-->

GOTONG-ROYONG MENJAGA SALURAN CERNA AYAM YANG SEHAT

Performa produksi unggas sangat ditentukan kesehatan organ pencernaannya. (Foto: Istimewa)

Saluran cerna merupakan sistem tubuh yang berperan penting dalam performa unggas komersil. Saluran cerna terdiri dari paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela, usus kecil, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Makanan yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap dan menjadi nutrisi bagi peningkatan bobot tubuh dan perkembangan saluran reproduksi yang nantinya merupakan penghasil telur.

Performa produksi ke depan akan sangat ditentukan kesehatan oleh organ pencernaan tersebut. Oleh karena itu, gotong-royong untuk mengupayakan kesehatan saluran cerna penting untuk dilakukan.

Secara umum faktor yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna dapat dibedakan menjadi faktor infeksius dan non-infeksius.

Non-Infeksius
Faktor non-infeksius adalah faktor di luar agen penyakit yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna unggas. Umumnya faktor ini terkait erat dengan manajemen pemeliharaan, seperti:

• Kualitas pakan dan air: Kecukupan nutrisi akan membantu saluran pencernaan ayam mengalami perkembangan bobot dan ukuran yang baik. Bertambahnya jumlah vili usus dapat meningkatkan luas permukaan usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan dan ini baik untuk kesehatan ayam. Selain itu, kualitas air yang dikonsumsi juga berperan dalam menjaga kesehatan unggas. Air minum yang baik tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mengandung logam berat berbahaya (Pb, Hg, As, dan lainnya), pH berkisar 6,0-8,0 dan tidak mengandung bakteri patogen.

• Stres: Dapat memengaruhi kesehatan pencernaan unggas sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan dan feses berair. Banyak hal dapat menimbulkan stres pada unggas, seperti kandang terlalu padat, kadar amonia tinggi, cuaca ekstrem, pergantian pakan, transportasi, dan adanya infeksi penyakit. Selain itu, stres pada ayam dapat menyebabkan pelemahan sistem imun. Sistem imun berperan dalam mengenal, menghancurkan, dan menetralkan benda-benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan bagi tubuh.

Pencegahan utama untuk melindungi saluran cerna dari berbagai penyakit infeksius adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (SANBIO-MENSANA/ADV)

MENJAGA SALURAN PENCERNAAN TERNAK TETAP SEHAT

Ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Di tengah kondisi ketidakpastian harga bahan baku pakan seperti jagung, bungkil kedelai, dan produk bahan baku impor atau lokal lainnya berdampak terhadap fluktuasi dan peningkatan harga pakan di pasaran.

Hal tersebut didukung dengan Keputusan Badan Pangan Nasional yang secara resmi menetapkan harga pembelian pemerintah untuk jagung di tingkat petani sebesar Rp 5.500/kg, melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 18/2025. Ini merupakan tantangan bagi peternak dan nutrisionis dalam mencari alternatif sumber energi bahan baku pengganti jagung agar harga formulasi pakan masih terjangkau.

Michael H. Kogut dan Glenn Zhang, dalam bukunya berjudul “The Microbiomes of Humans, Animals, Plants, and the Environment” menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir, pakan yang dikonsumsi oleh hewan sangat memengaruhi kondisi mikrobiota usus, fisiologi, kekebalan tubuh, dan kesehatan saluran pencernaan.

Sementara itu, J. Pratt • J. Hromadkova • L. L. Guan dari Department of Agricultural, Food and Nutritional Science, University of Alberta, Edmonton, AB, Canada melakukan penelitian tentang “Mikrobiota Usus dan Gut Brain Axis pada Anak Sapi yang Baru Lahir” tentang jenis probiotik (psikobiotik) yang memengaruhi fungsi kognitif dan tumbuh kembang melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), efek imun langsung, dan berbagai jalur saraf, hormonal, dan metabolik yang terkait dengan mikrobiota usus.

Evaluasi Faktor yang Pengaruhi Kesehatan Saluran Pencernaan
Presisi dalam pemilihan kualitas nutrisi pakan dan komposisi formulasi bahan baku pakan sangat penting untuk menunjang kesehatan saluran pencernaan. Pemilihan bahan baku pakan dapat dimulai dari menganalisis kandungan nutrisinya melalui analisis proksimat, saat ini sudah banyak tools pendukung seperti NIRs (Near-infrared spectroscopy) untuk melakukan analisis nutrisi bahan baku secara cepat.

Pemeriksaan antinutrisi pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

GANGGUAN EKUILIBRIUM GASTROINTESTINAL: DYSBIOSIS DAN GUT HEALTH

Gambaran patologi-anatomis problem dysbiosis lapangan sangatlah bervariasi, tergantung faktor penyebab yang umumnya lebih dari satu. Mulai dari perubahan dinding dan permukaan jaringan usus, kondisi lendir alias mukus yang ada, serta kondisi isi lumen usus. Oleh sebab itu, dalam menegakkan diagnosis lapangan terkait dengan dysbiosis haruslah dengan sistematika yang tepat dan secara holistik.

Oleh: Tony Unandar
Private Poultry Farm Consultant - Jakarta

Terminologi dysbiosis (dysbacteriosis) secara praktis mulai dikenal dan popular di tengah hingar-bingarnya kebijakan pelarangan penggunaan AGP (antibiotic growth promotor) dalam pakan ternak di banyak negara, termasuk Indonesia. Adalah Ducatelle et al., 2015; yang pertama kali mengemukakan pandangannya bahwa dysbiosis akan menjadi tantangan terselubung yang dahsyat dan tidak bisa dianggap enteng bagi aspek efisiensi industri perunggasan modern. Tulisan singkat ini selain berisi observasi dan diskresi penulis dalam mengulik kasus yang disebabkan multifaktor ini di lapangan, juga disertai pemahaman lebih lanjut melalui publikasi ilmiah yang tergolong paling gres.

Kesehatan Usus
Hippocrates (460-370 sebelum Masehi), bapak kedokteran purba pernah mengemukakan suatu dalil bahwa semua penyakit dimulai atau berasal dari saluran cerna, khususnya usus.  Pasca pakan non-AGP, dalil ini seolah memberikan inspirasi segar bagi beberapa peneliti perunggasan universal, dimana kondisi saluran cerna yang sehat (gut health) adalah dasar atau pondasi utama bagi kesehatan ayam modern, krusial untuk reaksi imunitas tubuh dan performa yang optimal, serta ekuilibrium fungsi-fungsi fisio-endokrin yang ujung-ujungnya adalah profit yang maksimal secara ekonomis (Shehata et al., 2022).

Untuk pertama kalinya pada 2016, kesehatan usus alias kesehatan saluran cerna didefinisikan sebagai suatu kondisi absennya pelbagai bentuk gangguan ataupun penyakit pada saluran cerna, sehingga kompetensi induk semang/hospes dalam mengekspresikan fungsi-fungsi fisiologisnya dapat terjadi secara optimal yang selanjutnya mampu meredam dengan baik dampak stresor yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Kogut, 2016).

Pada tahap lanjut, kesehatan usus didefinisikan sebagai suatu keadaan ideal yang stabil (steady state), dimana interaksi antara mikrobiom (mikrobiota usus) dan saluran usus berada dalam keadaan ekuilibrium yang simbiotik, dalam arti antara kesejahteraan hospes dan performa tidak lagi dibatasi oleh hal-hal terkait dengan disfungsi saluran usus itu sendiri (Celi et al., 2016).

Dari beberapa deskripsi di atas jelas bahwa secara holistik kesehatan usus terjadi akibat interaksi yang kompleks dan ekuilibrium dari pelbagai komponen, yaitu mikrobiota usus yang homeostatik (eubiosis), status umum hospes (dalam hal ini ayam) yang prima, dan kondisi lingkungan (environmental factors) yang ideal untuk menjaga kelangsungan kondisi homeostatik yang berkesinambungan (Wickramasuriya et al., 2022; Salahi et al., 2025).

Eubiosis dan Dysbiosis (Dysbacteriosis)
Dalam kondisi normal, tiap individu (ayam) yang sehat terdapat komunikasi dan regulasi dua arah yang intens antara... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (TOE)

URGENSI MENYEIMBANGKAN SALURAN PENCERNAAN

Ancaman umum penyakit infeksius pada saluran pencernaan ayam. (Sumber: Istimewa)

Saluran pencernaan adalah suatu sistem organ yang mendukung suatu kehidupan mahluk hidup, termasuk unggas. Selain fungsinya yang vital untuk menunjang kehidupan, saluran pencernaan bisa menjadi malapetaka bagi ternak bila kesehatannya tidak terjaga dengan baik.

Kegiatan makan dan minum tentu dilakukan oleh mahluk hidup termasuk ayam dalam rangka memperoleh nutrisi untuk menunjang keberlangsungan hidup. Selain menunjang kehidupan, saluran pencernaan juga berkaitan dengan performa dan produksi ayam.

Oleh karenanya, kondisi saluran pencernaan yang sehat dibutuhkan untuk dapat mencerna nutrisi yang ada dalam pakan. Jika saluran pencernaan ayam mengalami gangguan, maka hal ini akan berisiko pada kesehatan dan performa tubuh ayam. Perlu diketahui manajemen yang tepat dan solusi untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan demi mencapai performa optimal.

Fungsi Penting Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan merupakan organ yang berperan dalam menerima, mencerna, dan menyerap nutrisi dari pakan, serta mengeluarkan sisa ransum yang tidak terserap. Kesehatan saluran pencernaan yang baik akan memberikan dampak signifikan pada pemanfaatan nutrisi dalam pakan bagi tubuh ayam. Hal tersebut dijabarkan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi.

Ia menjelaskan, saluran pencernaan memiliki vili usus yang panjang dan berbentuk menyerupai jari-jari di seluruh bagian usus, yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan (nutrisi) yang menjulur dari dasar usus ke arah lumen usus tempat makanan akan dicerna dan diserap. Vili yang semakin panjang atau lebar akan meningkatkan area penyerapan nutrisi pada usus sehingga penyerapan nutrisi lebih optimal.

Saluran pencernaan ayam dimulai dari paruh dan terakhir di kloaka. Organ pada sistem pencernaan yaitu paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Saluran pencernaan juga dilengkapi dengan beberapa organ aksesori seperti  hati, getah empedu, dan pankreas.

Selain itu, pada saluran pencernaan terdapat jaringan GALT (gut associated lymphoid tissue). GALT merupakan bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi sebagai tempat respons kekebalan mukosa untuk menghasilkan antibodi dan menerima rangsangan respons imun mukosal. Jaringan limfoid tersebut tersebar dalam epitel, lamina propia, lempeng peyer’s patches, dan caeca tonsil.

Di dalam saluran usus hiduplah mikroflora, keseimbangan dari populasinya sangat penting untuk menjaga fungsi normal dari usus. Kesehatan usus bergantung pada keseimbangan antara kondisi ayam, mikroflora usus, lingkungan usus, dan komponen pakan. Jika ada gangguan, maka proses pencernaan dan penyerapan nutrisi tidak akan optimal dan terjadi malabsorpsi sehingga akan digunakan untuk pertumbuhan berlebih bagi populasi bakteri.

“Inilah mengapa salah satu aspek penting dalam menjaga kesehatan usus yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

MENJAGA KESEIMBANGAN SALURAN CERNA

Berbagai faktor terkait pakan dan agen penyakit dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi kesehatan dan produksi unggas. (Foto: Cobb)

Saluran pencernaan ayam memiliki saluran permukaan yang paling terbuka dan terus-menerus terpapar berbagai macam zat yang berpotensi membahayakan kesehatan saluran cerna. Saluran pencernaan bertindak sebagai penghalang selektif antara jaringan unggas dan lingkungan luminalnya. Penghalang ini terdiri dari komponen fisik, kimia, imunologi, dan mikrobiologi.

Berbagai faktor yang terkait dengan pakan dan agen penyakit menular dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi status kesehatan dan produksi unggas. Adanya aturan yang melarang penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) kemungkinan akan mengubah profil mikroba lingkungan saluran pencernaan pada unggas komersial.

Mikroflora di dalam saluran pencernaan merupakan campuran bakteri, jamur, dan protozoa, namun bakteri merupakan mikroorganisme yang dominan (Gabriel et al., 2006). Mikroflora saluran cerna secara umum dapat dibagi menjadi kelompok yang berpotensi patogen atau non-patogen (menguntungkan). Beberapa organisme non-patogen mempunyai efek menguntungkan seperti produksi vitamin, stimulasi sistem kekebalan tubuh melalui mekanisme non-patogenik, dan penghambatan pertumbuhan kelompok mikroba berbahaya (Jeurissen et al., 2002).

Sementara itu, mikroba yang patogen membuat kerugian antara lain terlibat persaingan dengan mikroba non-patogen untuk mendapatkan nutrisi, stimulasi pergantian sel epitel secara cepat, sekresi senyawa beracun, dan induksi respons inflamasi yang berlangsung di saluran pencernaan karena spesies bakteri yang berbeda mempunyai preferensi substrat dan kebutuhan pertumbuhan yang berbeda. Komposisi kimia dari pencernaan sebagian besar menentukan komposisi komunitas mikroba dalam saluran pencernaan (Apajalahti et al., 2004).

Bahan baku pakan ayam yang mengandung berbagai jenis bahan baku seperti jagung, sorgum, barley, oat, atau rye mempunyai berbagai dampak terhadap perkembangan bakteri. Bahan baku berbahan dasar jagung dan sorgum meningkatkan jumlah Enterococcus, sedangkan pakan berbahan dasar barley meningkatkan jumlah Lactobacillus, kemudian untuk pakan berbahan dasar oat meningkatkan pertumbuhan Escherichia dan Lactococcus, serta bahan pakan berbahan dasar gandum meningkatkan jumlah Streptococcus pada ayam. (Apajalahti, 2004).

Seperti disebutkan di atas bahwa profil mikroba usus dapat dipengaruhi bentuk pakan dan perubahan komposisi bahan baku yang dapat mengubah komunitas mikroba. Komposisi bahan baku dan mikroflora serta interaksinya dapat memengaruhi perkembangan usus, permukaan mukosa, dan jumlah lendir usus.

Bahan pakan yang dimakan ayam dapat mengandung unsur hara, non-unsur hara, serta organisme bermanfaat dan berpotensi membahayakan. Saluran pencernaan harus secara selektif membiarkan nutrisi melewati dinding usus ke dalam tubuh sekaligus mencegah komponen makanan yang merusak melewati penghalang usus (Korver, 2006).

Meskipun terdapat berbagai macam senyawa antinutrisi yang terdapat dalam berbagai bahan pakan termasuk sereal, kelompok utamanya adalah polisakarida non-pati (NSP). Semua sereal yang digunakan dalam pakan unggas mengandung berbagai tingkat NSP seperti β-glucan dan arabinoxylans (Iji, 1999). Sifat umum dari berbagai NSP adalah tidak bisa tercerna enzim endogen dan kecenderungannya untuk menciptakan lingkungan kental di dalam lumen usus, yang mengakibatkan ekskresi kotoran yang lengket (Choct dan Annison, 1992a,b).

Viskositas usus yang tinggi terbukti menyebabkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom

KECACINGAN PADA AYAM: INFEKSI, DIAGNOSIS, DAN PENANGANANNYA

Gambar beserta ukuran nematoda dan cacing pita yang menginfeksi ayam. (Sumber: Lilian Mahrous, dkk Egypt)

Sekitar 100 spesies cacing telah diakui pada ayam liar dan domestik di Amerika Serikat. Nematoda (cacing gelang) adalah yang paling signifikan dalam jumlah spesies dan dampak ekonominya. Banyak studi lapangan menunjukkan bahwa unggas yang dipelihara dalam kondisi liar/bebas mungkin sangat mudah terinfeksi parasit ini.

Oleh karena itu, langkah-langkah pengendalian seperti mencegah infeksi atau pengobatan dengan kemoterapi dapat mengembalikan dampak negatif sehingga terjadi penambahan berat badan dan peningkatan produksi telur yang awalnya terganggu. Dalam survei, ayam-ayam yang dipelihara secara liar di negara lain insiden infeksi >80% tidak jarang terjadi.

Adapun ukuran dan bentuk spesies nematoda sangat bervariasi. Nematoda merupakan kelompok parasit cacing unggas yang paling penting. Baik dalam jumlah spesies maupun jumlah kerusakan yang terjadi, mereka jauh melebihi trematoda dan cestoda.

Nematoda atau cacing gelang biasanya berbentuk gelendong dengan ujung anterior dan posterior dilemahkan,  penutup tubuh atau kutikula, sering ditandai dengan alur melintang. Nematoda unggas memiliki jenis perkembangan langsung atau tidak langsung, sekitar setengahnya tidak memerlukan inang perantara invertebrata, sedangkan yang lain bergantung pada inang perantara seperti serangga dan siput untuk perkembangan tahap awal. 

Nematoda biasanya melewati empat tahap perkembangan sebelum mencapai tahap kelima atau terakhir. Tahap berturut-turut didahului dengan pengelupasan kulit (molting). Pada beberapa nematoda, kulit atau kutikula yang longgar dipertahankan untuk waktu singkat sebagai penutup/pelindung, di sisi lain terkelupas sekaligus.

Infeksi cacing/kecacingan dari golongan nematoda seperti Ascaridia galli (cacing gelang), Heterakis gallinarum (cacing rambut), Capillaria sp. maupun dari golongan cestoda seperti Raillietina sp. (cacing pita) kadang banyak dilupakan para peternak ayam dalam hal control atau monitoring gangguan pada ayam.

Padahal terdapat lebih dari 100 spesies cacing gelang dikenal di negara lain seperti di Amerika yang pada umumnya menginfeksi ayam liar maupun ayam peliharaan, yang mana hal tersebut berdampak sangat nyata pada kerugian ekonomis seperti adanya pengurangan berat badan dan gangguan pada produksi telur. (MSD Veterinary Manual, Sept 2024).

Ada suatu kejadian yang perlu penulis bagikan kepada para peternak yang menjadi pengalaman berharga, dimana ada seorang peternak mengeluhkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh:
Drh Arief Hidayat  
Praktisi peternakan

MUSUH DALAM SELIMUT: MENGAPA CACINGAN BISA MENJADI ANCAMAN SERIUS?

Problem infeksi cacing berdampak terhadap penurunan pertumbuhan dan produksi telur. (Foto: Unsplash)

Problem cacing pada ayam bisa berdampak besar pada kesehatan dan produktivitas, terutama dalam sistem pemeliharaan cage free atau free range, dimana paparan terhadap telur dan larva cacing lebih tinggi.

Menurut S. Steenfeldt, S. Knorr and M. Hammershoj dari Aarhus University, Denmark, pada jurnal berjudul "Nutrition and Feeding Strategies in Extended Egg Production in Different Production System" mengatakan bahwa ayam petelur yang memiliki akses keluar ruangan dengan sistem pemeliharaan cage free atau free range memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi karena adanya tantangan penyakit di lapangan, peningkatan aktivitas fisik, dan variasi suhu. Studi ini menyoroti potensi untuk mengoptimalkan strategi pemberian pakan guna meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan hewan dalam produksi telur.

Beberapa jenis cacing yang sering menginfeksi ayam di antaranya Ascaridia galli atau cacing gilig yang menginfeksi melalui pakan atau lingkungan yang terkontaminasi telur cacing, kemudian Heterakis gallinarum atau cacing gilig di sekum dan Capillaria spp. atau cacing rambut yang menginfeksi melalui telur dan inang perantara seperti cacing tanah yang termakan oleh ayam, serta Raillitetina spp. atau cacing pita yang menginfeksi melalui inang perantara seperti semut dan serangga kecil.

Dampak Kesehatan dan Ekonomi
Problem infeksi cacing pada ayam kerap menyerang pada ayam petelur komersial dan ayam breeder. Problem infeksi cacing jarang dijumpai pada ayam broiler, hal ini dikarenakan siklus hidup broiler yang singkat antara 35-40 hari, sementara proses pendewasaan beberapa strain cacing seperti Ascaridia galli memerlukan waktu 28-30 hari hingga dapat menimbulkan efek pendarahan pada usus ayam.

Problem infeksi cacing berdampak terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

MENCEGAH INFEKSI DINI SAAT INKUBASI TELUR TETAS

Ilustrasi anak ayam menetas. (Foto: Pixabay)

Tindakan mencegah adalah lebih baik daripada menyembuhkan infeksi. Pencegahan merupakan salah satu langkah dalam melakukan mitigasi risiko jangan sampai ada kerugian besar yang terjadi di belakang hari.

Antisipasi sebelum terjadi infeksi yang menyebabkan kerugian adalah tindakan yang jauh lebih baik, menghilangkan kontaminasi yang kemungkinan terjadi saat melakukan inkubasi telur tetas. Agen penyebab penyakit bisa terbawa masuk ke dalam mesin tetas melalui telur tetas terkontaminasi dari sumber vertikal maupun horizontal, saat telur keluar dari induk maupun pada proses handling dari kandang ke mesin tetas.

Breeding farm maupun perusahaan pembibitan unggas dalam proses produksinya tidak terlepas dalam satu rangkaian siklus produksi yang disebut penetasan, melakukan inkubasi telur tetas terpilih dengan mesin tetas atau inkubator. Peternak kecil yang sekarang berkembang sudah banyak yang menggunakan mesin inkubator untuk menyediakan atau menjual bibit unggas. Sering kali  terlupakan bahwa pada proses produksi bibit yaitu saat inkubasi, ternyata tidak hanya bakal embrio dalam telur tetas yang berkembang menjadi DOC/DOD, namun kuman, virus, dan fungi juga terinkubasi.

Saat DOC/DOD muncul dalam mesin tetas, jutaan mikroorganisme juga ada dalam mesin tetas. Mikroorganisme ada yang bersifat patogen ikut terbawa DOC/DOD ke dalam kandang pembesaran yang bisa mengancam perkembangan DOC/DOD saat dalam brooder atau kandang pembesaran.

Dalam siklus produksi bibit, DOC/DOD keluar dari kerabang telur, telur tetas baru masuk dalam mesin tetas. Proses penetasan berlanjut dan berulang. Jeda waktu sebenarnya diperlukan untuk membersihkan dan mendisinfeksi mesin tetas sebelum dipakai kembali untuk menetaskan telur tetas. Sebab daya tetas bisa turun karena banyak tumpukan koloni mikroorganisme di berbagai bagian mesin tetas. Mikroorganis ini bisa masuk melalui pori kerabang telur dan menginfeksi calon embrio. Embrio bisa mati sejak dini sebelum berubah dan berkembang menjadi DOC/DOD. Daya tetas yang diharapkan tinggi bisa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh: 
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura

PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DI INDONESIA

Potensi virus mudah mengalami mutasi. (Foto: Damian Dovarganes-Associated Press)

Avian influenza (AI) disebabkan oleh virus ssRNA yang tergolong famili Orthomyxoviridae. Virus ini dikenal mudah mengalami mutasi karena tidak memiliki mekanisme proof reading (kemampuan untuk memperbaiki kesalahan cetak materi genetik saat perbanyakan di dalam sel tubuh unggas) sehingga kesalahan cetak dapat terjadi.

Kesalahan cetak dapat berupa substitusi, delesi, dan insersi asam amino dalam materi genetik. Secara kompleks proses ini sering dikenal dengan antigenic shifting atau antigenic drifting. Perubahan materi genetik dapat berbahaya jika terjadi pada protein yang berperan penting dalam proses infeksi (protein Hemagglutinin dan Neuraminidase).

Selain potensi virus yang mudah mengalami mutasi, kontrol lalu lintas yang kurang ketat antar daerah juga sering kali berperan dalam introduksi masuknya virus baru di Indonesia. Kedua hal inilah yang berpengaruh besar dalam variasi virus AI yang beredar di Indonesia.

Secara umum AI dibagi menjadi subtipe berdasarkan protein Hemagglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Walaupun demikian karena begitu banyaknya variasi yang terjadi, kini pengklasifikasian diperkecil lagi menjadi clade dan subclade. Pada 2003, AI yang merebak di Indonesia termasuk dalam subtipe H5N1 clade 2.1. Virus ini menyebabkan mortalitas yang sangat tinggi pada ayam dan kerugian yang besar bagi peternak. Namun, virus ini belum terdeteksi lagi sejak 2019 hingga sekarang.

Pada 2012, terjadi kasus AI yang ditandai dengan infeksi pada bebek. Dimana bebek merupakan unggas yang dianggap lebih kuat daripada unggas komersil justru menjadi hospes pertama yang terinfeksi sebelum kemudian menyebar pada unggas komersil. Virus yang teridentifikasi pada tahun tersebut adalah AI subtipe H5N1 clade 2.3.2. Virus ini diduga masuk melalui introduksi dari luar Indonesia dan termasuk dalam patotipe high pathogenic avian influenza (HPAI). Sejak saat itu hingga kini, variasi dalam tingkat subclade terus terjadi.

Selanjutnya pada 2016, dunia peternakan Indonesia kembali dihebohkan dengan penyakit yang menyebabkan turunnya produksi telur dari 90% menjadi 30% hingga sering disebut sebagai penyakit 90-30. Kasus ini kemudian teridentifikasi disebabkan oleh virus AI subtipe H9N2 lineage Y280 yang merupakan virus AI low pathogenic (LPAI) dan tidak menyebabkan kematian tinggi pada ayam. Virus AI H9N2 ini menginfeksi ke dalam sel telur sehingga sel telur akan dihancurkan oleh sel kebal yang ada dalam tubuh ayam itu sendiri, hal inilah yang menyebabkan pembentukan telur terganggu yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi.

Tidak berhenti sampai di situ, pada 2022 ditemukan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2025. (SANBIO)

MENCERMATI LAGI PERKEMBANGAN AI

Virus AI telah berulang kali mengalami mutasi, menjadi tantangan bagi sektor peternakan. (Sumber: finddx)

Tahun kemarin kasus AmPV dan CRD banyak dilaporkan yang kemungkinan besar masih banyak dialami oleh para peternak sampai saat ini. Kendati demikian, peternak tetap perlu waspada dengan adanya berita outbreak Avian influenza (AI) di Selandia Baru pada Desember 2024, yang diindikasikan HPAI dengan varian H7N6.

Migrasi burung dari daerah setempat yang terjadi outbreak AI saat memasuki musim dingin dan bermigrasi ke tempat yang hangat menjadi salah satu pemicu daerah yang disinggahi akan terdampak penyakit AI. Dimana penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksius pada unggas yang bersifat zoonotik dan menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi.

Penyakit AI disebabkan oleh virus yang tergolong dalam family Orthomyxoviridae tipe A, virus influenza A diklasifikasikan berdasarkan antigenitas dari glikoprotein hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) yang diekspresikan pada permukaan partikel virus. Virus AI mempunyai 18 subtipe HA dan 11 subtipe NA (Tong et al., 2012; Tong et al., 2013; Wu et al., 2014; Heider et al., 2015).

Berdasarkan patogenisitasnya, virus AI dibedakan menjadi highly pathogenic avian influenza (HPAI) menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan sering menimbulkan wabah dan low pathogenic avian influenza (LPAI) menyebabkan gejala ringan atau tidak memiliki gejala pada unggas yang terinfeksi.

Unggas dapat menunjukkan gejala klinis maupun tidak menunjukkan gejala (subklinis). Gejala-gejala seperti penurunan produksi telur, hemoragis pada permukaan serosa dan mukosa organ visceral, terutama hemoragis pada jaringan lemak koroner dan otot jantung (epikardium) dapat mengarahkan diagnosis disebabkan oleh virus AI (Swayne, 2008).

Gejala penyakit berupa penurunan produksi telur yang tidak menimbulkan kematian besar sering kali diabaikan peternak karena tidak menimbulkan kerugian ekonomis yang berarti. Meskipun demikian keberadaan peternakan tersebut dapat membahayakan bagi unggas di daerah sekitarnya karena dapat merupakan sumber penularan infeksi AI bagi ayam lainnya dan kemungkinan juga pada manusia terutama petugas kandang yang bekerja di peternakan tersebut.

Team Veterinary Representatif PT Romindo dalam tiga bulan terakhir telah menangani kasus AI sebanyak sembilan kasus. Kasus yang dilaporkan menunjukkan penurunan produksi telur tidak drastis, tetapi diikuti kematian yang terus-menerus dengan presentasi tidak besar dalam 1.000 ekor ayam terdapat kematian lima ekor. Melalui pemeriksaan di BBVet Maros dari 30 sampel yang diperiksa menunjukkan 96,6% hasil positif terhadap AI H5 clade 2.3.2.

Bagaimana mencermati kondisi di lapangan terhadap perkembangan AI sehingga peternak bisa terhindar oleh kerugian-kerugian yang diakibatkannya? Seperti diketahui bersama bahwa virus AI telah berulang kali mengalami mutasi. Hal ini tentu menjadi tantangan bersama bagi pihak yang intens berkecimpung di dunia peternakan, terutama dalam pengendalian penyakit, baik pada penerapan biosekuriti maupun program vaksinasi.

Menurut WOAH (2018), melakukan kegiatan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
0812-8644-9471

PAKAN AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Mikotoksin sangat merugikan jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan maupun pakan jadi. (Sumber: poultrynews.co.uk)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Mengancam Dalam Senyap
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh di mana dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku pakan, jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia sangat tinggi. Jagung digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa sampai 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi mikotoksin, tentu sangat mengkhawatirkan.

Kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak pun bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017, menunjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat (AS) terkontaminasi deoksinivalenol/DON (vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai AS terkontaminasi DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan apalagi pakan jadi, tentu sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut Tony Unandar, selaku konsultan perunggasan yang juga anggota dewan pakar ASOHI, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan.

Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk, dan pertumbuhan yang tidak merata, juga kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujarnya.

Dirinya juga mengimbau agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan, dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” jelasnya.

Manajemen Risiko Wajib Hukumnya
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Global Technical/Commercial Manager Mycotoxin Risk Management Program, Selko, Dr Swamy Haladi, bahwa mikotoksin dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025. (CR)

MIKOTOKSIN DAN ANCAMANNYA TERHADAP KESEHATAN AYAM

Aflatoksikosis akan menyebabkan memar di daerah paha (kiri), kerusakan hati (tengah), dan penurunan kualitas kerabang telur (kanan). (Foto-foto: Dok. Mensana, 2024)

Mikotoksin adalah senyawa toksik yang dihasilkan oleh jamur, seperti Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium. Jamur ini sering mengontaminasi bahan pakan seperti jagung, gandum, kedelai, dan bungkil. Dalam budi daya ayam pedaging dan petelur, cemaran mikotoksin dalam pakan menjadi perhatian serius karena dapat mengganggu kesehatan ayam dan menurunkan produktivitas.

Mikotoksin yang Sering Mengontaminasi
1. Aflatoksin 
Aflatoksin diproduksi oleh Aspergillus flavus, Aspergillus nomius, dan Aspergillus parasiticus. Di antara jenis mikotoksin, aflatoksin bersifat sangat beracun, karsinogenik, dan menyebabkan kontaminasi yang parah (Manafi, 2012).

Aflatoksikosis adalah penyakit yang terjadi ketika kadar aflatoksin dalam bahan baku pakan berada dalam level tinggi. Kondisi ini akan menyebabkan keracunan akut pada ayam dan mengancam kesehatan ayam karena kerusakan hati yang ditimbulkan.

Aflatoksikosis pada ayam pedaging ditandai dengan memar terutama di daerah paha dan kondisi ini sangat rentan terhadap ayam muda. Dari laporan penelitian juga dijelaskan bahwa ayam petelur yang berproduksi tinggi akan sangat rentan terhadap aflatoksikosis. Hal ini dikarenakan hati yang bertanggung jawab atas sintesis prekursor lipid kuning dan putih telur yang terkandung dalam telur menjadi lebih berat kerjanya. Dalam jangka pendek, pengaruh aflatoksin dengan kadar rendah hingga sedang terhadap produksi telur adalah penurunan berat telur, tetapi untuk produksi masih bisa dipertahankan.

Aflatoksikosis kronis dapat memengaruhi kekuatan kerabang telur karena laju konversi vitamin D3 (cholecalciferol) dari pakan ke bentuk metabolik aktif berkurang. Hal ini menurunkan efisiensi penyerapan kalsium karena aktivitas protein pengikat kalsium di usus berkurang. Penyerapan karbohidrat dan nutrisi lipid juga terganggu karena berkurangnya produksi amilase pankreas dan lipase. Selain itu, efek merugikan dari aflatoksin antara lain: 
 
• Performan yang buruk (penurunan produksi dan berat telur)
• Penurunan daya tetas
• Imunosupresif (peningkatan kerentanan terhadap infeksi penyakit) yang bermanifestasi sebagai septikemia dan peritonitis
• Peningkatan lemak hati dan penurunan aktivitas beberapa enzim hati
• Perubahan bobot organ
• Penurunan kadar protein serum
• Memar pada karkas dan pigmentasi yang buruk (Manafi et al., 2018)

2. T-2 Toksin
T-2 toksin termasuk dalam golongan mikotoksin tricothechenes yang paling beracun. Tricothechenes merupakan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025.

Ditulis oleh:
Nurhadi Baskoro Murdonugroho SPt & 
Drh Bayu Sulistya 
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

MUSIM BERGANTI, TOKSIN MENGINTAI

Jagung bahan baku pakan yang rentan tercemar mikotoksin. (Foto: Pixabay)

Musim penghujan tiba, kekhwatiran insan perunggasan tetap sama, mikotoksin. Senyawa tak kasat mata yang bisa mencemari bahan baku dan pakan jadi tersebut, masih menjadi ancaman dalam industri pakan.

Sebagai negara tropis dengan curah hujan cukup tinggi, berkisar di antara 2.000-3.000 mm/tahun, Indonesia merupakan negara yang cukup "nyaman" sebagai tempat hidup kapang atau jamur.

Masalahnya, jamur tersebut dapat tumbuh pada tanaman bebijian seperti jagung dan kedelai yang merupakan bahan baku pakan. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar bebijian yang digunakan sebagai bahan pakan sangat rentan terhadap kontaminasi toksin yang dihasilkan jamur tersebut.

Faktor iklim yang dimiliki Indonesia serta kualitas manajemen dan handling di lapangan, membuat mikotoksin tidak bisa dielakkan, sehingga mengakibatkan potensi kerugian yang besar.

Sejatinya, toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup, dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh mahluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan).

Dalam industri pakan ternak sering didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di negeri ini tetapi juga di seluruh dunia.

Berbeda Macam Tetap Sama Bahayanya
Dalam industri pakan setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang sangat ditakuti mencemari bahan baku maupun pakan jadi, ketujuhnya kerap mengontaminasi dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel.

Menurut Nutrisionis BEC Feed Solution, Mega Pratiwi Saragi, masalah mikotoksin merupakan masalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2025. (CR)

SALMONELOSIS DAN BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIKA

Infeksi salmonela pada unggas menyebabkan kerugian. (Foto: Istimewa)

Dalam budi daya peternakan unggas tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya infeksi, baik itu viral, bakterial, maupun parasit. Salah satu infeksi pada unggas yang bisa muncul adalah salmonelosis.

Salmonelosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, yang bisa terjadi pada ternak dan manusia. Ditandai dengan terjadinya peradangan pada usus dengan gejala berupa diare, kelemahan fisik, dan bisa mengakibatkan terjadinya kematian pada ternak ataupun manusia bila tidak segera dilakukan pengobatan yang tepat.

Salmonelosis bisa terjadi pada ternak ayam dan dikenal dengan nama populer berak kapur karena gejala klinisnya pada ayam yang terserang, tinjanya berwarna putih seperti kapur. Tinja umumnya lembek dan mengeras seperti kapur saat sudah mengering dan lengket pada lantai kandang.

Kemudian bulu ayam di bawah ekor di seputar kloaka sering ditemukan basah dan kotor berwarna putih akibat lengketnya tinja yang agak encer seperti pasta. Ayam yang sakit mudah teramati dari bawah ekornya yang kotor dan bulu di bawah ekornya kerap melengket. Tinja juga mudah teramati menempel pada pilar-pilar kandang ayam. Pilar kandang tampak menjadi tebal dan berwarna putih.

Agen Penyebab
Salmonelosis pada unggas disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica subs enterica serovar Typhimurium atau dikenal dengan nama Salmonella typhimurium. Bakteri ini juga banyak sekali serovarnya dan merupakan salah satu penyebab food borne disease, penyakit infeksius yang menular ke manusia dari makanan bersumber produk hewan. Tidak kurang dari 15% kasus salmonelosis pada manusia disebabkan oleh Salmonella typhimurium (Scallan E, 2011).

Kasus salmonelosis di Amerika Serikat pada manusia yang pernah tercatat dari 1 juta orang alami diare ada sebanyak 20.000 orang dan 400 orang meninggal setiap tahunnya akibat salmonelosis. Kerugian akibat salmonelosis mencapai angka USD 3,3-4,4 juta.

Permasalahan dalam global health untuk salmonelosis adalah kecenderungan timbulnya resistansi Salmonella spp. terhadap antibiotika pada hewan maupun manusia. Pemakaian antibiotika yang sembarangan mengakibatkan semakin banyak serovar baru ditemukan untuk Salmonella spp. Telah timbul resistansi yang menyebabkan semakin sulitnya pengobatan infeksi salmonelosis dan diperlukan upaya mencari antibiotika yang sesuai untuk pengobatan infeksi Salmonella spp pada manusia akibat salmonelosis.

Pullorum dan Epidemiologisnya
Berak kapur atau pullorum menyerang semua jenis unggas. Infeksi bisa terjadi pada saat ayam mulai... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Purna Tugas di Kota Banjarbaru

MENCEGAH KONDISI STRES TIDAK SEMAKIN FATAL

Closed house bisa jadi salah satu solusi mencegah heat stress. (Foto: Istimewa)

Ketika heat stress menyerang, berbagai solusi diupayakan agar ayam nyaman dan produksi tetap aman. Yang jadi pertanyaan, apakah budi daya dengan sistem open house masih relate?

Pada hakikatnya stres panas adalah efek gabungan dari suhu dan kelembapan relatif udara pada ayam yang dikenal sebagai suhu efektif. Meningkatkan kelembapan udara pada suhu berapapun akan meningkatkan ketidaknyamanan ayam dan stres panas.

Peternak harus hati-hati memantau suhu dan kelembapan di lokasi mereka. Umumnya, pada siang hari, suhu meningkat, dan kelembapan relatif menurun. Metode pendinginan terbaik selama periode kelembapan rendah adalah pendinginan evaporatif (fogger, mister-pembuat kabut atau cool pad).

Sedangkan pada malam hari ketika suhu turun dan kelembapan biasanya meningkat, kelembapan tambahan yang disediakan oleh pengabut dapat meningkatkan tekanan panas. Saat kelembapan tinggi, peningkatan pergerakan udara dengan menggunakan kipas saja akan mengurangi tekanan panas di kandang terbuka.

Pergerakan udara menghasilkan efek wind chill yaitu penurunan suhu udara yang dirasakan oleh tubuh akibat adanya aliran udara. Tabel indeks tekanan panas untuk ayam petelur komersial telah dikembangkan (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Indeks heat stress ayam petelur diadaptasi dari indeks stres suhu dan kelembapan untuk ayam petelur. Xin, Hongwei dan Harmon, Jay D., “Livestock Industry Facilities and Environment: Heat Stress Indices for Livestock” (1998) Agriculture and Environment Extension Publications. Book 163, Iowa State University.

Mengetahui Aspek yang Wajib Dibenahi
Technical Education & Consultation Manager PT Medion, Drh Christina Lilis, menyatakan bahwa penyebab heat stress memang ada pengaruh dari... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

HEAT STRESS SUKSES BIKIN PERFORMA PRODUKSI KIAN TAK BERES

Ilustrasi pericarditis pada jantung. (Sumber: Ginanjar, 2024)

Lingkungan menjadi salah satu tantangan dalam menjalankan budi daya unggas. Salah dalam menyikapi dan mengaplikasikan manajemen terkait musim, akibatnya fatal. Salah satu yang kerap terjadi adalah ayam yang mengalami stres karena cuaca panas atau heat stress.

Unggas termasuk ayam tergolong hewan homoiterm (berdarah panas) dengan ciri spesifik tidak memiliki kelenjar keringat serta hampir semua bagian tubuhnya tertutup bulu. Kondisi biologis seperti ini menyebabkan ternak unggas dalam kondisi panas mengalami kesulitan membuang panas tubuhnya ke lingkungan di siang hari.

Ternak unggas yang dipelihara di daerah tropis rentan terhadap bahaya stres panas. Apabila terjadi stres, maka zona homeostasis ini akan terganggu dan tubuh akan berusaha mengembalikan kekondisi sebelum terjadi stres.

Mekanisme penghilangan panas melalui radiasi, konveksi, dan konduksi merupakan hal yang ideal tiap hari dilakukan oleh ayam. Ayam juga memiliki zona termonetral, alias suhu dimana ayam akan merasa nyaman, yakni berkisar antara 18-25° C.

Dalam kisaran suhu ini, mekanisme penghilangan panas akan berjalan dengan baik dan cukup ideal untuk mempertahankan suhu tubuh normal ayam pada kisaran 41° C. Di atas zona termonetral, efisiensi mekanisme penghilangan panas yang ideal akan berkurang. Pada titik ini, penguapan air dari saluran pernapasan menjadi mekanisme kehilangan panas utama ayam.

Penguapan satu gram air menghilangkan 540 kalori panas tubuh. Pada suhu di atas zona termonetral, ayam harus mengeluarkan energi untuk mempertahankan suhu tubuh normal dan aktivitas metabolisme. Ini mengalihkan energi dari pertumbuhan dan produksi telur, yang mengakibatkan hilangnya performa (Hy-line, 2016).

Heat stress atau stres panas adalah masalah utama yang sering dihadapi dalam budi daya ayam, baik broiler (pedaging) maupun layer (penghasil telur). Kondisi ini terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari kapasitas ayam untuk mendinginkan tubuhnya, yang dapat mengarah pada penurunan kesehatan dan produktivitas ayam.

Risiko Penurunan Performa
Sebagaimana disebutkan di atas, heat stress menyebabkan ayam menjadi turun performanya. Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Tony Unandar selaku konsultan perunggasan dan Anggota Dewan Pakar ASOHI. Selain karena perubahan musim dan faktor lingkungan lainnya, Tony menggaris bawahi perihal kenaikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

IMPLEMENTASI ANIMAL WELFARE PADA PETERNAKAN SAPI PERAH

Joko Susilo saat mengontrol peternakan sapi perah. (Foto-foto: Infovet/Joko)

Menurut UU No. 18/ 2009 menyebutkan bahwa kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Kesejahteraan hewan menjadi hal yang harus dipenuhi agar peternakan sapi perah menghasilkan produksi optimal.

Ada lima prinsip dari kesejahteraan hewan (5 freedom) yang meliputi bebas rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari rasa takut dan stres, serta bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah (animal behavior). Hal ini sangat relevan dengan semboyan dokter hewan Indonesia “Manusya Mriga Satwa Sewaka” yang memiliki arti mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan.

Prinsip animal welfare tersebut harus diimplementasikan pada peternakan sapi perah rakyat, mengingat masih banyak praktik budi daya sapi perah yang belum memenuhi unsur-unsur tersebut. 

• Bebas dari Lapar dan Haus
Hasil utama peternakan sapi perah adalah produksi susu dan pedet, dengan hasil sampingan lain seperti daging dan kotoran kandang. Sebagaimana yang pernah penulis jelaskan bahwa peternakan sapi perah berprinsip pada more feed more milk. Kondisi sapi perah rakyat memang tidak sampai pada kondisi kelaparan, namun asupan bahan kering pakan belum optimal. Dry matter intake (DMI) merupakan hal yang sangat dominan terhadap produksi susu. DMI adalah asupan bahan kering pakan (konsentrat, rumput, dan pakan tambahan lain) dari berat badan sapi (BB). Beberapa rumus umum DMI yang dipakai peternak sapi perah adalah (2,5% + 10% produksi susu) yang diharapkan dari total BB. Sapi BB 400 kg untuk mendapatkan 20 liter susu/hari dengan rumus tersebut membutuhkan DMI (2,5%) + (10% x 20) dari 400 kg. Maka DMI-nya adalah 2,5% + 2%, yaitu 4,5 % dari 400 kg atau 18 kg. Rumus lainnya yang sering digunakan, nutrisi sapi perah didapatkan dari konsentrat sebanyak (2% dari BB) + hijauan (10% dari BB).

Selain itu, prinsip lainnya yakni menyediakan air yang cukup untuk ternak sangat penting bagi kesehatan dan produksi. Kehilangan 10% cairan tubuh berakibat fatal bagi kebanyakan ternak domestik. Air menyumbang lebih dari 98% dari semua molekul dalam tubuh. Air bermanfaat untuk regulasi suhu tubuh, pertumbuhan, reproduksi, laktasi, pencernaan, pelumasan sendi, dan penglihatan.

Kebutuhan air ternak sangat bervariasi tergantung jenisnya. Konsumsi air dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk usia, tingkat pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, aktivitas, jenis pakan, asupan pakan, dan suhu lingkungan. Ternak mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhannya dari sumur, sumber mata air, air permukaan, dan kadar air yang ditemukan di bahan pakan.

Kebutuhan air minum pada sapi perah secara umum 10% dari berat badan ditambah dengan 5 liter setiap produksi susu 1 liter. Contoh sapi berat 400 kg dengan produksi susu 20 liter membutuhkan (10% x 400) + (5 x 20) = 140 liter air minum.

Fakta-fakta yang ada di peternak, tempat pakan tersedia namun masih ditemukan waktu kosong tanpa pakan. Data menyebutkan asupan bahan kering pakan sapi perah berkisar 2-3% dan masuk dalam kategori untuk sapi laktasi rendah atau masa kering. Begitu juga pada tempat minum walau sudah didisain secara otomatis dan adlibitum, namun terkendala dengan masalah suplai dan kebersihan tempatnya. Musim kemarau di beberapa peternak sapi perah menunjukan minimnya suplai air minum dan sanitasi. Tempat minum yang kotor atau macet menjadi pemicu minimnya asupan air minum.

Kondisi tidak nyaman dalam kandang yang kotor, becek, dan licin.

Bebas dari Rasa Tidak Nyaman 
Sapi perah akan berproduksi tinggi jika diperlakukan dengan baik sehingga merasa nyaman. Kondisi nyaman akan didapatkan pada kondisi kandang yang ternaungi, sirkulasi udara baik, sanitasi dan disinfeksi rutin, kandang bersih dan kering, tersedia ruangan cukup untuk sapi berdiri, makan, minum, duduk, dan berbaring, serta exercise.

Sapi perah di Indonesia masih banyak yang belum terpenuhi kondisi nyaman. Kandang yang kotor, sanitasi buruk, lantai licin, lantai tajam dan berlubang masih banyak dijumpai. Kandang yang kotor membuat badan dan ambing sapi menjadi kotor yang berisiko menimbulkan mastitis. Kandang kotor memicu kualitas susu menurun karena total plate count lebih dari 1 juta/ml susu.

Sementara kandang berhimpitan dengan lebar < 1,5 meter dan panjang < 2 meter menyebabkan sapi tidak nyaman untuk aktivitas fisik. Kondisi atap kandang yang bocor, kotoran menumpuk, dan saluran pembuangan kotoran macet sehingga kandang tergenang oleh kotoran dan air kencing sangat membuat sapi tidak nyaman.

• Bebas dari Rasa Sakit dan Penyakit 
Rasa sakit dan penyakit menjadi faktor yang secara langsung berpengaruh negatif pada produksi susu. Beberapa agen non-infeksius yang dialami sapi seperti terkilir, terluka, kepincangan, asidosis, pembengkakan, dan abses masih sering dijumpai.

Hal tersebut disebabkan karena benda-benda tajam di lantai kandang, kandang dalam kondisi licin, gang way yang sempit, dan banyaknya lalat di sekitar kandang. Kondisi demikian membuat sapi mengalami kesakitan sehingga berpengaruh pada nafsu makan dan produksi susu.

Selain itu juga sergapan agen penyakit infeksius yang nyata menyebabkan penurunan produksi susu seperti penyakit mulut dan kuku, lumpy skin disease, demam tiga hari, mastitis, dan parasit darah. Beberapa penyakit bakterial juga masih ditemukan seperti brucellosis, leptospirosis, colibacillosis, salmonellosis sangat mengganggu produksi.

• Bebas dari Rasa Takut dan Stres 
Produksi sapi perah akan bagus jika terhindar dari rasa takut dan stres. Sapi sering merasa takut karena beberapa penyebab, salah satunya manajemen populasi. Sapi dengan ukuran kecil akan merasa takut jika dicampur atau dipelihara berdampingan dengan sapi berukuran lebih besar. Sapi merasa takut untuk mengambil pakan, takut dengan tanduk sapi lain, dan merasa inferior.

Selain itu, sapi juga mudah mengalami stres pada kondisi berisik dan gaduh, lingkungan kotor, cuaca ekstrem, hujan deras, suara petir, atau angin kencang. Demikian juga pada sapi-sapi yang ter-display lama di pasar hewan, kondisi panas, kehujanan, minim pakan dan minum juga bisa memicu stres, selain transportasi jarak jauh yang tidak nyaman, area naik turun, berisiko luka traumatik di badan, di kaki karena perjalanan dan bisa berakibat penyakit pernapasan kompleks seperti shipping fever.

Rasa sakit dan penyakit menjadi faktor yang secara langsung berpengaruh negatif pada produksi.

• Bebas Mengekspresikan Tingkah Laku Alamiah (Animal Behavior
Sapi perah yang dipelihara secara lepas (freestall) atau pemeliharan di ranch mendapatkan hak untuk bebas mengekspresikan perilaku alaminya dibandingkan dengan sapi perah yang dipelihara secara ditambat. Sapi-sapi akan merasa nyaman, bahagia, terlihat sehat, dan ekspresif.

Sapi perah yang dipelihara secara lepas dengan sistem pakan total mixed ration (TMR) akan mendapatkan asupan bahan kering pakan yang memadai. Sapi juga mendapatkan kesempatan mengambil minum yang tersedia secara adlibitum. Sapi ini memiliki kandang dengan space yang cukup, dengan tempat istirahat yang kering, bersih, dan nyaman untuk proses nggayemi (remastikasi). Kondisi tersebut sangat mendukung sapi untuk berproduksi maskimal.

Sapi perah yang dipelihara secara freestall atau pemeliharan di ranch juga sangat ekspresif dalam menunjukan gejala birahi. Ekspresi birahi sapi terlihat menaiki sapi lain di awal birahi dan diam dinaiki sapi lain pada akhir birahi, hal ini tidak terjadi pada sapi yang diperlihara secara tambat. Ekspresi birahi ini sangat mendukung perfoma reproduksi sapi yaitu peningkatan angka kebuntingan, service per conception rendah, jarak antar kelahiran lebih pendek, dan ketersediaan replacement stock lebih cepat. ***

Ditulis oleh:
Dr Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet Daerah Lampung

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer