Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini peternakan ayam broiler | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

AGAR CACINGAN TIDAK MEMBUDAYA

Diare pada ayam bisa jadi gejala awal cacingan. (Foto: Istimewa)

Tidak mudah memang mengendalikan penyakit parasitik seperti cacingan. Hingga kini masalah tersebut masih menghantui peternak di Indonesia. Bagaimanakah sebaiknya mengupayakan hal ini?

Sebagaimana disebutkan pada artikel sebelumnya mengenai ciri-ciri ayam yang mengalami cacingan dan jenis-jenis cacing yang menginfeksi, sebagai peternak harus memahami faktor penyebab ayam terinfeksi cacing. Beberapa di antaranya:

• Kandang kurang bersih. Telur cacing dikeluarkan bersama feses ayam, jika kondisi litter di kandang ayam kotor dan dipenuhi feses, serta jarang dikontrol untuk diganti, jangan terkejut apabila ayam menunjukkan gejala klinis atau mengalami cacingan. Penyakit ini bisa menular secara mudah melalui feses di kandang. Apabila tidak segera dibersihkan dan litter kandang jarang dikontrol, telur cacing dapat dengan mudah menginfeksi semua ayam di kandang.

• Kualitas pakan. Saat mendapati gejala klinis pada ayam yang mengarah pada cacingan, bisa saja salah satu penyebabnya adalah karena pakan yang diberikan tidak berkualitas. Pastikan hanya memberikan makanan dalam kondisi bagus pada ayam. Minimal tidak memberikan pakan yang kadaluarsa atau pakan yang tidak jelas. Pada pakan ayam kadaluarsa biasanya mengandung parasit dan telur cacing. Saat dikonsumsi ayam, akan mendatangkan berbagai gangguan kesehatan, apalagi di tengah kesulitan bahan baku pakan seperti saat ini.

• Suhu dan lingkungan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cacing parasit menyukai kondisi lingkungan dan suhu tertentu. Oleh karena itu, penting bagi pemilik ternak untuk mengatur suhu udara dan memberikan lingkungan baik bagi ayam peliharaan.

• Keberadaan vektor. Beberapa jenis serangga seperti kumbang franky, lalat, nyamuk, dan lain sebagainya telah terbukti menjadi vektor alami dari penyebab cacingan. Ayam memiliki risiko tinggi terkena penyakit cacingan apabila populasi lalat meningkat atau disebut dengan musim lalat. Terlebih ketika musim hujan dengan curah hujan yang tinggi dan tingkat kelembapan kandang meningkat.
Larva lalat dewasa menjadi inang bagi parasit cacing pita yang menyebabkan penyakit cacingan pada ayam. Selain itu, larva lalat dewasa juga menjadi vektor mekanik bagi cacing gilig dengan membawa telur cacing tersebut berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karenanya, pengendalian vektor merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengendalian cacing.

Lebih Baik Mencegah
Jika ayam terkena penyakit cacingan, maka harus segera ditangani dengan menggunakan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2024. (CR)

NE & KOKSIDIOSIS: DYNAMIC DUO PEMBAWA KERUGIAN

Perdarahan hebat pada usus, gejala klinis yang biasa diamati pada kasus NE. (Foto: Dok. Gold Coin)

Kombinasi dari dua jenis yang berbeda atau yang biasa disebut dengan istilah duet juga berlaku dalam penyakit unggas. Sangat familiar dengan penyakit CRD kompleks sebagai penyakit mematikan pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi Mycoplasma gallisepticum dan E. coli. Tak kalah mematikan yakni duet antara nekrotik enteritis (NE) dan koksidiosis. Kombinasi keduanya “sukses” membuat peternak ketar-ketir.

Awal Mula
Jika peternak ditanya apakah ayamnya sudah pernah kena koksidiosis atau NE? Pasti peternak sepakat menjawab “Jangan sampai kena,”. Koksidiosis dan NE, keduanya sama-sama “beroperasi” di saluran cerna, utamanya usus. Bedanya disebabkan oleh protozoa (Eimeria sp.) dan bakteri (Clostridium perfringens).

Berdasarkan buku teks atau diktat perkuliahan penyakit unggas, secara keseluruhan ada 12 jenis eimeria yang dibedakan berdasarkan lokasi lesio, bentuk lesio, bentuk, dan ukuran berbagai stadium perkembangan (ookista, schizont, merozoit), lokasi di jaringan dan waktu sporulasinya.

Dari ke-12 jenis eimeria tersebut, ada sembilan spesies yang mampu menginfeksi ayam, yaitu E. acervulina, E. brunetti, E. maxima, E. necratix, E. mivati, E. mitis, E. praecox, E. tenella, dan E. hagani. Namun dari kesembilan spesies itu tidak kesemuanya bersifat patogen pada ayam. Ada lima spesies Eimeria sp. yang patogen pada ayam, yaitu E. tenella, E. maxima, E. necratix, E. acervulina, dan E. brunetti, kesemuanya menjadi momok bagi peternak.

Serupa dengan koksidiosis, NE juga mengakibatkan kerusakan pada usus, penyakit bakterial ini bersifat sporadik pada ayam yang disebabkan infeksi Clostridium perfringens tipe A dan C. Seperti yang disebutkan di atas, di lapangan kasus koksidiosis dan NE biasanya berjalan seirama.

Hal ini bisa terjadi karena saat koksidia menyerang terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan pada ileum yang men-trigger adanya kolonisasi bakteri anaerob, yaitu Clostridium perfringens. Adanya kolonisasi bakteri anaerob tentunya berujung pada serangan NE atau kematian jaringan usus.

Tak Kenal Ampun
Pada sebuah webinar beberapa waktu lalu, Drh Lussya Eveline, menyatakan bahwa kedua penyakit yang sering “hangout bareng” ini benar-benar mematikan. “Kalau sudah kena penyakit ini akan benar-benar merepotkan, terutama koksidia, karena protozoa itu berbeda dengan bakteri dan virus, jadi agak susah dieradikasi,” katanya. 

Ia melanjutkan, secara normal di dalam usus ayam yang sehat terdapat bakteri C. perfringens sebagai bakteri komensal (tidak menyebabkan terjadinya outbreak penyakit). Namun, hubungan ini bisa berubah menjadi parasitisme di saat kondisi ayam sedang buruk atau tidak fit dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman (tantangan agen penyakit, stres, toksin, dan lain sebagainya), maka wabah NE dapat terjadi.

Pada ayam yang mati karena NE, jumlah C. perfringens yang dapat diisolasi pada usus ialah > 107-108 CFU per gram isi usus, sedangkan jumlah bakteri C. perfringens di dalam usus ayam pedaging yang sehat berkisar 0-105 CFU tiap gram isi usus.

Jika berbicara mengenai kerugian, serangan koksidiosis (apalagi kombinasi dengan NE) adalah jagonya. Tingkat kematian yang disebabkan bisa mencapai 80-90% dari total populasi pada ayam broiler. Sedangkan pada ternak layer, produksi telurnya sudah pasti terganggu. Seakan tidak puas sampai di situ, serangan koksidiosis juga akan menimbulkan efek imunosupresif yang menjadikan ayam rentan terhadap infeksi penyakit lainnya.

Bagaimana bisa imunosupresif? Lussya menerangkan, hal pertama yang terjadi adalah kerusakan pada jaringan mukosa usus menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi pembentukan antibodi jadi terganggu.

Kedua, Peyer's patches dan caeca tonsil  (organ pertahanan di mukosa usus) mengalami kerusakan, jika kedua organ ini rusak akan mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya.

Ketiga, di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah, sehingga kadar IgA sebagai benteng pertahananan di lapisan permukaan usus menurun.

“Sudah menyebabkan kematian, produksi turun, imunosupresif, kurang mengerikan apalagi duet penyakit ini?,” ucap dia.

Kalau Sudah Kena, Harus Bagaimana?
Bagaimana cara mengobati koksidiosis? Apakah yang harus dilakukan jika di suatu peternakan terjadi wabah koksidiosis plus NE? Jawabannya sederhana, namun implementasi di lapangannya kadang sulit dilakukan.

Menurut Product Manager Pharmaceutical PT Agrinusa Jaya Sentosa, Drh Endah Soelistyowati, yang harus dilakukan utamanya adalah pencegahan. “Kalau ditanya peternak begitu, saya suruh afkir semuanya dulu. Karena jawaban saya adalah jangan sampai kena,” sergahnya.

“Memberantas gabungan koksidiosis dan NE bukannya mustahil, tetapi memakan banyak waktu, tenaga, dan tentunya biaya dengan hasil yang pasti tidak sebanding.”

Ia menjelaskan bahwa peternak harus mengetahui dengan pasti musuh sebenarnya. “Siklus hidup eimeria itu panjang untuk menjadi sebuah individu sempurna. Oleh karenanya, kita harus memotong rantai siklus hidupnya sehingga ia tidak bisa berkembang lebih lanjut,” paparnya.

Lebih lanjut, semua dimulai dari dari fase ookista. Ookista dikeluarkan bersama dengan feses ayam, jika lingkungan sekitar lembap dan basah, ookista akan terus berkembang dan bersporulasi hingga akhirnya mampu menginfeksi ayam. “Supaya ookistanya tidak lanjut bersporulasi, kuncinya peternak juga harus rajin, program biosekuriti secara ketat harus dijalankan,” ucapnya.

Jika ookista sudah dihentikan sporulasinya, siklus hidupnya tidak langsung berhenti. Perlu diketahui, ookista dari eimeria tahan terhadap disinfektan yang banyak dijual. Tidak hanya tahan terhadap banyak disinfektan, kata Endah, ookista berukuran sangat kecil sehingga ia mudah diterbangkan oleh angin dan tersebar. Ookista juga mudah terbawa peralatan kandang, manusia, transportasi, serangga, atau hewan lainnya untuk menyebar.

“Yang paling sederhana yang bisa kita lakukan untuk memberantas ookista yakni memberikan kapur atau soda kaustik pada permukaan litter yang lembap dan basah,” jelasnya. Kapur dan soda kaustik merupakan bahan aktif yang bersifat basa. Ketika kedua bahan tersebut larut dalam air atau media yang basah (litter), maka akan menghasilkan suhu tinggi.

Sementara, ookista tidak tahan terhadap suhu ekstrim panas > 55° C. Ookista juga dapat mati jika berada pada kondisi suhu sangat dingin (suhu beku) dan kekeringan yang ekstrem. Inilah mengapa istirahat kandang juga menjadi poin penting dalam penyebaran ookista koksidia. 

Endah mengingatkan kepada peternak agar jangan lupa menerapkan manajemen pemeliharaan ayam yang baik dan benar. Karena ookista dapat berkembang dengan baik pada litter yang lembap, sebisa mungkin kualitasnya diperhatikan. Lakukan pembolak-balikan untuk mencegah litter basah.

“Pada masa brooding, kalau bisa litter sering dibolak-balikkan secara teratur setiap 3-4 hari sekali mulai umur 4-14 hari. Ini yang biasanya peternak suka malas lakukan,” tukasnya.

Litter basah dan menggumpal sebaiknya segera diganti. Jika gumpalan litter sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah banyak, sebaiknya tumpuk dengan yang baru hingga gumpalan tidak tampak.

Jika semua sudah dilakukan, namun serangan penyakit masih terjadi dan berulang, menurut beberapa literatur memang infeksi koksidia bisa menstimulasi pembentukan kekebalan. Namun, kekebalan akibat koksidia baru terbentuk setelah 3-4 siklus hidupnya di dalam tubuh ayam. Sedangkan terkadang kasus di lapangan baru satu siklus saja kebanyakan ayam sudah tepar.

Untuk kekebalan yang cukup instan di beberapa negara biasanya ada program vaksinasi koksidia. Pemberian vaksin juga salah satu cara pencegahan koksidiosis dengan dihasilkannya kekebalan dari koksidia dalam tubuh ayam, hanya saja vaksin juga memliki kelemahan, hal ini pernah diceritakan Prof Charles Rangga Tabbu.

“Enggak ada kekebalan silang antar spesies, jadi penggunaan vaksin koksidiosis tidak akan efektif kalau strain vaksin koksidiosis berbeda dengan strain yang menyerang. Kalau seperti ini identifikasinya harus benar,” katanya. (CR)

UPAYA MEMAKSIMALKAN KINERJA SALURAN PENCERNAAN

Yang menjadi kunci kesuksesan dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan yakni seimbangnya jumlah mikroorganisme yang ada pada saluran pencernaan. (Foto: Dok. Infovet)

Bicara masalah kesehatan ayam, penyakit infeksius memang datangnya lebih banyak dari saluran pernapasan. Tetapi bukan berarti masalah kesehatan saluran pencernaan harus diabaikan, karena komplikasi dalam kasus ayam yang sakit kerap kali terjadi.

Semua aspek pemeliharaan sangat besar pengaruhnya dan mereka saling terkait. Sederhananya, ayam yang saluran pernapasannya sakit salah satu gejalanya bisa jadi tidak mau makan, namun ayam yang saluran pencernaannya sakit dan nutrisinya kurang mudah terinfeksi penyakit lain termasuk pernapasan.

Keseimbangan Adalah Kunci
Dari kaca mata ilmu anatomi, saluran pencernaan ayam dapat dikelompokkan menjadi tujuh bagian yang terdiri dari tembolok (crop), lambung (proventriculus), ventriculus, usus halus, usus buntu (caecum), usus besar (colon), dan cloaca. Masing-masing bagian tubuh ini dihuni secara alami oleh mikroflora yang terdiri dari bakteri, protozoa, maupun jamur. Namun bagian yang paling banyak dihuni oleh jenis bakteri adalah saluran usus.

Yang menjadi kunci kesuksesan dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan yakni seimbangnya jumlah mikroorganisme yang ada pada saluran pencernaan. Jika keseimbangan tersebut bergeser, misalnya mikroorganisme patogen lebih banyak ketimbang mikroorganisme komensal dan yang menguntungkan, tentu akan merugikan ayam sebagai hospes dari mikroorganisme tersebut.

Poultry Consultant Jefo Nutrition Inc., David Marks, angkat bicara mengenai hal tersebut. Menurutnya, ada beberapa hal yang dapat memengaruhi keseimbangan mikroflora di dalam usus. Faktor pertama yakni dari ransum serta air minum. Inilah alasan pentingnya mengecek kualitas pakan dan air minum. “Pakan yang nutriennya rendah dan tercemar mikotoksin, tidak higienis, serta mengandung cemaran feses kerap kali menimbulkan masalah pada ayam,” kata David.

Selain itu, air minum juga dapat menjadi media tumbuh kembang ideal bagi bakteri seperti E. coli maupun organisme patogen lainnya, sehingga dapat menyebabkan keseimbangan mikroflora usus terganggu.

Faktor kedua yakni stres. Stres terjadi karena reaksi fisiologis normal pada ayam dalam rangka beradaptasi dengan situasi baru, baik yang terkait dengan lingkungan maupun perlakuan ayam.

“Pada kondisi stres, ayam akan mengalami peningkatan produksi hormone kortikosteroid yang dapat menghambat organ kekebalan dalam menghasilkan antibody sehingga terjadi kondisi imunosupresi,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, stres juga menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024. (CR)

MANAJEMEN VENTILASI PENGARUHI HASIL PANEN

Pemasangan tirai luar kandang. (Foto: Istimewa)

Salah satu faktor yang memengaruhi hasil akhir produksi ayam broiler adalah beban panas yang tinggi (heat stress). Hal ini terjadi karena ternak broiler merupakan tipe ayam pedaging yang pada prinsipnya adalah penumpuk lemak di dalam tubuh dalam jumlah besar pada masa produksi akhir (panen).

Salah satu kendala akibat iklim yang ekstrem yakni heat stress. Umumnya stres akibat panas terjadi karena penumpukan lemak menjadi penghambat pembuangan panas yang dibentuk oleh tubuh, sedangkan ayam broiler juga mendapat panas tubuh dari hasil metabolisme dan aktivitas lingkungan sekitar.

Aktivitas yang menyebabkan terjadinya panas lingkungan dipengaruhi temperatur, kelembapan, dan sirkulasi udara. Ketiga faktor tersebut merupakan elemen penting yang memengaruhi produksi broiler. Karena ketiga faktor tersebut berperan dalam proses terbentuknya kenyaman pada ayam, dimana akan menghasilkan produksi yang maksimal atau malah sebagai predisposisi timbulnya penyakit pencernaan (colibacillosis) dan pernapasan (chronic respiratory disease/CRD), atau bahkan keduanya (CRD kompleks).

Mengatur Ventilasi  
Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi stres akibat panas yang muncul akibat ketiga faktor di atas adalah manajemen ventilasi. Ventilasi merupakan pergerakan udara yang memungkinkan terjadinya pertukaran antara udara di dalam dan di luar kandang. Dengan manajemen ventilasi yang baik, maka angka temperatur, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur untuk memberikan rasa nyaman pada ayam.

Dalam sistem kandang terbuka, cara menciptakan pergerakan udara di dalam kandang dapat dilakukan dengan pemberian kipas angin, penerapan sistem buka-tutup tirai kandang, serta pembuatan model kandang monitor.

Adapun manajemen ventilasi yang mendukung juga penting dilakukan pada saat brooding, dimana pada fase tersebut merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan broiler hingga satu periode ke depan. Karena di fase ini DOC akan mengalami pertambahan jumlah sel (hiperplasia) terutama otot. Oleh karena itu, kondisi di dalam kandang harus sangat mendukung yang dimulai dari suhu ideal, kelembapan yang tepat, serta kualitas oksigen yang memadai untuk proses perkembangan.

Kebanyakan peternak cenderung hanya memperhatikan suhu dan kelembapan saja. Sehingga tidak jarang pada umur 7-10 hari tirai masih tertutup. Hal ini diperkuat oleh fakta yang didapat dari Veterinary Health and Care Services PT Gold Coin Indonesia, Drh Rizqy Arief Ginanjar.

“Kenyataan yang terjadi ketika tirai masih ditutup akan mengakibatkan sirkulasi udara di dalam kandang minimal, bahkan tidak terjadi. Sehingga kelembapan dan amonia di dalam kandang tidak bisa terkontrol. Dengan angka kelembapan dan amonia yang tinggi di dalam kandang akan memicu terjadinya penyakit,” ujar Rizqy.

Lebih lanjut, manajemen tirai yang baik harus mulai diperhatikan ketika masa brooding. Tirai yang digunakan harus menggunakan metode double screen guard (tirai luar dan dalam). Aplikasinya adalah dengan menggunakan dua buah tirai, satu untuk di dalam kandang dan satu lagi untuk di luar kandang. Pada saat DOC chick-in hingga umur tiga hari, tirai dalam masih dapat ditutup rapat agar panas di dalam brooder tercapai.

Ketika memasuki umur empat hingga tujuh hari, tirai luar pada siang hari sudah harus mulai dibuka disertai dengan pelebaran dari sekat (chick guard). Tirai dibuka ± 10-20 cm yang bertujuan agar terjadi pertukaran udara oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Sedangkan untuk tirai dalam masih dipertimbangkan untuk ditutup, namun juga melihat kondisi ayam.

Ketika malam, tirai masih harus ditutup agar ayam tidak terkena cold shock. Pada umur 7-10 hari dengan asumsi pertumbuhan bobot badan yang makin berkembang, maka tirai dan pelebaran sekat juga harus mengikuti. Tirai luar pada siang hari diturunkan seperempat dari tinggi kandang (± 40-50 cm), sedangkan untuk tirai dalam sudah bisa mulai dilepas. Pada malam hari tirai dapat ditutup kembali.

Pada umur 10-14 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka setengah tiang kandang dan pada malam hari tirai dapat dibuka seperempat tiang kandang. Pada umur 15-20 hari, tirai luar pada siang hari sudah dapat dibuka seluruhnya, namun pada malam hari tirai masih ditutup untuk antisipasi stres akibat cuaca dingin. Pada umur 21 hari hingga panen, tirai sudah dapat dibuka seluruhnya baik pada siang maupun malam hari. Namun masih dengan pertimbangan kondisi cuaca, adakalanya dinaikan (ketika hujan atau angin besar).

Disamping manajemen tirai, faktor sirkulasi udara juga dapat dibantu dengan penambahan kipas angin dan pembuatan kandang monitor. Pemberian kipas angin sering dipasang di dalam kandang yang memiliki alas litter. Tujuan pemberian kipas adalah untuk mempercepat perpindahan udara di dalam kandang. Jenis kipas angin yang digunakan adalah kipas pendorong (blower fan) dengan berbagai ukuran 24”, 36”, dan 42”. Kipas angin dapat ditempatkan pada ketinggian 50-100 cm dari lantai.

Di daerah tropis jenis kandang tipe terbuka yang memiliki konstruksi panggung diharapkan memiliki atap berbentuk monitor. Karena cuaca pada wilayah tropis sangat memengaruhi dalam tata laksana manajemen ventilasi. Selain dengan manajemen buka-tutup tirai, pembuatan kandang jenis panggung dan atap monitor pada kandang terbuka sangat membantu dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida atau bahkan pembuangan senyawa berbahaya H2S dan NH3.

Salah satu peternak yang sudah mengaplikasikan manajemen ventilasi adalah Suhardi. Menurutnya, di tengah iklim dan cuaca ekstrem seperti saat ini manajemen ventilasi yang baik akan menunjang performa, apalagi jika dibarengi dengan pemeliharaan yang baik.

“Saya selalu rutin dalam mengatur ventilasi, karena saya kurang biaya untuk bikin closed house jadi mau tidak mau saya harus bisa mengatur ventilasi. Paling sebagai tambahan saya sedikit rajin semprot disinfektan dan memisahkan ayam yang mati. Biar enggak nular penyakitnya,” kata Suhardi.

Ia mengatakan, pengaturan ventilasi ini sangatlah penting. Sebab hal buruk pernah menimpanya dikala anak kandangnya lupa melakukan maintenance buka-tutup tirai. “Pernah cuaca lagi panas, lupa buka tirai, ayam malah mati kepanasan semua, mana baru chick-in. Peristiwa seperti ini sudah jadi makanan sehari-hari, makanya saya rutin mengatur ventilasi, supaya ayam tetap oke performanya,” tandasnya. (CR)

DONGKRAK PERFORMA MELALUI KINERJA SALURAN CERNA

Masalah pada pakan (cangkang sawit) dan saluran pencernaan yang bermasalah. (Foto: Istimewa)

Kesehatan usus sangat penting untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi, karenanya merupakan faktor kunci dalam menentukan performa unggas. Masalah kesehatan usus sangat umum terjadi pada unggas dengan performa tinggi akibat tingginya asupan pakan, yang memberikan tekanan pada fisiologi sistem pencernaan.

Kelebihan nutrisi yang tidak tercerna dan terserap di usus halus dapat memicu disbiosis, yaitu perubahan komposisi mikrobiota di saluran usus. Disbiosis serta penyebab stres lainnya menimbulkan respons inflamasi dan hilangnya integritas antara sel-sel epitel, yang menyebabkan kebocoran usus (Richard et al., 2023 ).

Perkembangan Mikroba Usus
Sel epitel usus, mikroba, dan sistem kekebalan merupakan komponen ekosistem usus. Sebelum adanya penetasan telur skala besar di inkubator, penetasan metode alami membuat telur-telur tersebut bersentuhan dengan sarang atau ayam selama masa inkubasi dan dengan demikian memastikan transmisi vertikal mikrobiota induk ke anak ayam.

Namun di tempat penetasan komersial, anak ayam ditetaskan di lingkungan yang bersih dan tidak ada kontak dengan ayam betina. Oleh karena itu, mikrobiota usus anak ayam yang baru menetas sepenuhnya bergantung pada sumber lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman mikroba dan peningkatan kolonisasi patogen bawaan dari makanan yang berada di usus.

Anak ayam dapat memperoleh mikrobiota pada tahap embrio selama pembentukan telur di saluran telur dan selama pengangkutan melalui saluran reproduksi. Perolehan mikroba pasca penetasan bergantung pada berbagai faktor, seperti praktik produksi, pola makan, dan lingkungan. Dengan adanya modernisasi produksi ayam di tempat penetasan skala besar, transmisi vertikal alami mikrobiota dari ayam menjadi sangat berkurang.

Spesies pertama yang menghuni saluran pencernaan ayam adalah kelompok bakteri Coliform dan Sterptococcus fecal, yang melimpah pada hari ketiga setelah menetas. Mikrobiota usus kecil terbentuk pada usia sekitar dua minggu. Pada hari ke-40, Lactobacillus mendominasi mikroflora usus kecil. Mikrobiota cecal terbentuk dalam waktu 6-7 minggu dan didominasi oleh mikroba anaerobik fakultatif dan obligat, yang terdiri dari Clostridia, Enterobacteria, Streptococci fecal, Pediococci, dan Pseudomonas aeruginosa. Peningkatan komposisi dan kompleksitas mikroba pada saluran pencernaan bagian distal menyebabkan fluktuasi komposisi mikroba fecal.

Mikrobiota di Crop
Tembolok menampung komunitas bakteri besar yang terdiri dari sel bakteri dengan urutan 1 × 108 hingga 1 × 109 CFU g−1. Tembolok ini didominasi oleh bakteri gram positif seperti Lactobacillus spp. Spesies bakteria lain yang dikoleksi dari tembolok termasuk Bifidobacterium, Klebsiella pneumoniae, K. ozaenae, Escherichia coli, E. fergusonii, Enterobacter aerogenes, Eubacterium spp., Pseudomonas aeruginosa, Micrococcus luteus, Staphylococcus lentus, dan Sarcina spp.

Mikrobiota tembolok memfermentasi serat makanan menjadi asam lemak rantai pendek atau Short Chain Fatty Acid (SCFA). Asetat adalah SCFA utama dalam tanaman. SCFA menurunkan pH tanaman untuk menghambat pertumbuhan patogen yang berkoloni dan berkembang biak pada pH netral atau sedikit basa.

Mikrobiota di Proventrikulus dan Gizzard
Proventrikulus dan gizzard memiliki pH asam yang tidak ideal untuk kolonisasi mikroba. Asam lambung dapat menembus membran sel mikroba sehingga mengakibatkan penurunan pH intraseluler dan terganggunya gaya gerak proton trans-membran. Demikian pula asam laktat dan asam asetat mencegah kolonisasi patogen yang sensitif terhadap pH asam.

Lactobacilli merupakan spesies dominan pada proventrikulus dan gizzard. Enterobacteria laktosa-negatif, Enterococci, dan bakteri Coliform juga banyak ditemukan di proventrikulus dan gizzard. Konsentrasi bakteri dalam gizzard sama dengan tembolok, namun fermentasi bakteri terhambat oleh pH asam yang mengakibatkan penurunan konsentrasi asetat dan laktat dalam gizzard.

Mikrobiota di Usus Halus
Konsentrasi bakteri di usus kecil kira-kira... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

KORELASI ANTARA MUSIM PENGHUJAN DENGAN PENYAKIT PENCERNAAN

Masa brooding, bila perlu diperpanjang. (Foto: Istimewa)

Beberapa waktu belakangan cuaca cenderung sulit diprediksi dan berubah-ubah. Misalnya saja kemarau panjang yang terjadi akibat El-Nino beberapa waktu lalu, tentu sangat memengaruhi manajemen pemeliharaan dan membawa dampak terhadap penurunan performa produksi ayam broiler. Bulan berganti begitupun musim, dari kemarau panjang yang menerpa, kini curah hujan mulai meninggi di awal tahun.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada Januari dan Februari 2024. Untuk persebarannya yaitu sebanyak 385 Zona Musim (ZOM) atau sebesar 55,08% wilayah yang mengalaminya.

Di sisi lain, genetik ayam pedaging modern saat ini memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap suhu lingkungan dan DOC baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal pada umur minggu kedua. Oleh karena itu, DOC umur pemeliharaan minggu pertama hingga minggu kedua, peran brooder (pemanas) dan manajemen yang optimal sangat memengaruhi dalam upaya menjaga suhu kandang tetap dalam zona nyaman hingga diakhir periode mampu mencapai produksi yang optimal.

Akhir November sampai awal Desember 2023, merupakan awal perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan. Banyak peternak yang terlambat menyadari untuk merubah tipe manajemen kandang. Kebanyakan dari mereka masih berpatokan dengan manajemen musim panas yang menitikberatkan pada sirkulasi udara yang lancar dengan cara membuka lebar tirai kandang (untuk menghindari heat stress). Sehingga ketika musim hujan tiba-tiba datang, angin yang berhembus kencang disertai air hujan akan masuk ke dalam kandang dan langsung mengenai ayam.

Kondisi tersebut menjadi pemicu awal terjadinya penyakit. Karena perubahan suhu lingkungan yang berubah secara ekstrem akan menyebabkan penurunan kerja sistem imun tubuh. Secara fisiologis tubuh ayam akan merespon perubahan suhu yang ekstrem dengan membangkitkan mekanisme sistem imun.

Mewaspadai Peralihan Musim
Hal utama yang menjadi kendala saat musim peralihan dari kemarau ke penghujan adalah penurunan suhu menjadi lebih rendah. Suhu rendah memicu perlu dilakukannya pemanjangan masa brooding. Masa brooding yang dilakukan pada musim hujan seharusnya dilakukan hampir sepanjang hari (siang dan malam) dan bahkan akan melebihi dari dua minggu (> 14 hari).

Jika tidak dilakukan pemanasan ekstra pada siang hari, DOC tidak mendapat suhu ideal untuk pertumbuhannya dan akan kedinginan. Dampak lebih lanjut, pertumbuhan DOC tidak akan seragam sehingga performanya menjadi buruk (bad uniformity). Keseragaman yang buruk merupakan indikasi lanjutan bahwa penyerapan nutrisi di dalam tubuh ayam tidak berjalan optimal, yang berimbas pada buruknya efisiensi pakan yang menjadi daging (FCR tinggi).

Kemudian pergantian dari musim kemarau ke penghujan biasanya akan diikuti dengan munculnya angin kencang dari arah yang tidak menentu. Kecepatan angin yang tinggi dan mengenai ayam secara langsung dapat membuat ayam terkena... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

Ditulis oleh:
Drh Rizqy Arif Ginanjar
Technical Support PT Gold Coin Indonesia

PENCEGAHAN PENYAKIT PENCERNAAN UNTUK MEMBANTU OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS AYAM

Kesehatan saluran cerna akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tubuh ayam, termasuk juga pertumbuhan organ yang berperan dalam sistem imun ayam. (Foto: Istimewa)

Kinerja saluran pencernaan memiliki peran krusial dalam pencapaian performa produksi. Sistem pencernaan berperan mencerna makanan dan menyerap nutrisi esensial. Nutrisi yang diserap tubuh inilah yang berperan dalam pertumbuhan dan produktivitas ayam sebagai penghasil daging dan telur.

Kesehatan saluran cerna akan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tubuh ayam, termasuk juga pertumbuhan organ yang berperan dalam sistem imun ayam. Sistem imun yang berkembang baik dapat membantu ayam dalam mengatasi permasalahan infeksi penyakit di lapangan. Efeknya jelas saat terjadi penyakit maka produktivitas akan menurun. Melihat hal tersebut untuk mencapai performa produksi ayam yang optimal, kesehatan saluran cerna pastinya menjadi faktor krusial untuk diupayakan.

Menjaga kesehatan saluran cerna dari berbagai penyakit berbahaya penting untuk dilakukan. Secara umum, berbagai penyakit berbahaya yang bisa mengganggu saluran pencernaan adalah sebagai berikut:

Clostridium perfringens: Penyebab necrotic enteritis, rentan menyerang ayam broiler umur 2-5 minggu, sedangkan pada ayam petelur biasanya rentan umur 3-6 bulan. Serangannya mengganggu terutama di usus kecil yang menjadi rapuh dan berisi gas. Lapisan usus dilapisi oleh lapisan pseudomembran berwarna kuning. Ayam menjadi tidak nafsu makan dan diare.

Escherichia coli (E. coli): Penyebab colibacillosis yang dapat menyerang unggas pada berbagai tingkatan umur, tetapi lebih banyak terjadi pada ayam muda terutama umur 2-4 minggu. Bersifat oportunistik, infeksi yang hebat pada saluran pencernaan menyebabkan hemoragi petekie pada submukosa dan subserosa, gastritis, dan enteritis. Ayam menjadi lesu, ompalitis, oedema, dan jaringan sekitar pusar lembek.

• Newcastle disease: Paramyxovirus, ayam umur muda memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibanding ayam dewasa. Tipe velogenik viscerotropik menyebabkan gangguan organ saluran cerna. Tipe mesogenik memiliki tingkat kematian yang lebih rendah, namun hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi dapat terjadi. Gangguan organ pencernaan seperti perdarahan bintik (petekie) pada proventrikulus, nekrosa pada usus, dan juga perdarahan pada secatonsil.

• Gumboro: Virus RNA dari genus Avibirnavirus. Ayam muda terutama umur 3-6 minggu memiliki kerentanan yang tinggi. Virus ini sebenarnya lebih berdampak pada sistem kekebalan tubuh karena target utamanya adalah sel pre-B pada bursa fabrisius sehingga menyebabkan terjadinya imunosupresif. Imunosupresif yang ditimbulkan akan meningkatkan kepekaan ayam terhadap agen patogen lainnya. Gangguan organ pencernaan dapat dilihat dari ditemukannya perdarahan pada mukosa dekat pertautan antara proventrikulus dengan ventrikulus.

Inclusion body hepatitis: Adenovirus dari famili Adenoviridae. Ayam muda umur 4-10 minggu. Perubahan anatomi organ lebih terfokus pada hati, dimana hati tampak membengkak, berwarna kuning kecokelatan, terdapat bercak, perdarahan di bawah membran, serta konsistensi terasa lebih lunak.

Helicopter disease: Virus utama yang menyebabkan penyakit ini di Indonesia adalah Reovirus. Rentan terhadap anak ayam terutama broiler. Anak ayam yang terinfeksi helicopter disease menunjukkan laju pertumbuhan yang lambat pada umur 5-7 hari sehingga bobot badan rendah. Selain itu, banyak ditemukan tungkai bulu sayap primer yang patah. Perubahan patologi anatomi pada organ pencernaan yang dapat teramati adalah peradangan pada usus dan proventrikulus, usus tampak berdilatasi dan pucat.

Pencegahan utama untuk melindungi berbagai penyakit pencernaan ini dapat dilakukan dengan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

MANFAAT DATA SCIENCE DI BISNIS PERUNGGASAN

Data sience dapat menjadi pedoman bagi peternak dalam mengambil keputusan di kemudian hari, sehingga performa produksi bisa lebih optimal. (Foto: Istimewa)

Industri perunggasan merupakan lini bisnis paling maju di antara bisnis peternakan lainnya, lengkap dengan berbagai adopsi teknologi di dalamnya. Namun demikian, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak celah-celah yang harus diantisipasi. Untuk itu penggunaan data science menjadi hal penting, sehingga peluang kebocoran bisa tertutupi.

Data science merupakan suatu multidisiplin ilmu yang mempelajari pemrograman, visualisasi data, statistik, dan domain bisnis itu sendiri. Jadi ketika peternak melakukan riset secara manual dan ada sentuhan statistiknya, maka itu masih masuk ke ranah tradisional riset. Namun ketika sudah dimasukkan tentang computer science akan berkembang menjadi software development dan gabungan antara keduanya akan menghasilkan mesin learning. Jadi, intinya data science ini adalah gabungan antara ketiganya, yakni lini bisnisnya seperti apa dalam hal ini kita di perunggasan, dipadukan ke computer science, IT, dan statistic mathematic-nya.

Data science telah sejak lama digunakan secara luas di berbagai bidang bisnis, namun sifatnya spesifik dan harus mengerti betul berbagai ilmunya. Data science harus mencakup qualitative analysis, unstructured data, multidisciplinary, dan data product. CEO & Co-Founder BroilerX, Prastyo Ruandhito, dalam sebuah seminar nasional beberapa waktu lalu pernah mengatakan, dalam sebuah pemeliharaan ayam ras tentu sudah ada berbagai indikator-indikator tertentu yang telah dikeluarkan perusahaan pembibitan, seperti temperatur, kelembapan, kadar amonia, riwayat penyakit, dan lain-lain.

Sebagai peternak tentu berusaha semaksimal mungkin kondisi dalam kandang bisa atau mendekati acuan yang telah ada. Dari berbagai indikator inilah yang bisa dicatat dan dikumpulkan, sehingga kelak dapat diolah dan menjadi data science pada bisnis perunggasan tersebut. Dari data-data ini dapat menjadi pedoman bagi peternak dalam mengambil keputusan di kemudian hari, sehingga performa produksi bisa lebih optimal.

Dalam tataran praktik di lapangan, sebanyak 80% pekerjaan data science adalah mengumpulkan data mentah di lapangan, seperti indikator lingkungan, indikator harian meliputi FI, FCR, mortalitas, dan sebagainya. Dari data lapangan ini akan menghasilkan data mentah (raw data), kemudian akan diproses (data processing) yang menghasilkan clean data. Dari sini data akan dieksplor lebih jauh melalui proses exploratory analysis data. Dalam proses ini data akan dibuat sedemikian rupa sesuai kebutuhan penggunanya, sehingga menghasilkan model dan algoritmanya seperti apa. Serangkaian proses tersebut akan menghasilkan data produk yang dapat menjadi bahan laporan serta pedoman untuk mengambil sebuah keputusan di lapangan.

Data mentah dapat diperoleh dari berbagai sumber, bisa dari ERP dan Apps Data Base, survei pasar, catatan pembelian dan penjualan perusahaan, rekap data organisasi perunggasan, online marketplace, rekap indikator pemeliharaan, dan lainnya. Namun, karena bersifat data mentah dan berasal dari berbagai sumber, maka penting untuk mengolah data yang telah dikumpulkan. Jadi misalnya diperoleh berbagai data mentah harga ayam hidup (LB) dari asosiasi, Badan Pangan Nasional, info pedagang, dan sebagainya, dari situ biasanya kami mengolah dengan bantuan berbagai aplikasi pengolahan data, seperti Google Big Query, MySQL, Hadoop, mongoDB, dan masih banyak lainnya. Setelah diolah, akan didapatkan hasil yang lengkap, komprehensif, dan mudah dipahami, sehingga kita bisa mengikuti pergerakan harga LB dan mendapatkan insight dari sudut pandang data yang tersaji dengan tepat.

Terkait model data yang dihasilkan, hal itu dapat berupa estimasi, forecasting, klasifikasi, clustering, dan asosiasi. Misalnya untuk data forecasting atau memperkirakan tentang kondisi harga LB satu bulan ke depan, bisa diperkirakan secara akurat dengan data science ini. Model data tersebut harus dengan kebutuhan setiap pelaku usaha perunggasan, sehingga harapannya dapat menjadi data yang utuh untuk melakukan analisis.

Membantu Meningkatkan Efisiensi Produksi
Dalam konteks perunggasan, penerapan data science dapat meningkatkan efisiensi produksi, pemantauan kesehatan ternak, hingga prediksi dan penentuan strategi pemasaran. Untuk dapat menghasilkan data science yang baik, maka data mentah yang telah dikumpulkan harus dianalisis terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui apakah data tersebut dapat menjadi data yang berarti. Kemudian, dari data yang telah dikumpulkan harus diakurasi dan diseleksi terlebih dahulu, dengan dikembalikan lagi ke user untuk mengetahui bagaimana tingkat validitas datanya.

Data science yang baik itu harus relevan dengan tujuan dan analisis yang akan diambil. Kemudian agar data tersebut mempunyai tingkat akurasi yang baik dan minim kesalahan, sehingga perlu terus dilakukan koreksi secara berkala. Selain itu, secara kuantitas juga harus memadai dan tidak cuma beberapa saja. Dan yang tidak kalah penting adalah datanya dari fakta terbaru, konsisten, berintegritas, dan bisa ditelusuri. Sebagai contoh data science yang berkualitas adalah yang saat ini tengah dikembangkan dalam ekosistem BroilerX, dengan menerapkan Enterprise Resource Planning (ERP) dan berbagai data sensor dari internet of thing (IoT), sehingga pihak pengelola dapat memastikan tingkat akurasinya memiliki kualitas tinggi. Data science tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk berbagai analisis bisnis unggas ke depan.

Di tingkat nasional, tantangan pemanfaatan data science adalah pada tingkat akurasi datanya, dimana harus mengklasifikasikan data-data tersebut dari sumbernya. Seandainya semua data di industri perunggasan bisa terbuka, maka akan lebih mudah dalam mengolah dan menganalisis data-data tersebut. Untuk itu sangat dibutuhkan adanya validasi lagi dari user, misalkan melalui tim sales atau lapangan untuk dapat menjadi data intelijen yang bisa mengumpulkan data, seperti populasi dan sebagainya.

Ke depan persoalan keakuratan data ini harus dapat lebih disempurnakan. Hal itu sangat diperlukan adanya kolaborasi dan elaborasi antara berbagai pihak, tidak hanya dari praktisi atau pelaku bisnis perunggasan, tentu harus melibatkan para pemangku kepentingan perunggasan yang lain, seperti perguruan tinggi, perusahaan, maupun pemerintah. ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono SPt
Koordinator Indonesia Livestock Alliance (ILA)

MENGHAMBAT PENYAKIT BAKTERIAL SEBELUM TERLAMBAT

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. (Foto: Freepik.com/Istimewa)

Dalam dunia mikroorganisme, bakteri merupakan salah satu yang paling sering dibicarakan. Terutama bakteri yang bersifat patogen. Celakanya, dalam dunia peternakan khususnya unggas, bakteri-bakteri patogen kerap menjadi permasalahan bagi peternak.

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. Terlebih lagi dalam perunggasan, selain penyakit non-infeksius, ada penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri yang kerap mewabah. Kadang wabah dari infeksi bakteri yang terjadi di suatu peternakan ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Oleh karenanya, dibutuhkan trik jitu dalam menanganinya.

Karena Bakteri Jadi Merugi
Kesuksesan mengontrol bakteri patogen, menghindari kontaminasi, mencegah multifikasi, dan menyebabkan penyakit menurut Ensminger (2004), adalah salah satu kunci sukses menjaga performa dan produksi ternak. Namun tidak semua peternak mampu melakukannya. Cerita datang dari Junaidi, peternak asal Tanah Tinggi, Tangerang. Pernah ia mengalami kerugian akibat wabah penyakit chronic respiratory disease (CRD) kompleks beberapa tahun lalu.

Awal mula menjadi peternak broiler ia mengira bahwa memelihara ayam itu mudah, hanya tinggal memberi pakan dan menunggu saja, walaupun kenyataannya tidak. Dirinya baru mengetahui bahwa ayamnya terserang colibacillosis ketika ada staf technical service dari perusahaan obat mendatangi kandangnya.

“Saya enggak tahu-menahu awalnya, yang saya tahu penyakit ayam ya kalau enggak tetelo, flu burung,” tukas Junaidi. Ia kemudian perlahan belajar mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan benar dari berbagai sumber. Ketika diserang colibacillosis, kerugian ekonomi yang diderita Junaidi mencapai 50% dari total ayamnya.

Sementara kata Product & Registration Manager PT Sanbe Farma, Drh Dewi Nawang Palupi, bahwa infeksi bakteri sangat berbahaya dan merugikan. Penyakit bakterial seperti colibacillosis ditentukan oleh manajemen kebersihan kandang. Terlebih jika manajemen kebersihan kandang buruk dan tidak menerapkan sanitasi dalam kandang dan air minum.

“Kematian sekitar 1-2% dan bisa berlangsung lama bila tidak ditangani dengan baik. Jika terjadi di minggu pertama masa pemeliharaan, kematian bisa mencapai 10-15%. Jika kematian sampai 50% mungkin ada campur tangan penyakit lain (komplikasi),” katanya.

Walaupun begitu, ia menjelaskan bahwa colibacillosis sesungguhnya bukan penyakit yang serta-merta menyerang begitu saja. Kemungkinan jika ada kandang yang terserang colibacillosis itu hanya dampak sampingan saja.

E. coli itu bakteri komensal di usus dan organ pencernaan, jadi kalau tiba-tiba berubah jadi patogen pasti karena penyebab lain. Ini yang harus diwaspadai, sampingannya saja bisa berakibat begitu, apalagi bakteri patogen yang memang dapat menyebabkan penyakit secara langsung,” jelas dia.

Potensi Zoonotik
Selain kerugian pada hewan, yang tidak boleh dilupakan juga adalah beberapa penyakit infeksi bakterial pada unggas juga dapat menular ke manusia. Sebut saja penyakit salmonellosis, kadang banyak dilupakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. bisa menular kepada manusia dan penyebabkan penyakit pencernaan.

Bakteri Salmonella sp. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 4971/2012 tentang Zoonosis Prioritas, bahwa salmonellosis menempati urutan kelima dan merupakan zoonosis yang banyak menyebabkan kasus pada manusia, salah satunya bersifat foodborne yaitu ditularkan melalui makanan.

Menurut pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dr Drh Denny Widaya Lukman, beberapa zoonosis yang bersifat foodborne pada produk unggas (karkas dan telur) di antaranya diakibatkan oleh Salmonella enterica serotype (serovar) enteritidis (S. enteritidis), Salmonella typhimurium, Salmonella infantis, Salmonella reading, Salmonella blockey, Clostridium perfringens, Campylobacter jejuni, dan E. coli.

Denny menjelaskan, insidensi salmonellosis non-tifoid di dunia diperkirakan sekitar 1,3 miliar kasus dan 3 juta kematian setiap tahunnya. “Nah, kadang kita hanya berkonsentrasi di hulu saja, lupa akan hilir. Ini padahal juga kerugian yang diakibatkan oleh infeksi bakterial,” kata Denny.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa cara penularan Salmonella ke manusia umumnya melalui konsumsi makanan yang tercemar (jalur fekal-oral). Beberapa Salmonella memiliki sumber (reservoir) spesifik dan makanan tertentu sebagai media penularnya, misal Salmonella enteridis (SE) terkait dengan unggas dan produknya.

Secara gamblang Denny menjelaskan bahwa bakteri SE ditularkan dari induk ke telur secara transovarial, sehingga bakteri tersebut dapat ditemukan dalam isi telur dengan kondisi kerabang telur utuh. SE berkoloni di ovarium ayam petelur. Jika bakteri ini telah menginfeksi kelompok atau peternakan ayam maka sulit diberantas karena keberadaan bakteri ini dipelihara di lingkungan, pakan, dan rodensia di peternakan.

“Tidak usah jauh-jauh kita bicara mengenai ekspor produk unggas Indonesia dan flu burung. Produk kita sudah bebas dari yang tadi saya sebutkan semuanya belum? Jika sudah, apakah konsistensinya terjaga? Jangan sampai karena fokus di hulu kita lupa juga dengan sektor hilir,” tegasnya.

Pencegahan Sejak Dini
Banyak cara yang bisa dilakukan agar ayam selamat dari ancaman infeksi bakteri patogen. Sebenarnya, ayam memiliki sistem kekebalan sendiri di dalam tubuhnya. Oleh karenanya, harus dimaksimalkan hal tersebut. Bisa dibilang 70% dari sistem kekebalan tubuh ayam dibentuk pada minggu pertama (periode brooding). Karena itu, periode brooding merupakan masa yang menentukan tingkat keberhasilan pembentukkan sistem kekebalan tubuh ayam.

Marketing Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh M. Aura Maulana, mengingatkan bahwa, “Pada fase brooding, sel-sel ayam mengalami proliferasi atau perbanyakan. Semua sel tanpa terkecuali termasuk juga sistem imunitas. Maka kalau brooding bagus, nanti hasilnya pasti oke,” ujar Aura.

Pada masa brooding juga terjadi peralihan antara kekebalan pasif ke kekebalan aktif. Kekebalan pasif berasal dari penyerapan kantung kuning telur selama periode pengeraman dan beberapa hari setelah menetas. Kekebalan pasif mungkin cukup efektif untuk mencegah infeksi pada anak ayam, namun jangka waktunya pendek dan tingkat protektivitasnya akan terus menurun sejalan dengan waktu. Oleh karena itu, dibutuhkan kekebalan pengganti yaitu kekebalan aktif.

Hubungan antara penggertakan kekebalan aktif dan perkembangan organ kekebalan mendasari diperlukannya vaksinasi sebagai tindakan efektif menggertak kekebalan aktif. Rangsangan yang diberikan vaksin akan mempercepat pematangan sel-sel pertahanan tubuh milik anak ayam, sehingga merangsang terbentuknya kekebalan aktif lokal maupun seluruh tubuh.

Oleh karena itu, beberapa vaksinasi dilakukan pada periode awal misalnya ND (4 hari), IB (4 hari), Gumboro (7 atau 14 hari), serta AI (10 hari). Diharapkan ketika antibodi maternal sudah tidak protektif, antibodi aktif hasil gertakan vaksinasi sudah mampu melindungi ayam dari infeksi lapang.

Vaksinasi penyakit bakterial pada ayam broiler mungkin jarang atau tidak dilakukan sama sekali terkait dengan masa pemeliharaan yang singkat juga pertimbangan cost. Namun pada ayam layer, vaksinasi menjadi penting karena pemeliharaannya panjang. Banyak beredar program vaksinasi penyakit bakterial yang baik harus dapat memberikan protektivitas yang baik, serta disesuaikan dengan keadaan lapangan, juga pertimbangan biaya.

Selain itu, perkuat aspek higiene, sanitasi, dan disinfeksi. Apabila dilakukan dengan baik dan benar dapat mengurangi penularan penyakit, sehingga penggunaan antibiotik dapat dikurangi. ***

Ditulis oleh: 
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BERINVESTASI PADA BIOSEKURITI

Ilustrasi biosekuriti. (Sumber: ahdb.org.uk)

Pentingnya aspek biosekuriti juga membuat orang terkadang salah kaprah, oleh karenanya dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman mendalam. Selain itu, kini penerapan biosekuriti dapat berbuah manis bagi siapapun yang mengaplikasikannya.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak, namun begitu karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti.

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010) yakni kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flock, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air, serta kontrol limbah peternakan. Sangat mudah diucapkan, namun sulit untuk diimplementasikan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat
Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung, sewaktu FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan sedang giat menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer di sana. Bersama akademisi dari UNILA, dinas peternakan setempat, dan perusahaan swasta yang berkecimpung di dunia peternakan, FAO memberikan penyuluhan dan mengajak peternak untuk “hijrah” agar sistem beternak mereka lebih baik dan mengutamakan biosekuriti.

Salah satu peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, Kusno Waluyo, bercerita mengenai keputusannya mengubah  sistem beternak konvensional menjadi rasional. Bisa menjadi salah satu rujukan jika ingin mengetahui efektivitas penerapan biosekuriti.

Peternak berusia 48 tahun ini memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya memang cukup memuaskan, namun ia masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya dengar kalau ini bagus, makanya saya coba ikut. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Ia mengatakan bahwa salah satu tolok ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandangnya adalah disaat ayam menginjak usia sekitar 29 minggu produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati, enggak seperti sebelumnya,” ungkap dia.

Selain itu, Kusno sudah sejak lama tidak menggunakan antibiotik tertentu dalam upaya pencegahan penyakit. Ia bahkan bekerja sama dengan peneliti dari UGM terkait penggunaan sediaan herbal (jamu) untuk meningkatkan performa dan mencegah penyakit.

“Kami sudah bekerja sama sejak lama, awalnya coba-coba, tetapi kini saya mulai berkonsultasi dan bekerja sama dengan UGM. Hasilnya lebih dari yang saya harapkan, performa naik, penggunaan antibiotik berkurang, dan kami berhasil membuka pasar untuk produk telur herbal kami,” tukasnya.

Disinfeksi sebelum masuk dan keluar kandang. (Foto: Istimewa)

Diwajibkan Pemerintah
Pentingnya aspek biosekuriti di unit usaha peternakan telah lama digaungkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Unit usaha yang bergerak di bidang peternakan dan menghasilkan produk pangan asal hewan wajib memiliki sertifikat NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Sertifikat NKV ini adalah bukti sah bahwa telah diterapkannya praktik higiene dan sanitasi yang baik di unit usaha tersebut, dimana penerapan higiene dan sanitasi merupakan bagian dari biosekuriti.

Sejak 2005 melalui Permentan No. 381/2005 pemerintah telah mengatur hal tersebut (Sertifikasi NKV). Belakangan pemerintah melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Ditjen PKH, kembali menunjukkan sikap bernasnya dalam sertifikasi NKV. Peraturan baru terkait NKV tertuang dalam Permentan No. 11/2020 yang gencar disosialisasikan.

Direktur Kesmavet, Drh Syamsul Maarif, mengatakan bahwa di Indonesia program jaminan mutu dan keamanan pangan sudah diatur oleh banyak peraturan perundangan. “Permentan ini dibuat khususnya dalam mencegah dari risiko penyakit zoonotik yang dapat ditularkan melalui produk-produk asal hewan seperti susu, telur, dan produk olahan asal hewan lainnya,” tutur Syamsul.

Ia mengatakan bahwa sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan produk pangan asal hewan yang dikonsumsi masyarakat adalah produk yang ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal), serta terjamin mutunya.

Lalu apa hubungannya NKV, biosekuriti, dan peternakan? Seperti yang sudah disampaikan bahwa NKV adalah bukti suatu unit usaha telah menerapkan sanitasi dan higene pada unit usahanya, dimana kedua aspek tersebut merupakan bagian dari biosekuriti.

Drh Ira Firgorita dari Direktorat Kesmavet mengatakan bahwa beberapa unit usaha peternakan langsung menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi, misalnya peternakan layer, peternakan sapi, dan kambing perah. Hal ini tentunya membutuhkan jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi.

“Oleh karenanya dibutuhkan penerapan biosekuriti yang baik dan kita akan berikan NKV jika memang memenuhi. Kalau di ayam broiler produknya tidak langsung dikonsumsi, jadi yang kita wajibkan NKV itu di RPA-nya (rumah pemotongan ayam),” kata Ira.

Ira juga bilang bahwa nantinya unit usaha penghasil produk ternak seperti peternakan penghasil telur dan susu wajib memiliki NKV. Apabila kedapatan tidak memiliki NKV akan diberikan sanksi berupa denda hingga kurungan penjara.

“Ayo dilakukan penerapan biosekuritinya, terus kita audit dan bimbing supaya bisa dapat NKV, banyak keuntungan juga kalau punya NKV,” tutur Ira. Keuntungan yang dimaksud yakni ada pada nilai tambah produk. Dengan kata lain, produk-produk yang memiliki sertifikat NKV lebih memiliki daya saing di tingkat retail bahkan ekspor. Hal ini dikarenakan produk yang hendak diekspor wajib memiliki NKV, dimana persyaratan yang ada pada NKV mirip dengan persyaratan produk ekspor. Hal itu juga yang dikatakan oleh Syamsul Maarif.

“Kami menyamakan prasyarat tersebut tentunya dengan merujuk pada peraturan internasional, jadi kalau sudah terpenuhi semuanya yang ada di situ otomatis sudah sama dengan ketentuan yang ada dan berlaku di tingkat internasional. Jadi tidak main-main,” kata Syamsul.

Melalui sertifikasi NKV ini, ia berharap agar peternak semakin peduli dengan biosekuriti di kandangnya, utamanya peternak penghasil susu dan telur. Namun begitu, bukan berarti juga bahwa peternak selain penghasil telur dan susu boleh abai pada biosekuriti. Ia tetap mengimbau agar peternak concern dengan biosekuriti. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

TATA LAKSANA PERALATAN DAN AKTIVITAS BROODING AYAM PEDAGING

Perisode brooding merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ayam. (Foto: Dok. Infovet)

Periode brooding merupakan masa paling kritis dalam siklus kehidupan ayam, baik ayam bibit (breeder), petelur (layer), maupun pedaging (broiler). Karena DOC (day old chick) mengalami proses adaptasi dengan lingkungan baru sejak menetas.

Periode ini juga merupakan masa proses pembentukan kekebalan tubuh dan masa awal pertumbuhan semua organ tubuh. Masa brooding pada ayam ialah periode pemeliharaan dari DOC (chick-in) hingga umur 14 hari (atau hingga pemanas/brooder tidak digunakan).

Baik tidaknya performa ayam di masa selanjutnya sering kali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di masa brooding. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peternak ialah kesalahan manajemen pada periode ini dan akibatnya sulit dipulihkan kembali, berdampak negatif terhadap performa periode pemeliharaan berikutnya (grower/finisher).

Persiapan sebelum Chick-in
Berikut peralatan dan aktivitas yang perlu dilakukan pada masa brooding, antara lain:

• Biosekuriti ketat. Biosekuriti adalah kunci menekan penularan berbagai penyakit dari ayam periode sebelumnya, dimana untuk mewujudkannya dapat melakukan tindakan/perlakuan selama pre chick-in yang dimulai dari tahap persiapan kandang yang optimal seperti pengangkatan kotoran ayam, penyikatan hingga ke sela-sela kandang, perbaikan kerusakan kandang dan disinfeksi kandang. Disinfeksi tempat minum dan pakan sebelum digunakan kembali dan masa istirahat kandang yang cukup sebelum chick-in (minimal 14 hari setelah disinfeksi).

• Persiapan dan perlengkapan kandang. Pemilihan bahan litter (sekam padi/jerami/serutan kayu halus/kertas), penyediaan tempat pakan (feeder chick/nampan), tempat minum DOC dan indukan pemanas gas. Sekam padi bahan yang umum dipakai sebagai litter dan ditabur di lantai dengan ketebalan 8-12 cm. Sebelum masuk kandang, sekam padi perlu dikeringkan dan difumigasi dulu atau disemprot dengan disinfektan agar mematikan kuman penyakit mungkin ada. Usahakan agar jumlah peralatan sesuai standar kebutuhan DOC agar tidak terjadi persaingan antar DOC, baik dalam hal pakan, air minum, dan ruang gerak. 
Adapun kebutuhan peralatan dan perlengkapan periode brooding per 1.000 DOC, bersumber dari Manajemen Brooding Medion (2010), di antaranya chick guard (1.000 ekor, diameter 4-5 meter, satu buah), kemudian indukan pemanas gas (1.000 ekor, satu buah), tempat pakan/nampan/feeder chick (50-63 ekor, sebanyak 16-20 buah), tempat minum (satu galon, untuk kapasitas 80-120 ekor, sebanyak 10-12 buah), dan lampu pijar (75 watt, sebanyak satu buah).

• Menyalakan alat pemanas. Alat pemanas sebaiknya dinyalakan satu hari sebelum DOC tiba, dengan tujuan agar suhu di sekitar lingkungan sudah hangat dan merata. Suhu yang diperlukan untuk DOC bisa diukur dengan menggunakan termometer yang diletakkan 5 cm di atas permukaan sekam di pinggir chick guard. Melansir dari Sukses Beternak Ayam Broiler (2006), kebutuhan suhu pada masa brooding yakni: umur DOC 0-3 hari (32-35° C), 4-7 hari (29-34° C), 8-14 hari (27-31° C), dan 15-21 hari (25-27° C).

• Menyiapkan tempat minum. Tempat minum diisi air gula merah/aren dengan takaran 50-60 gram gula aren/liter air untuk 6-8 jam pertama, dengan tujuan agar DOC memperoleh energi baru setelah transportasi dari penetasan menuju peternakan.

Chick-in
• Penimbangan dan penghitungan DOC. Saat chick-in, pertama kali lakukan penimbangan (timbang DOC bersama-sama boksnya lalu dikurangi berat boks kosong) dan penghitungan jumlah DOC. Sambil memindahkan DOC ke chick guard, lakukan penyeleksian DOC dengan mengisolasi yang lesu, bulu kusam, kerdil, dan mata keruh, karena akan menurunkan uniformity dan menjadi sumber penyakit.

• Pemberian Pakan. Pada 3-4 jam setelah semua DOC minum, baru berikan pakan starter (kandungan protein 19-21%) sedikit demi sedikit dengan cara ditabur, karena daya tampung tembolok yang terbatas dan terjaga kesegaran pakan akan memacu nafsu makan DOC agar tetap tinggi dan lebih sering mengontrol DOC. Berikut disajikan frekuensi pemberian pakan pada tabel berikut:

Frekuensi Pemberian Pakan Masa Brooding

Umur (Hari)

Frekuensi Pemberian

Pakan (kali)

Waktu Pemberian (Jam)

1-3

9

6

8

10

12

14

16

19

21

23

4-6

8

6

8

10

12

14

16

19

21

-

7-10

7

7

10

13

15

17

19

21

-

-

11-14

5

7

10

13

16

19

-

-

-

-

Sumber: Manajemen Brooding (2010).


• Pemberian air minum. Setelah 6-8 jam pertama dan air minum mengandung gula aren habis, isi tempat minum dengan air biasa plus vitamin elektrolit agar perkembangan tubuh DOC lebih optimal.

• Kontrol kondisi tembolok DOC. Lakukan pemeriksaan konsumsi ransum dan air minum 2-3 jam setelah pemberian pakan pertama, dengan cara meraba tembolok dari sampel DOC. Bila 75% dari sampel ternyata temboloknya terasa kenyal dan lunak, berarti konsumsi pakan dan air minum cukup. Kemudian pengontrolan diulang 24 jam kemudian dan diharapkan 95% tembolok terasa kenyal dan lunak. Bila tembolok terasa keras, kemungkinan DOC banyak memakan sekam dan air minum.

• Kontrol kondisi sekam. Pada 1-3 jam setelah chick-in, lakukan pengontrolan suhu sekam/litter apakah sudah nyaman atau belum. Salah satu teknik mendeteksinya ialah dengan memperhatikan kondisi kaki DOC, dimana bila litter terlalu panas maka kaki akan tampak kemerahan dan pecah-pecah di bagian kuku dan telapaknya, juga DOC yang mengalami hal ini biasanya akan berkumpul menjauh dari brooder. Sebaliknya bila litter terlalu dingin maka kaki DOC teraba dingin, yang dampaknya konsumsi pakan menurun karena DOC cenderung diam meringkuk mendekati brooder.

• Kontrol chick guard. Chick guard diperlebar setelah tiga hari pertama untuk menambah luas lantai, dimana pelebaran ini harus diulang setiap dua hari sekali sekitar 0,3-0,5 m. Setiap pelebaran harus diimbangi dengan penambahan tempat pakan dan tempat minum. Floor space yang diperlukan untuk ayam broiler selama tiga minggu pertama sekitar 10-11 m2, tergantung strain ayam.

• Melakukan seleksi dan grading. Seleksi dilakukan secara rutin setiap hari sejak minggu pertama, dengan tujuan memisahkan DOC yang kerdil, kaki kering, omphalitis dan abnormal (kaki pincang, paruh bengkok, tubuh lemas) dari anak ayam yang masih sehat dan normal. DOC afkir harus segera dimusnahkan dan dicatat pada form sebagai penyusutan. Sedangkan grading adalah aktivitas pengelompokan ayam menjadi beberapa kelompok dengan standar berat badan yang ada. DOC yang kecil diisolasi tersendiri lalu diberikan perlakuan (treatment) khusus  agar mampu mengejar ketertinggalan berat badannya dengan cara sesering mungkin membangunkan DOC untuk makan, pemberian pemanas lebih lama, pemberian vitamin elektrolit dan mengurangi perbandingan tempat makan/tempat minum dengan populasi ayam. Grading dilakukan sejak ayam berumur 17-22 hari.

• Mengatur sirkulasi udara kandang. Hal ini perlu dilakukan terutama untuk kandang terbuka (open house), yang dilakukan 2-3 hari masa brooding (tergantung pada kondisi udara di dalam kandang). Mengatur sirkulasi udara yaitu dengan cara membuka layar/tirai dari bagian atas ke bawah (minggu kesatu 1/3 bagian, minggu kedua 2/3 bagian dan minggu ketiga semuanya). Namun bila malam hari, saat hujan turun atau ada hembusan angin, layar bagian bawah tetap ditutup hingga ayam berumur empat minggu, dalam arti pertumbuhan bulu sudah sempurna menutupi seluruh tubuh.

• Mengganti tempat pakan dan tempat minum. Nampan (feeder chick) mulai diganti dengan tempat pakan tabung kapasitas 5 kg secara bertahap, yaitu 25% sejak DOC berumur 5-10 hari. Selanjutnya pada hari ke-15 diganti sebanyak 50% dan pada hari ke-18 sampai 21 diganti 100%. Demikian pula untuk tempat minum.

• Membuat laporan (recording). Pencacatan laporan pada masa brooding bertujuan untuk mengetahui perkembangan ayam menyangkut pertambahan berat badan mingguan, tingkat kesragaman (uniformity), tingkat konsumsi pakan (feed intake) dan perkembangan kesehatan. Laporan memuat jumlah ayam yang mati/afkir, jumlah dan cara pemberian pakan, obat, vaksin, berat badan mingguan dan tingkat keseragaman. Data perkembangan berat badan mingguan dan konsumsi pakan kemudian digambarkan dalam grafik standar berat badan dan konsumsi pakan mingguan. ***


Ditulis oleh:
Ir Sjamsirul Alam
Koresponden Infovet daerah Bandung
Praktisi perunggasan

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer