Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini produksi telur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGATUR PRODUKSI TELUR TETAP SUBUR

Ternak ayam petelur. (Foto: Dok. Infovet)

Pemerintah menargetkan penurunan angka kasus stunting pada 2024 menjadi 14%, sebuah angka yang sangat optimis untuk bisa tercapai. Langkah-langkah untuk menurunkannya sudah disiapkan dengan memberikan makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6-24 bulan. Jenis protein hewani yang sangat murah berasal dari unggas, salah satunya adalah telur, dimana mengonsumsi sebutir telur dalam sehari pada anak umur 6-24 bulan mampu menurunkan resiko stunting.

Program penurunan stunting akan sukses apabila kerja sama pemerintah dalam hal ini BKKBN dengan organisasi-organisasi yang berkecimpung di bidang perunggasan sering mengadakan acara sosialisasi program konsumsi telur minimal satu butir per hari. Sehingga kebutuhan secara nasional telur yang saat ini 5,9 juta ton per tahun akan semakin meningkat dan harga telur akan terjaga di atas BEP.

Melihat semangat pemerintah dalam mengatasi permasalahan stunting dengan sosialisasinya, maka peternak ayam pertelur bersemangat pula dalam mengatur agar produksi telurnya tetap subur. Subur di sini dalam artian tetap optimal sesuai standar guiden masing-masing strain yang saat ini dikisaran 470 butir jumlah produksi telur dari umur 18-100 minggu.

Di sini para peternak pasti sudah membuat strategi-strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi telur tetap subur, ditunjang dengan perkembangan genetik yang semakin baik. Penulis mencoba menyampaikan pengalaman di lapangan akan strategi-strategi yang dijalankan peternak dalam menjaga produksinya.

Strategi pertama dan utama bagi peternak adalah keseimbangan nutrisi yang tepat. Di tengah gejolak harga bahan baku pakan yang sulit di dapat dan harga yang mahal, maka perlu strategi dalam memformulasikan pakan agar efisien tetapi ada keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan.

Keseimbangan nutrisi sangat penting apalagi menghadapi tantangan potensi genetik yang semakin berkembang, dimana potensi genetik saat ini menggambarkan tingkat konsumsi semakin sedikit, berat organ cerna semakin turun, tetapi kapasitas produksi telur semakin meningkat. Intervensi nutrisi atau strategi nutrisi harus dilakukan menyesuaikan parameter kebutuhan sesuai standar masing-masing strain.

Keseimbang nutrisi di awali pada fase starter pada umur 0-8 minggu karena nutrisi pada fase ini sangat berperan dalam perkembangan sistem pencernaan, sistem kekebalan, dan sistem perototan. Sistem pencernaan pada awal ayam menetas merupakan transisi enterosit dari yolk sac ke pakan dan perkembangannya lebih cepat dari organ lain karena konsumsi pakan memacu perkembangan struktur dan beratnya. Pakan yang dikonsumsi juga sebagai “antigen” awal mengaktifkan kekebalan dan memacu respon terhadap patogen, serta untuk replikasi dan diferensiasi sel kekebalan, maka dibutuhkan keseimbangan nutrisi di awal pemeliharaan.

Target keseimbangan nutrisi di awal pemeliharaan ayam adalah memaksimalkan pertumbuhan, standar bobot badan tercapai, keseragaman (CV <5%), dan mortalitas minimal sebagai rangka dasar untuk membentuk ayam mencapai produksi telur optimal nantinya saat fase produksi.

Potensi permasalahan pada fase awal pemeliharaan antara lain... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar Kristijanto
Business Manager Feed Additive
PT Romindo Primavetcom
agus.damar@romindo.net
Jl. Dr Sahardjo, No. 264 Jakarta
HP: 081286449471

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI TELUR

Keseragaman bobot pullet harus terjaga sampai fase puncak produksi. (Foto: Dok. Infovet)

Budi daya ayam petelur di Indonesia masih menjanjikan. Karena telur dinilai sebagai salah satu sumber protein hewani yang harganya terjangkau bagi masyarakat. Meskipun begitu, peternak kian dihadapkan tantangan dalam beternak ayam petelur, bagaimana agar tetap profit dan efisien?

Kenyataannya di lapangan masih banyak peternak ayam petelur yang mengeluhkan sulitnya mencapai standar performa ayam sesuai dengan guideline tiap strain-nya. Berbagai permasalahan yang biasa dikemukakan seperti produksi tidak mencapai puncak, produksi kurang persisten (cepat turun), kualitas dan berat telur di bawah standar sehingga mengakibatkan konversi ransum membengkak yang pada akhirnya mengganggu laju pendapatan.

Infovet mencoba menjabarkan beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam beternak ayam petelur. Setidaknya ada beberapa faktor seperti genetik, nutrisi, manajemen pemeliharaan, serta lingkungan.

Memanfaatkan Potensi Genetik Secara Maksimal
Ayam petelur modern merupakan ayam dengan genetik yang terseleksi dengan berbagai teknik pemuliaan. Dimana tiap ras saling mengklaim memiliki potensi yang mampu menghasilkan telur dalam jumlah banyak (hen day tinggi) dengan intensitas waktu yang lama (persistensi produksi telur baik), serta memiliki tingkat konversi pakan yang baik. Hal tersebut disampaikan oleh Director PT ISA Indonesia, Henry Hendrix.

“Kini layer modern bisa berproduksi dengan baik hingga mencapai umur 100 minggu, dimana yang sebelumnya siklus produksi hanya sekitar 80 minggu,” tutur dia dalam sebuah seminar di BSD.

Meskipun telah didesain sedemikian rupa, ayam petelur modern memiliki beberapa sisi kekurangan. Salah satunya yaitu relatif sulit mencapai berat badan standar terutama ketika fase starter dan memasuki awal produksi hingga puncak.

Selain itu, ketertinggalan berat badan tersebut sulit dikompensasi saat fase pemeliharaan berikutnya. Ayam petelur modern saat ini juga lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan ransum.

Hal ini disampaikan oleh Senior Specialist Poultry De Heus Indonesia, Jan Van De Brink, dalam suatu webinar. Menurutnya saat ini di lapangan yang sering terjadi adalah over maupun under weight pada pullet yang hendak memasuki fase produksi.

“Keseimbangan dan keseragaman bobot badan menjelang fase produksi ini sangatlah penting. Ini yang kerap banyak gagal terjadi di peternak, kalau tidak kelebihan, ya bobotnya kurang, dan ketika masuk fase produksi jadi kurang optimal,” kata Jan.

Ketika ayam sudah memiliki potensi unggul tetapi tidak didukung lingkungan yang memadai, maka hasilnya tidak akan maksimal. Manajemen yang baik tentu akan menghasilkan produksi telur yang baik atau meningkat. Begitupun sebaliknya, manajemen buruk maka hasilnya tidak akan bagus.

Lebih lanjut Jan mengatakan, pertumbuhan dan fase rearing pada ayam petelur seharusnya tidak selesai di umur 16 minggu, melainkan sampai umur 30 minggu. “Kita harus mempersiapkannya karena ini sangat krusial, kita ingin produk optimal pada saat ayam memulai bertelur hingga fase puncak,” tambahnya.

Sebab apabila ayam sudah mencapai umur 18 minggu, yang bisa diperbaiki… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2024. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer