-->

BIOSEKURITI DAN VAKSINASI, TUGAS BERBEDA TUJUAN SAMA

Ilustrasi rute infeksi penyakit kepada ayam yang mungkin terjadi. (Foto: Istimewa)

Sebagian besar orang di industri perunggasan tahu bahwa biosekuriti dan vaksinasi adalah alat berharga untuk melindungi unggas dari penyakit virus, bakteri, dan parasit. Dan perlu diingat bahwa keberhasilan keduanya menjadi bagian dari program strategis dan terintegrasi.

Vaksinasi dan biosekuriti harus dianggap sebagai mitra yang tidak terpisahkan untuk pencegahan penyakit yang memadai. Dengan kata lain, vaksinasi tanpa biosekuriti adalah formula lemah untuk perlindungan, sedangkan biosekuriti tanpa vaksinasi adalah proposal yang tidak realistis untuk pencegahan penyakit (Guillermo Zavala, DVM, MAM, PhD, Dipl ACPV, International Avian Health, LLCAthens, Georgia).

Mencegah Patogen Masuk
Dasar pemahaman biosekuriti dapat didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi tujuan utamanya adalah mencegah masuknya unsur patogen yang tidak diinginkan ke dalam fasilitas/farm unggas. Sama pentingnya untuk mencegah keluarnya unsur patogen dari fasilitas yang terkontaminasi.

Melakukan biosekuriti yang tepat harus menghasilkan hilangnya unsur patogen yang tidak diinginkan atau setidaknya mengurangi unsur patogen tersebut ke tingkat yang dapat dikelola melalui vaksinasi dan/atau penundaan paparan pada ayam yang rentan terhadap patogen potensial di lapangan.

Biosekuriti secara ketat mengontrol akses ke peternakan unggas dan mengharuskan pengunjung untuk mengenakan pakaian dan sepatu boots yang disediakan, serta mendisinfeksi alas kaki sebelum memasuki kandang, juga minimalkan lalu lintas kendaraan dengan mengurangi pergerakan kendaraan di peternakan dan mendisinfeksi kendaraan yang mungkin pernah mengunjungi peternakan lain.

Memelihara sistem “semua masuk, semua keluar” dimana ayam dibesarkan bersama dan diangkat sebagai kelompok untuk meminimalkan penyebaran penyakit. Sanitasi dan disinfeksi rutin dengan menerapkan protokol sanitasi dan disinfeksi yang komprehensif, termasuk bak kaki dan pembersihan peralatan yang tepat.

Ada delapan hal yang penting dilaksanakan sebagai bagian dari biosekuritas dalam rangka mengeliminasi kemungkinan patogen masuk ke dalam tubuh ayam dan menginfeksinya: 1) Kolam kaki dengan disinfektan di pintu masuk utama. 2) Penggunaan hand sanitizer untuk staf dan pengunjung. 3) Mandi untuk staf sebelum memasuki dan setelah keluar kandang. 4) Pakaian bersih yang khusus untuk akses kandang. 5) Rendaman ban dan semprotan kendaraan (air + disinfektan) untuk kendaraan yang masuk. 6) Pencucian dan disinfeksi peralatan secara rutin. 7) Mengisolasi, mengobati, dan memantau ayam yang terinfeksi. 8) Pengelolaan bangkai ayam yang terinfeksi (mengubur atau membakar).

Adapun praktik tambahan yang harus dilaksanakan:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025.

Ditulis oleh:
Drh Arief Hidayat
Praktisi perunggasan

REFLEKSI DALAM PENGALAMAN LAPANGAN: BIOSEKURITI VS VAKSINASI

Secara filosofis walaupun teknologi sediaan vaksin terus berkembang, namun biosekuriti tetap menjadi fondasi utama dalam strategi pencegahan dan kontrol penyakit infeksius pada peternakan ayam modern. Pada praktik lapangan, program vaksinasi dan biosekuriti adalah dua pilar yang saling melengkapi.

Oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant, Jakarta)

Pada peternakan ayam modern, komponen biosekuriti dan vaksinasi keduanya mempunyai filosofi yang sama, yaitu berbasis pada nilai pencegahan kasus penyakit infeksius serta tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi dua pilar utama yang menopang manajemen kesehatan ayam modern yang saling melengkapi. Mengabaikan salah satu komponen akan berdampak pada tidak optimalnya strategi jangka pendek maupun jangka panjang dalam menata kesehatan ayam dari waktu ke waktu.

Tulisan ini merupakan hasil refleksi pengalaman lapangan penulis dan bertujuan untuk memberikan pencerahan baru bagi peternak maupun kolega praktisi lapangan dalam mengimplementasikan kedua komponen tersebut secara optimal.

Latar Belakang Filosofis
Untuk memahami lebih dalam peranan biosekuriti dan vaksinasi dalam praktik peternakan ayam modern, maka sebaiknya dipahami dahulu dasar filosofis masing-masing komponen tersebut secara umum:

a. Biosekuriti
Filosofinya berakar pada pencegahan risiko biologis dari aktivitas agen infeksius. Biosekuriti menekankan pengendalian dan pengawasan agar agen infeksius berbahaya seperti virus, bakteri, dan parasit tidak menyebar ke populasi ayam yang suseptibel dan/atau lingkungan farm (Barcèlo dan Marco, 1998; Amass dan Clark, 1999). Pendekatannya bersifat proaktif serta berfokus pada pencegahan ancaman sebelum terjadi ledakan kasus alias menghadang terpaan agen infeksius. Lebih lanjut, biosekuriti dalam peternakan ayam modern berpijak pada filosofi “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Tujuannya adalah menghalangi masuk dan menyebarnya agen penyakit ke dalam populasi ayam melalui:

• Kontrol lalu lintas manusia, kendaraan, dan peralatan.
• Sanitasi kandang (termasuk lingkungan kandang), pakan, dan air.
• Pengendalian vektor (serangga, tikus, burung liar).
• Pembuatan zonasi (area bersih vs area kotor) dalam lingkup peternakan.

Jadi, secara filosofis biosekuriti dianggap sebagai pertahanan pertama dalam pencegahan dan kontrol penyakit infeksius. Ia menekankan tanggung jawab kolektif antara peternak dan pekerja untuk menjaga sistem produksi dari serangan luar (bibit penyakit).

b. Vaksinasi
Filosofinya adalah membangun kekebalan individu atau suatu populasi ayam tertentu melalui stimulasi sistem imun oleh suatu sediaan vaksin. Akhir dari suatu implementasi program vaksinasi berlandaskan prinsip perlindungan kolektif (herd immunity), dimana semakin banyak individu yang divaksin, semakin kecil risiko penyebaran penyakit. Vaksinasi dalam peternakan ayam modern berangkat dari filosofi “membangun perisai dari dalam”. Karena meskipun implementasi biosekuriti sangat ketat, namun mustahil 100% dapat mencegah paparan agen penyakit, maka vaksinasi:

• Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit penting seperti ND, IBD, AI, IB, ILT, coryza, dan lainnya.
• Mengurangi morbiditas, mortalitas, dan kerugian pada performa produksi.
• Mengurang shedding agen penyebab dalam suatu populasi ayam.
• Mendukung terbentuknya imunitas kelompok atau herd immunity di populasi ayam yang ada.

Jadi, filosofi vaksinasi bukan sekadar perlindungan individu, tapi jaminan keberlanjutan produksi dan keamanan pangan (food security).

Korelasi Filosofis di Lapangan
Di lapangan, biosekuriti dan vaksinasi bukan pilihan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2025. (toe)

ANTARA VAKSINASI DAN BIOSEKURITI

Vaksinasi menjadi salah satu komponen penting dalam strategi biosekuriti, terutama dalam konteks peternakan atau lingkungan yang rentan penyakit. (Foto: Toa55/iStock)

Vaksinasi dan biosekuriti adalah dua konsep yang saling berkaitan dalam menjaga kesehatan dan keamanan lingkungan tempat unggas dipelihara.

Adapun vaksinasi adalah tindakan memberikan vaksin untuk memicu kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu, sementara biosekuriti adalah serangkaian tindakan untuk mencegah masuknya penyakit dan mengendalikan penyebarannya. Keduanya saling melengkapi dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan aman.

Vaksinasi dapat menjadi salah satu komponen penting dalam strategi biosekuriti, terutama dalam konteks peternakan atau lingkungan yang rentan terhadap penyakit. Sedangkan penerapan biosekuriti yang baik dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi efektivitas vaksinasi, misalnya dengan mengurangi risiko paparan patogen yang berlebihan. 

Adapun penerapan biosekuriti mencakup sanitasi kandang, pengendalian lalu lintas orang, karantina unggas sakit, dan vaksinasi untuk penyakit tertentu. Biosekuriti memastikan bahwa penyakit tidak menyebar luas di peternakan.

Kekebalan sering juga disebut imunitas, yakni kemampuan untuk mempertahankan diri, menahan, mencegah, dan menanggulangi agen-agen penyakit yang dapat menimbulkan kerugian. Unggas seperti halnya makhluk hidup lainnya mempunyai sistem kekebalan yang dilakukan oleh sel-sel khusus, di antara sel-sel yang memegang peranan penting secara langsung maupun tidak dalam proses kekebalan adalah sel-sel limfosit dan  sel-sel lain yang dibentuk olehnya.

Kekebalan pada unggas ada dua macam, yaitu antibodi dan imunitas sel. Organ pembentuk kekebalan pada unggas ada empat, yaitu bursa fabricius (sel B), kelenjar timus (sel T), GALT (gut-associated-lymphoid-tissue), dan jaringan limfoid (sumsum tulang belakang, limpa, kelenjar harderian, ceacal tonsil). Limfosit-B yang dihasilkan oleh bursa fabricius dan turunannya memproduksi protein yang dapat larut dalam aliran darah, yang disebut antibodi, dan akan berperan pada proses kekebalan. Antibodi spesifik dibentuk akibat stimulasi vaksin atau agen-agen penyakit yang spesifik pula, atau dengan kata lain antibodi yang dibentuk oleh vaksin penyakit A misalnya, maka antibodi yang terbentuk khusus untuk menanggulangi penyakit A saja, demikian juga vaksin B, C, dan seterusnya. Sehingga setiap penyakit yang ingin dibentuk kekebalannya harus divaksin sesuai jenis penyakitnya.

Antibodi ada yang dilepaskan ke dalam plasma darah (serum) dan menyebar mengikuti aliran darah, disebut dengan antibodi sirkuler. Sedang antibodi yang berada pada berbagai sekresi tubuh seperti mukus yang dihasilkan oleh saluran pernapasan dan pencernaan, persendian kaki dan sayap unggas, disebut antibodi lokal.

Hasil tes antibodi (titer) merupakan indikator atas status kekebalan yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit atau vaksin. Antibodi lokal yang ditemukan dalam sekresi tubuh (mukus) sangat penting walau tidak dapat diukur melalui tes darah, karena mereka merupakan penjaga... Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi September 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manager
PT Romindo Primavetcom
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MENGHINDARI DAMPAK IMUNOSUPRESI

Pilih vaksin yang tepat untuk mencegah penyakit, terutama penyakit penyebab imunosupresi. (Foto: iStock)

Imunosupresi merupakan masalah utama bagi industri perunggasan, tetapi angka aktual yang menunjukkan skala masalah tersebut sulit ditemukan. Infeksi agen penyakit dan faktor lingkungan, serta adanya kesalahan manajemen dapat memperburuk masalah kejadian imunosupresi.

Untuk menghindari dampak imunosupresi pada ayam, peternak perlu menciptakan lingkungan kandang yang nyaman, memastikan pakan berkualitas, melakukan vaksinasi yang tepat, dan menerapkan biosekuriti yang ketat. Sebab, imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh membuat ayam lebih rentan terhadap berbagai penyakit.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah dan mengatasi imunosupresi pada ayam:

1. Manajemen Pemeliharaan yang Baik (Good Husbandry Practices)
Kenyamanan kandang dapat diciptakan dari lingkungan kandang yang nyaman dengan memastikan ventilasi yang baik, suhu yang sesuai, dan kepadatan kandang yang tidak berlebihan. Suhu yang nyaman untuk ayam bervariasi tergantung pada usia dan jenis ayam. Umumnya, ayam paling bahagia pada suhu sedang hingga hangat antara 18-30°C. Ayam yang baru menetas (DOC) membutuhkan suhu yang lebih hangat, sekitar 32-35°C di minggu pertama, kemudian diturunkan bertahap setiap minggunya. Ayam dewasa lebih toleran terhadap suhu yang lebih rendah, sekitar 20-25°C. Kepadatan kandang yang tidak berlebihan memberikan suasana nyaman ayam dalam kandang, berikut kepadatan yang ideal berdasarkan jenis ayam.

a. Kepadatan kandang  yang ideal untuk ayam broiler:
• Fase starter (0-14 hari): 10-12 ekor/m²
• Fase grower (15-27 hari): 8-10 ekor/m²
• Fase finisher (28 hari ke atas): 6-8 ekor/m²

b. Kepadatan Kandang Ideal untuk ayam petelur:
• Fase grower (0-17 minggu): 9-14 ekor/m² (floor), 25-29 ekor/m² (cage)
• Fase dewasa (18 minggu ke atas): 7-17 ekor/m² (floor), 19-22 ekor/m² (cage)

Berikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ayam, terutama pada fase starter yang penting untuk perkembangan organ kekebalan tubuh. Ayam broiler memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda dengan ayam petelur. Ayam broiler membutuhkan pakan dengan kandungan protein dan energi tinggi untuk pertumbuhan cepat, sementara ayam petelur membutuhkan pakan dengan kalsium tinggi untuk pembentukan telur.

2. Vaksinasi yang Tepat
Jadwal vaksinasi dapat dilakukan sesuai jadwal yang direkomendasikan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan peternakan. Pilih vaksin yang tepat untuk mencegah penyakit yang umum menyerang di daerah setempat, terutama penyakit... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departemen Manager
PT Romindo Primavetcom 
HP: 0812-8644-9471

MENCEGAH IMUNOSUPRESI PADA AYAM: KUNCI SUKSES PETERNAKAN MODERN


Imunosupresi pada ayam komersial adalah kondisi dimana sistem kekebalan ayam melemah, sehingga ayam menjadi rentan terhadap infeksi. Hal ini berdampak negatif pada peforma produksi dan kesejahteraan ayam.

Menurut penelitian Xiaoli Ma, dkk, yang ditulis pada kumpulan jurnal Poultry Scince Volume 102, Issue 12, Desember 2023 yang berjudul “Stress-induced immunosuppression inhibits immune response to infectious bursal disease virus vaccine partially by miR-27b-3p/SOCS3 regulatory gene network in chicken”. Beliau menyatakan imunosupresi akibat stres atau Stress-induced immunosuppression (SIIS) merupakan salah satu masalah umum dalam produksi unggas intensif, yang sering kali mengurangi efek pencegahan dan pengendalian berbagai vaksin, termasuk vaksin virus penyakit gumboro atau infectious bursal disease virus (IBDV), dan membawa kerugian ekonomi sangat besar bagi industri unggas. Hal ini sangat penting untuk diketahui apa saja penyebab terjadinya imunosupresi dan strategi pencegahannya.

Faktor Penyebab Imunosupresi
Problem penyebab imunosupresi yang paling tinggi adalah faktor infeksi virus, bakteri, dan parasit. Program kesehatan yang tidak berjalan dengan baik seperti biosekuriti, sanitasi, serta program vaksinasi yang ketat akan menjadi pintu masuknya infeksi penyakit.

Problem infeksi virus seperti gumboro atau IBD, Marek’s disease, chicken anemia virus (CAV), dan reovirus merupakan beberapa infeksi virus yang paling sering mengakibatkan imunosupresi pada ayam.

Sementara pada problem infeksi bakteri seperti Mycoplasma spp, Salmonella spp, dan E. coli juga berdampak terhadap imunosupresi pada ayam, begitupun infeksi jamur dan parasit seperti aspergillosis, coccidiosis, dan histomoniasis.

Keseimbangan nutrisi pada pakan ayam sangat berdampak terhadap sistem imunitas dalam menjaga kesehatan ayam. Defisiensi vitamin dan mineral seperti vitamin A, C, E, B, zinc selenium dan copper berpengaruh penting dalam pembentukan sistem imun tubuh ayam.

Pemilihan bahan baku pakan, terutama sumber protein alternatif yang sulit dicerna akan mengakibatkan defisiensi asam amino esensial seperti metionin dan lisin. Kontaminasi pakan oleh mikotoksin seperti aflatoksin dan okratoksin dapat merusak sistem imun tubuh ayam.

Ayam modern sangat rentan terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. 

Ditulis oleh:
Henri E. Prasetyo Drh MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

BANGUN PERTAHANAN AYAM SEJAK DINI: CEGAH IMUNOSUPRESI

Perhatikan kualitas DOC. (Foto: Istimewa)

Pernah mendengar ungkapan “mencegah lebih baik daripada mengobati?”. Dalam budi daya unggas pepatah ini berlaku sangat mutlak terutama saat berbicara soal imunosupresi.

Ketika sistem kekebalan tubuh ayam melemah, bukan hanya risiko penyakit yang meningkat, tapi juga performa produksi bisa anjlok. Tak pelak, kerugian ekonomi pun mengintai di balik kandang. Maka dari itu, mencegah imunosupresi bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan strategis untuk menjamin keberhasilan budi daya.

Kunci Pertama: Fase Brooding yang Optimal
Segala pencapaian dalam peternakan modern bermula dari satu fase krusial, brooding. Masa awal kehidupan ayam, baik broiler maupun layer merupakan periode emas, dimana organ kekebalan tubuh terbentuk dan berkembang.

Bila fase tersebut terganggu, maka pertahanan alami ayam akan lemah sejak awal. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Prof Michael Haryadi Wibowo, menekankan pentingnya menjaga brooding tetap optimal.

“Peternak harus mampu mengendalikan faktor-faktor penekan imunitas seperti penyakit infeksi, parasit, dan mikotoksin,” jelasnya. Tidak kalah penting adalah menghindari stres akibat manajemen ventilasi yang buruk, pakan yang terlambat, atau suhu kandang yang tak sesuai.

Selain itu menurut Michael, langkah strategis yang biasanya dieksekusi adalah early feeding. Pemberian pakan sesegera mungkin usai menetas, akan menstimulasi perkembangan organ pencernaan dan meningkatkan imun lokal di saluran cerna.

“Jangan lupakan juga kenyamanan suhu. Brooder harus dijaga di atas 30°C agar feed intake optimal dan imun tubuh terbentuk dengan maksimal,” lanjutnya.

Biosekuriti dan Vaksinasi Tepat, Kekebalan Lebih Kuat
Biosekuriti dan vaksinasi adalah senjata utama mencegah penyakit. Tapi di era modern, keduanya bukan sekadar rutinitas, melainkan strategi cerdas. Apalagi dengan teknologi vaksin terkini yang menghadirkan beberapa jenis inovasi. Mulai dari jenis vaksin (immune-complex, vektor vaksin), sampai cara vaksinasi (hatchery vaccination, in ovo vaccination). Kesemuanya diklaim dapat memberikan perlindungan lebih efisien dan tahan lama.

Menurut Drh Fauzi Iskandar dari PT Ceva Animal Health Indonesia, ragam teknologi vaksin kekinian memungkinkan vaksinasi dilakukan sejak dini di hatchery, bahkan sejak dalam telur, in ovo vaccination.

“DOC yang divaksin di hatchery cenderung lebih siap menghadapi tantangan lapangan karena sudah memiliki sistem imun yang tergertak sejak dini,” kata Fauzi.

Pilihan metode pun makin beragam. Ada yang disuntikkan ke kantung amnion saat inkubasi, ada pula yang dilakukan saat DOC baru menetas. Metodenya bisa subkutan atau semprot, semua disesuaikan dengan kondisi farm dan tujuan vaksinasi.

Fauzi melanjutkan, teknologi vaksin sekarang akan bersinergi positif dengan diterapkannya biosekuriti yang baik. Ia meyakinkan kepada seluruh peternak di Indonesia bahwa mengaplikasikan biosekuriti sampai hal sedetail apapun akan menurunkan risiko ayam dari imunosupresi, bahkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (CR)

MENGANTISIPASI IMUNOSUPRESI AGAR TIDAK MERUGI

Kasus imunosupresi merupakan masalah besar bagi industri perunggasan. (Foto: Istimewa)

Imunosupresi adalah kata yang sering terdengar di kalangan praktisi kesehatan unggas. Masalahnya, imunosupresi bukanlah suatu penyakit, melainkan kondisi yang kerap menerpa ayam tanpa menunjukkan gejala klinis (subklinis).

Memahami Imunosupresi
Sistem kekebalan berfungsi untuk mengenali, menetralisasi, dan mengeliminasi patogen dalam tubuh. Selain itu juga berperan mengenali kembali patogen yang masuk dengan adanya sel memori, serta mencegah terjadinya imunopatologi (kerusakan sel-sel kekebalan). Jika fungsi kekebalan ini terganggu, maka akan terjadi suatu kondisi yang disebut imunosupresi.

Dikemukakan oleh Guru Besar SKHB IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan, bahwa imunosupresi didefinisikan sebagai suatu kondisi terganggunya respons imun secara sementara atau permanen akibat gangguan terhadap sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit.

Kondisi tersebut tentunya meningkatkan kerentatan bagi suatu organisme untuk menghalau agen patogen yang menginfeksi dari luar.

Menurutnya, imunosupresi merupakan masalah besar bagi industri perunggasan, namun memang belum ada data pasti yang menunjukkan sejauhmana permasalahan ini, karena imunosupresi biasanya bersifat subklinis. Terlebih lagi katanya, ayam modern meskipun performa tinggi nyatanya lebih rentan terhadap penyakit ketimbang di zaman dahulu.

“Kalau faktor penyebabnya banyak, bisa dari infeksi patogen atau faktor lingkungan, termasuk kesalahan manajemen. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan imunosupresi dan interaksi antara keduanya biasanya memperburuk kondisi tersebut,” tutur Prof Wayan.

Ia melanjutkan, stres dari lingkungan seperti pada periode akhir inkubasi, penetasan, dan penanganan DOC yang kurang baik juga dapat menyebabkan imunosupresi. Stresor lainnya termasuk kondisi kandang yang tidak optimal dan cemaran mikotoksin pada hatchery juga memungkinkan terjadinya imunosupresi.

Imunosupresi Akibat Faktor Non-Infeksius
Jika merujuk pada faktor non-infeksius, yang paling umum memungkinkan terjadinya imunosupresi yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (CR)

TELAAH LAPANGAN: GERAK-GERIK IMUNOSUPRESI

Problem infeksi jamur (mikosis) pada jaringan kulit (epidermis) atau jaringan selaput lendir (mukosa) dengan prevalensi yang tinggi dapat menjadi indikasi (petunjuk awal) adanya problem imunosupresi subkronis sampai kronis pada suatu populasi ayam di lapangan.

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Drama gangguan respons imunitas alias imunosupresi pada ayam modern ibarat kinerja hembusan angin yang semilir, secara kasat mata tidak tampak namun efeknya dapat dirasakan secara signifikan.

Seiring dengan peningkatan performa ayam akibat perbaikan genetik yang cukup progresif dan kondisi iklim yang terus gonjang-ganjing, perjalanan kasus imunosupresi di lapangan seolah mendapatkan karpet merah.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sepintas bagi para kolega praktisi lapang terkait faktor penyebab dan dinamika kasus imunosupresi pada ayam modern, termasuk bagaimana mendeteksinya di lapangan secara sistematik serta strategi taktis mereduksi dampak yang ditimbulkannya.

Sekilas Respons Imunitas Ayam
Hampir sama seperti pada mamalia, sistem imunitas ayam modern terdiri dari dua komponen dasar yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu sistem pertahanan non-spesifik (innate immune system) dan sistem kekebalan (adaptive immune system).

Sistem pertahanan non-spesifik ini secara mendasar merupakan gugus pertahanan terdepan (first line of defense) dalam sistem imunitas yang bertujuan untuk melawan pelbagai bentuk patogen (virus, bakteri, jamur, atau parasit) dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menginisiasi reaksi spesifik pada sistem kekebalan.

Sistem imunitas dapatan (adaptive immune system) yang diaktivasi pada tahap lanjut dan didasarkan atas pengenalan molekul asing yang spesifik berasal dari patogen dengan terminologi antigen (PAMPs/Pathogen-Associated Molecular Patterns). Responsnya umumnya berlangsung 3-4 minggu setelah adanya aktivasi awal oleh kombinasi antara sinyal dari respons innate immunity dan pengenalan antigen yang dimediasi oleh sel-sel limfost. Ini berarti, pada induksi primer sistem adaptive immunity sangat tergantung dengan respons innate immunity dalam rangka bereaksi terhadap keberadaan patogen (Kasper et al., 2022).

Sinyal dari respons innate immunity akan mendorong ekspansi secara selektif dan aktivasi populasi sel-sel limfosit T dan B dengan spesifisitas sesuai dengan jenis tantangan patogen yang sedang berlangsung. Mekanisme efektor utama dalam sistem adaptive immunity adalah dengan memproduksi sejumlah antibodi oleh sel limfosit B, menghancurkan sel induk semang yang sudah terinfeksi oleh cytotoxic T-cells, dan pelbagai mekanisme mengeliminasi patogen yang terkait dengan rentetan aktivitas lanjut helper T-cells (Sproul et al., 2000; Radoja et al., 2006).

Yang juga perlu diingat bahwa aktivasi sistem adaptive immunity akan menghasilkan sejumlah sel-sel memori, baik sel B ataupun sel T. Adaptive immunity juga akan memberikan proteksi yang relatif lama dan spesifik untuk menghadang laju invasi patogen yang sama di kemudian hari (Cheeseman, 2007; Schat et al., 2014; Kasper et al., 2022).

Deskripsi Imunosupresi
Kemungkinan adanya kondisi yang bersifat imunosupresif di lapangan sebenarnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (toe)

FAKTOR PENURUNAN PRODUKSI TELUR

(Foto: Dok. Sanbio)

Produksi telur merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam usaha peternakan ayam petelur. Namun, tidak jarang peternak menghadapi masalah turunnya produksi telur yang dapat berdampak signifikan terhadap keuntungan usaha.

Penurunan produksi ini bisa bersifat sementara atau berkepanjangan, tergantung dari penyebabnya. Penurunan produksi telur terjadi akibat banyak sebab, mulai dari faktor infeksius ataupun non-infeksius.

Penyebab infeksius dapat terjadi karena virus dan bakteri. Penurunan produksi telur yang diakibatkan oleh faktor infeksius mengganggu keberlangsungan usaha bagi peternak ayam petelur. Penyebaran virus yang cepat tidak jarang dapat menyebabkan kematian tinggi, membuat peternak harus berpikir keras dalam melindungi kesehatan ternak unggasnya.

Beberapa faktor infeksius yang dapat menyebabkan penurunan produksi adalah:

Newcastle disease (ND)
Disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 (APMV-1). Jika sudah terinfeksi akan berpengaruh pada produksi telur, terutama penurunan produksi, kualitas telur jelek, warna abnormal, serta bentuk dan permukaan kerabangnya abnormal.

Infectious bronchitis (IB)
Disebabkan oleh Coronavirus. Ayam  petelur dewasa yang terinfeksi akan mengalami penurunan produksi hingga mencapai 60% dalam kurun waktu 6-7 minggu dan selalu disertai dengan penurunan mutu telur berupa bentuk telur tak teratur, kerabang telur lunak, dan albumin (putih telur) cair.

Avian influenza (AI)
Terutama AI subtipe H9N2 dapat menyebabkan penurunan produksi. Virus AI subtipe H9N2 masuk kedalam low pathogenic avian influenza (LPAI) yang menyebabkan rusaknya saluran reproduksi ayam ditandai dengan ovarium dan oviduk kemerahan, kuning telur tampak seperti brokoli, dan yang sangat nampak terlihat adalah penurunan produksi yang sangat tajam (dapat mencapai 5-10% per hari).

Egg drop syndrome (EDS)
EDS disebabkan oleh Adenovirus tipe I. Ayam yang terinfeksi produksi telur akan memiliki kerabang tipis hingga tanpa kerabang. Pada umumnya terjadi pada awal periode bertelur, sehingga puncak produksi tidak tercapai.

Infectious coryza
Disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum. Ayam yang terinfeksi mengalami gangguan pernapasan atas. Terlihat bengkak pada area wajah ayam dengan keluar eksudat dari hidung, anoreksia. Serta dapat terjadi pada semua umur dan dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 40%.

Selain penyakit infeksius di atas, penurunan produksi telur dapat terjadi akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (Muchammad Wildan Firdaus & Aprilia Kusumastuti)

MENCEGAH PENURUNAN PRODUKSI TELUR: STRATEGI CERDAS UNTUK PETERNAK

Ayam petelur modern. (Foto: Istimewa)

Produksi telur yang menurun adalah salah satu tantangan utama dalam peternakan ayam petelur. Penurunan ini dapat berdampak pada keuntungan peternak dan efisiensi produksi. Perlu dipelajari bagaimana profil ayam petelur modern saat ini dengan memahami peforma, berat badan, kebutuhan nutrisi, manajemen, dan standar produksi telur di setiap umurnya.

V. Arantes dari Hy-Line International USA pada Australian Poultry Science Symposium memaparkan tentang “Optimizing Nutrition and Management to Enhance Productivity in Modern Laying Hens: From Rearing to Peak Production” bahwa kemajuan genetika ayam petelur modern telah meningkatkan efisiensi produksi mereka secara signifikan, ditandai dengan peningkatan konversi pakan, produksi telur yang lebih tinggi, dan persistensi bertelur yang lebih lama.

Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, terutama dalam komposisi manajemen dan nutrisi di lima minggu pertama. Hal ini dikarenakan tren penurunan berat badan pada layer modern, yang membutuhkan manajemen tepat untuk menghindari pertambahan berat badan yang berlebihan, terutama selama fase perkembangan utama. Menetapkan profil berat badan yang optimal, terutama pada minggu kelima sangat penting untuk membuka potensi produktivitas ayam petelur.

Faktor Nutrisi: Fondasi Produksi Telur
Nutrisi yang tidak seimbang adalah penyebab utama turunnya produksi telur. Kalsium dan fosfor pada ayam petelur merupakan nutrisi yang penting untuk pembentukan cangkang telur. Jika pasokan kalsium kurang atau rasio Ca : P tidak seimbang, produksi telur akan mengalami penurunan.

Defisiensi atau kelebihan energi, protein, dan asam amino esensial seperti metionin dan lisin sangat penting untuk produksi telur yang optimal. Kekurangan salah satu dari nutrisi ini dapat menurunkan jumlah produksi telur yang dihasilkan.

Selain itu proses pemilihan bahan baku yang baik dan analisis antinutrisi yang presisi akan mempermudah dalam melakukan pemberian aditif, contohnya penggunaan enzim untuk membantu kecernaan substrat pada bahan baku alternatif, toxin binder untuk mengikat mikotoksin (aflatoksin, DON, fumonisin) pada bahan baku yang menyebabkan stres fisiologi, menurunkan daya tahan tubuh, dan berdampak terhadap produksi telur. Manajemen waktu dan metode pemberian pakan yang tidak tepat bisa menyebabkan fluktuasi konsumsi nutrisi.

Kenyamanan Ayam Jadi Kunci
Manajemen kandang yang kurang optimal dapat menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

AGAR PRODUKSI TELUR TAK MENGENDUR

Peternakan ayam petelur modern. (Foto: Istimewa)

Telur ayam merupakan sumber protein hewani termurah yang terjangkau bagi masyarakat. Patut dibanggakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil telur ayam terbanyak, namun hal tersebut jangan sampai membuat peternak lengah.

Mesin Biologis Canggih
Sejak dikembangkan kurang lebih 100 tahun lalu, kini ayam petelur/layer modern menjelma menjadi mesin biologis penghasil telur yang mumpuni. Bisa dibilang ayam petelur modern merupakan hasil seleksi tradisional dan teknologi genomik canggih, sehingga menghasilkan strain dengan produksi tinggi (300-500 telur/tahun), umur bertelur lebih panjang, dan adaptasi iklim yang baik.

Hal tersebut disampaikan oleh Technical Service Specialist, Southeast Asia, Hyline-Internasional, Drh Dewa Made Santana, dalam sebuah webinar. Menurut data yang diperoleh, ada perbedaan cukup menonjol antara ayam layer old fashion (sekitar 1992), dengan layer modern dengan data di 2021.

Berdasarkan data yang ada layer “versi lama” hingga umur 80 minggu menghasilkan sebanyak 321 butir telur, sedangkan layer modern sudah bisa memproduksi sebanyak 374 butir. Ada selisih 53 butir atau peningkatan sebanyak 16%. Jika dihitung dari segi berat, ayam petelur lama hanya mampu memproduksi telur sebesar 20,39 kg, sedangkan untuk ayam petelur modern sudah bisa memproduksi sebanyak 23,06 kg.

“Dari data itu saja terdapat selisih 2,67 kg atau ada peningkatan sebesar 13,09%. Belum lagi untuk FCR, kalau ayam lama rata-rata FCR-nya sebesar 2,37, ayam modern sebesar 2,07 terdapat selisih 0,30 atau ada penurunan 12,66%. Ini artinya konsumsi pakannya semakin irit, namun menampilkan produksi yang cukup tinggi,” kata Santana.

Kendati demikian, keunggulan genetik yang luar biasa itu tidak bisa berdiri sendiri, agar produksinya bisa optimal perlu dukungan menyeluruh dari tiap aspek pemeliharaan, seperti ketersediaan nutrisi yang baik dan cukup, manajemen pemeliharaan mumpuni, adanya pelayanan veteriner, serta penerapan biosekuriti yang baik.

“Kalau saya lihat di negara kita, mungkin tidak semua peternak bisa memaksimalkan potensi ini, mungkin hanya beberapa saja. Oleh karena itu, bila termanfaatkan 100%, produksi telur kita bisa lebih baik lagi pastinya,” ucapnya.

Nutrisi Baik, Performa Apik
Berbagai literatur mengatakan bahwa berhasilnya suatu usaha peternakan ditentukan oleh empat faktor, yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (CR)

BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA PRODUKSI TELUR

Penurunan produksi bisa disebabkan secara tunggal atau kolektif dari beberapa faktor. (Foto: Istimewa)

Sudah merupakan kebiasaan di komunitas peternak ayam petelur jika ada masalah dengan penurunan produksi telur yang tidak biasa, hampir selalu dikaitkan dengan gangguan kesehatan akibat serangan penyakit. Padahal penurunan produksi bisa merupakan penyebab tunggal atau kolektif dari beberapa faktor.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi selain infeksi penyakit, adalah karena nutrisi, cahaya, usia, stres, dan kondisi lingkungan. Nutrisi yang tepat, terutama kalsium, protein, dan energi, sangat penting untuk pemeliharaan produksi telur yang konsisten. Kemudian juga pencahayaan, terutama paparan cahaya siang hari yang berperan dalam merangsang siklus reproduksi dan hari yang pendek dapat mengurangi produksi telur.

Selain itu, faktor usia turut memengaruhi produksi telur, dengan penurunan alami seiring bertambahnya usia induk ayam. Serta kondisi stres dan faktor lingkungan seperti suhu dan ventilasi juga berperan serta dalam produksi dan kualitas telur yang dihasilkan.

Pemberian Nutrisi
Ayam betina membutuhkan diet seimbang dengan cukup protein, kalsium, dan energi untuk bertelur. Jangan juga abaikan kebutuhan air minum, karena kebanyakan dari peternak lupa bahwa air juga termasuk nutrisi yang utama. Hampir 80% telur terdiri dari air, bila kebutuhan air minum tidak tercukupi otomatis produksi berjalan tidak tidak optimal. Oleh karena itu, hindari pemberian nutrisi yang tidak memadai.

Kalsium sangat penting untuk pembentukan kerabang telur, bisa dikatakan kalsium merupakan nutrisi spesifik, bila terjadi kekurangan dalam pakan dapat menyebabkan kerabang telur menjadi tipis. Menggunakan pakan layer yang lengkap berarti menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk produksi telur yang optimal. Standar nutrisi untuk ayam petelur adalah ME 2.750-2.800 Kcal dengan protein 17.5-18.00%, kalsium 3.50% dengan feed intake/hari/ekor 115-120 gram (Lohmann Brown Classic Manual Guide).

Pencahayaan
Meningkatnya pemberian intensitas cahaya harian, cenderung meningkatkan produksi telur. Pencahayaan tambahan dapat membantu mempertahankan atau meningkatkan produksi telur ayam pada saat ayam hanya mendapat periode cahaya harian normal yang pendek. Memastikan intensitas dan durasi cahaya yang cukup dapat berdampak positif pada produksi telur.

Pada masa usia produksi ayam petelur secara umum mendapatkan cahaya sebanyak maksimal... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025.

Ditulis oleh:
Drh Arief Hidayat
Praktisi Perunggasan

AKAR GANGGUAN PRODUKSI TELUR

Peternak layer kini tengah berhadapan dengan ayam yang terus berpenampilan “gaya baru”. (Foto: Istimewa)

Oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Slogan 
more eggs less feed tampaknya sudah melekat dengan karakteristik umum ayam petelur/layer modern. Sadar atau tidak, sekarang para peternak layer tengah berhadapan dengan ayam yang terus berpenampilan “gaya baru”.

Keengganan mengikuti perubahan tata laksana pemeliharaan seiring dengan perkembangan genetik layer modern tersebut tentu akan memengaruhi penampilan (performance) akhir ayam yang dipelihara. Ujungnya, tak hanya menyebabkan keuntungan melayang, tetapi juga dapat menjadi faktor pencetus masalah baru yang kompleks dan terkesan misterius.

Gangguan produksi telur layer modern pada sindroma obesitas yang diikuti “yolk peritonitis” misalnya, adalah contoh paling representatif dan sering terjadi di lapangan.

Latar Belakang
Perkembangan genetik ayam petelur modern dalam lima dekade terakhir memang sangat spektakuler. Jika diikuti perbaikan tata laksana pemeliharaan yang sesuai, maka layer modern mampu menghasilkan paling tidak 220 butir telur pada era 1960, menjadi 500 butir telur selama 700 hari pada 2019 (Martin, 1960; Anderson, 2019).

Itu saja tidak cukup, bobot telurnya pun lebih besar, yang tadinya berkisar 56-62 gram/butir menjadi 60-68 gram/butir. Perbaikan penampilan fenotipe ini tentu menuntut kualitas pullet yang baik, dimana perkembangan bobot badan (pertumbuhan seimbang antara fleshing dan framing) serta keseragaman ayam selama masa pullet harus seiiring berkembang (Bain et al., 2016; Wang et al., 2017; Underwood et al., 2021).

Dasar Produksi Prima
Salah satu sifat ayam petelur modern yang sangat menonjol adalah progres pembentukan dasar konformasi tubuh yang seimbang (antara kerangka/framing dan perototan/fleshing) yang sangat dominan paling telat sampai ayam berumur enam minggu.

Itulah sebabnya pada saat layer modern berumur empat minggu, maka bobot badan harus mencapai bobot minimal berdasarkan standar strain yang ada dan dengan keseragaman yang harus di atas 80%. Melalui timbang bobot badan dan “grading” seratus persen pada umur empat minggu tersebut, maka peternak hanya mempunyai kurun waktu dua minggu untuk memperbaikinya, karena puncak pertumbuhan hiperplasia untuk organ-organ visceral terjadi antara 4-6 minggu.

Gangguan pertumbuhan pada fase ini berarti menghambat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (toe)

MEMBERANTAS GANGGUAN HAMA YANG MENGURAS KEUNTUNGAN

Peternakan layer rentan terhadap hama tikus. (Foto: Pixabay)

Hewan pengerat kecil yang satu ini sudah sangat familiar dalam aspek kehidupan manusia. Karena sifat alami dan potensinya dalam menyebabkan gangguan, hewan ini selalu menjadi musuh bagi manusia termasuk dalam peternakan unggas.

Tikus merupakan hewan yang kerap dijumpai di berbagai tempat, termasuk di peternakan ayam. Secara alamiah hewan pengerat ini memakan apa saja, seperti tumbuhan, hewan kecil, bahkan sesama tikus (kanibal).

Celakanya, tikus dapat mengonsumsi dan mengontaminasi pakan ternak dan hewan lain, bahkan pangan manusia. Keberadaan tikus di suatu peternakan akan memakan, merusak, dan menimbulkan kerugian mencapai sekitar $25 padi-padian tiap tahun (USDA 2012). Kemampuan beradaptasi dan ketangkasannya membuat hewan ini sulit dibasmi. Tikus mampu berjalan pada permukaan vertikal, berjalan di kabel, berenang, bahkan dengan mudah melompat dengan ketinggian hingga 30 cm dari suatu permukaan yang datar.

Unggul Hampir dalam Segala Hal
Tikus, celurut, maupun mencit sangat potensial dalam berkembang biak. Di bawah kondisi ideal, sepasang tikus bisa menghasilkan 20 juta ekor keturunan dalam waktu tiga tahun. Begitu juga dengan mencit dan celurut yang dapat bereproduksi lebih cepat. Satu ekor mencit atau celurut betina dewasa dapat melahirkan 5-10 kali dalam setahun, yang menghasilkan 5-6 ekor tiap kelahirannya. Masa buntingnya 19-21 hari. Tikus akan dewasa kelamin pada umur 6-10 minggu dan rata-rata tikus betina mampu hidup hingga sembilan bulan. Satu tikus betina bisa memproduksi 22 betina dalam satu tahun (berdasarkan perbandingan jantan dan betina = 50 : 50 keturunan) dimana akan dewasa pada tiga bulan setelah proses kelahiran.

Para perusak kecil ini memiliki penglihatan lemah namun tajam pada indra penciuman, indra perasa, dan indra pendengarannya. Tikus tidak menyukai area terbuka, mereka lebih menyukai kontak terhadap dinding atau objek lain. Tikus juga tidak akan pergi jauh dari sarangnya, maksimal jaraknya 45 m (tikus) dan 9 m (mencit dan celurut).

Selain itu, tikus juga sangat peka terhadap objek yang baru dan akan menghindarinya untuk beberapa hari. Sebaliknya, mencit dan celurut akan lebih cepat menerima objek baru. Hal ini menjadi penting saat akan mendesain perangkap atau umpan.

Mengapa Tikus Harus Dibasmi?
Layaknya hama seperti kutu, benalu, dan lainnya, tikus perlu dikendalikan. Selain menyebabkan gangguan secara ekonomis, juga mengganggu manusia secara psikologis. Menurut Sofwah (2007), beberapa kerugian yang dapat disebabkan oleh tikus di antaranya:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2025. (CR)

NUTRISI YANG PRESISI SEPANJANG MUSIM

Penyediaan bahan baku yang berkualitas mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan tidak dirusak oleh keberadaan jamur yang mudah tumbuh di iklim tropis. (Foto: allaboutfeed.net)

Menyajikan pakan presisi sebagai inovasi yang signifikan dalam industri pakan akan mengubah cara dalam menyediakan pakan yang presisi dan bagaimana hal itu dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Sebab, hewan memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda setiap musim, misalnya hewan membutuhkan lebih banyak energi dan protein selama musim dingin.

Dengan mengoptimalkan asupan nutrisi, pakan presisi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, mengurangi biaya produksi, dan mengurangi dampak lingkungan. Sistem pemberian pakan yang menggunakan teknologi informasi untuk mengoptimalkan asupan nutrisi hewan, termasuk penggunaan teknologi seperti sensor, monitor, serta sistem pemberian pakan otomatis dapat mengukur dan menyesuaikan pakan berdasarkan kebutuhan hewan.

Berbagai tantangan dalam menyajikan pakan yang presisi merupakan hal yang perlu diperhitungkan matang-matang agar tidak menjadi bumerang dalam pelaksanaannya. Tantangan iklim/cuaca, dimana Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis, maka tingkat kelembapan umumnya relatif mencapai 70-90% dan suhu yang relatif konstan. Standar suhu ruangan yang nyaman umumnya berkisar antara 20-24°C dan kelembapan ruangan yang ideal biasanya berada di antara 40-60%. Kelembapan udara jika melebihi 60%, dapat menyebabkan beberapa dampak negatif, seperti pertumbuhan jamur.

Penyediaan bahan baku yang berkualitas mempunyai nilai nutrisi yang tinggi dan tidak dirusak oleh keberadaan jamur yang mudah tumbuh di iklim tropis menjadi tantangan tersendiri. Ketersediaan bahan baku pakan yang masih tergantung impor juga memengaruhi komposisi formulasi pakan. Bahkan jika ada gejolak kurs Dollar dan Euro seperti saat ini, akan memengaruhi harga bahan baku yang berakibat harga pakan melambung. Sedangkan harga pronak tidak serta-merta naik secara signifikan, yang berujung komposisi dalam formulasi pakan akan berubah menyesuaikan harga yang kompetitif.

Ayam modern yang mempunyai potensi genetik tinggi, seperti pada broiler mempunyai karakteristik tumbuh lebih cepat dan nafsu makan tinggi, sedangkan pada layer mempunyai karakteristik bobot tubuh lebih ringan, dewasa kelamin lebih awal, konsumsi pakan lebih sedikit, dan produktivitas lebih tinggi.

Ayam modern mempunyai aktivitas metabolisme lebih tinggi, kebutuhan nutrien tinggi, dan lebih rentan stres. Dengan kondisi ayam modern yang mempunyai potensi genetik tinggi, perlu diupayakan dengan penyediaan pakan yang presisi.

Faktor-faktor penting untuk penyediaan pakan yang presisi antara lain adanya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom
Telp: 0812-8644-9471

MUSIM BERGANTI, NUTRISI HARUS TETAP PRESISI

Ilustrasi kandang ayam layer. (Foto: Dok. Mensana)

Efisiensi saat ini hampir menjadi bahasan di sebagian kalangan masyarakat, termasuk di budi daya perunggasan. Efisiensi menjadi sesuatu yang harus dicapai untuk memastikan profitabilitas usaha unggas yang dijalankan tercapai secara optimal.

Dalam budi daya unggas, efisiensi mengandung arti sebagai upaya untuk mencapai tingkat produktivitas tertinggi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, baik dari sisi input seperti pakan, tenaga kerja, dan lain-lain, maupun dari output seperti produksi daging ayam dan telur.

Saat ini aspek pakan menjadi titik fokus untuk dilakukan efisiensi, mengingat pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam budi daya unggas dan nutrisi pakan memegang peranan penting dalam produktivitas ternak. Oleh karena itu, sangat penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan nutrisi ternak dan nutrisi yang disediakan dalam pakan untuk dapat memaksimalkan keuntungan.

Pemberian pakan dengan nutrisi yang presisi merupakan praktik penyesuaian dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tidak berlebihan, dan tidak kekurangan. Untuk mengurangi kesenjangan antara kandungan nutrisi dalam pakan dengan nutrisi yang dibutuhkan ternak, maka perlu dilakukan formulasi pakan yang tepat dan sesuai.

Jika nutrisi yang diberikan berlebihan, nantinya akan terbuang dan tentu dapat membebani biaya pakan karena nutrisi yang dibuang tidak menjadi output produksi yang memiliki nilai jual. Selain itu, nutrisi yang berlebih juga dapat membebani metabolisme tubuh ternak, seperti ketika kandungan protein di pakan yang berlebih akan memicu proses deaminasi yang memerlukan energi dan memicu stres metabolisme, khususnya di wilayah panas karena dapat meningkatkan beban panas tubuh.

Nutrisi yang presisi merupakan dasar kesehatan, produktivitas, dan profitabilitas. Menurut Moss et al. (2021), dalam mengimplementasikan konsep nutrisi yang presisi, diperlukan pemenuhan tiga persyaratan utama yang meliputi karakteristik bahan baku pakan yang digunakan, ketepatan dalam menentukan kebutuhan nutrisi harian ternak dan manajemen yang ketat, serta cermat dalam pemenuhan dua persyaratan tersebut. Genetik, jenis kelamin, usia, dan kondisi lingkungan harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan persyaratan-persyaratan di atas.

Lingkungan terutama cuaca atau musim dapat memengaruhi kedua persyaratan dalam implementasi nutrisi yang presisi. Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa dengan iklim tropis yang mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Suhu harian di Indonesia dapat melebihi 35° C dengan fluktuasi antara 29-36° C dengan kelembapan 70-80% (Hery, 2010).

Pergantian musim ini menjadi tantangan dalam mempertahankan nutrisi agar tetap presisi. Musim yang berbeda dapat menghasilkan karakteristik bahan baku pakan yang berbeda, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Pemantauan kualitas bahan baku pakan pada musim yang berbeda sangat penting dilakukan untuk memastikan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh:
Wardiman SPt
Feed Formulator PT Mensana Aneka Satwa

PENYAKIT MAREK TIMBULKAN TUMOR PROGRESIF PADA AYAM

Serangan penyakit bentuk mata, menyebabkan iris berwarna kelabu dan terjadi kebutaan pada mata. (Foto: Istimewa)

Tumor tidak hanya ditemukan pada manusia maupun hewan ruminansia, tetapi ternyata tumor juga terjadi pada ayam. Sel-sel liar yang tidak dikehendaki bisa tumbuh progresif dan menyebar ke berbagai bagian tubuh ayam.

Infekasi virus bisa menjadi penyebabnya, salah satu penyakit pada ayam yang ditandai dengan kemunculan tumor di berbagai organ tubuh adalah penyakit Marek. Merupakan penyakit viral yang disebabkan virus herpes alfa, atau sering disebut dengan istilah MDV (Marek’s disease virus) atau GaHV-2 (Gallid alfa herpesvirus 2).

Nama Marek diambil sebagai penghormatan terhadap seorang dokter hewan, patologis dari Hungaria bernama Jozsef Marek yang pertama kali menemukan perubahan makropatologi yang menyebar cepat, berbentuk tumor yang progesif, dan bermetastasis cepat pada berbagai organ tubuh ayam yang sakit dan mati.

Bentuk Klinis Penyakit Marek
Ada enam bentukan klinis dari serangan penyakit Marek, bisa konsisten ditemukan satu bentuk atau campuran, di antaranya:

• Bentuk neural atau saraf akut
Unggas terserang mengalami kelumpuhan pada kaki, bisa hanya pada satu kaki atau kedua kakinya. Satu kaki ayam akan terlihat menyilang ke depan atau ke samping tubuhnya. Serangan terjadi pada saraf kaki menyebabkan saraf terinfiltrasi hebat oleh limfosit dan terjadi pembengkakan sarat kaki. Pada ayam yang belum pernah tervaksin, kematian bisa mencapai 80%. Ayam mengalami dehidrasi, kelaparan, kurus, dan diare, karena kesulitan berjalan untuk mencapai tempat pakan dan minum.

• Bentuk neuro limfomatosis atau bentuk visceral
Terjadi kelumpuhan pada beberapa fungsi organ sistem pencernaan. Bila serangan terjadi pada nervus vagus maka ayam akan kesulitan menelan makanan dan bisa ditemukan tembolok mengalami dilatasi. Tembolok terlihat melebar dan membesar. Serangan pada saraf perifer ayam menyebabkan limfoma, infiltrasi tumor pada kulit unggas dan otot. Tumor bisa ditemukan progesif pada organ dalam seperti hati, jantung, ginjal, dan paru. Akibat pertumbuhan tumor pada organ penting itu, maka fungsi vital organ akan terganggu dan kematian bisa terjadi pada ayam yang terserang Marek bentuk ini.

• Bentuk mata
Infiltrasi progresif limfosit terjadi pada iris mata, menyebabkan iris mata berwarna kelabu, ukuran iris mata menjadi tidak wajar, dan akan timbul kebutaan pada ayam. Akibat kebutaan, ayam akan kesulitan dalam mencapai tempat pakan dan minum, sehingga kekurangan nutrisi terjadi dan penurunan bobot badan secara drastis.

• Bentuk kulit
Bentuk ini... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2025.

Ditulis oleh: 
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Jayapura

GOTONG-ROYONG MENJAGA SALURAN CERNA AYAM YANG SEHAT

Performa produksi unggas sangat ditentukan kesehatan organ pencernaannya. (Foto: Istimewa)

Saluran cerna merupakan sistem tubuh yang berperan penting dalam performa unggas komersil. Saluran cerna terdiri dari paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela, usus kecil, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Makanan yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap dan menjadi nutrisi bagi peningkatan bobot tubuh dan perkembangan saluran reproduksi yang nantinya merupakan penghasil telur.

Performa produksi ke depan akan sangat ditentukan kesehatan oleh organ pencernaan tersebut. Oleh karena itu, gotong-royong untuk mengupayakan kesehatan saluran cerna penting untuk dilakukan.

Secara umum faktor yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna dapat dibedakan menjadi faktor infeksius dan non-infeksius.

Non-Infeksius
Faktor non-infeksius adalah faktor di luar agen penyakit yang dapat mengganggu kesehatan saluran cerna unggas. Umumnya faktor ini terkait erat dengan manajemen pemeliharaan, seperti:

• Kualitas pakan dan air: Kecukupan nutrisi akan membantu saluran pencernaan ayam mengalami perkembangan bobot dan ukuran yang baik. Bertambahnya jumlah vili usus dapat meningkatkan luas permukaan usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan dan ini baik untuk kesehatan ayam. Selain itu, kualitas air yang dikonsumsi juga berperan dalam menjaga kesehatan unggas. Air minum yang baik tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mengandung logam berat berbahaya (Pb, Hg, As, dan lainnya), pH berkisar 6,0-8,0 dan tidak mengandung bakteri patogen.

• Stres: Dapat memengaruhi kesehatan pencernaan unggas sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan dan feses berair. Banyak hal dapat menimbulkan stres pada unggas, seperti kandang terlalu padat, kadar amonia tinggi, cuaca ekstrem, pergantian pakan, transportasi, dan adanya infeksi penyakit. Selain itu, stres pada ayam dapat menyebabkan pelemahan sistem imun. Sistem imun berperan dalam mengenal, menghancurkan, dan menetralkan benda-benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan bagi tubuh.

Pencegahan utama untuk melindungi saluran cerna dari berbagai penyakit infeksius adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (SANBIO-MENSANA/ADV)

MENJAGA SALURAN PENCERNAAN TERNAK TETAP SEHAT

Ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Di tengah kondisi ketidakpastian harga bahan baku pakan seperti jagung, bungkil kedelai, dan produk bahan baku impor atau lokal lainnya berdampak terhadap fluktuasi dan peningkatan harga pakan di pasaran.

Hal tersebut didukung dengan Keputusan Badan Pangan Nasional yang secara resmi menetapkan harga pembelian pemerintah untuk jagung di tingkat petani sebesar Rp 5.500/kg, melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional No. 18/2025. Ini merupakan tantangan bagi peternak dan nutrisionis dalam mencari alternatif sumber energi bahan baku pengganti jagung agar harga formulasi pakan masih terjangkau.

Michael H. Kogut dan Glenn Zhang, dalam bukunya berjudul “The Microbiomes of Humans, Animals, Plants, and the Environment” menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir, pakan yang dikonsumsi oleh hewan sangat memengaruhi kondisi mikrobiota usus, fisiologi, kekebalan tubuh, dan kesehatan saluran pencernaan.

Sementara itu, J. Pratt • J. Hromadkova • L. L. Guan dari Department of Agricultural, Food and Nutritional Science, University of Alberta, Edmonton, AB, Canada melakukan penelitian tentang “Mikrobiota Usus dan Gut Brain Axis pada Anak Sapi yang Baru Lahir” tentang jenis probiotik (psikobiotik) yang memengaruhi fungsi kognitif dan tumbuh kembang melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), efek imun langsung, dan berbagai jalur saraf, hormonal, dan metabolik yang terkait dengan mikrobiota usus.

Evaluasi Faktor yang Pengaruhi Kesehatan Saluran Pencernaan
Presisi dalam pemilihan kualitas nutrisi pakan dan komposisi formulasi bahan baku pakan sangat penting untuk menunjang kesehatan saluran pencernaan. Pemilihan bahan baku pakan dapat dimulai dari menganalisis kandungan nutrisinya melalui analisis proksimat, saat ini sudah banyak tools pendukung seperti NIRs (Near-infrared spectroscopy) untuk melakukan analisis nutrisi bahan baku secara cepat.

Pemeriksaan antinutrisi pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer