Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini enzim | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PILAH-PILIH ENZIM SESUAI KEBUTUHAN

Kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik. (Foto: Istimewa)

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, enzim hanya bekerja pada satu substrat tertentu. Sedangkan dalam formulasi pakan, nutrien tidak hanya terdiri dari satu zat. Oleh karenanya dibutuhkan kejelian dalam memilih enzim agar lebih tepat guna.

Kurang lebih ada sekitar 3.000 jenis enzim yang sudah diidentifikasi. Dari ribuan jenis enzim tersebut tentunya tidak semuanya dapat dipakai dalam suatu formulasi ransum. Namun begitu, ada begitu banyak enzim yang sudah terbukti dan memberikan dampak positif bagi pakan ternak.

Dalam formulasi pakan ternak ruminansia, penggunaan enzim biasanya bersifat minimalis, hal ini karena aktivitas bakteri dalam rumen ruminansia bersifat seperti enzim. Sehingga kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik.

Dalam ilmu kimia, enzim sendiri memiliki binomial penamaan enzim menggunakan akhiran (-ase), misalnya lipase, amilase dan lain sebagainya. Sheppi (2001), menyebutkan setidaknya ada empat jenis enzim yang digunakan pada pakan ternak di pasaran. Berikut adalah penjabarannya.

Enzim Pemecah Amilum (Pati)
Dalam formulasi ransum, jagung merupakan komponen utama yang menjadi sumber energi. Kandungan pati (amilum) dalam jagung yang tinggi membuat para ahli nutrisi ternak menyebutnya sebagai bahan mentah standar emas. Bahkan hingga sekarang, sulit rasanya mencari bahan baku substituen sebaik jagung.

Namun begitu hasil penelitian Noy dan Sklan (1994), yang disitir oleh Sheppi (2001), mengatakan pati di dalam jagung hanya tercerna tidak lebih dari 85% pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari. Alasannya karena ayam berusia muda belum memiliki enzim amilase dalam jumlah cukup, selain itu pada masa aklimatisasi ayam menderita shock karena perubahan nutrisi, sehingga produksi enzim endogenous menjadi terganggu.

Drh Christina Lilis dari PT Medion, mengatakan bahwa di situlah peran dari pemberian feed additive berupa enzim amilase secara eksogenous. “Berdasarkan data penelitian, menambahkan enzim amilase bersama dengan enzim lain pada masa kritis anak ayam, dengan gejala mengalami stres akibat perubahan nutrisi, lingkungan dan status imunitasnya, dapat membantu meningkatkan produksi enzim endogenous. Hasilnya proses pencernaan menjadi lebih optimal, sehingga memaksimalkan penyerapan nutrisi,“ kata Christina.

Enzim Pemecah Serat 
Seperti yang sudah disebutkan, sistem pencernaan hewan monogastrik seperti ayam tidak mampu… Selengkapnya baca di Majalan Infovet edisi September 2022. (CR)

MEWASPADAI MUSUH DI DALAM BAHAN PAKAN

Teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. (Foto: Istimewa)

Untuk membuat pakan tentunya dibutuhkan bahan baku. Beragam bahan baku pakan digunakan seefisien mungkin dalam formulasi untuk menghasilkan pakan terbaik. Namun begitu, ada hal yang harus diwaspadai dalam bahan baku pakan selain adanya mikotoksin.

Kenali Musuhnya
Dalam suatu formulasi pakan, beragam jenis bahan baku digunakan baik dari sumber energi (jagung), protein (tepung ikan, SBM), lemak (CPO), serat dan lain sebagainya. Kebanyakan dari berbagai jenis bahan baku biasanya tidak terutilisasi dengan sempurna sehingga kandungan nutrisi dan energi metabolisme (ME) yang diharapkan tidak tercapai.

Menurut Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Prof Ali Agus, teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. Hal ini dikarenakan ruminansia dibantu oleh beragam jenis bakteri dan substrat di dalam rumennya, sedangkan untuk ayam tidak.

“Oleh karena itu enzim biasanya tidak terlalu banyak digunakan dalam pakan ruminansia, karena mereka sudah ada pembantunya di saluran cerna, bahkan selulosa yang molekulnya tebal dan besar saja bisa mereka serap,” tutur Ali Agus.

Kembali ke masalah utilisasi nutrien yang terkandung dalam bahan baku, menurut Ali Agus, hal tersebut berhubungan dengan zat antinutrisi yang terkandung di dalam bahan baku. Sebut saja misalnya asam fitat dan saponin yang merupakan “pencuri” beberapa jenis mineral penting seperti Fe, Ca, Zn, Mg dan Cu.

“Beberapa mineral dapat diikat oleh asam fitat. Sebagaimana kita ketahui, beberapa jenis mineral itu bersifat aktivator pada enzim endogen, ketika aktivatornya diikat oleh asam fitat, kinerja enzim pencernaan menjadi berkurang, sehingga nutrisi yang seharusnya dapat diutilisasi dengan maksimal malah jadi tidak efektif, selain itu jumlah nutrisi yang diserap oleh usus menjadi berkurang,” kata dia.

Untuk itulah penambahan enzim secara eksogen melalui feed additive, kata Ali Agus dapat menjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

PENGGUNAAN ENZIM OPTIMAL, PERFORMA PAKAN MAKSIMAL

Kenaikan harga bahan baku mengancam kualitas pakan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan unggas. Kurang lebih 60-70% cost yang dikeluarkan dalam suatu budi daya unggas berasal dari pakan. Pasalnya kini produsen pakan dan peternak dihadapkan oleh masalah harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang memungkinkan turunnya kualitas pakan.

Insan peternakan di Indonesia sudah paham betul mengenai problem kenaikan harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang selalu fluktuatif. Ditambah lagi kini berbagai problem tersebut diperkeruh dengan adanya pandemi COVID-19, perubahan iklim dan yang terbaru yakni konflik antara Rusia-Ukraina.

Dalam kondisi dunia yang tengah mengalami disrupsi dan ketidakpastian iklim bisnis, para produsen pakan dan peternak self mixing dituntut agar lebih efisien dalam formulasi pakan tanpa mengurangi kualitasnya.

Di tengah permasalahan tersebut hadir sebuah solusi, yakni dengan menggunakan feed additive dalam bentuk sediaan enzim. Namun seperti apa penggunaan enzim dalam formulasi pakan? Bagaimana formulasinya? Enzim apa saja yang bisa digunakan? Simak selengkapnya.

Bukan Cuma Merk
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menerangkan kepada Infovet bahwa enzim yakni senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator bermacam reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Yang dimaksud katalisator yakni zat yang dapat mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak memengaruhi hasil akhir reaksi.

“Oleh karena itu enzim digadang-gadang dapat menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang sudah banyak terbukti aman untuk ternak, manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan,” tutur Nahrowi.

Lebih lanjut Nahrowi menjelaskan berbagai macam fungsi enzim seperti:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM

Penggunaan enzim sudah banyak dipakai atau ditambahkan dalam ransum unggas. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim adalah sebuah kata yang saat ini sudah sangat familiar pada saat pembahasan terkait ransum. Enzim termasuk dalam kategori feed additive atau imbuhan ransum. Jika ditelusur, enzim berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “en” yang berarti dalam dan “zyme” yang berarti ragi. Dengan demikian enzim bisa diartikan sebagai zat dalam ragi.

Pengertian enzim secara umum adalah senyawa protein yang memiliki molekul besar yang berguna untuk katalisator dalam reaksi pemecahan dan juga pembentukan atau metabolisme suatu zat yang terjadi di dalam sel sebuah jaringan. Katalisator merupakan suatu zat yang memengaruhi kecepatan reaksi tanpa ikut dalam reaksi.

Enzim saat ini sudah banyak digunakan dalam formulasi ransum, terutama untuk ransum unggas. Mengapa enzim perlu ditambahkan dalam ransum unggas? Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan nilai kecernaan dari nutrien yang terkandung dalam bahan baku ransum, terutama bahan baku nabati (yang berasal dari tanaman).

Nilai nutrisi yang terkandung dalam bahan baku ransum tidak sepenuhnya bisa dicerna dan diserap oleh tubuh ayam. Artinya masih ada sisa nutrisi yang dibuang bersama feses. Penambahan enzim ini akan membantu meningkatkan nilai nutrisi yang bisa digunakan oleh tubuh ternak.

Unggas, seperti ayam memiliki keterbatasan dalam mencerna dan menyerap fosfor dalam bahan baku ransum nabati, misalnya dari jagung, bekatul maupun soybean meal (bungkil kacang kedelai). Kecernaan fosfor ini rata-rata hanya 30-35% dari total fosfor yang terkandung dalam bahan baku ransum nabati. Andaikan dedak padi ini mengandung fosfor total sebesar 0,6-1,6% (SNI 01-3178-1996), maka ayam hanya akan bisa menggunakan fosfor dari dedak padi sebesar 0,18-0,48%. Sedangkan sisa kandungan fosfornya akan dibuang bersama dengan feses.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Hal ini dikarenakan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

MEMAHAMI PENGGUNAAN ENZIM KARBOHIDRASE

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian. (Foto: Istimewa)

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian, meskipun beberapa bahan diperoleh dari hasil hewani seperti tepung ikan maupun tepung daging/tulang (MBM, PMM).

Berbagai hasil pertanian/tanaman tersebut adalah biji-bijian (jagung, sorgum) maupun kacang-kacangan (kedelai dan sebagainya), termasuk juga hasil samping dari pengambilan minyak seperti bungkil-bungkilan (bungkil kedelai, bungkil rapeseed, biji bunga matahari, biji kapuk, kelapa, inti sawit dan lainnya), hasil samping dari penggilingan seperti dedak padi, polar gandum, dedak jagung, hasil samping dari proses lanjut seperti DDGS (Dried Distillers Grains with Solubles) dan CGM (Corn Gluten Meal).

Hasil tanaman tersusun dari sel-sel tanaman termasuk dinding selnya. Umumnya dinding sel tanaman disusun dari senyawa karbohidrat, yaitu serat kasar. Berbagai bentuk senyawa karbohidrat terdapat di dalam dinding sel tanaman seperti xilan, arabinoxilan, selulosa, gluko/galaktomanan, hemiselulosa, pektin dan sebagainya.

Senyawa-senyawa tersebut mempunyai struktur kimia berbeda-beda meskipun unit senyawa dasarnya sama, yaitu kelompok gula (sugar) seperti glukosa, galaktosa, manosa, xilosa, pentosa dan lainnya. Berbagai jenis ikatan kimia yang menyatukan senyawa tersebut, baik ikatan alfa maupun beta atau ikatan cabang.

Kemampuan Ternak Mencerna Dinding Sel Tanaman
Ternak monogastik sulit mencerna dinding sel tanaman karena ikatan kimianya yang kuat, tetapi ternak ruminan dapat mencernanya karena mikroba di dalam rumen mampu memecah atau mencerna dinding sel menjadi produk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroba rumen.

Umumnya ikatan kimia dalam bentuk alfa, baik alfa 1-4 maupun alfa 1-6 masih dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, seperti senyawa pati, baik amilosa maupun amilopektin yang terdapat dalam endosperma biji-bijian.

Di lain pihak, senyawa yang memiliki ikatan beta seperti beta 1-4 yang terdapat dalam selulosa maupun ikatan lainnya antara glukosa dan xilosa atau manosa atau pentosa sering kali tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan unggas maupun babi, karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM FITASE

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji atau bahan dari tanaman, diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim yang pertama kali dikembangkan secara komersial untuk produksi pakan adalah fitase. Enzim ini diperoleh dari jamur Aspergillus niger (ficuum)dan dikomersialkan oleh perusahaan BASF dari Jerman pada 1990-an. Padahal penelitian mengenai fitat sudah banyak dikerjakan pada era 1960 dalam rangka menentukan ketersediaan fosfor dari bahan pakan.

Sudah banyak diketahui bahwa tanaman terutama biji-bijian menyimpan senayawa fosfor dalam bentuk organik yang dikenal dengan inositol hexaphosphate (asam fitat) sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan biji. Sayangnya, fosfor yang terikat dalam asam fitat yang sering kali sudah berikatan dengan zat gizi lainya seperti mineral (Ca, Zn, Fe), karbohidrat dan protein (fitat).

Fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan secara penuh untuk ternak monogastrik (unggas, babi dan ikan) sehingga banyak dikeluarkan di kotoran. Fosfor yang dikeluarkan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan ketika tersebar dalam tanah dan air.

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji-bijian atau bahan dari tanaman, maka diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase sebagai biokatalis yang membantu pemecahan ikatan kimia antara inositol dan fosfat secara hidrolisis. Ketika ikatan ini terhidrolisis maka senyawa fosfor tidak terikat lagi, sehingga dapat dimanfaatkan ternak monogastrik. Perlu disampaikan bahwa untuk ternak ruminansia, fosfor yang terikat dalam fitat masih dapat dimanfaatkan karena mikroba rumen mampu memecah senyawa fitat tersebut.

Karakteristik dan Sifat
Agar fitase dapat bekerja dengan baik dalam pencernaan pakan, maka dibutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM PADA PAKAN

Usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak. (Foto: Istimewa)

Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi ternak, baik itu daging, susu maupun telur. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan oleh ternak sehingga dapat menekan biaya produksi, apalagi di saat harga bahan baku pakan makin meningkat.

Usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pakan biasanya dilakukan dengan formulasi pakan yang optimal dan seimbang sesuai kebutuhan gizi ternak, tetapi juga dilakukan dengan proses produksi dan sistem pemberian pakan yang benar dan efisien.

Dalam kurun waktu beberapa dekade, usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak, sehingga zat gizi dalam bahan pakan lebih banyak lagi dimanfaatkan ternak dan pada akhirnya mampu mengurangi biaya produksi ternak.

Berkembangnya teknologi untuk menghasilkan enzim secara ekonomis membuka kemungkinan penggunaan berbagai enzim yang dapat dimasukkan ke dalam ransum.

Sejarah
Penggunaan enzim untuk pakan sudah 100 tahun berjalan ketika pertama kali enzim pakan dilaporkan dengan nama Protozyme pada tahun 1920. Akan tetapi penggunaan enzim belum berkembang secara komersial sampai penemuan enzim untuk meningkatkan nilai gizi barley pada 1950-1960. Pada waktu itu dilaporkan bahwa pemberian barley pada ayam menimbulkan hambatan pertumbuhan, hal itu dapat ditanggulangi dengan proses pemeletan atau diberikan enzim glukanase yang memecah beta glukan yang terdapat dalam barley.

Penemuan dan pengembangan enzim fitase diawali dengan penelitian fitat dalam serealia yang menunjukkan bahwa fosfor dalam serealia tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal akibat tidak adanya enzim yang mampu melepaskan fosfor dari fitat. Pada 1970-an berkembanglah enzim fitase yang dapat digunakan untuk pakan monogastrik, meskipun masih dalam skala kecil.

Pengembangan enzim lebih lanjut terjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Memaksimalkan penggunaan SBM untuk pakan yang lebih efisien

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budidaya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budidaya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasa – rasanya mengefisienkan harga pakan dikala pandemi kini. Terlebih lagi banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia.

PT Agrimara Cipta Nutrindo selaku distributor dari Industrial Tecnica Pecuaria SA, perusahaan yang berpengalaman selama 50 tahun di bidang teknologi pakan, mengadakan webinar untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam memaksimalkan SBM. Webinar tersebut dihelat pada 10 Februari 2021 lalu melalui daring Zoom meeting.

Bertindak sebagai narasumber yakni Dr Josep Mascarell, BD Director ITPSA dan webinar tersebut dimoderatori oleh Prof Komang G Wiryawan dari departemen ilmu nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan IPB University.

Sebagai pembuka, Prof Komang kembali mengingatkan pada kita akan fungsi SBM sebagai sumber nutrisi (asam amino). Namun begitu jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, sisa protein dalam SBM akan menghasilkan gas yang akan berbahaya karena Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, ini akan dicerna bakteri patogen sehingga mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

Hal tersebut diamini oleh Josep, berdasarkan hasil riset asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain. Selain itu Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budidaya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan pun harus berlomba – lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas, oleh karena itu dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrient, peradangan pada usus, dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan menyebabkan ternak stress dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan malah terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karena itu dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan,meningkatkan kecernaan nutrient (NSP, protein, dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan, dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum, dan SBM yakni Capsozyme SB Plus™. Produk tersebut memiliki bahan aktif kombinasi antara enzim α-galaktosidase dan xylanase yang sudah terbukti dan teruji dapat mengefisienkan formulasi pakan.

Berdasarkan trial pada ransum broiler dan babi pada tahun 2019, Capsozyme SB Plus™ terbukti dapat meningkatkan perfoma pada broiler dan babi. Selain itu, Capsozyme SB Plus™ juga terbukti dapat meningkatkan kecernaan dan menjaga kesehatan saluran pencernaan, sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Peningkatkan Kecernaan Pada Broiler (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Tabel 2. Peningkatkan Kecernaan Pada Babi (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Josep juga mengatakan bahwa Capsozyme SB Plus™ aman digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya. Dengan menambahkan Capsozyme SB Plus™ dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, dan tentunya akan lebih menguntungkan. (CR)



HEMAT BIAYA PAKAN ALA FARMA SEVAKA NUSANTARA


Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam usaha peternakan, pakan merupakan komponen penyumbang biaya tertinggi. Oleh karenanya dibutuhkan berbagai macam trik dalam mengakali biaya pakan agar lebih efisien.

PT Farma Sevaka Nusantara merasa terpanggil untuk membantu peternak dan produsen pakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Bertempat di Hotel Harris Surabaya, Selasa 2 Juli 2019 PT Farma Sevaka Nusantara mengadakan seminar yang bertajuk Optimization of Nutrient Digestibility & Feed Mixing Cost by Novel Enzymes. Seminar tersebut dihadiri oleh peternak, produsen pakan dan praktisi perunggasan.

Drh I Wayan Wiryawan selaku Direktur PT Farma Sevaka Nusantara mengingatkan akan pentingnya kualitas pakan dalam menunjang performa ternak. “Kita harus memberikan pakan yang berkualitas dan harus bisa terserap sepenuhnya oleh ternak kita dengan biaya yang murah. Bicara nutrisi bukan melulu soal kadar protein, tetapi juga kandungan gizi lainnya,” tukas Wayan. Ia melanjutkan bahwa jika ternak tercukupi kebutuhan nutrisinya, maka selain performanya akan baik produksi akan maksimal pula. Oleh karenanya ia bersama timnya concern untuk memberikan edukasi berkelanjutan utamanya pada peternak akan hal ini.

Peserta dan Narasumber berfoto bersama (Foto : CR)


Pentingnya Suplementasi Enzim

Seminar kemudian diisi oleh Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia. Dalam presentasinya Prof. Nahrowi banyak menjelaskan mengenai zat – zat antinutrisi serta potensi bahan baku pakan yang tidak termanfaatkan dengan baik dalam suatu formulasi ransum.

Oleh karenanya beliau mengingatkan kepada para peserta tentang pentingnya penggunaan enzim secara ekosgen dalam memecah substrat yang tidak dapat dicerna oleh ternak, utamanya monogastrik. Beliau juga berbicara banyak mengenai potensi bahan baku alternatif seperti Palm Kernel Meal (PKM). “Saya sedang fokus di PKM, karena Negara kita penghasil sawit terbesar, potensinya sangat baik sebagai bahan baku alternatif dan jumlahnya yang banyak di Negara kita, harganya pun murah,” kata Prof. Nahrowi. Namun menurut beliau memang dibutuhkan trik khusus dalam mengloah PKM agar dapat termanfaatkan dengan baik secara menyeluruh.

Memilih Enzim Yang Tepat

Suplementasi enzim yang tepat akan menghasilkan ransum yang berkualitas baik dengan energi metabolism yang mencukupi bagi ternak. Dengan kecenderungan kenaikan harga bahan baku pakan disertai dengan menurunnya kualitas bahan pakan, rasanya menggunakan enzim untuk meningkatkan kualitas serta mengefisienkan formulasi di masa kini adalah suatu keharusan.

Dr. Saurabh Agarwal dari Alivira Animal Health menjabarkan lebih jauh mengenai prinsip penggunaan enzim, fungsi – fungsi enzim, serta tips dalam memilih enzim. “Pemilihan enzim yang tepat ini penting, karena enzim harus digunakan pada substrat yang tepat. Enzim juga harus tahan pada segala kondisi pH dan tidak gampang terdegradasi oleh suhu pelleting,” pungkasnya.

Dengan memanfaatkan enzim sebagai katalisator dalam suatu ransum, harapannya produsen pakan dan peternak selfmixing dapat membuat pakan dengan kualtas yang prima namun harganya murah dan tetap efisien. (CR)



Bijak Pilih Enzim yang Tepat

Salah satu strategi untuk bisa sukses menjalankan bisnis perunggasan adalah kemampuan untuk melakukan penghematan biaya pakan.  Khususnya saat ketersediaan bahan baku pakan sedang terbatas atau sulit didapatkan. Guna menyiasati hal tersebut digunakan tambahan enzim untuk membantu optimalisasi nilai nutrisi dari bahan baku pakan yang dipilih.
Komponen pakan menghabiskan 60–70 persen dari total biaya produksi yang dikeluarkan  peternak. Tanpa adanya manajemen pakan yang baik, akan terjadi pemborosan pakan yang berimbas pada tingginya biaya produksi serta menurunnya performa unggas.
Demikian dpaparkan ahli nutrisi pakan dari Fakultas Peternakan IPB Prof Dr Ir Nachrowi, MSc belum lama ini dalam sebuah seminar di Jakarta. Lebih lanjut Prof Nachrowi menjelaskan  tentang aplikasi teknologi enzim guna memaksimalkan nilai nutrisi dan mengurangi biaya pakan.
Enzim merupakan senyawa protein dapat larut yang diproduksi oleh organisme hidup dan berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa organik yang kompleks menjadi sederhana. Enzim dapat meningkatkan nilai nutrisi (nutrient value)  pakan sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih baik.
Prof. Nachrowi
Secara alami, kata Nachrowi, setiap jenis ternak mempunyai enzim sehingga dapat mencerna makanan yang dikonsumsi. Enzim tersebut dapat diproduksi sendiri maupun oleh mikroba yang terdapat dalam alat pencernaan ternak. Namun biji-bijian maupun serat kasar yang terdapat pada pakan seringkali sulit dicerna secara alami oleh ternak, sehingga diperlukan suplemen untuk membantu memecahnya sehingga dapat terserap lebih maksimal dalam sistem pencernaan ternak.  Pakan yang tidak tercerna dengan baik akan terbuang sia-sia.
Enzim yang penting untuk unggas adalah Non- Starch Polysaccharide (NSP) yaitu selulose (cellulose), xilanase (xylanase), glucan (glucanase) dan lain-lain. NSP dapat menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida. Manfaat NSP antara lain membantu memelihara kesehatan usus dan pencernaan unggas, meningkatkan konsistensi, meningkatkan efisiensi pakan dan mengurangi biayanya.
Namun demikian, peraih gelar PhD bidang Microbial Biochemistry dari Ehime University Jepang ini mengingatkan perlunya memahami struktur kimiawi dan konsentrasi enzim NSP dan untuk tujuan apa NSP akan digunakan. Memberikan multi enzim pada pakan unggas lebih baik daripada enzim tunggal karena adanya kandungan nutrisi yang berbeda-beda dari setiap jenis pakan unggas.
Hery Santoso 
Hal ini dibenarkan Hery Santoso, General Manager Alltech Biotechnology Indonesia yang mengungkapkan, “Indonesia kaya akan peluang penggunaan bahan baku baru untuk substitusi pakan dengan bantuan teknologi enzim. Sebagai contoh saat jagung sulit didapat pelaku industri umumnya beralih ke gandum atau wheat. Dengan penambahan investasi di enzim SSF nilai energi dari pakan yang didapat akan jauh lebih besar.”
Hery menambahkan, dari sekian banyak enzim pakan yang ada, ada dua jenis enzim yang banyak digunakan pabrik pakan. Yaitu enzim phytase dan enzim yang mendegradasi NSP (Non-Starch Polysaccharide). Enzim yang mendegradasi NSP ada beberapa macam, antara lain xylanase, β-glucanase, dan β-mannanase.

Tantangan Penggunaan Enzim 
Enzim mempunya sifat yang unik, akan menunjukkan aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang cocok, baik pH maupun Suhu. Masing-masing jenis enzim mempunya kisaran pH dan suhu optimalnya. Pelet pakan ternak dibuat melalui proses pemanasan pada suhu tinggi, karena itu kestabilan enzim terhadap perlakuan panas pada industri pakan sangat diperlukan.
Prof Nachrowi menjelaskan, enzim bekerja sebagai katalisator untuk mempercepat suatu proses reaksi kimia, karena itu aktivitasnya juga akan ditentukan oleh dosis enzim itu sendiri.  Pemberian enzim exogeneous harus mempertimbangkan juga enzim endogeneous yang sudah ada pada hewan, karena itu sebelum membuat formulasi produk harus dilakukan penelitian terlebih dahulu dan dilihat performance hewannya pada berbagai tingkatan umur.
Metoda analisis yang mudah dan tepat untuk menentukan jumlah enzim yang aktif  juga merupakan suatu tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dari para ilmuwan,  Dengan adanya metode analisis yang akurat dan cepat makan akan sangat mempermudah pembuatan formulasi produk pakan ternak.
“Walaupun telah terbukti bahwa suplemen enzim dapat meningkatkan produksi ternak, namun karena untuk mendapatkan enzim itu sendiri tidak mudah maka produk pakan ternak berenzim harganya menjadi mahal, karena itu komponen biaya lain dari produksi pakan sedapat mungkin dapat ditekan sehingga akan menurunkan harga pakan ternak berenzim. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian untuk mendapatkan enzim secara mudah dan murah,” imbuh Prof Nachrowi.
“Indonesia merupakan negara yang mempunya julukan megabiodiversiti, karena itu explorasi untuk mendapatkan sumber penghasil enzim baru  sangat dimungkinkan, baik dari jamur maupun bakteri.  Saat ini belum banyak enzim termostabil yang dihasilkan dari Indonesia, padahal sumber-sumber baik bakteri maupun jamur dari lokasi kawah sangat berlimpah,” pungkas Prof Nachrowi. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer