-->

NUTRIEN PAKAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Ilustrasi animal welfare. (Sumber: gallantintl.com)

Sebagin besar orang mengetahui bahwa pakan berdampak terhadap penggunaan 60-70% biaya produksi dalam industri peternakan. Kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap potensi genetik ternak, sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Namun, belum banyak orang menyadari bahwa pakan juga berkaitan erat dengan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare).

Sebelum berbicara banyak tentang hubungan antara nutrien pakan dengan kesejahteraan ternak, terdapat analogi sederhana sehingga memudahkan dalam mencerna tema tulisan ini. Apa yang Anda rasakan ketika lapar, namun ketersediaan pangan terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan? Atau sesekali Anda pernah mengalami diare akibat kontaminasi racun atau bakteri patogen pada pangan yang dikonsumsi? Bukankah itu menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas atau pekerjaan yang Anda lakukan?

Kebutuhan paling mendasar manusia adalah kecukupan nutrien pangan. Kondisi kelaparan akan berdampak terhadap kekurangan energi, gerak pun akhirnya menjadi terbatas sehingga produktivitas menurun. Kekurangan nutrien atau gizi pada ibu hamil dan balita berdampak terhadap pertumbuhan yang lambat (stunting) serta kesehatan pada anak. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan (2020), kasus stunting pada balita di Indonesia mencapai 27,67%. Sama halnya pada ternak, ketersediaan pakan yang berkualitas sangat berdampak terhadap pertumbuhan, produktivitas, reproduksi, kesehatan dan perilaku alamiah. Oleh sebab itu, nutrien pakan memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kesejahteraan ternak. 

Hubungan Nutrien Pakan dengan Kesejahteraan Hewan
Berdasarkan Farm Animal Welfare Council, Inggris (1992), kesejahteraan hewan dapat dicapai dengan penerapan lima prinsip kebebasan atau sering disebut five freedom.

Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst). Sering kita jumpai di peternakan rakyat, kebanyakan ternak hanya diberi pakan rumput dengan kandungan nutrien yang rendah. Tantangan negara tropis seperti Indonesia adalah kandungan serat yang tinggi dalam hijauan pakan, sehingga membuat kecernaannya mencari rendah. Kondisi ini tentu akan menyebabkan kekurangan pasokan nutrien pada ternak yang berdampak terhadap kelaparan. Ditambah lagi ketersediaan air minum yang masih kurang diperhatikan. Banyak peternak hanya memberikan air minum ketika pagi dan sore atau kesediaan yang tidak ad libitum. Hal tersebut membuat tingkat kehausan tinggi pada ternak, terlebih pada ternak yang memiliki produktivitas susu yang tinggi (fase laktasi) atau berada di lingkungan panas, sehingga membutuhkan air yang banyak. Dampak jangka panjang, kekurangan nutrien dan air minum akan berakibat malnutrien. Sering kita jumpai ternak dalam kondisi kurus, dehidrasi dan memprihatinkan yang merupakan dampak dari kurangnya asupan nutrien pakan.

Kedua, bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort). Rasa tidak nyaman biasanya muncul akibat kondisi tidak normal pada tubuh ternak. Pemberian pakan yang mudah terdegradasi pada ternak ruminansia (pakan konsentrat) tanpa imbangan serat yang cukup akan menghasilkan produksi gas (volatile fatty acids) yang tinggi dalam rumen. Produksi gas yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan pH rumen yang sangat drastis (pH di bawah 5 dalam waktu 3 jam), sehingga terjadi acidosis. Kejadian acidosis membuat rasa sakit akibat peradangan pada dinding rumen. Permasalahan tersebut mengakibatkan penurunan proses absorbsi nutrien oleh dinding rumen yang akhirnya juga berdampak terhadap produktivitas ternak.

Pada ternak layer, defisiensi kalsium yang digunakan untuk memproduksi telur akan berdampak terhadap kondisi tulang. Layer dalam kondisi produksi puncak (minggu ke-35) membutuhkan 4.000 mg kalsium, biasanya 500 mg tidak dicerna dan akan dibuang dalam feses, 400 mg akan dibuang melalui urin dan 100 mg digunakan untuk cadangan tulang. Total 3.000 mg kalsium digunakan untuk pembentukan telur, 2.000 mg digunakan untuk membangun kerabang telur, sisanya digunakan untuk pembentukan kuning (yolk) dan putih (albumen) telur. Layer akan menggunakan kalsium tulang apabila terjadi kekurangan. Terdapat 1.000 mg kalsium pada tulang dan hanya 100 mg yang dapat digunakan per hari. Penggunaan kalsium tulang secara terus-menerus akan berakibat pada kerapuhan tulang bahkan kelumpuhan, sehingga menyebabkan ternak merasa tidak nyaman.

Ketiga, bebas dari rasa sakit, cedera atau penyakit (freedom from pain, injury or disease). Pakan yang mengandung berbagai cemaran senyawa berbahaya seperti mikotoksin, bakteri patogen dan senyawa beracun lainnya akan menimbulkan rasa sakit dan berdampak terhadap kesehatan ternak. Cemaran mikotoksin dan bakteri patogen menyebabkan peradangan pada usus, sehingga menyebabkan rasa sakit. Selain itu, kondisi ini akan berdampak terhadap pertumbuhan vili usus yang terhambat. Alhasil absorpsi nutrien pakan tidak dapat optimal.

Mikotoksin atau endotoksin dapat menyebabkan kebocoran atau penurunan integritas usus (leaky gut) akibat gangguan pada tight junction, multi-protein yang berperan dalam pengikatan antar epitel sel dan mencegah bakteri patogen serta racun masuk dalam tubuh. Kebocoran pada usus berdampak terhadap peningkatan inflamasi, gangguan absorbsi nutrien pakan dan kesehatan ternak. (Sumber: thewellnessjunction.com)

Selain itu, senyawa mikotoksin dan lipopolisakasida atau dikenal endotoksin (dinding sel bakteri patogen) dapat diserap melaui vili dan dikenal sebagai senyawa xenobiotic atau racun, kemudian dibawa menuju hati yang merupakan tempat detoksifikasi. Senyawa mikotoksin sangat reaktif terhadap DNA (deoxyribonucleic acid), sehingga dapat menyebabkan toksisitas dan potensi kanker. Endotoksin dapat meningkatkan luka atau peradangan pada hati. Level penyerapan senyawa xenobiotic yang tinggi atau terus-menerus akan menyebabkan pembengkakan hati, sehingga proses metabolisme terganggu.

Mikotoksin (aflatoksin B1) yang masuk dalam tubuh akan menuju hati. Aflatoksin B1 akan mengalami biotranformasi menjadi senyawa yang lebih aktif, serta dapat mengikat protein dan DNA, sehingga menyebabkan toksisitas, bahkan kanker apabila terjadi mutasi. (Sumber: diadaptasi dari Diaz dan Murcia., 2011 dan Dhanasekaran, 2011)

Keempat, bebas untuk memunculkan prilaku normal ternak (freedom to express normal behaviour). Sering kali pakan ternak ruminansia hanya berkonsentrasi pada bahan pakan dengan energi tinggi dan mudah terdegradasi dalam rumen untuk mencapai produktivitas yang diharapkan. Namun kekurangan serat dalam pakan akan berdampak terhadap penurunan perilaku remastikasi. Remastikasi adalah prilaku normal ternak ruminansia dan bermanfaat untuk menghasilkan saliva dengan kandungan senyawa bikarbonat (pH 8,4) yang berperan sebagai bufer untuk menjaga kestabilan pH rumen. Oleh sebab itu, pemberian pakan ternak ruminansia tentu harus memperhatikan ketersediaan serat sehingga perilaku normal ternak tetap dapat diekspresikan.

Kelima, bebas dari ketakutan dan stres (freedom from fear and distress). Pemberian pakan yang terbatas akan memunculkan kondisi stres pada ternak, selain itu pengalaman konsumsi pakan yang menyebabkan penyakit atau kondisi tidak nyaman akan terekam dalam memori ternak dan berakibat pada ketakutan. Perubahan pakan (baik bentuk maupun kandungan nutrien) sering kali berdampak pada stres ternak, sehingga menyebabkan penurunan konsumsi pakan.

Konsep pemenuhan nutrien yang tepat (precision nutrition) pada ternak tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi secara efisien, namun juga untuk mencapai kesejahteraan ternak. Isu feed additive untuk meningkatkan imunitas, kesehatan, kinerja saluran cerna dan produktivitas ternak juga memiliki andil besar dalam mencapai kesejahteraan ternak, terlebih setelah adanya larangan penggunaan antibiotik pada pakan ternak oleh pemerintah (Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2017). Oleh sebab itu, orientasi pemberian pakan pada ternak saat ini harus berubah, tidak hanya sekedar mengejar produktivitas semata, akan tetapi harus memperhatikan dan mengedepankan keselamatan serta perilaku ternak. Munculnya ekspresi perilaku alamiah ternak, menjadi parameter mendasar bahwa lingkungan (termasuk pakan) sudah mendukung dalam mencapai kesejahteraan ternak.

Mengapa Menerapkan Kesejahteraan Ternak dalam Industri Peternakan?
Beberapa dasawarsa ini, isu kesejahteraan ternak mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak. Negara maju seperti Autralia, Eropa, dan Amerika sangat ketat dalam penerapan sistem tersebut. Penerapan kesejateraan hewan dalam industri peternakan akan memberikan dampak positif bagi industri meliputi: 1) Peningkatan keuntungan karena produktivitas ternak tercapai secara optimal. 2) Pengembangan pasar penjualan produk asal ternak yang dihasilkan dari peternakan yang menerapkan sistem kesejahteraan hewan. 3) Menjadi produsen pilihan konsumen yang peduli terhadap isu kesejahteraan hewan, keamanan dan kualitas pangan, kesehatan manusia, serta lingkungan.

Di Indonesia, Undang-Undang No. 18/2009 Pasal 1 ayat 42 menjadi dasar hukum kesejahteraan hewan. Akan tetapi kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu kesejahteraan hewan masih menjadi tantangan yang besar. Kesejahteraan ternak atau hewan sebenarnya sesuatu yang sangat mungkin untuk dipahami dan diterapkan, asalkan kita mau merefleksikan lima prinsip kebebasan tersebut pada diri kita sendiri, sebagai sesama makhluk Tuhan.

Pada dasarnya, pemenuhan hak asasi pada ternak maupun manusia tidak terlalu berbeda, hanya penerapannya yang masih sulit. Sebagai manusia kita lebih sering menuntut hak daripada melakukan kewajiban. Begitu juga sebagai peternak, kita lebih sering menuntut produktivitas ternak yang tinggi, namun sering melupakan kewajiban kita untuk menyejahterakan ternak. Sepertinya memang benar, saat ini ternak adalah mesin penghasil produk pangan yang dituntut untuk terus berproduksi. ***


Ditulis oleh:
Muhsin Al Anas
Dosen Fakultas Peternakan UGM

KUNCI SUKSES AGAR AYAM TETAP SEHAT DAN LEBIH PRODUKTIF


Kegiatan budi daya memaksa ayam tinggal pada lingkungan buatan di dalam kandang, dengan sirkulasi udara terbatas, aktivitas makan dan minum tergantung pemberian manusia, tidur dan buang kotoran dilakukan di tempat yang sama, akibatnya lingkungan tercemar oleh kotorannya sendiri, udara di dalam ruangan kandang menjadi lembap, pengap, dan bau amoia yang semakin parah di setiap harinya.

Animal welfare (kesejahteraan hewan) bagi ayam yang dibudidayakan meliputi kebutuhan:

• Pakan yang berkualitas dalam jumlah mencukupi
• Air minum bersih yang selalu siap tersedia
• Udara kaya oksigen, segar tanpa bau amonia
• Terlindung dari panas atau hujan
• Aman dari ancaman serangan predator
• Terjaga dari prilaku kanibalisme
• Leluasa beraktivitas tanpa ada kompetisi
• Terbebas dari stres berlebihan akibat perlakuan kasar
• Terhindar dari berbagai macam sumber penyakit

Karena ayam yang dibudidayakan seluruh hidupnya didedikasikan untuk kesejahteraan manusia, maka terpenuhinya animal welfare (kesejahteraan hewan) pada ayam budi daya sepenuhnya menjadi tanggung jawab manusia yang memeliharanya.

Terpenuhinya kesejahteraan bagi ayam ras layer, broiler, dan kampung menjadi kunci agar... Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Majalah Infovet:


Agar tidak ketinggalan info konten terbaru, silahkan kunjungi:
Jangan lupa Subscribe, Like, dan Share. Anda juga bisa memberi komentar dan usulan konten lainnya di kolom komentar.

KESEJAHTERAAN HEWAN DAN PENERAPAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICE

RPH dikatakan modern ketika menerapkan standar GSP, fasilitas memadai dan memiliki sertifikasi NKV diatas level II. (Foto: Ist)

Penanganan hewan yang baik menciptakan kesejahteraan hewan yang baik pula. Mencakup perhatian kepada ternak hewan, memastikan ia bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst).

Selain itu memperhatikan apakah hewan ternak bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit dan cedera, bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas untuk menampilkan perilaku alaminya.

Animal Welfare and Health Manager PT JJAA, Drh Neny Santy, dalam acara seminar daring yang digelar Mei lalu menguraikan penerapan kesejahteraan hewan ternak meliputi penanganan hewan ternak, transportasi, penanganan di feedlot, rumah pemotongan hewan (RPH) dan penyembelihan dengan pemingsanan.

Lebih lanjut, Neny menerangkan proses penanganan sapi saat di RPH sebelum disembelih. Saat tinggal di rumah penampungan, sapi harus diberikan penerangan yang baik agar operator bisa melakukan penanganan dengan optimal.

“Kami terbiasa ke RPH dan melihat perlunya edukasi dan bantuan penyediaan fasilitas yang memadahi. Penanganan sapi di RPH ini merupakan fase akhir yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. Stres pada saat pemotongan akan menyebabkan daging akan berwarna kehitaman, bukan merah,” terang Neny.

Menurutnya, waktu yang dijadwalkan di RPH harus seminimal mungkin, agar sapi tidak mengalami stres. Neny menyarankan supaya ternak harus segera disembelih secara cepat, baik menggunakan metode pembiusan ataupun tidak. “Proses penyembelihan ini akan menentukan kualitas daging yang akan dibeli oleh konsumen,” katanya.

Pada kesempatan yang sama Livestock Service Manager untuk Indonesia di perusahaan Meat and Livestock Australia, Drh Helen Fadma, mengemukakan kesejahteraan hewan ternak yang paling riskan adalah saat proses pemindahan. Proses ini biasa menggunakan transportasi darat dan transportasi laut yang membuat sapi sering stres.

Selain itu, kandang penampungan sementara juga harus disiapkan sesuai standar yang sudah ditetapkan. Paling banyak ditemui adalah lantai yang tidak datar, sehingga sapi merasa tidak nyaman. 

GSP dan Sertifikasi NKV
Pedoman tertulis mengenai tata cara atau prosedur produksi pemotongan ternak yang baik, higienis dan halal tertuang dalam Good Slaughtering Practice (GSP). 

GSP menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV), agar keamanan daging yang dihasilkan dapat terjamin.

“Prasyarat paling dasar dan wajib dilaksanakan dalam industri pemotongan hewan ternak (RPH) yakni penerapan GSP,” kata Manager Produksi PT Cianjur Arta Makmur (Widodo Makmur Group), Mukhlas Agung Hidayat SPt.

Dalam Permentan No. 13/2010, izin pendirian usaha RPH akan dicabut jika belum memiliki NKV pada jangka waktu yang ditentukan. RPH dikatakan sebagai RPH modern jika telah menerapkan standar GSP secara menyeluruh dan memiliki fasilitas yang memadai, serta minimal memiliki sertifikasi NKV diatas level 2.

Mukhlas menjelaskan, penerapan GSP di RPH modern diaplikasikan pada proses pra pemotongan, pada saat pemotongan dan pasca pemotongan. Sebelum dipotong, sapi ditempatkan pada kandang istirahat, lakukan pendataan sapi dan pengecekan kesesuaian sapi dengan dokumen, pengaturan sapi pada setiap pen kandang pengistirahatan dan pengelompokan berdasarkan jenis dan waktu pemotongan.

“Alur pemotongan dikategorikan menjadi tiga, yaitu pra pemotongan, pemotongan dan pasca pemotongan. RPH modern menggunakan sedikit tenaga manusia dan lebih banyak menggunakan mesin. Jika pemotongan tradisional sampai melibatkan lima orang untuk menyembelih sapi, RPH modern hanya membutuhkan satu orang operator,” ujar Mukhlas.

Papar Mukhlas, penting juga dilakukan pengecekan kondisi dan kesehatan sapi kemudian penentuan layak tidaknya sapi untuk dipotong dan pemisahan sapi pada hospital pen jika ditemukan syarat-syarat tidak layaknya sapi dipotong.

Adapun pada saat proses pemotongan sapi, dilakukan secara Islami dan berdasarkan syarat-syarat pemotongan halal, yakni penyembelihan dengan memutus saluran makanan (mari’/esophagus), saluran pernapasan (hulqum/trakea) dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotid).

Setelah proses penyembelihan dijalankan, untuk meningkatkan kualitas daging maka dilakukan proses penyimpanan karkas pada suhu 0-4° C selama minimal 18 jam untuk menyempurnakan proses biokimia daging atau rigormortisn ternak.

Lanjutnya, disebutkan ada tiga klasifikasi utama RPH, yaitu kelas I hingga kelas III. RPH dikatakan modern apabila minimal sudah masuk dalam kategori kelas III. 

Perusahaan yang saat ini ditempatinya adalah RPH kelas II yang harus menggunakan fasilitas dan  metode yang terstandar internasional. Namun, untuk melakukan ekspor, RPH harus masuk dalam standar RPH kelas I. Kelas ini jumlahnya sangat sedikit di Indonesia, bahkan bisa dihitung jari. 

“RPH perlu mengetahui dan menerapkan pedoman GSP. Hal ini akan meningkatkan kualitas dari produksi daging di Indonesia,” tandasnya.

Menurut Mukhlas, RPH modern di Indonesia masih belum banyak, padahal potensi bangsa sangat besar di bidang peternakan. (NDV)

PENERAPAN ASPEK KESRAWAN PADA RANTAI PASOK SAPI POTONG

Penerapan kesrawan pada ternak sapi potong sangat penting. (Foto: Istimewa)

Penanganan ternak dengan memperhatikan kesejahteraan hewan (kesrawan) akan menghasilkan kinerja yang efisien, aman bagi sapi dan operator, serta meningkatkan kualitas daging yang dihasilkan. Dengan demikian, penanganan hewan yang apik akan terwujud pula kesejahteraan hewan yang baik.

Hal itu disampaikan Neny Santy Jelita dalam sebuah pelatihan daring yang diselenggarakan Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) dan Fakultas Peternakan IPB. Pelatihan berlangsung selama dua seri dan dilakukan selama dua hari waktu pelatihan, yakni pada 13-14 Mei 2020 dengan mengangkat topik “Penerapan Animal Welfare pada Rantai Pasok Sapi Potong”.

Neny memaparkan, prinsip dasar kesrawan yakni ternak harus bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit dan cedera, bebas dari rasa takut dan tertekan, serta bebas untuk menampilkan perilaku alaminya.

Saat berada di rumah penampungan, sapi harus diberikan penerangan yang baik agar operator bisa melakukan penanganan dengan optimal.

“Kami terbiasa ke rumah pemotongan hewan (RPH) dan melihat perlunya edukasi dan bantuan penyediaan fasilitas yang memadai. Penanganan sapi di RPH ini merupaan fase akhir yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. Stres pada saat pemotongan akan menyebabkan daging akan berwarna kehitaman, bukan merah,” kata Neny.

Ia menambahkan, pada saat yang dijadwalkan di RPH juga harus seminimal mungkin, agar sapi tidak mengalami stres. Neny menyarankan supaya ternak harus segera disembelih secara cepat, baik menggunakan metode pembiusan ataupun tidak. Proses penyembelihan ini akan menentukan kualitas daging yang akan dibeli oleh konsumen.

Neny pun mengingatkan bahwa dalam hal kesrawan pada peternakan sapi potong ini harus bisa diterapkan pada lima hal utama, yakni pada saat penanganan hewan ternak, transportasi, penanganan di feedlot, penerapan di RPH, serta pada saat penyembelihan dengan pemingsanan. (IN)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer