Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini feed additive | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

NUTRIEN PAKAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Ilustrasi animal welfare. (Sumber: gallantintl.com)

Sebagin besar orang mengetahui bahwa pakan berdampak terhadap penggunaan 60-70% biaya produksi dalam industri peternakan. Kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap potensi genetik ternak, sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Namun, belum banyak orang menyadari bahwa pakan juga berkaitan erat dengan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare).

Sebelum berbicara banyak tentang hubungan antara nutrien pakan dengan kesejahteraan ternak, terdapat analogi sederhana sehingga memudahkan dalam mencerna tema tulisan ini. Apa yang Anda rasakan ketika lapar, namun ketersediaan pangan terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan? Atau sesekali Anda pernah mengalami diare akibat kontaminasi racun atau bakteri patogen pada pangan yang dikonsumsi? Bukankah itu menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas atau pekerjaan yang Anda lakukan?

Kebutuhan paling mendasar manusia adalah kecukupan nutrien pangan. Kondisi kelaparan akan berdampak terhadap kekurangan energi, gerak pun akhirnya menjadi terbatas sehingga produktivitas menurun. Kekurangan nutrien atau gizi pada ibu hamil dan balita berdampak terhadap pertumbuhan yang lambat (stunting) serta kesehatan pada anak. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan (2020), kasus stunting pada balita di Indonesia mencapai 27,67%. Sama halnya pada ternak, ketersediaan pakan yang berkualitas sangat berdampak terhadap pertumbuhan, produktivitas, reproduksi, kesehatan dan perilaku alamiah. Oleh sebab itu, nutrien pakan memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kesejahteraan ternak. 

Hubungan Nutrien Pakan dengan Kesejahteraan Hewan
Berdasarkan Farm Animal Welfare Council, Inggris (1992), kesejahteraan hewan dapat dicapai dengan penerapan lima prinsip kebebasan atau sering disebut five freedom.

Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst). Sering kita jumpai di peternakan rakyat, kebanyakan ternak hanya diberi pakan rumput dengan kandungan nutrien yang rendah. Tantangan negara tropis seperti Indonesia adalah kandungan serat yang tinggi dalam hijauan pakan, sehingga membuat kecernaannya mencari rendah. Kondisi ini tentu akan menyebabkan kekurangan pasokan nutrien pada ternak yang berdampak terhadap kelaparan. Ditambah lagi ketersediaan air minum yang masih kurang diperhatikan. Banyak peternak hanya memberikan air minum ketika pagi dan sore atau kesediaan yang tidak ad libitum. Hal tersebut membuat tingkat kehausan tinggi pada ternak, terlebih pada ternak yang memiliki produktivitas susu yang tinggi (fase laktasi) atau berada di lingkungan panas, sehingga membutuhkan air yang banyak. Dampak jangka panjang, kekurangan nutrien dan air minum akan berakibat malnutrien. Sering kita jumpai ternak dalam kondisi kurus, dehidrasi dan memprihatinkan yang merupakan dampak dari kurangnya asupan nutrien pakan.

Kedua, bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort). Rasa tidak nyaman biasanya muncul akibat kondisi tidak normal pada tubuh ternak. Pemberian pakan yang mudah terdegradasi pada ternak ruminansia (pakan konsentrat) tanpa imbangan serat yang cukup akan menghasilkan produksi gas (volatile fatty acids) yang tinggi dalam rumen. Produksi gas yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan pH rumen yang sangat drastis (pH di bawah 5 dalam waktu 3 jam), sehingga terjadi acidosis. Kejadian acidosis membuat rasa sakit akibat peradangan pada dinding rumen. Permasalahan tersebut mengakibatkan penurunan proses absorbsi nutrien oleh dinding rumen yang akhirnya juga berdampak terhadap produktivitas ternak.

Pada ternak layer, defisiensi kalsium yang digunakan untuk memproduksi telur akan berdampak terhadap kondisi tulang. Layer dalam kondisi produksi puncak (minggu ke-35) membutuhkan 4.000 mg kalsium, biasanya 500 mg tidak dicerna dan akan dibuang dalam feses, 400 mg akan dibuang melalui urin dan 100 mg digunakan untuk cadangan tulang. Total 3.000 mg kalsium digunakan untuk pembentukan telur, 2.000 mg digunakan untuk membangun kerabang telur, sisanya digunakan untuk pembentukan kuning (yolk) dan putih (albumen) telur. Layer akan menggunakan kalsium tulang apabila terjadi kekurangan. Terdapat 1.000 mg kalsium pada tulang dan hanya 100 mg yang dapat digunakan per hari. Penggunaan kalsium tulang secara terus-menerus akan berakibat pada kerapuhan tulang bahkan kelumpuhan, sehingga menyebabkan ternak merasa tidak nyaman.

Ketiga, bebas dari rasa sakit, cedera atau penyakit (freedom from pain, injury or disease). Pakan yang mengandung berbagai cemaran senyawa berbahaya seperti mikotoksin, bakteri patogen dan senyawa beracun lainnya akan menimbulkan rasa sakit dan berdampak terhadap kesehatan ternak. Cemaran mikotoksin dan bakteri patogen menyebabkan peradangan pada usus, sehingga menyebabkan rasa sakit. Selain itu, kondisi ini akan berdampak terhadap pertumbuhan vili usus yang terhambat. Alhasil absorpsi nutrien pakan tidak dapat optimal.

Mikotoksin atau endotoksin dapat menyebabkan kebocoran atau penurunan integritas usus (leaky gut) akibat gangguan pada tight junction, multi-protein yang berperan dalam pengikatan antar epitel sel dan mencegah bakteri patogen serta racun masuk dalam tubuh. Kebocoran pada usus berdampak terhadap peningkatan inflamasi, gangguan absorbsi nutrien pakan dan kesehatan ternak. (Sumber: thewellnessjunction.com)

Selain itu, senyawa mikotoksin dan lipopolisakasida atau dikenal endotoksin (dinding sel bakteri patogen) dapat diserap melaui vili dan dikenal sebagai senyawa xenobiotic atau racun, kemudian dibawa menuju hati yang merupakan tempat detoksifikasi. Senyawa mikotoksin sangat reaktif terhadap DNA (deoxyribonucleic acid), sehingga dapat menyebabkan toksisitas dan potensi kanker. Endotoksin dapat meningkatkan luka atau peradangan pada hati. Level penyerapan senyawa xenobiotic yang tinggi atau terus-menerus akan menyebabkan pembengkakan hati, sehingga proses metabolisme terganggu.

Mikotoksin (aflatoksin B1) yang masuk dalam tubuh akan menuju hati. Aflatoksin B1 akan mengalami biotranformasi menjadi senyawa yang lebih aktif, serta dapat mengikat protein dan DNA, sehingga menyebabkan toksisitas, bahkan kanker apabila terjadi mutasi. (Sumber: diadaptasi dari Diaz dan Murcia., 2011 dan Dhanasekaran, 2011)

Keempat, bebas untuk memunculkan prilaku normal ternak (freedom to express normal behaviour). Sering kali pakan ternak ruminansia hanya berkonsentrasi pada bahan pakan dengan energi tinggi dan mudah terdegradasi dalam rumen untuk mencapai produktivitas yang diharapkan. Namun kekurangan serat dalam pakan akan berdampak terhadap penurunan perilaku remastikasi. Remastikasi adalah prilaku normal ternak ruminansia dan bermanfaat untuk menghasilkan saliva dengan kandungan senyawa bikarbonat (pH 8,4) yang berperan sebagai bufer untuk menjaga kestabilan pH rumen. Oleh sebab itu, pemberian pakan ternak ruminansia tentu harus memperhatikan ketersediaan serat sehingga perilaku normal ternak tetap dapat diekspresikan.

Kelima, bebas dari ketakutan dan stres (freedom from fear and distress). Pemberian pakan yang terbatas akan memunculkan kondisi stres pada ternak, selain itu pengalaman konsumsi pakan yang menyebabkan penyakit atau kondisi tidak nyaman akan terekam dalam memori ternak dan berakibat pada ketakutan. Perubahan pakan (baik bentuk maupun kandungan nutrien) sering kali berdampak pada stres ternak, sehingga menyebabkan penurunan konsumsi pakan.

Konsep pemenuhan nutrien yang tepat (precision nutrition) pada ternak tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi secara efisien, namun juga untuk mencapai kesejahteraan ternak. Isu feed additive untuk meningkatkan imunitas, kesehatan, kinerja saluran cerna dan produktivitas ternak juga memiliki andil besar dalam mencapai kesejahteraan ternak, terlebih setelah adanya larangan penggunaan antibiotik pada pakan ternak oleh pemerintah (Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2017). Oleh sebab itu, orientasi pemberian pakan pada ternak saat ini harus berubah, tidak hanya sekedar mengejar produktivitas semata, akan tetapi harus memperhatikan dan mengedepankan keselamatan serta perilaku ternak. Munculnya ekspresi perilaku alamiah ternak, menjadi parameter mendasar bahwa lingkungan (termasuk pakan) sudah mendukung dalam mencapai kesejahteraan ternak.

Mengapa Menerapkan Kesejahteraan Ternak dalam Industri Peternakan?
Beberapa dasawarsa ini, isu kesejahteraan ternak mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak. Negara maju seperti Autralia, Eropa, dan Amerika sangat ketat dalam penerapan sistem tersebut. Penerapan kesejateraan hewan dalam industri peternakan akan memberikan dampak positif bagi industri meliputi: 1) Peningkatan keuntungan karena produktivitas ternak tercapai secara optimal. 2) Pengembangan pasar penjualan produk asal ternak yang dihasilkan dari peternakan yang menerapkan sistem kesejahteraan hewan. 3) Menjadi produsen pilihan konsumen yang peduli terhadap isu kesejahteraan hewan, keamanan dan kualitas pangan, kesehatan manusia, serta lingkungan.

Di Indonesia, Undang-Undang No. 18/2009 Pasal 1 ayat 42 menjadi dasar hukum kesejahteraan hewan. Akan tetapi kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu kesejahteraan hewan masih menjadi tantangan yang besar. Kesejahteraan ternak atau hewan sebenarnya sesuatu yang sangat mungkin untuk dipahami dan diterapkan, asalkan kita mau merefleksikan lima prinsip kebebasan tersebut pada diri kita sendiri, sebagai sesama makhluk Tuhan.

Pada dasarnya, pemenuhan hak asasi pada ternak maupun manusia tidak terlalu berbeda, hanya penerapannya yang masih sulit. Sebagai manusia kita lebih sering menuntut hak daripada melakukan kewajiban. Begitu juga sebagai peternak, kita lebih sering menuntut produktivitas ternak yang tinggi, namun sering melupakan kewajiban kita untuk menyejahterakan ternak. Sepertinya memang benar, saat ini ternak adalah mesin penghasil produk pangan yang dituntut untuk terus berproduksi. ***


Ditulis oleh:
Muhsin Al Anas
Dosen Fakultas Peternakan UGM

SEDIAAN HERBAL UNTUK MENJAGA KESEHATAN HEWAN

Kunyit, salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan sebagai obat hewan. (Foto: Istimewa)

Di masa kini tren penggunaan sediaan herbal kian menjamur. Bukan hanya pada manusia, dunia medis veteriner pun juga sejak lama menggunakan sediaan herbal untuk menjaga kesehatan dan performa hewan, bagaimana lika-likunya?

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi pun ikut berkembang termasuk dalam dunia medis veteriner. Berbagai obat-obatan, serta peralatan dan teknologi lain yang mendukung sektor medis veteriner pun ikut berkembang. Namun begitu, isu-isu yang dihadapi juga berbanding lurus dengan perkembangan yang ada.

Sebut saja isu resistensi antimikroba dan larangan penggunaan AGP di peternakan. hingga kini isu resistentsi antimikroba masih menjadi momok menakutkan di dunia medis manusia maupun hewan. Selain itu larangan penggunaan AGP membuat produsen obat hewan berlomba-lomba mencari alternatif untuk menggantikan antibiotik sebagai growth promoter.

Warisan Nenek Moyang
Sejak dulu manusia telah banyak memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang terbukti memiliki khasiat untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit. Sebut saja temulawak, sambiloto, jahe, beras kencur, tentunya masyarakat sudah familiar dengan beberapa jenis tumbuhan tersebut karena khasiatnya.

Nyatanya sebagai Negara Mega Biodiversity, Indonesia memiliki ratusan jenis tanaman obat yang berpotensi digunakan dalam dunia medis manusia maupun hewan. Hal ini dikemukakan oleh Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staf pengajar dari FKH UGM.

“Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet kepada Infovet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitian sederhananya. Misalnya ketika ia meneliti potensi daun sambiloto pada luka dibeberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

“Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama dan saya mencobanya, ternyata bisa,” tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh ayam terhadap AI.

Salah satu peternak yang rajin menmberikan sediaan herbal kepada ayamnya adalah Kusnadi, peternak broiler kemitraan asal Bogor. Kusnadi rutin memberikan jejamuan kepada ayamnya agar tetap prima. “Kalau chick-in biasanya orang pada memberikan air gula, kalau saya air gula itu saya campur lagi sama kunyit dan beras kencur,” ujar Kusnadi.

Kepada Infovet ia mengaku telah melakukan praktik tersebut sebelum AGP dilarang. Bukan hanya sejak chick-in, Kusnadi juga mengatakan rutin memberikan jamu kepada ayam pasca vaksinasi gumboro atau ketika terjadi pergantian musim, bahkan saat cuaca ekstrem. Menariknya setiap fase pemeliharaan ia memberikan racikan yang berbeda.

“Kalau pas cuaca ekstrem, musim hujan, biasanya saya kasih jahe sama temulawak. Biar mereka juga fit dan enggak kedinginan,” pungkasnya. Namun sayang, ketika ditanya mengenai dosis pemberian ia mengakui hanya mengira-ngira berdasarkan pengalaman. Beruntung tidak pernah terjadi efek negatif pada ayamnya.

“Alhamdulillah enggak ada yang aneh-aneh, saya cuma manfaatin yang ada saja, kearifan lokal. Kalau kebanyakan kimia saya takut,” tutup Kusnadi.

Penelitian terkait penggunaan herbal untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap AI telah dilakukan oleh Prof Bambang Pontjo, salah satu staf pengajar FKH IPB. Salah satu penelitian yang beliau lakukan adalah dampak pemberian jamu untuk menangkal serangan AI pada broiler.

Dalam penelitian tersebut, Prof Bambang menggunakan empat jenis tanaman obat yang sudah familiar, di antaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa). Keempat tanaman diekstrak sedemikian rupa lalu diberikan kepada ayam broiler yang diberi perlakuan menjadi empat, perlakukannya adalah sebagai berikut:


Uji tantang dilakukan selama 10 hari, sementara parameter yang digunakan pada penelitian adalah persen proteksi, yaitu persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dilakukan. Hasil penelitian dari uji tantang didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:


Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan formula 3 (F3) dan formula 1 (F1), dimana masing-masing kelompok terdapat sisa satu ekor ayam.

Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan menandakan adanya aktivitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal dari temulawak dan temuireng. Menurut Prof Bambang, temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder.

“Kurkuminoid atau kurkumin ini memiliki aktivitas farmakologi berupa anti-inflamasi, anti-imunodefisiensi, antivirus (termasuk virus AI), antibakteri, antijamur, antioksidan, anti-karsinogenik, dan antiinfeksi, kalau dari literatur yang saya baca begitu,” tukasnya.

Dirinya juga menegaskan bahwasanya menggunakan sediaan herbal selain meminimalisir efek samping yang negatif, juga merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari melestarikan warisan nenek moyang.

Perlu Perhatian
Apakah pengunaan sediaan herbal selalu memberikan feedback positif dan memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi? Belum tentu, setidaknya dalam memberikan sediaan herbal untuk terapi medis veteriner, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan.

Menurut Drh Slamet Rahardjo, yang pertama kali harus diperhatikan adalah spesies atau jenis hewan yang hendak diobati. Ia memberi contoh, hewan karnivora misalnya kucing, secara fisiologis memiliki kemampuan lebih rendah dalam mencerna sediaan herbal ketimbang hewan omnivora seperti anjing dan unggas. Oleh karena itu, pemberian sediaan peroral untuk karnivora sebaiknya tidak dilakukan. Namun begitu, sediaan-sediaan herbal yang pengunaannya topikal masih dapat digunakan.

Selain itu Slamet juga menambahkan bahwa dokter hewan juga harus dapat mengidentifikasi jenis herbal yang harus digunakan sampai ke bagian-bagiannya. Misalnya saja kunyit, bagian dari kunyit yang dipakai untuk terapi yakni bagian rimpang atau umbinya.

“Di bagian tertentu suatu tanaman tentunya ada zat aktif yang dapat dimanfaatkan. Nah bagian-bagian itulah yang kita manfaatkan, salah menggunakan bagian nanti malah enggak ada efeknya, atau malah jadi racun, jadi harus hati-hati,” ungkap Slamet.

Ia menambahkan bahwa setiap zat aktif yang ada pada tanaman obat diperlukan volume tertentu (dosis) yang terukur agar menunjukkan khasiatnya. Oleh karena itu, sebaiknya para dokter hewan yang hendak memberikan sediaan herbal harus mengetahui dosis efektif dari sediaan tersebut. Akan lebih baik lagi apabila menggunakan sediaan herbal yang sudah teruji dan terbukti secara de facto dan de jure memiliki khasiat obat.

“Jadi hewan juga jangan dijadikan objek percobaan. Misalnya kita ketemu tanaman A, terus belum ada penelitian apa-apa langsung kita pakai di pakan ayam, niatnya biar ngurangi nyekrek misalnya, itu salah. Kenapa enggak pakai yang sudah ada literatur dan sudah terbukti saja, kan enak. Jadi yang pasti aja, jangan coba-coba,” ucapnya.

Slamet juga mengingatkan agar sediaan herbal digunakan sesuai rute penggunaan obat. Dokter hewan harus memahami rute pemberian obat herbal yang terbaik, jangan sampai salah rute dan tidak ada efek medis yang dihasilkan. Kombinasi antara sediaan herbal dan konvensional menurut Slamet sebaiknya digunakan.

“Jadi pasien tetap kita kasih obat konvensional, tetapi kita support dengan herbal agar mempercepat kesembuhannya, sekarang banyak yang seperti itu,” pungkasnya. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KEMERIAHAN SELKO POULTRY SCHOOL 2023

Selko Poulty School Digelar Meriah


PT Trouw Nutrition Indonesia (TNI) selaku salah satu pemain utama dalam industri feed additive kembali menyelenggarakan Selko Poultry School di Hotel Intercontinental, Pondok Indah, Jakarta pada Selasa (24/10) yang lalu. 

Menurut Wully Wahyuni selaku President Director PT Trouw Nutrition Indonesia dalam sambutannya mengatakan bahwa program tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan teknologi dan sains terbaru dalam industri perunggasan pada pelaku industri perunggasan di tanah air.

"Kita di sini secara konsisten menggelar Selko Poultry School agar pelaku industri di sini mendapat banyak update mengenai sesuatu yang baru. Bagaimana aspek teknis dan manajemen, dan tentu juga kami ingin lebih dekat para customer. Sebagai partner, Trouw selalu siap dalam membantu para pelaku industri di sini dalam memberikan solusi yang efektif," tutur Wully.

Ia juga mengapresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkenan dan turut menyukseskan acara ini, karena tanpa kerjasama dan kolaborasi yang baik, acara ini tidak digelar dengan penuh kemeriahan dan sukacita.

Dalam kesempatan yang sama Drh Susanto selaku Performance & Health Program Manager PT TNI dalam pemaparannya memperkenalkan lebih dalam kepada para peserta mengenai update internal yang terjadi di perusahaan tempat ia bekerja.

"Kenapa namanya Selko Poultry School, bukan Trouw Poultry School?. Sebenarnya sama saja, Selko ini merupakan brand dari divisi feed additive kami. Kami berharap nama Selko ini bisa menjadi pilihan utama bagi para pelaku industri sekalian," tutur Susanto.

Ia juga mengatakan bahwa Selko sendiri telah menelurkan berbagai macam produk feed additive berkualitas dengan berbagai macam purpose. Dengan segudang portofolionya, Selko siap menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan, mulai dari trace mineral, feed quality, gut health, serta safe from farm to table.

Upgrade Keilmuan dan Teknis

Dalam Selko Poultry School 2023, pembicara yang dihadirkan juga bukan kaleng - kaleng. Kali ini Dr Steve Leeson yang merupakan seorang ahli di bidang nutrisi dan produksi perunggasan didapuk menjadi pembicara utama. Bertindak sebagai moderator yakni Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan.

Pada sesi pertama, Dr Steve banyak berbicara mengenai isu - isu terkini yag terkait dengan produksi pakan unggas. Di sini beliau mengupas lebih dalam berbagai masalah yang terjadi di bidang produksi pakan unggas, mulai dari meningkatnya harga bahan baku pakan, bahan baku pakan alternatif, penurunan kualitas bahan baku pakan, dan bahkan beliau juga menyinggung masalah perubahan iklim dan masalah mikotoksin.

"Secara umum bahan baku pakan di masa ini mengalami banyak kenaikan harga akibat berbagai macam faktor namun secara kualitas menurun. Hal ini terjadi hampir di seluruh belahan dunia, oleh karena itu dibutuhkan trick agar tetap efektif dan efisien dalam produksi pakan unggas, tetapi tetap tidak menurunkan kualitas dan performa dari unggas," kata dia.

Dalam sesi kedua dan ketiga Dr Steve juga banyak menjabarkan lebih dalam lagi mengenai aspek - aspek teknis agar produksi pakan tetap efektif dan efisien baik untuk pakan broiler dan layer. Misalnya trik penggunaan bahan baku alternatif, penggunaan enzim yang tepat, bahkan sampai kepada ukuran partikel pakan dan teknik pembuatan pakannya.
Selain Pengetahuan, Peserta Juga Berkesempatan Mendapat Doorprize



Total Service Dari Trouw Untuk Pelaku Industri
Trouw sendiri tidak mau ketinggalan, melalui dua pembicara mereka yakni Antoniel Pospissil Goncalves Franco dan Dr Saritha Saraswati memberikan gambaran mengenai perkembangan teknologi, servis, serta pendekatan inovatif Trouw dalam mengintegrasikan nutrisi, kesehatan ternak dan manajemen peternakan untuk memaksimalkan kinerja  / hasil produksi.

Dalam pemaparannya Antoniel Franco banyak memaparkan mengenai bagaimana cara mengefektifkan produksi pakan. Di sana ia menjabarkan banyak  opsi dan variabel yang patut diperhatikan dalam produksi pakan yang efektif tanpa mengorbankan performa dan produksi. berbagai inovasi dan solusi milik Trouw juga dijabarkannya dengan gamang.

Sementara itu, Dr Saritha lebih banyak berbicara mengenai NutriOpt yang merupakan teknologi basis data dan layanan portabel online yang dapat diakses langsung menggunakan gawai. Salah satu fungsi dari NutriOPt adalah untuk menganalisis beberapa parameter nutrisi dari bahan baku pakan berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh tim Trouw Nutrition di seluruh dunia. Parameter yang dapat diujikan misalnya kelembapan, bahan kering, protein, lemak, gula, dan lainnya.

Nantinya sampel bahan baku pakan, atau pakan yang hendak diujikan discan menggunakan Near Infrared Microscope (NIR), dan kemudian akan dicocokkan dengan basis data yang dimiliki oleh Trouw. Penggunaan teknologi tentunya akan memungkinkan pelaku usaha industri pakan dalam menganalisis mutu dan kualitas bahan baku pakan sehingga formulasi yang diberikan dapat lebih presisi dan efektif.

"Kami melakukan pemeriksaan bahan baku tiap tahunnya dari seluruh dunia, data tersebut kami simpan dan kami gunakan dalam NutriOpt, dan selalu up to date. Ini merupakan salah satu servis kami bagi para customer," kata Saritha.

Peserta Poultry School juga dapat menyaksikan langsung bagaimana NutriOpt digunakan. TNI menyediakan unit demo yang digunakan untuk menganalisis bahan baku pakan secara real time. (CR)


PILAH-PILIH ENZIM SESUAI KEBUTUHAN

Kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik. (Foto: Istimewa)

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, enzim hanya bekerja pada satu substrat tertentu. Sedangkan dalam formulasi pakan, nutrien tidak hanya terdiri dari satu zat. Oleh karenanya dibutuhkan kejelian dalam memilih enzim agar lebih tepat guna.

Kurang lebih ada sekitar 3.000 jenis enzim yang sudah diidentifikasi. Dari ribuan jenis enzim tersebut tentunya tidak semuanya dapat dipakai dalam suatu formulasi ransum. Namun begitu, ada begitu banyak enzim yang sudah terbukti dan memberikan dampak positif bagi pakan ternak.

Dalam formulasi pakan ternak ruminansia, penggunaan enzim biasanya bersifat minimalis, hal ini karena aktivitas bakteri dalam rumen ruminansia bersifat seperti enzim. Sehingga kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik.

Dalam ilmu kimia, enzim sendiri memiliki binomial penamaan enzim menggunakan akhiran (-ase), misalnya lipase, amilase dan lain sebagainya. Sheppi (2001), menyebutkan setidaknya ada empat jenis enzim yang digunakan pada pakan ternak di pasaran. Berikut adalah penjabarannya.

Enzim Pemecah Amilum (Pati)
Dalam formulasi ransum, jagung merupakan komponen utama yang menjadi sumber energi. Kandungan pati (amilum) dalam jagung yang tinggi membuat para ahli nutrisi ternak menyebutnya sebagai bahan mentah standar emas. Bahkan hingga sekarang, sulit rasanya mencari bahan baku substituen sebaik jagung.

Namun begitu hasil penelitian Noy dan Sklan (1994), yang disitir oleh Sheppi (2001), mengatakan pati di dalam jagung hanya tercerna tidak lebih dari 85% pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari. Alasannya karena ayam berusia muda belum memiliki enzim amilase dalam jumlah cukup, selain itu pada masa aklimatisasi ayam menderita shock karena perubahan nutrisi, sehingga produksi enzim endogenous menjadi terganggu.

Drh Christina Lilis dari PT Medion, mengatakan bahwa di situlah peran dari pemberian feed additive berupa enzim amilase secara eksogenous. “Berdasarkan data penelitian, menambahkan enzim amilase bersama dengan enzim lain pada masa kritis anak ayam, dengan gejala mengalami stres akibat perubahan nutrisi, lingkungan dan status imunitasnya, dapat membantu meningkatkan produksi enzim endogenous. Hasilnya proses pencernaan menjadi lebih optimal, sehingga memaksimalkan penyerapan nutrisi,“ kata Christina.

Enzim Pemecah Serat 
Seperti yang sudah disebutkan, sistem pencernaan hewan monogastrik seperti ayam tidak mampu… Selengkapnya baca di Majalan Infovet edisi September 2022. (CR)

MEWASPADAI MUSUH DI DALAM BAHAN PAKAN

Teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. (Foto: Istimewa)

Untuk membuat pakan tentunya dibutuhkan bahan baku. Beragam bahan baku pakan digunakan seefisien mungkin dalam formulasi untuk menghasilkan pakan terbaik. Namun begitu, ada hal yang harus diwaspadai dalam bahan baku pakan selain adanya mikotoksin.

Kenali Musuhnya
Dalam suatu formulasi pakan, beragam jenis bahan baku digunakan baik dari sumber energi (jagung), protein (tepung ikan, SBM), lemak (CPO), serat dan lain sebagainya. Kebanyakan dari berbagai jenis bahan baku biasanya tidak terutilisasi dengan sempurna sehingga kandungan nutrisi dan energi metabolisme (ME) yang diharapkan tidak tercapai.

Menurut Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Prof Ali Agus, teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. Hal ini dikarenakan ruminansia dibantu oleh beragam jenis bakteri dan substrat di dalam rumennya, sedangkan untuk ayam tidak.

“Oleh karena itu enzim biasanya tidak terlalu banyak digunakan dalam pakan ruminansia, karena mereka sudah ada pembantunya di saluran cerna, bahkan selulosa yang molekulnya tebal dan besar saja bisa mereka serap,” tutur Ali Agus.

Kembali ke masalah utilisasi nutrien yang terkandung dalam bahan baku, menurut Ali Agus, hal tersebut berhubungan dengan zat antinutrisi yang terkandung di dalam bahan baku. Sebut saja misalnya asam fitat dan saponin yang merupakan “pencuri” beberapa jenis mineral penting seperti Fe, Ca, Zn, Mg dan Cu.

“Beberapa mineral dapat diikat oleh asam fitat. Sebagaimana kita ketahui, beberapa jenis mineral itu bersifat aktivator pada enzim endogen, ketika aktivatornya diikat oleh asam fitat, kinerja enzim pencernaan menjadi berkurang, sehingga nutrisi yang seharusnya dapat diutilisasi dengan maksimal malah jadi tidak efektif, selain itu jumlah nutrisi yang diserap oleh usus menjadi berkurang,” kata dia.

Untuk itulah penambahan enzim secara eksogen melalui feed additive, kata Ali Agus dapat menjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

PENGGUNAAN ENZIM OPTIMAL, PERFORMA PAKAN MAKSIMAL

Kenaikan harga bahan baku mengancam kualitas pakan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan unggas. Kurang lebih 60-70% cost yang dikeluarkan dalam suatu budi daya unggas berasal dari pakan. Pasalnya kini produsen pakan dan peternak dihadapkan oleh masalah harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang memungkinkan turunnya kualitas pakan.

Insan peternakan di Indonesia sudah paham betul mengenai problem kenaikan harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang selalu fluktuatif. Ditambah lagi kini berbagai problem tersebut diperkeruh dengan adanya pandemi COVID-19, perubahan iklim dan yang terbaru yakni konflik antara Rusia-Ukraina.

Dalam kondisi dunia yang tengah mengalami disrupsi dan ketidakpastian iklim bisnis, para produsen pakan dan peternak self mixing dituntut agar lebih efisien dalam formulasi pakan tanpa mengurangi kualitasnya.

Di tengah permasalahan tersebut hadir sebuah solusi, yakni dengan menggunakan feed additive dalam bentuk sediaan enzim. Namun seperti apa penggunaan enzim dalam formulasi pakan? Bagaimana formulasinya? Enzim apa saja yang bisa digunakan? Simak selengkapnya.

Bukan Cuma Merk
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menerangkan kepada Infovet bahwa enzim yakni senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator bermacam reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Yang dimaksud katalisator yakni zat yang dapat mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak memengaruhi hasil akhir reaksi.

“Oleh karena itu enzim digadang-gadang dapat menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang sudah banyak terbukti aman untuk ternak, manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan,” tutur Nahrowi.

Lebih lanjut Nahrowi menjelaskan berbagai macam fungsi enzim seperti:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

SELKO INTELLIBOND® C : MEMAKSIMALKAN PERFORMA DAN PRODUKSI TERNAK MONOGASTRIK

Selko Intellibond® C : Memaksimalkan produksi ternak monogastrik

Tembaga, atau dalam bahasa inggris disebut dengan copper, yang dalam bahasa latin disebut dengan cuprum (Cu) merupakan salah satu unsur kimia yang namanya sering kita dengar. Nyatanya copper memiliki efek bakterisidal dan fungisidal dalam konsentrasi tertentu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substituen antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP) terutama pada ternak monogastrik seperti babi dan unggas.

Hal tersebut dibahas secara mendalam oleh Prof. Hans Stein, peneliti dari Illinois University dan Alice Hibbert Global Program Manager - Trace Mineral Trouw Nutrition dalam sebuah webinar bertajuk "Effect of hydroxy copper chloride on growth performance of monogastric animals" Rabu (28/7) lalu yang diadakan oleh PT Trouw Nutrition Indonesia

Menggali Manfaat Copper Pada Ternak Monogastrik

Prof. Hans Stein

Prof. Hans Stein lebih dulu menjabarkan secara detil efek pemberian hidroksi copper klorida sebagai imbuhan pakan pada babi. Dari kacamata nutrisi ternak, copper memiliki beberapa fungsi seperti antibakteri, sebagai mikronutrien, membantu dalam beberapa reaksi metabolisme, dan sebagai komponen dari metaloenzim (enzim yang berkaitan dengan logam). 

Lebih lanjut dalam presentasinya Prof. Stein menjabarkan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh timnya pada babi. Dimana copper dalam bentuk sediaan hidroksi copper klorida teruji dan terbukti dapat meningkatkan performa pertumbuhan, meningkatkan kecernaan nutrisi, meningkatkan performa bakteri baik pada saluran cerna, dan berfungsi dalam metabolisme lemak. 

Gambar 1. Penambahan Copper (Cu) pada ransum babi, mereduksi kasus diare (Espinosa et al, 2017)

"Intinya copper ini memiliki potensi yang jika diberikan dalam ransum babi dalam jumlah yang tepat, dapat membantu dalam meningkatkan kesehatan saluran cerna dan meningkatkan performa sistem imun babi," tukas Prof Stein.

Gambar 2. Efek Penambahan Copper pada kenaikan bobot badan babi (Espinosa et. al, 2017)


Selko Intellibond® C: Substituen AGP Kaya Manfaat

Alice Hibbert

Senada dengan Prof Stein, Alice Hibbert juga menjabarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh timnya di berbagai negara terkait efek copper sebagai imbuhan pakan pada ayam. Ia mengatakan bahwa ayam merupakan sumber protein hewani terbanyak yang dikonsumsi oleh manusia di dunia. Namun sayangnya, penggunaan antibiotik pada ayam di seluruh dunia merupakan yang kedua terbesar setelah babi, yakni 150 mg/1 kg ternak.

Selain itu Alice juga menyinggung mengenai isu Antimicrobial Resistance yang sudah mendunia dimana kita tahu bahwa salah satu penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang kurang terkontrol di sektor peternakan, terutama ayam.

“Kami dan tim berusaha mencari solusi dari sini dan memaksimalkan potensi copper agar dapat digunakan untuk mensubtitusi AGP. Kami juga telah banyak melakukan trial pada ayam, hasilnya pun bisa dibilang sangat baik dengan produk yang kami miliki yakni Selko Intellibond® C,” tutur Alice.

Selko Intellibond® C merupakan produk imbuhan pakan berbasis Copper Chlorida yang diproduksi dengan teknologi canggih agar dapat diserap dalam jumlah yang cukup oleh ternak. Produk ini telah melalui pengembangan selama lebih dari 20 tahun dan telah terbukti di seluruh dunia dapat meningkatkan performa ternak monogastrik seperti babi dan unggas.

Selko Intellibond® C memastikan kesehatan hewan dan produktivitasnya dengan bekerja secara langsung mendukung integritas jaringan, proses enzimatik, meningkatkan pertumbuhan bobot badan dan produktivitas, serta meningkatkan fungsi sistem imun.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh tim Trouw Nutrition menjabarkan manfaat yang didapat ketika menambahkan Selko Intellibond® C pada pakan ayam. Salah satunya terlihat pada Tabel 1 di bawah ini, dimana Selko Intellibond® C dapat menekan pertumbuhan bakteri E.coli dan C. perfringens (penyebab nekrotik enteritis).

Tabel 1. Efek penggunaan Selko Intellibond® C pada pakan ayam




Tidak hanya itu, dalam kondisi adanya Nekrotik Enteritis pun, penggunaan Selko Intellibond® C juga terbukti bahwa ayam tetap dapat memberikan performa terbaik. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. di bawah ini. 

Tabel 2. Penggunaan Selko Intellibond® C pada ayam yang terinfeksi NE

Bahkan, dalam trial lainnya, Alice juga membuktikan bahwa Selko Intellibond® C juga bekerja lebih baik ketimbang AGP yakni BMD dan sediaan sejenis yang berupa Copper Sulfat. Dengan demikian Alice mengatakan bahwa Selko Intellibond® C dapat menjadi bahan alternatif dalam mengurangi penggunaan antibiotik baik sebagai growth promoter maupun terapi suportif medikasi.

"Copper sulfat mungkin harganya lebih murah, tetapi sifatnya sangat reaktif ketimbang produk kami. BMD juga merupakan AGP yang sudah lama digunakan dalam pakan, namun karena isu keamanan pangan (food safety) penggunaannya mulai ditinggalkan, Selko Intellibond® C menawarkan sesuatu yang lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau, jadi, mengapa harus ragu untuk beralih ke Selko Intellibond® C,” tutup Alice. (adv).




MANFAAT APIK DARI MIKROBA BAIK

Berbagai jenis bakteri baik yang bermanfaat pada saluran pencernaan. (Sumber: Shutterstock)

Keputusan tentang pelarangan penggunaan antibiotik sebagai “growth promoter” (AGP) adalah keniscayaan, satu hal yang sulit ditawar. Kebijakan ini jelas mengundang banyak komentar dari berbagai kalangan dari masing-masing cara pandang. Pertanyaan mendasar yang bisa diajukan adalah tentang kemungkinan tindakan lain yang bisa dilakukan untuk penggantinya.

Penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik dikatakan banyak para ahli di bidang perunggasan maupun dokter hewan bisa menjadi alternatif yang baik pengganti antibiotik. Probiotik adalah istilah yang digunakan untuk mikroorganisme hidup yang dapat memberikan kesehatan pada organisme/inang. Probiotik seringkali direkomendasikan oleh dokter atau ahli nutrisi, setelah mengonsumsi antibiotik atau sebagai bagian dari pengobatan. Selain probiotik, muncul juga prebiotik dan sinbiotik yang juga sudah dikenal lama di Indonesia.

Menurut salah satu dewan pakar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), probiotik saat ini disebut sebagai mikroorganisme non-pathogenic yang hidup bersama manusia atau hewan di lingkungan dan probiotik sangat berbeda dengan antibiotik. Karena (pro)biotik untuk memperbaiki kehidupan mikroba dalam tubuh manusia atau hewan, sementara (anti)biotik adalah zat yang membunuh atau menghambat multifikasi dari mikroba.

Biasanya kebanyak orang mengetahui probiotik terdapat dalam kandungan susu yang melalui proses pengasaman. Dalam kandungan susu tersebut terdapat mikroba yang dapat memperbaiki flora atau mikroflora di saluran pencernaan (usus). Jika mikroflora dalam usus bersih, absorpsi (penyerapan) makanan menjadi efisien. Adapun mikroflora baik diantaranya Lactobaccilus, Bifidobacterium dan Bacteroides. Agar sehat, keberadaan mikroflora di dalam saluran pencernaan harus seimbang.

Setelah ditemukan probiotik yang mampu memelihara mikroba non-pathogenic, munculah prebiotik yang berfungsi untuk memperbaiki lingkungan agar mikroba tetap tumbuh subur. Salah satu contoh yang paling gampang bicara prebiotik adalah pada ikan. Biasanya sebelum mengisi kolam dengan air, terlebih dahulu pada dasar tanahnya ditaburkan ragi, hal itu berguna untuk memperbaiki kondisi lingkungan di dalam kolam dengan suburnya zooplankton dan vitoplankton yang menjadi makanan ikan.

Setelah berkembangnya kemajuan zaman, kemudian muncul sinbiotik yang merupakan kombinasi vitamin, mineral atau enzim terhadap probiotik dan prebiotiknya, sehingga meningkatkan daya tahan hidup bakteri tersebut. Pemberian mikroba-mikroba tersebut sangat baik manfaatnya untuk industri peternakan, karena akan memperbaiki sintesa dan absorpsi dari gizi yang diberikan kepada hewan ternak.

Karena manfaatnya yang baik bagi kesehatan hewan ternak, penggunaan probiotik, prebiotik dan sinbiotik semakin gencar dilakukan, apalagi setelah pelarangan AGP diberlakukan. Penggunaan ketiganya sebagai feed additive membuming di Indonesia.

Hal senada juga pernah disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Drh I Wayan Teguh Wibawan. Dalam tulisannya kepada Infovet, ia menyebutkan bahwa tindakan penggunaan probiotik, prebiotik dan lainnya perlu menjadi perhitungan peternak unggas saat ini, mengingat tantangan di lapangan yang semakin berat, apalagi di saat kondisi pandemi COVID-19 yang makin memperkeruh suasana bisnis perunggasan.

“Ujung dari penggunaan ini adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2021. (INF)

TENTANG TAMBAHAN PAKAN TERNAK

Beberapa jenis imbuhan pakan yang diberikan pada ternak. (Foto: Istimewa)

Feed additive (imbuhan pakan) merupakan suatu bahan yang dicampurkan ke dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adams, 2000).

Feed additive merupakan bahan makanan pelengkap yang dipakai sebagai sumber penyedia vitamin-vitamin, mineral-mineral dan/atau juga antibiotika (Anggorodi, 1985). Fungsi feed additive adalah untuk menambah vitamin, mineral dan antibiotika dalam ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh stres, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan menambah nafsu makan, meningkatkan produksi daging maupun telur.

Sedangkan feed supplement (pakan tambahan), merupakan bahan pakan tambahan yang berupa zat-zat nutrisi, terutama zat nutrisi mikro, seperti vitamin, mineral atau asam amino. (Drh Hermawan Prihatno).

A. Enzim

Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang komplek menjadi sederhana. Saat ini telah terindentifikasi lebih kurang 3.000 enzim. Walaupun dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai kebutuhan, penambahan enzim pada pakan kadang kala masih dibutuhkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti anti-nutrisi faktor pada bahan pakan (lectins dan trypsin inhibitor), rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan dan tidak tersedianya enzim tertentu dalam tubuh ternak. Xylanase dan ß-glucanase adalah contoh enzim yang digunakan pada ternak monogastrik untuk meningkatkan daya cerna ternak. Rendahnya kemampuan ternak muda untuk mencerna protein pada kacang kedele (glycin dan ß-conglycinin) dapat diatasi dengan penambahan enzim protease.

Jenis-jenis Enzim dalam Industri Pakan Ternak

Terdapat empat tipe enzim yang mendominasi pasar pakan ternak saat ini, yaitu enzim untuk memecah serat, protein, pati dan asam fitat (Sheppi, 2001).

1. Enzim Pemecah Serat

Keterbatasan utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy, 2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan hewan.

Kandungan serat pada gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2020 (MAS-AHD)


PILAH-PILIH IMBUHAN PAKAN TERBAIK

(Sumber: ru.all.biz)

Pada industri peternakan, pakan memegang peranan sangat penting, disamping aspek manajemen lainnya. Hal ini dikarenakan biaya pakan merupakan komponen terbesar, yakni 60-70% dari keseluruhan biaya produksi. Untuk itulah berbagai upaya telah dilakukan oleh para ahli nutrisi termasuk juga nutrisionist serta peternak guna meningkatkan efisiensi pemakaian pakan, dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku pakan, premiks, pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan pakan (feed additive) untuk pembuatan pakan jadinya.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, saat ini tersedia berbagai macam jenis pelengkap dan imbuhan pakan di pasaran yang dapat digunakan untuk saling melengkapi dalam menyediakan masing-masing zat gizi yang dibutuhkan ternak.

Pelengkap pakan (feed supplement) merupakan bahan pakan yang digunakan dalam jumlah kecil untuk melengkapi ransum ternak dalam rangka pencapaian target kandungan zat gizi, yaitu asam amino dan protein, mineral, multi vitamin dan lemak beserta turunannya.

Imbuhan pakan (feed additive) merupakan bahan pakan yang ditambahkan ke dalam pakan tetapi bukan merupakan sumber gizi, sehingga tidak bisa dipakai untuk menggantikan zat gizi pakan.

Imbuhan pakan berdasarkan Permentan No. 14/2017 termasuk dalam sediaan premiks, yang pemberiannya dicampurkan ke dalam pakan atau air minum dengan dosis dan penggunaan yang harus bermutu, aman dan berkhasiat.

Imbuhan pakan bukan merupakan bahan yang terdapat dalam pakan dan tidak mengandung zat gizi atau nutrisi (nutrient), namun apabila ditambahkan dalam pakan, akan memperbaiki kualitas pakan dan dapat meningkatkan efisiensi dari pakan, sehingga dapat meningkatkan produksi ternak. Imbuhan pakan seharusnya ditambahkan dalam jumlah kecil (<5 kg/ton), karena apabila dimasukkan dalam jumlah besar akan mendesak “ruangan” (space) dalam formulasi pakan. Perlu diingat bahwa dalam membuat formula pakan, total formula harus 100% sehingga penggunaan suatu imbuhan yang tinggi misalnya lebih dari 1% akan mengurangi bahan baku utama sehingga turut menurunkan fleksibilitas dalam menyusun formula.

Pemilihan imbuhan pakan bisa didasarkan pada… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2020)


Oleh: Drh MG. Juniarti,

Technical Department Manager, PT ROMINDO PRIMAVETCOM

ASPEK EKONOMIS IMBUHAN PAKAN

Perlu dilakukan perhitungan matematis yang tepat dalam formulasi pakan beserta penggunaan feed additive. (Foto: Istimewa)

Bicara penggunaan feed additive konsumen tentu akan dihadapkan pada aspek fungsi dan ekonomisnya. Beragam alasan penggunaan feed additive dilontarkan, walaupun begitu ujung-ujungnya biaya yang berbicara

Siapa yang tidak ingin ternaknya sehat, produktif dan memiliki performa baik? Tentunya semua peternak dan pembudidaya dari segi komersil penggemukan maupun pembibitan menginginkan hal tersebut. 

Masalahnya tantangan di sektor peternakan unggas makin banyak dan persaingan di dalam dan luar negeri kian ketat. Intinya siapa pun yang paling efisien, dipastikan akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan ini.

Lalu apa hubungannya dengan feed additive? Sebagaimana diketahui bahwa meskipun penggunaannya relatif sedikit dalam ransum, feed additive memiliki beberapa fungsi:

1. Mempengaruhi kestabilan pakan, proses produksi pakan dan sifat pakan

2. Memperbaiki pertumbuhan, efisiensi penggunaan pakan, metabolisme dan penampilan ternak

3. Mempengaruhi kesehatan ternak

4. Mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk ternak (mempengaruhi warna kaki, kuning telur, kerabang telur, kandungan gizi telur)

Penggunaan feed additive sendiri tentunya akan berbanding lurus dengan cost. Semakin banyak feed additive yang digunakan, semakin ternama dan bagus pula kualitasnya, tentunya cost yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan matematis yang tepat dalam formulasi pakan beserta penggunaan feed additive¬-nya.

Mencari Solusi Terbaik

Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Prof Nahrowi, mengatakan bahwa semakin zaman berkembang, maka semakin banyak pula ide dan inovasi yang muncul. Demikian pula dengan sediaan-sediaan feed additive yang ada di pasaran.

Namun begitu di Indonesia menurut Nahrowi, tren yang berkembang adalah penggunaan produk yang bisa menjadikan suatu ransum lebih efisien dalam penggunaan bahan baku pakan, terutama jagung dan kedelai sebagai sumber energi dan protein.

“Kita tahu kalau jagung dan kedelai (SBM) di Indonesia bisa dibilang kehadirannya semi gaib, harganya pun juga fluktuatif dan kita cenderung tergantung akan impor kedelai. Nah dengan adanya problem ini produk yang bisa memaksimalkan utilisasi penggunaan bahan baku akan laris manis di Indonesia,” kata Nahrowi.

Ia memberi mencontohkan produk enzim, di Indonesia penggunaan enzim dalam pakan sepertinya sudah menjadi suatu keniscayaan dalam mengatasi fluktuasi harga dan ketersediaan bahan baku. Sebut saja enzim yang sering digunakan yakni β-Manannase, β-glucanase, Xylanase, Protease dan lain sebagainya yang digunakan dalam memaksimalkan nutrien yang ada pada bahan baku.

“Kalau saya lihat kebanyakan formulasi di Indonesia itu corn-soy, proteinnya dari kedelai, energinya dari jagung. Di dalam kedelai ada zat namanya mannan yang jumlahnya lumayan tinggi tetapi tidak bisa digunakan oleh ayam secara endogen, jadi ditambahkanlah enzim β-Manannase yang dapat mengurai mannan menjadi MOS (Mannan Oligo Saccharida) dan energi. Kemarin pas langka jagung disubstitusi dengan tepung gandum, padahal gandum memiliki kandungan xylan tinggi, jadi mau tidak mau pakai enzim xylanase buat mengurainya, ini sebagian contoh efisiensi,” ungkap dia.

Contoh manfaat lain dari feed additive adalah bisa digunakannya… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2020) (CR)

SELEKTIF DALAM MEMILIH FEED ADDITIVE

Peternak unggas terutama self-mixing harus cerdas dalam memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement. (Foto: Dok. Infovet)

Sejak penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP) dilarang oleh pemerintah dua tahun lalu, para produsen pakan dan peternak self-mixing berlomba-lomba mencari imbuhan pakan untuk pengganti antibiotik. Bukan hanya itu saja, banyak faktor lain yang juga membuat mereka memilah imbuhan pakan yang harus digunakan demi efisiensi produksi

Jangan lupa, biaya produksi terbesar dari suatu usaha peternakan berasal dari pakan. Kurang lebih 60-70 % pengeluaran dalam beternak yakni dialokasikan untuk pakan. Berbagai upaya juga dilakukan oleh para ahli yang berkecimpung di bidang nutrisi ternak guna meningkatkan efisiensi pemakaian pakan, dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku pakan beserta kompelementernya.

Dalam dunia pakan perlu diingat ada dua jenis imbuhan pakan yakni feed additive dan feed supplement. Imbuhan Pakan (feed additive) merupakan bahan pakan yang ditambahkan ke dalam pakan tetapi bukan merupakan sumber gizi sehingga tidak bisa dipakai untuk menggantikan zat gizi pakan. Contohnya adalah enzim (mannanase, protease dan lain-lain), antibiotik, antioksidan, probiotik, flavouring agent, pewarna dan lain sebagainya.

Sedangkan feed supplement merupakan bahan pakan tambahan yang berupa zat-zat nutrisi, terutama zat nutrisi mikro seperti vitamin, mineral atau asam amino. Penambahan feed supplement dalam ransum berfungsi untuk melengkapi atau meningkatkan ketersedian zat nutrisi mikro yang seringkali kandungannya dalam ransum kurang atau tidak sesuai standar.

Berdasarkan Permentan No. 14/2017 feed additive termasuk dalam sediaan premiks, yang pemberiannya dicampurkan ke dalam pakan atau air minum hewan, dengan dosis dan penggunaan yang harus bermutu, aman dan berkhasiat.

Cerdas Memilih

Prof Budi Tangendjaja salah satu peneliti Balitnak Ciawi yang juga konsultan peternakan unggas, mengatakan bahwa peternak terutama self-mixing harus cerdas memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement.

“Ini penting, walaupun penggunaannya sedikit kalau tidak efektif nati boros-boros juga, kasihan peternak juga kalau boros di biaya pakan, sudah bersaing dengan yang besar-besar, tidak efisien, nanti harga produksi melonjak, harga jual jeblok, masalah kan?,” tutur Budi.

Ia sangat concern akan hal ini karena menurutnya peternak mandiri terutama self-mixing rentan “diakali” oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, terlebih lagi jika peternaknya sendiri memang “kurang pergaulan” dan tidak mendapatkan pengetahuan di bidang nutrisi dengan baik.

“Saya beri contoh, misalnya probitoik, ada itu peternak pernah saya kunjungi bilangnya buat ganti AGP pakai probiotik merk A, biasa beli di poultry shop. Saya tanya, hasilnya gimana? Ada peningkatan? Dia bilang enggak begitu ada. Nah ini jadinya korban akal-akalan,” jelas dia.

Ia juga menemukan ketidakefisienan pada peternak self-mixing dalam menggunakan feed additive tertentu. Ia memberi contoh, misalnya yang menggunakan komposisi… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2020) (CR)

PENERAPAN META ANALISIS DI INDUSTRI PAKAN

Efisiensi pakan ternak bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan metode meta analisis. (Sumber: Istimewa)

Pakan memberikan kontribusi yang dominan dalam sistem produksi ternak. Setiap langkah efisiensi yang bisa dilakukan dalam pemberian pakan, akan berdampak nyata bagi tingkat keuntungan produksi ternak yang dihasilkan. Meta Analisis yang dilakukan para ahli nutrisi bisa menjadi jawaban untuk mengawali upaya efisiensi pakan.

Meta analisis adalah suatu sintesis ilmu pengetahuan muncul dari bidang psikologi dan banyak digunakan di bidang kedokteran. Makin banyaknya data yang tersedia terkadang tidak mampu digunakan secara optimal untuk proses pengambilan keputusan. Jika mengambil kesimpulan dari eksperimen tunggal dengan data statistika yang lemah membuat rekomendasinya tidak maksimal dan tidak kuat. Oleh karena itu, perlu adanya solusi. Metode meta analisis menjadi solusi untuk memanfaatkan data yang tersedia, sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih kuat secara teoritis dan perhitungan statistik.

Meta analisis banyak digunakan di bidang kedokteran, terutama untuk pengujian obat-obat baru. Eksperimen bisa menghasilkan data yang beragam jika berbeda tempat, waktu dan metode eksperimen, sehingga untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat perlu adanya analisis big data tersebut. Meta analisis dapat digunakan dalam eksperimen saintis dan sosial. Meta analisis mampu mengintegrasikan data yang telah dilakukan eksperimen sebelumnya dan digabungkan dengan teori yang ada untuk memberikan referensi kepada masyarakat secara umum. Adanya revolusi industri 4.0 dan adanya big data dengan kecepatan data digunakan untuk prediksi masa depan. Melalui simulasi perlu adanya sistem pengambilan keputusan. 

Konsep meta analisis dibangun dari berbagai eksperimen kemudian menghasilkan banyak data dan ditarik kesimpulan. Ada beberapa metode pengolah data untuk menghasilkan kesimpulan. Eksperimen tunggal dengan data yang sedikit akan menghasilkan kesimpulan yang lemah, oleh karena itu diperlukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan kesimpilan dan referensi yang kuat. 

Hal yang harus dilakukan pada saat melakukan meta analisis antara lain harus mengetahui tujuan secara spesifik. Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan (DPP AINI) Dr Anuraga Jayanegara, dalam sebuah seminar teknis tentang meta analisis di Surabaya, Juli 2019, mengemukakan contoh suatu industri mengembangkan feed additive maka hasilnya harus spesifik untuk ternak apa, dosis yang dianjurkan, cara pemberian dan tentu saja hasil yang spesifik ini tidak dapat dihasilkan melalui eksperimen tunggal. Langkah selanjutnya yaitu koleksi data dari berbagai eksperimen dan teori yang ada. Data dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti percobaan (trial), jurnal, sejarah produk suatu industri yang selanjutnya dievaluasi. Kualitas data semakin baikjika data semakin lengkap.

Data harus memiliki range, misalnya penggunaan metionin harus ada batas maksimum dan minimumnya, serta memiliki ambang normal. Langkah terakhir yaitu melakukan public presentation, dapat berupa penulisan pada jurnal maupun sebagai pembicara dalam sebuah konferensi mengenai pakan.

Gabungan Beberapa Data
Pada prinsipnya, meta analisis yang menggabungkan beberapa data eksperimen memiliki tiga macam metode, yaitu Hedges’d, respon rasio dan anova (original data). Metode Hedges’d biasanya digunakan secara umum, sedangkan metode respon rasio banyak digunakan di bidang kedokteran terutama untuk penemuan obat baru. Adapun metode anova, adalah metode yang paling sering digunakan di bidang peternakan. Metode anova yang digunakan yaitu mix model methology, random effect dan fixed effect. Contohnya, penelitian kandungan serat pakan dan kaitannya dengan aktivitas mengunyah pada sapi perah. Ada banyak data dari berbagai eksperimen yang bisa dijadikan bahan untuk analisis hal tersebut. Hasilnya beragam, ada yang naik, ada yang turun, adapula yang datar. Langkah selanjutnya adalah dimasukkan ke mix model, sehingga akan menghasilkan adjudgment. Tentu akan ada eror hasil dan yang berbeda-beda. Mix model membuat eror hasil yang berbeda-beda itu menjadi sama, sehingga menghasilkan hubungan antara kandungan serat pakan dan aktivitas mengunyah pada sapi perah, yang kemudian dari situ bisa ditarik kesimpulan dan rekomendasi.

Aplikasi meta analisis yang telah diterapkan di Indonesia misalnya adalah penggunaan bahan pakan berupa protein kasar pada kambing dan domba, sehingga masyarakat dapat mengetahui perbedaan penggunaan nutrient pakan pada domba ekor gemuk dan domba garut. Hal tersebut dapat membantu mengefisiensikan pemberian pakan.

Meta analisis juga bisa dimanfaatkan untuk menetapkan suatu standar pakan untuk komoditas ternak tertentu, dengan berbasis data berbagai hasil penelitian yang telah banyak dilakukan. Misalnya meta analisis diarahkan untuk menentukan dosis optimum suatu feed additive atau feed supplement. Perbandingan efektivitas pada feed additive dan feed supplement sejenis juga bisa dilakukan, sehingga acuan standar penerapan penggunaan feed additive/feed supplement benar-benar sesuai kebutuhan jenis ternak, umur dan habitatnya. Dengan demikian, meta analisis dapat dimanfaatkan untuk menentukan feeding standard atau kebutuhan nutrisi pakan suatu spesies atau bahkan strain ternak tertentu pada kondisi iklim tropis di Indonesia.

Kelebihan dari penerapan meta analisis ini adalah biayanya relatif kecil, karena hanya perlu memasukkan data berbagai eksperimen yang tersedia, kemudian data dianalisis oleh aplikasi yang digunakan, misalnya dengan metode anova. Hasil yang di keluarkan dapat menjadi referensi masyarakat secara umum dalam pemberian pakan bagi ternaknya. Namun ada juga kelemahan dari meta analisis ini, yakni memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan analisis data yang sangat banyak dalam bentuk big data. Untuk mewujudkan itu, perlu adanya langkah kolaboratif para peneliti di bidang pakan, sehingga manfaat meta analisis ini dapat terwujud secara nyata, antara lain dengan pembuatan standar baku pakan nasional untuk setiap jenis ternak tertentu yang berbeda dengan standar untuk jenis ternak bahkan spesies ternak lain. ***

Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer