Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Pencegahan Stunting | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

NUTRIEN PAKAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Ilustrasi animal welfare. (Sumber: gallantintl.com)

Sebagin besar orang mengetahui bahwa pakan berdampak terhadap penggunaan 60-70% biaya produksi dalam industri peternakan. Kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap potensi genetik ternak, sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Namun, belum banyak orang menyadari bahwa pakan juga berkaitan erat dengan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare).

Sebelum berbicara banyak tentang hubungan antara nutrien pakan dengan kesejahteraan ternak, terdapat analogi sederhana sehingga memudahkan dalam mencerna tema tulisan ini. Apa yang Anda rasakan ketika lapar, namun ketersediaan pangan terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan? Atau sesekali Anda pernah mengalami diare akibat kontaminasi racun atau bakteri patogen pada pangan yang dikonsumsi? Bukankah itu menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas atau pekerjaan yang Anda lakukan?

Kebutuhan paling mendasar manusia adalah kecukupan nutrien pangan. Kondisi kelaparan akan berdampak terhadap kekurangan energi, gerak pun akhirnya menjadi terbatas sehingga produktivitas menurun. Kekurangan nutrien atau gizi pada ibu hamil dan balita berdampak terhadap pertumbuhan yang lambat (stunting) serta kesehatan pada anak. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan (2020), kasus stunting pada balita di Indonesia mencapai 27,67%. Sama halnya pada ternak, ketersediaan pakan yang berkualitas sangat berdampak terhadap pertumbuhan, produktivitas, reproduksi, kesehatan dan perilaku alamiah. Oleh sebab itu, nutrien pakan memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kesejahteraan ternak. 

Hubungan Nutrien Pakan dengan Kesejahteraan Hewan
Berdasarkan Farm Animal Welfare Council, Inggris (1992), kesejahteraan hewan dapat dicapai dengan penerapan lima prinsip kebebasan atau sering disebut five freedom.

Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst). Sering kita jumpai di peternakan rakyat, kebanyakan ternak hanya diberi pakan rumput dengan kandungan nutrien yang rendah. Tantangan negara tropis seperti Indonesia adalah kandungan serat yang tinggi dalam hijauan pakan, sehingga membuat kecernaannya mencari rendah. Kondisi ini tentu akan menyebabkan kekurangan pasokan nutrien pada ternak yang berdampak terhadap kelaparan. Ditambah lagi ketersediaan air minum yang masih kurang diperhatikan. Banyak peternak hanya memberikan air minum ketika pagi dan sore atau kesediaan yang tidak ad libitum. Hal tersebut membuat tingkat kehausan tinggi pada ternak, terlebih pada ternak yang memiliki produktivitas susu yang tinggi (fase laktasi) atau berada di lingkungan panas, sehingga membutuhkan air yang banyak. Dampak jangka panjang, kekurangan nutrien dan air minum akan berakibat malnutrien. Sering kita jumpai ternak dalam kondisi kurus, dehidrasi dan memprihatinkan yang merupakan dampak dari kurangnya asupan nutrien pakan.

Kedua, bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort). Rasa tidak nyaman biasanya muncul akibat kondisi tidak normal pada tubuh ternak. Pemberian pakan yang mudah terdegradasi pada ternak ruminansia (pakan konsentrat) tanpa imbangan serat yang cukup akan menghasilkan produksi gas (volatile fatty acids) yang tinggi dalam rumen. Produksi gas yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan pH rumen yang sangat drastis (pH di bawah 5 dalam waktu 3 jam), sehingga terjadi acidosis. Kejadian acidosis membuat rasa sakit akibat peradangan pada dinding rumen. Permasalahan tersebut mengakibatkan penurunan proses absorbsi nutrien oleh dinding rumen yang akhirnya juga berdampak terhadap produktivitas ternak.

Pada ternak layer, defisiensi kalsium yang digunakan untuk memproduksi telur akan berdampak terhadap kondisi tulang. Layer dalam kondisi produksi puncak (minggu ke-35) membutuhkan 4.000 mg kalsium, biasanya 500 mg tidak dicerna dan akan dibuang dalam feses, 400 mg akan dibuang melalui urin dan 100 mg digunakan untuk cadangan tulang. Total 3.000 mg kalsium digunakan untuk pembentukan telur, 2.000 mg digunakan untuk membangun kerabang telur, sisanya digunakan untuk pembentukan kuning (yolk) dan putih (albumen) telur. Layer akan menggunakan kalsium tulang apabila terjadi kekurangan. Terdapat 1.000 mg kalsium pada tulang dan hanya 100 mg yang dapat digunakan per hari. Penggunaan kalsium tulang secara terus-menerus akan berakibat pada kerapuhan tulang bahkan kelumpuhan, sehingga menyebabkan ternak merasa tidak nyaman.

Ketiga, bebas dari rasa sakit, cedera atau penyakit (freedom from pain, injury or disease). Pakan yang mengandung berbagai cemaran senyawa berbahaya seperti mikotoksin, bakteri patogen dan senyawa beracun lainnya akan menimbulkan rasa sakit dan berdampak terhadap kesehatan ternak. Cemaran mikotoksin dan bakteri patogen menyebabkan peradangan pada usus, sehingga menyebabkan rasa sakit. Selain itu, kondisi ini akan berdampak terhadap pertumbuhan vili usus yang terhambat. Alhasil absorpsi nutrien pakan tidak dapat optimal.

Mikotoksin atau endotoksin dapat menyebabkan kebocoran atau penurunan integritas usus (leaky gut) akibat gangguan pada tight junction, multi-protein yang berperan dalam pengikatan antar epitel sel dan mencegah bakteri patogen serta racun masuk dalam tubuh. Kebocoran pada usus berdampak terhadap peningkatan inflamasi, gangguan absorbsi nutrien pakan dan kesehatan ternak. (Sumber: thewellnessjunction.com)

Selain itu, senyawa mikotoksin dan lipopolisakasida atau dikenal endotoksin (dinding sel bakteri patogen) dapat diserap melaui vili dan dikenal sebagai senyawa xenobiotic atau racun, kemudian dibawa menuju hati yang merupakan tempat detoksifikasi. Senyawa mikotoksin sangat reaktif terhadap DNA (deoxyribonucleic acid), sehingga dapat menyebabkan toksisitas dan potensi kanker. Endotoksin dapat meningkatkan luka atau peradangan pada hati. Level penyerapan senyawa xenobiotic yang tinggi atau terus-menerus akan menyebabkan pembengkakan hati, sehingga proses metabolisme terganggu.

Mikotoksin (aflatoksin B1) yang masuk dalam tubuh akan menuju hati. Aflatoksin B1 akan mengalami biotranformasi menjadi senyawa yang lebih aktif, serta dapat mengikat protein dan DNA, sehingga menyebabkan toksisitas, bahkan kanker apabila terjadi mutasi. (Sumber: diadaptasi dari Diaz dan Murcia., 2011 dan Dhanasekaran, 2011)

Keempat, bebas untuk memunculkan prilaku normal ternak (freedom to express normal behaviour). Sering kali pakan ternak ruminansia hanya berkonsentrasi pada bahan pakan dengan energi tinggi dan mudah terdegradasi dalam rumen untuk mencapai produktivitas yang diharapkan. Namun kekurangan serat dalam pakan akan berdampak terhadap penurunan perilaku remastikasi. Remastikasi adalah prilaku normal ternak ruminansia dan bermanfaat untuk menghasilkan saliva dengan kandungan senyawa bikarbonat (pH 8,4) yang berperan sebagai bufer untuk menjaga kestabilan pH rumen. Oleh sebab itu, pemberian pakan ternak ruminansia tentu harus memperhatikan ketersediaan serat sehingga perilaku normal ternak tetap dapat diekspresikan.

Kelima, bebas dari ketakutan dan stres (freedom from fear and distress). Pemberian pakan yang terbatas akan memunculkan kondisi stres pada ternak, selain itu pengalaman konsumsi pakan yang menyebabkan penyakit atau kondisi tidak nyaman akan terekam dalam memori ternak dan berakibat pada ketakutan. Perubahan pakan (baik bentuk maupun kandungan nutrien) sering kali berdampak pada stres ternak, sehingga menyebabkan penurunan konsumsi pakan.

Konsep pemenuhan nutrien yang tepat (precision nutrition) pada ternak tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi secara efisien, namun juga untuk mencapai kesejahteraan ternak. Isu feed additive untuk meningkatkan imunitas, kesehatan, kinerja saluran cerna dan produktivitas ternak juga memiliki andil besar dalam mencapai kesejahteraan ternak, terlebih setelah adanya larangan penggunaan antibiotik pada pakan ternak oleh pemerintah (Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2017). Oleh sebab itu, orientasi pemberian pakan pada ternak saat ini harus berubah, tidak hanya sekedar mengejar produktivitas semata, akan tetapi harus memperhatikan dan mengedepankan keselamatan serta perilaku ternak. Munculnya ekspresi perilaku alamiah ternak, menjadi parameter mendasar bahwa lingkungan (termasuk pakan) sudah mendukung dalam mencapai kesejahteraan ternak.

Mengapa Menerapkan Kesejahteraan Ternak dalam Industri Peternakan?
Beberapa dasawarsa ini, isu kesejahteraan ternak mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak. Negara maju seperti Autralia, Eropa, dan Amerika sangat ketat dalam penerapan sistem tersebut. Penerapan kesejateraan hewan dalam industri peternakan akan memberikan dampak positif bagi industri meliputi: 1) Peningkatan keuntungan karena produktivitas ternak tercapai secara optimal. 2) Pengembangan pasar penjualan produk asal ternak yang dihasilkan dari peternakan yang menerapkan sistem kesejahteraan hewan. 3) Menjadi produsen pilihan konsumen yang peduli terhadap isu kesejahteraan hewan, keamanan dan kualitas pangan, kesehatan manusia, serta lingkungan.

Di Indonesia, Undang-Undang No. 18/2009 Pasal 1 ayat 42 menjadi dasar hukum kesejahteraan hewan. Akan tetapi kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu kesejahteraan hewan masih menjadi tantangan yang besar. Kesejahteraan ternak atau hewan sebenarnya sesuatu yang sangat mungkin untuk dipahami dan diterapkan, asalkan kita mau merefleksikan lima prinsip kebebasan tersebut pada diri kita sendiri, sebagai sesama makhluk Tuhan.

Pada dasarnya, pemenuhan hak asasi pada ternak maupun manusia tidak terlalu berbeda, hanya penerapannya yang masih sulit. Sebagai manusia kita lebih sering menuntut hak daripada melakukan kewajiban. Begitu juga sebagai peternak, kita lebih sering menuntut produktivitas ternak yang tinggi, namun sering melupakan kewajiban kita untuk menyejahterakan ternak. Sepertinya memang benar, saat ini ternak adalah mesin penghasil produk pangan yang dituntut untuk terus berproduksi. ***


Ditulis oleh:
Muhsin Al Anas
Dosen Fakultas Peternakan UGM

UPAYA MENGATASI KASUS KERDIL PADA UNGGAS

Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode awal akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya. Foto: (ANTARA/HO-WAP)

Ada beberapa upaya yang harus lebih diperhatikan agar ayam tidak mengalami kekerdilan dan tumbuh dengan normal. Beberapa di antaranya tentu saja faktor manajemen dan upaya kontrol yang lebih ketat.

Perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari kekerdilan dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah, peningkatan konversi ransum, serta peningkatan jumlah ayam afkir. Hasil penelitian Hidayat (2014), menyebutkan bahwa sindrom ini dibagi menjadi beberapa kategori:
• Jika terjadi sebanyak 5-10% dari populasi, termasuk kategori ringan.
• Jika kejadian mencapai > 10-30% dari populasi, termasuk kategori buruk.
• Jika kejadian mencapai > 30% dari populasi, termasuk dalam kategori bencana besar.

Kasus ayam kerdil sendiri di lapangan sering kali terbagi menjadi dua kategori, yaitu jika dalam waktu lima minggu bobot ayam kurang dari 200 gram setiap ekornya maka dikategorikan sebagai kasus “runting”. Namun jika kekurangan bobotnya antara 200 gram sampai 1 kg maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Perhatikan Manajemen Brooding
Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Carlim, kejadian pada broiler kebanyakan 50% adalah stunting. “Kalau dulu waktu saya masih pegang broiler itu kalau brooding enggak benar, sehabis diangkat itu brooder pasti langsung kelihatan, keciri pokoknya. Makanya saya bilang ‘ritual’ brooding itu sangat sakral, kalau enggak bisa lewati itu dengan baik pasti hancur,” kata Carlim.

Pasalnya lanjut dia, pada masa ini sering disebut dengan masa kritis karena terjadi pertumbuhan yang pesat, dimana terjadi pembelahan (hiperplasia) dan pembesaran (hipertropi) sel-sel tubuh ayam. Perkembangan organ yang terjadi meliputi sistem kekebalan, pencernaan, pernapasan, maupun termoregulasi.

Ketersediaan ransum saat chick-in dan tercapainya feed intake berpengaruh terhadap besar dan panjangnya usus, pengaturan suhu tubuh anak ayam, dan tingkat kepadatan. Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode ini akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya.

Kualitas Pakan Harus Jempolan
Pertumbuhan ayam sangat cepat tentu dipengaruhi kecukupan dan kandungan nutrisi ransum. Hal yang kadang terlewat dari pantauan adalah mengontrol keberadaan jamur atau toksinnya. Kualitas ransum dapat berkurang akibat adanya jamur dan mikotoksin.

Jika terdapat jamur di dalam kandungan ransum, nilai nutrisi yang berada di dalam ransum akan turun, sehingga nilai nutrisi yang diberikan kepada ayam tidak optimal. Selain itu, jangan lupa bahwa jamur juga akan menghasilkan metabolit sekunder yakni mikotoksin yang akan mengiritasi saluran pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Lama penyimpanan ransum juga berpengaruh pada kandungan nutrisi. Vitamin dalam ransum akan menurun seiring masa penyimpanan.

Selain kualitas ransum, kuantitas/kecukupan asupan ransum dan minum juga berpengaruh pada pertumbuhan ayam. Kekurangan ransum dan air minum akan menyebabkan kompetisi antar ayam. Dampaknya, jumlah ransum yang masuk ke tubuh ayam kurang dan membuat pertumbuhan bobot badannya tidak seragam.

Masalah ransum inilah yang paling sensitif dan kerap kali disalahkan para peternak, pabrik pakan pun sering menjadi sasaran. Menjawab hal tersebut Nutrisionis dan Formulator PT Agrosari Nusantara, Intan Mustika Herfiana, mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu yang klise.

“Saya mengerti sekali masalah ini, tapi sebagaimana kita ketahui kalau semua pabrik pakan pasti sudah menguji kualitas pakan yang diproduksi, enggak mungkin kalau jelek akan dijual. Kalau masalah nutrisinya kurang, karena pakan juga ada grade-nya, kalau pakannya yang paling rendah grade-nya masa mau bagus? Ada faktor lain yang harus diusut dan ditelusuri,” tuturnya kepada Infovet.

Oleh karenanya, Ika-sapaannya, mengimbau peternak agar tidak buru-buru menyalahkan pakan yang digunakan apabila terjadi sindroma kekerdilan. Sebaiknya peternak menguji ulang pakan yang digunakan, baik dari segi nutrisi dan kualitasnya.

“Ini sulit diubah, mindset peternak sudah terbiasa begitu, kalau sudah begitu terus mau pakai pakan merek apapun kalau tiba-tiba drop performanya sama saja bohong,” ucapnya.

Meminimalisir Stres dan Imunosupresi
Stres adalah kondisi yang harus dihindari. Namun, hewan tidak bisa begitu saja terhindar dari stres, hal ini berkaitan dengan proses pemeliharaan. Dalam kondisi stres ayam akan memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dalam jumlah berlebihan, sehingga akan menghambat proses metabolisme tubuh dan penurunan penyerapan nutrisi ransum.

Dalam hal ini ayam akan tetap banyak makan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan bobot badan yang optimal. Stres juga membuat ayam mengalami imunosupresi, sudah penyerapan nutrisi berkurang, konsumsi pakan menurun ditambah imunosupresi, ayam akan semakin rentan tidak hanya terhadap kekerdilan, tetapi juga penyakit infeksius.

Dalam suatu webinar, Drh Jumintarto dari PT Kertamulya Saripakan, pernah menyampaikan bahwa untuk mengecek kondisi ayam di kandang dalam keadaan stres atau tidak, yang paling terlihat adalah pada bulu bagian sayap.

“Ayam yang berada dalam kondisi yang baik, pertumbuhan bulu di sayapnya akan terlihat rapih, teratur, konformasinya jelas dan enak dilihat. Tetapi kalau dia stres, bulu akan terlihat kusut, tidak teratur, sedikit mengalami penjarangan (kebotakan), dan batangnya mudah patah,” tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa apabila gejala seperti itu terlihat, maka seorang dokter hewan harus dapat mengidentifikasi kesalahan dalam manajemen pemeliharaan. Segera setelah ditemukan, dilakukan perbaikan secara menyeluruh untuk menyelamatkan flock tersebut dari stres.

Selain beberapa faktor di atas, kualitas DOC juga memegang peranan penting. Layaknya pakan, DOC juga memiliki grade tertentu. Biasanya grade terbawah memiliki kualitas kurang baik ketimbang grade di atasnya.

Jauhkan Ayam dari Infeksi
Seperti yang sudah disebutkan, beberapa agen infeksius turut berperan penting dalam kasus kekerdilan, antara lain reovirus, entero-like virus, dan picornavirus. Sementara agen bakterial yang terlibat dalam kasus ini umumnya yang menginfeksi saluran pencernaan, seperti E. coli (colibacillosis) maupun clostridium perfringens (necrotic enteritis).

Keberagaman dan kompleksitas agen penyebab sindrom kekerdilan ini menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis secara pasti, ditambah dengan gejala klinis yang diperparah oleh faktor eksternal, misalnya stres akibat brooding yang kurang optimal.

Oleh karena itu, dalam menjauhkan ayam dari penyakit infeksius diperlukan pengaplikasian biosekuriti yang baik di peternakan. Praktik biosekuriti yang wajib dilakukan yakni mengendalikan lalu lintas kendaraan dan sarana peternakan yang keluar/masuk kandang. Kemudian pengaturan kunjungan operator maupun manajer kandang, contohnya kunjungan dilakukan dari ayam sehat kemudian ke ayam yang sakit. Intinya terapkan biosekuriti secara baik dan benar, agar ayam dan manusia terhindar dari berbagai jenis penyakit infeksius yang membahayakan. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MELAWAN TRADISI “NGASREP” DENGAN TELUR

Telur ayam merupakan sumber gizi yang sangat baik dan dibutuhkan bagi kaum ibu yang baru melahirkan atau sedang masa menyusui. (Foto: Istimewa)

Ngasrep atau hanya makan nasi putih masih menjadi tradisi sebagian orang di desa-desa. Meski edukasi tentang nutrisi digencarkan, namun tak mudah menghilangkan lelakon yang sudah jadi tradisi.

Dina Nuraini merasa khawatir dengan kondisi bayinya yang baru berumur tiga bulan. Maklum sejak lahir, berat badan anaknya hanya bertambah 1 ons. Air susu ibu (ASI) yang diberikan tak terlalu banyak. Meski secara fisik terlihat sehat dan ia termasuk ibu muda, namun produksi ASI-nya tergolong kurang.

Usut punya usut, ternyata warga Kampung Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, ini sedang menjalani tradisi ngasrep. Tradisi yang hanya mengonsumsi nasi putih tanpa lauk sama sekali. Kalaupun ditambah lauk, porsinya sangat sedikit.

Kepada Infovet Dina menceritakan sudah tiga bulan lebih dirinya hanya makan nasi putih dan jarang sekali mengonsumsi lauk, baik ikan, daging, ataupun sayur-sayuran. Lelakon ngasrep ini ternyata bukan kemauan Dina sendiri. “Ini yang suruh ibu saya, masih ngikutin kebiasaan orang zaman dulu di kampung sini. Katanya sudah tradisi orang-orang di sini sejak dulu,” tuturnya.

Lantaran tak tahan tiap hari ngasrep, Dina mensiasati agar tetap bisa menikmati menu lainnya. Perempuan berusia 29 tahun ini mengaku sering “kucing-kucingan” dengan ibunya soal urusan makanan. Contohnya saat sang ibu tak ada di rumah, Dina kerap mengambil lauk dan memakannya.

Sebab ia mengaku sering lemas dan produksi ASI-nya tak sebanyak ibu-ibu lain yang juga baru melahirkan. Agar bayinya tak menangis karena haus, Dina memberikan susu formula sebagai tambahan. Ini pun juga atas saran dari sang ibu.

Penasaran dengan tradisi ngasrep, Infovet mencoba mengorek informasi dari warga lainnya di kampung tempat tinggal Dina. Ada seorang tukang pijat bayi, Sumiyati (70), yang menceritakan bahwa ngasrep sudah menjadi tradisi di lingkungannya untuk perempuan yang baru melahirkan. “Tapi enggak semua orang mau jalani tradisi ini. Ada juga yang makan bebas, enggak ada pantangan,” ujarnya.

Menurut perempuan yang sudah menekuni profesi tukang pijat bayi selama 10 tahun lebih ini, ngasrep tidak selalu hanya makan nasi putih saja. Tetapi bisa juga diganti dengan singkong atau ubi. Yang pasti tidak memakan lauk. “Orang zaman dulu nyebutnya mutih, makan makanan yang warna putih,” ungkapnya.

Sumiyati mengaku tidak tahu persis sejak kapan tradisi ngasrep berlaku di kampungnya. Ia hanya menyebut sudah turun-temurun. Meski demikian, seiring perkembangan zaman, tradisi ngasrep perlahan makin sedikit yang menjalaninya. Hanya orang-orang yang masih percaya saja yang melakoninya. “Sekarang zamannya beda, orang sekarang pada pinter soal urusan makanan. Tapi masih tetap ada yang jalani tradisi ini,” ucapnya.

Jika ditelisik asal mula tradisi ngasrep yang juga masih terjadi di beberapa daerah, ternyata ini ada kaitannya dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia. Banyak literatur yang menuliskan riwayat tradisi ngasrep.

Seperti diketahui, penjajah Belanda dikenal licik dalam mengelabuhi rakyat Indonesia. Konon, tradisi ngasrep merupakan taktik penjajah yang diterapkan kepada rakyat Indonesia. Setiap wanita yang baru melahirkan hanya disuruh makan nasi, singkong, atau ubi saja. Tidak diperbolehkan mengonsumsi sayuran atau makanan lainnya yang bergizi.

Tujuannya jelas, dengan ngasrep maka asupan gizi anak-anak pada masa itu sangat sedikit. Pertumbuhan anak hingga dewasa menjadi kurang dan tubuh menjadi lemah. Dengan begitu, generasi muda Indonesia pada masa itu mudah dikalahkan pasukan penjajah Belanda.

Sayangnya, taktik tersebut malah menjadi tradisi oleh sebagian masyarakat hingga sekarang. Mungkin saja ini ada kaitannya dengan orang-orang Indonesia zaman dulu yang sedang lelakon untuk ilmu yang berkaitan dengan supranatural. Untuk mencapai puncak kekuatan fisiknya (bisa dibilang sakti) salah satu syaratnya adalah puasa dan berbuka hanya dengan ngasrep. Puasa ngasrep, begitu orang zaman dulu menyebutnya.

Mitos Ngasrep
Yang pasti tradisi ngasrep ini sungguh miris. Di era yang sudah maju dan informasi seputar gizi mudah didapat, mengonsumsi makanan minim gizi masih berlaku bagi sebagian masyarakat. Semestinya masyarakat yang masih bersikeras menjalankan tradisi ini mulai sadar bahwa kebutuhan gizi tidak bisa dianggap sepele.

Apalagi bagi kaum ibu yang baru saja melahirkan, ini akan berbahaya bagi pertumbuhan sang anak yang membutuhkan asupan gizi cukup. Tradisi ngasrep ini tak cuma mengganggu pertumbuhan, namun bisa menimbulkan efek kesehatan bagi anak dan ibunya.

Anak bisa mengalami masalah stunting atau kekerdilan pertumbuhan. Daya tahan atau imun juga akan rendah karena terbatasnya asupan gizi. Sementara ibunya juga akan sedikit produksi ASI-nya.

Ada mitos kuat yang masih berlaku di kampung ini, tentang seorang ibu menjalani tradisi ngasrep. Sumiyati juga sempat menyebutkan dengan ngasrep maka bayinya akan keliatan putih bersih kulitnya.

Selain itu, jika sang ibu mengonsumsi telur dikhawatirkan anak akan bisulan. Begitu juga kalau makan lauk lainnya, seperti daging ayam, daging sapi, ikan, atau lauk lainya, akan berdampak buruk bagi bayinya. Ini benar-benar pemahaman yang sungguh keliru.

Telur dan daging ayam merupakan sumber gizi yang sangat baik dan dibutuhkan bagi kaum ibu yang baru melahirkan atau sedang masa menyusui. Fakta membuktikan, konsumsi telur ayam bagi wanita yang baru melahirkan membuat produksi ASI melimpah.

Konsumsi telur ayam juga sangat diperlukan, khususnya untuk wanita yang baru saja melahirkan melalui bedah sesar. Fungsinya untuk mempercepat penyembuhan bekas luka jahit dan lainnya.

Harga telur ayam masih di bawah harga makanan lainnya yang kandungan gizinya sangat minim. (Foto: Dok. Infovet)

Mitos Bisul
Mitos tentang konsumsi telur bisa mengakibatkan bisul pada anak-anak juga terkadang diperparah oleh pendapat segelintir dokter anak yang “mengiyakan” mitos tersebut. Dokter anak yang masih menganut pemahaman keliru macam ini sudah selayaknya segera diluruskan.

Menurut dokter spesialis anak, dr Triza Arif Santosa, kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur, lalu keluar bisul,” ujarnya dalam Diskusi secara online tentang “Pentingnya Nutrisi dan Pertumbuhan Anak”.

Ahli gizi ini menjelaskan, pemberian telur satu butir setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. Penelitian dari Washington University, bayi-bayi dengan rentang usia tersebut yang diberikan satu butir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibandingkan pada bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Konsumsi telur untuk ibu menyusui juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh. Vitamin A, B12, dan selenium di dalam telur penting untuk sistem pertahanan tubuh. Nutrisi ini penting agar ibu menyusui tidak mudah sakit meski harus sering begadang mengurus bayi.

Di zaman yang sudah maju sekarang ini sudah seharusnya para orang tua tak lagi memercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Sekali lagi, telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan oleh anak balita dengan harga terjangkau.

Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga makanan lainnya yang kandungan gizinya sangat minim. Edukasi tentang pentingnya mengonsumsi telur dan daging ayam kepada masyarakat tampaknya masih harus terus digalakkan. Maraknya bergam jenis kuliner berbahan daging ayam dan telur mestinya menjadi media edukasi yang efektif. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet, tinggal di Depok

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer