. Rusaknya jagung akan berpengaruh pada pakan ternak maupun pangan manusia, karena jagung yang jamuran akan turun nilai gizinya akibat digunakan untuk pertumbuhan jamur,” ujar Budi dalam paparannya.
Ia menjelaskan, ada beberapa tanda-tanda bahwa jagung terserang jamur. Diantaranya bau tidak enak, timbul panas karena metabolisme, jagung menjadi hitam/hijau, peningkatan kadar air selama penyimpanan dan jagung menggumpal.
“Perkembangan jamur bisa terjadi sejak penanaman jagung. Jangan harap jagung yang terkena jamur itu kadar airnya kecil, justru tinggi. Akibat jamur jadi berpengaruh terhadap nutrisi, diantaranya menurunkan kandungan vitamin, asam amino, energi, hingga munculnya mikotoksin,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, mikotoksin sendiri merupakan senyawa sekunder yang dihasilkan oleh jamur dan beracun bagi ternak. Munculnya mikotoksin tergantung dari stres jagung dan dipengaruhi oleh oksigen dan CO2, suhu, kadar air dan kandungan gizi/substrat.
Adapun beberapa mikotoksin yang banyak diteliti pada pakan ternak yakni aflatoksin, zaeralenone, fumonisin, T2 toksin, vomitoksin, DON, fusarochromanone dan okratoksin.
“Contohnya alfatoksin ini ketika racun tersebut termakan oleh ternak ayam, itu organ hati akan rusak dan mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh, sehingga ayam jadi mudah terserang penyakit. Begitu juga terjadi kerusakan pada organ-organ lainnya,” terang dia.
Oleh karena itu, pengedalian jamur pada jagung menjadi hal utama dan harus dilakukan secara komprehensif mulai dari memilih bibit jagung dan sistem penanaman, panen, hingga pasca panen (penyimpanan, mitigasi mikotoksin, seleksi).
“Good Agriculture Practice (GAP) mutlak dilakukan di Indonesia. Kemudian penggunaan teknologi pada saat panen, dryer jagung khususnya di musim hujan, penyimpanan gudang dengan pengapuran dinding untuk mengurangi jamur, maupun penyimpanan menggunakan karung (pakai pallet),” paparnya. Juga mitigasi ketika ada mikotoksin melalui cara fisik dengan pencucian, pengupasan kulit dan pemolesan jagung, kemudian pemisahan jagung, perlakuan heat treatment (autoclaving, roasting, microwave heating) dan lain sebagainya.
“Saya menyarankan setelah jagung dikeringkan langsung masukin silo biar awet dan lakukan pembersihan jagung ketika akan dibuat ransum. Kemudian untuk pengeringan jagung kalau mau lebih lama, kadar airnya harus di bawah 14%, itu kira-kira bisa sampai tiga bulan masa simpannya,” pungkasnya.
Webinar yang dihadiri sebanyak 100 orang peserta juga menghadirkan narasumber lain dari US Grains Council SEA & Oceania Region, Celeb Wurth, yang membahas mengenai produksi, teknologi, panen, pasca panen, penyimpanan, ekspor, program keamanan pakan di Amerika Serikat, hingga jagung sampai ke tangan konsumen. (RBS)
BAGAIMANA AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN?
Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.
Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.
Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.
“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.
Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.
“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.
Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021. (CR)
STRATEGI TERBAIK PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN UNGGAS
Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. (Foto: Infovet/Ridwan) |
Dari data yang dihimpun tim Ceva, prediksi penyakit di Januari dan Februari 2021menunjukan bahwa mikotoksikosis menduduki peringkat ketiga setelah kejadian penyakit ND dan IBD, seperti diagram di bawah ini:
Hati yang terpapar mikotoksin. (Sumber: Istimewa) |
MEMBEBASKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN
Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).
Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh cendawan/kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di Negeri ini tetapi juga seluruh dunia.
Mikotoksin Selalu Menjadi Momok
Dalam dunia peternakan setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Jenis toksin yang penting untuk diketahui dijabarkan pada Tabel 1 berikut:
Jenis Toksin |
Organisme Penghasil Toksin |
Efek Terhadap Ternak & Manusia |
Aflatoksin |
Aspergillus
flavus, Aspergillus parasiticus |
Penurunan produksi, imunosupresi, bersifat karsinogen, hepatotoksik
|
Ochratoksin |
Aspergillus
ochraceus |
Penurunan produksi, kerusakan saraf dan hati |
Fumonisin |
Fusarium spp. |
Penurunan produksi, kerusakan ginjal dan hati, gangguan
pernapasan |
Zearalenon |
Fusarium
graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme |
Mengikat reseptor estrogen (feminisasi), menurunkan
fertilitas |
Ergot Alkaloid |
Claviseps
purpurea |
Penurunan produksi pertumbuhan, penurunan produksi susu,
penurunan fertilitas |
Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin |
Fusarium spp. |
Penurunan produksi, kerusakan kulit |
T-2 Toksin |
Fusarium spp. |
Penurunan produksi, gastroenteritis hebat |
Sumber: Mulyana, 2013.
ARTIKEL POPULER MINGGU INI
-
Cara Menghitung FCR Ayam Broiler FCR adalah singkatan dari feed convertion ratio, yaitu konversi pakan terhadap daging. FCR digunakan untuk ...
-
Sumber: Balitbangtan Kementan Ayam KUB adalah ayam kampung galur (strain) baru, merupakan singkatan dari Ayam Kampung Unggul Balitbangtan. A...
-
Di dunia ini terdapat beberapa jenis ayam terbesar di dunia. Baik dari segi tinggi badannya, ukuran badannya, maupun berat badannya. Di anta...
-
Salah satu komponen penting beternak bebek petelur adalah memilih jenis bebek petelur yang tepat. Tingginya produktivitas bukan satu-satunya...
-
Salah satu ciri telur asin yang berkualitas adalah bagian kuning telurnya yang tampak masir. (Foto: Istimewa) Bukan hanya cara menyimpannya,...
-
Prof Dr Ismoyowati SPt MP, dari Unsoed, membawakan materi Mekanisme Kemitraan dalam Budidaya Ayam Broiler, dalam webinar Charoen Pokphand In...
-
Vaksinasi sangat penting dalam produksi produksi telur. Peternak layer harus memvaksinasi ayamnya terhadap penyakit untuk menghindari kemati...
-
Dalam dunia peternakan bebek, proses penetasan telur menjadi salah satu kunci utama keberhasilan produksi Day Old Duck (DOD). Terdapat dua c...
-
Cara menjadi mitra JAPFA untuk kemitraan ayam pedaging adalah dengan melalui PT Ciomas Adisatwa, yang merupakan anak perusahaan dari PT JAPF...
-
Ayam abang adalah ayam ras petelur yang sudah memasuki masa “pensiun” bertelur. (Foto: Dok. Infovet) Ayam abang menjadi salah satu bisnis “s...