Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini dirjen PKH | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

DIRJEN PKH: STOK PANGAN ASAL HEWAN SURPLUS

Kegiatan Bakpia yang dilaksanakan Dirjen PKH, Jumat (31/5/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian memastikan ketersediaan daging sapi, daging dan telur ayam ras mencapai surplus, sehingga kondisi saat hari besar keagamaan terbilang cukup aman. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, berdasarkan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan daging sapi/kerbau, daging dan telur ayam ras.

“Stoknya surplus, sehingga kondisinya sangat aman di Hari Raya Idul Fitri tahun ini,” kata Ketut pada acara Bincang Asik Pertanian Indonesia (Bakpia) di kantornya, Jumat (31/5/2019).

Kementan mencatat ketersediaan daging sapi/kerbau mencukupi dengan surplus sebanyak 2.450 ton. Adapun prediksi kebutuhan Nasional pada Mei-Juni 2019 sebanyak 123.105 ton yang akan dipenuhi oleh produksi sapi lokal 72.576 ton, stok persediaan 40.620 ton dan rencana pemasukan daging sapi impor dan jeroan pada Juni sekitar 12.359 ton.

Sementara untuk daging ayam, dengan menghitung potensi produksi dan kebutuhan pada Mei-Juni 2019, diprediksi surplus sebanyak 30.373 ton dan komoditas telur surplus sebanyak 153.761 ton. Hal ini berdasarkan angka kebutuhan telur sebanyak 326.329 ton, sedangkan stok persediaannya 480.090 ton.

“Untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan, pemerintah mewaspadai tiga aspek utama, yaitu kecukupan stok, distribusi dan kenaikan permintaan. Kementan selalu berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penghitungan supply-demand (daging sapi/kerbau, daging ayam dan telur) secara periodik,” jelasnya. 

Khusus terkait pemantauan harga, pihaknya melalui Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) terus melakukan pemantauan data harga di 158 kabupaten/kota, utamanya untuk komoditas sapi hidup, ayam ras dan telur ayam ras di tingkat produsen. Adapun harga tingkat konsumen diperoleh melalui koordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementrian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

“Harga stok pangan Nasional bisa dibilang aman. Naik-turunnya harga yang terjadi saat Puasa dan Lebaran tidak terlalu tinggi. Kita upayakan kerjasama oleh swasta juga untuk penyediaan daging yang harganya terjangkau masyarakat,” sambung Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani.

Langkah strategis lainnya, Ditjen PKH telah menyampaikan Surat Edaran No. 02.022/TU.020/F5/05/2019 tanggal 2 Mei 2019 kepada dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh provinsi/kabupaten/kota untuk meningkatkan pengawasan keamanan dan peredaran pangan asal hewan, serta memastikan produk hewan yang beredar telah diproses, didistribusikan dan dipasarkan di fasilitas unit usaha yang telah terdaftar dan diakui otoritas berwenang setempat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi praktik penyimpangan dan pemalsuan produk hewan. (RBS)

MARKET PROJECT UNTUK PERMUDAH PETERNAK DAN KONSUMEN

Pemukulan gong oleh Walikota Bogor, Bima Arya, saat membuka launching Market Project, Rabu (22/5/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam rangka memperpendek rantai pemasaran, meningkatkan efisiensi dan membangun saluran pemasaran baru dari peternak ke konsumen, pemerintah menginisiasi kegiatan Market Project (MarkPro).

“Kegiatan ini juga sebagai sarana pelaksanaan sosialisasi atau promosi peningkatan konsumsi pangan asal ternak, serta sosialisasi berbagai program kegiatan nasional,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Kementerian Pertanian (Kementan), Fini Murfiani, saat launching MarkPro di lapangan Kelurahan Baranangsiang Bogor, Rabu (22/5/2019).

Kegiatan tersebut atas kerjasama Kementan, Dinas Pertanian Bogor, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) dan Koperasi Pertanian Agrisatwa (Koperasi Takwa).

Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, yang turut hadir dalam acara, menyatakan dukungannya atas penyelenggaraan MarkPro guna memotong rantai pasok pangan asal hewan. 

“Hal ini seiring dengan penduduk Kota Bogor yang memerlukan ketersediaan produk asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH), untuk penguatan pemenuhan kebutuhan gizi protein hewani yang cukup tinggi,” ujar Bima.

Ia berharap, kegiatan MarkPro dapat berkelanjutan, sehingga rantai pasok dari tingkat peternak hingga konsumen dapat terjaga. “Tidak hanya menguntungkan bagi kesejahteraan peternak, namun juga meningkatkan asupan gizi bagi masyarakat,” tambahnya.

Sementara di tempat terpisah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, mengungkapkan bahwa kegiatan MarkPRO merupakan salah satu upaya mendekatkan peternak dengan konsumen, sehingga peternak dapat menentukan margin price sesuai dengan biaya produksi dan konsumen dapat memperoleh harga yang realistis.

“Selain itu, MarkPro dapat dijadikan embrio saluran pemasaran baru bagi peternak untuk memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen, dimana produk yang dijual dapat berupa produk peternakan dan produk olahannya. Ini menjadi peluang bagi UMKM peternakan untuk mengembangkan diri mempromosikan dan memperkuat jalur market-nya,” kata Ketut.

Dalam kegiatan MarkPro, juga dilengkapi edukasi bagi masyarakat untuk pengenalan produk pangan asal hewan yang ASUH, melalui Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor. Edukasi berupa pengenalan perbedaan karkas ayam sehat dengan karkas ayam mengandung formalin dan ayam bangkai. Kemudian cara membedakan telur ayam yang baik dan yang rusak, serta mengenali perbedaan daging sapi, kerbau dan babi hutan (celeng).

Fini Murfiani dan Dirkeswan Fadjar Sumping Tjatur Rasa (tengah) bersama Bima Arya (pojok kanan) didampingi peternak bogor meninjau bazaar murah di lokasi launching Market Project. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kegiatan yang juga dilakukan dibeberapa kabupaten dan kota lainnya ini juga menampilkan bazaar produk berupa karkas broiler dingin segar sebanyak 4.200 ekor, telur 2.100 kg dan produk lainnya. Selain itu, adapun partisipasi industri pengolahan susu yang memberikan susu gratis kepada masyarakat dan bazaar susu, diantaranya PT Indolakto, PT Frisian Flag Indonesia, PT Industri Susu Alam Murni, PT Fonterra Brands Indonesia, PT Sari Husada, PT Cisarua Mountain Dairy dan PT Greenfields Indonesia. (RBS)

KEMENTAN: SELAMA RAMADAN STOK DAGING DAN TELUR AMAN

Kementan memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur aman selama Ramadan. (Dok. Ditjen PKH)

Selama bulan Ramadan 1440 H, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan stok daging sapi, daging ayam dan telur ayam ras dalam kondisi aman. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menegaskan Kementan terus menjaga ketersediaan pasokan produk pangan asal hewan dalam menghadapi hari besar keagamaan dan nasional (HBKN).

“Berdasarkan data per minggu pada Mei ini, stok daging sapi sebanyak 65.410 ton, sedangkan kebutuhan ada diangka 59.047 ton, jadi masih ada surplus 6.363 ton yang kita miliki,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/5/2019). 

Sementara, lanjut dia, stok daging ayam yang tersedia sebanyak 277.910 ton dengan kebutuhan masyarakat di kisaran 274.382 ton (surplus 3.528 ton). Sedangkan untuk telur ayam ras tersedia 243.510 ton dan kebutuhannya 167.144 ton (surplus 76.366 ton). “Kami harapkan dengan ketersediaan stok yang cukup, harga semestinya stabil di pasaran dan konsumen tenang,” jelasnya. 

Selain menjaga harga di level konsumen stabil, Kementan juga menjamin peternak dengan harga yang bagus, sehingga masing-masing pihak nyaman dan menikmati hasil yang baik.

Ia juga menegaskan, Kementan terus melakukan operasi pasar dan memantau perkembangan stok daging dan telur di pasaran, selain memastikan pangan asal hewan memenuhi prinsip ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal), dengan mengerahkan tim pengawas dari Kesmavet, dinas, BPMSPH, Kementerian Agama dan instansi lainnya.

Selain itu, Ketut juga mengimbau masyarakat mewaspadai dan tidak terpengaruh berita hoax mengenai pangan asal hewan. Seperti munculnya beberapa pemberitaan telur palsu dan ayam disuntik hormon di media sosial.

“Berita itu tidak benar, Kementan menjamin bahwa tidak ada telur palsu dan ayam yang disuntik hormon di Indonesia. Saya himbau pihak-pihak yang menyebarkan informasi tersebut untuk berhenti membuat resah,” ucap dia.

Ia berharap, masyarakat lebih bijak dalam menyikapi sebuah informasi. Kementan bersama instansi terkait rutin melakukan pengawasan terhadap produk pangan asal hewan agar produk tersebut ASUH bagi masyarakat.

Pihaknya akan menindaklanjuti laporan apabila terdapat produk hewan tidak sesuai kriteria ASUH dan melakukan penindakan bila ditemukan pelanggaran hukum. Kementan juga menyediakan informasi melalui media sosial dan website yang dapat dijadikan referensi masyarakat sebagai pengetahuan. (INF)

KEMENTAN-BPS: SATU DATA UNTUK KOMODITAS PETERNAKAN

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, saat berbicara pada acara SUTAS 2018 di Bogor. (Dok. Dirjen PKH)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Ditjen PKH Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS), menyepakati untuk  menggunakan Satu Data terkait komoditas peternakan.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, dalam acara Pertemuan Sosialisasi Hasil Survei Pertanian Antar Sensus 2018 (SUTAS 2018), Jumat (26/4/2019).

Ketut mengatakan, untuk mengambil kebijakan pembangunan peternakan dan Kesehatan hewan harus didukung dengan data yang baik, valid dan akurat. Dengan dasar data yang valid, maka kebijakan yang diambil akan on the track.

“BPS merupakan lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah untuk menanganani data, untuk itu kami selalu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan membangun semangat Satu Data untuk komoditas peternakan,” kata Ketut.

Ketut mengemukakan, data menjadi sangat penting dalam pengambilan kebijakan, sehingga Ditjen PKH concern untuk pencatatan data sektor peternakan, seperti pencatatan  kelahiran dan kebuntingan sapi dan kerbau serta kejadian penyakit, telah menggunakan aplikasi ISIKHNAS, sedangkan perunggasan, pihaknya tengah memperbaiki data dengan koordinasi bersama stakeholder terkait.

“Kegiatan SUTAS saya anggap menjadi momentum penting sebagai awal membangun kerjasama dan kolaborasi yang lebih baik lagi ke depan untuk  membangun semangat Satu Data,” tegasnya.

Sebab, lanjut Ketut, tantangan yang dihadapi sub sektor peternakan dan kesehatan hewan semakin berat, salah satunya soal pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Proyeksi penduduk oleh Bappenas, BPS dan UNFPA, penduduk Indonesia pada 2019 diperkirakan sebesar 266,91 juta jiwa dan pada 2024 diperkirakan mencapai 279,96 juta jiwa, atau mengalami peningkatan 0,98% per tahun selama periode lima tahun.

Selain itu, tantangan lain yang dalam upaya peningkatan produksi pangan asal ternak adalah ketersediaan lahan dan air, perubahan iklim serta perdagangan global. Tantangan dalam pembangunan peternakan tersebut perlu dipecahkan melalui proses program pembangunan yang komprehensif.

“Parameter hasil SUTAS 2018, dapat kita jadikan sebagai faktor koreksi terhadap hasil pengumpulan dan penghitungan data populasi yang kita lakukan selama ini melalui mekanisme kompilasi produk administratif,” ungkap Ketut.

Sementara, Plh. Deputi Bidang Statistik Produksi, BPS, Hermanto, menyampaikan data dan informasi yang disampaikan ke masyarakat harus valid dan akurat, jangan sampai muncul beberapa data yang berbeda antar instansi pemerintah, karena akan memancing kegaduhan. Karena itu, ia menyebut, presiden telah menugaskan BPS membuat Satu Data guna mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi dan mudah diakses oleh pengguna.

“Apalagi kita sudah masuk dalam era revolusi 4.0 yang berbasis teknologi informasi dengan dinamika lapangan yang berjalan bersifat dinamis. Data yang dirilis oleh BPS didasarkan pada metodelogi yang sudah baku dan mengikuti kaidah Internasional,” ucapnya. (INF)

ANJING KINTAMANI BALI RESMI JADI ANJING RAS DUNIA

Anjing Kintamani resmi diakui sebagai anjing ras dunia. (Foto: detikTravel)

Anjing Kintamani Bali resmi disahkan sebagai anjing ras dunia oleh FCI (Federation Cynologique Internasionale). Dengan pengakuan ini, kedudukan Anjing Kintamani sejajar dengan anjing ras lainnya dan meningkatkan nilai ekonominya.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Indonesia Kennel Klub (IKK) Benny Kwok Wie Sioe, pada acara penyerahan sertifikat pengakuan FCI kepada Gubernur Bali I Wayan Koster di Gedung Wiswashaba, Kantor Gubernur Bali, Denpasar (13/4).

“Kami mengapresiasi Pemda Bali dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) atas dukungannya, sehingga Anjing Kintamani dapat diakui oleh FCI,” ujar Benny.

Ia menambahkan, “Usaha untuk menjadikan Anjing Kintamani sebagai ras dunia sudah dirintis sejak 1985. Ini dimulai sejak kontes dan pameran anjing Kintamani pertama di Universitas Udayana.”

Pada kesempatan serupa, Dirjen PKH I Ketut Diarmita, menyampaikan bahwa anjing Kintamani memiliki penampilan fisik yang menarik, mempunyai kecerdasan, ketangkasan, dan kepatuhan, sehingga mudah dilatih dan mudah dikenali. Karena itu dapat diakui sebagai anjing ras unggul yang tidak kalah dengan anjing ras lainnya di dunia.

“Saya berharap pengakuan FCI akan mengangkat minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara sekaligus mengembangkan anjing Kintamani,” kata Ketut. 

Sebagai bentuk dukungan dan pengembangan anjing Kintamani, Ketut menjelaskan, kementerian pada 2014 telah menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 581/kpts/sr.120/4/2014 tentang Penetapan Rumpun Anjing Kintamani sebagai rumpun anjing lokal Indonesia dan berkembang biak di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Anjing Kintamani yang telah mendunia ini perlu dikembangkan dan dipromosikan, sehingga tidak hanya membanggakan tetapi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yang memelihara dan mengembangkannya. Saya juga mendorong agar anjing tersebut segera didaftarkan melalui Domestic Animal Diversity-Information System (DAD-IS) yang dikelola FAO untuk penyediaan ruang khusus terkait pencatatan atau koleksi informasi dari seluruh sumber daya genetik di bidang pertanian (tanaman dan ternak/hewan) dari seluruh dunia,” ucapnya.

Sementara, Gubernur Bali I Wayan Koster, turut menyampaikan penghargaan kepada IKK dan kementan atas upayanya dalam memperjuangkan anjing Kintamani Bali diakui dunia.

“Pengakuan Kintamani sebagai anjing ras dunia pertama dari Indonesia merupakan hadiah bagi masyarakat Bali. Saya ingin menyampaikan penghargaan atas kerja keras IKK dan dukungan Kementan. Saat ini Pemda Bali akan segera menyiapkan regulasi sebagai perlindungan, agar budidaya Kintamani selalu terjaga kemurnian genetiknya,” tukas Koster. (INF)

PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF SUKSES DITEKAN

Pemotongan sapi betina produktif bisa ditekan dengan upaya-upaya yang dilakukan Kementan bekerjasama Baharkam Polri. (Istimewa)

Hasil kerjasama Kementerian Pertanian dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terbukti menunjukkan hal positif dalam menekan laju pemotongan sapi betina produktif.

Melalui release-nya, Rabu (13/3), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita menyampaikan, berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS), tercatat penurunan pemotongan ternak ruminansia betina produktif mencapai 47,10% periode 2017-2018. 

“Angka ternak betina produktif yang dipotong pada 2017 sebanyak 23.078 ekor menurun menjadi 12.209 ekor di 2018. Hal ini tentu sangat mendukung kegiatan utama kami yakni Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) guna memacu produksi dan populasi sapi dalam negeri,” kata Ketut.

Menurutnya, pencapaian tersebut adalah hasil nyata dari pelaksanaan kerjasama pengendalian pemotongan betina produktif bersama Baharkam Polri sejak Mei 2017 lalu. Keberhasilan penurunan pemotongan betina produktif ini tentu tidak terlepas dari peran dan keterlibatan jajaran kepolisian melalui kegiatan sosialisasi dan pengawasan yang bersinergi di lapangan.

“Kami sangat mengapresiasi Baharkam dan jajarannya yang telah melakukan pengawasan kelompok ternak, pasar hewan dan check point, dari hulu sampai hilir di Rumah Potong Hewan atau di tempat pemotongan di luar RPH,” ucapnya.

Kombes Pol. Asep Tedy Nurassyah dari Baharkam Polri mengatakan, pihaknya mendukung penuh kegiatan tersebut sampai di tingkat desa (Bhabinkamtibmas). Menurutnya pelarangan penyembelihan sapi betina produktif telah tertuang dalam UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Untuk tindakan di lapangan, kita lakukan sosialisasi, pengawasan dan pembinaan, sedangkan terhadap pelanggaran yang ditemukan akan dilakukan penegakkan hukum sesuai peraturan dengan melihat karakteristik masyarakat yang dihadapi, sehingga masyarakat merasa terbina dan terayomi,” kata Asep.

Ia mengungkapkan, ada beberapa daerah yang sudah memproses kasus pelanggaran tersebut secara hukum, mulai dari surat teguran, surat pernyataan untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran dan ada yang sudah sampai ke taraf penyidikan. “Polri telah mengimbau untuk tidak memotong sapi betina produktif karena bisa mengakibatkan sanksi pidana,” tandasnya.

Jika terbukti ditemukan adanya pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda sebanyak 100 sampai 300 juta rupiah. (INF)

INDONESIA JADI TUAN RUMAH WORKSHOP RABIES ASIA TENGGARA

Workshop rabies yang dilaksanakan di Denpasar, Bali. (Sumber: Istimewa)

Penyakit rabies masih menjadi salah satu masalah serius di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, mengingat penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), menimbulkan keresahan masyarakat dan dapat mengakibatkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat. Indonesia sendiri masih memiliki wilayah yang tertular rabies.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki delapan provinsi yang sudah bebas rabies. Namun pada awal 2019, wilayah Pulau Sumbawa, salah satunya wilayah bebas rabies telah dilaporkan adanya kasus rabies akibat lalu lintas hewan tertular ke dalam wilayah tersebut.

“Adanya penambahan wilayah tertular tentu saja menjadi tantangan dalam mencapai target bebas rabies 2030 mendatang. Kami bersama pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai upaya, diantaranya surveilans, vaksinasi, pengendalian populasi, pengawasan lalu lintas, pelatihan sumber daya manusia dan kerjasama lintas sektoral, khususnya dalam pelaksanaan Tata Laksana Kasus Gigitan secara Terpadu (Takgit),” kata Ketut mewakili Indonesia sebagai tuan rumah Workshop Rabies Risk Assessment tingkat Asia Tenggara di Denpasar, Bali, 6-8 Maret 2019.

Ia menjelaskan, sebagai upaya memaksimalkan kegiatan pengendalian rabies, perlu dilakukan kajian dan identifikasi faktor utama penyebaran rabies, tindakan antisipasi dan pengurangan risiko penyebaran penyakit, serta mengomunikasikan hal teknis agar tindakan pencegahan, pengendalian dan penanggulangan bisa berhasil.

Kegiatan yang juga bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) didukung Departemen Pertanian dan Sumber Daya Air Australia, dilakukan kaji ulang tentang status penyakit rabies di suatu wilayah, menguraikan tentang pergerakan anjing, identifikasi jalur risiko yang berpengaruh terhadap penyebaran dan sirkulasi virus yang mengakibatkan rabies pada anjing untuk mendapatkan rekomendasi tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang dibutuhkan.

Ronello Abila dari OIE, meminta agar workshop ini dapat memberikan manfaat bagi negara-negara di Asia Tenggara dan negara lain untuk mempertahankan wilayahnya yang masih bebas rabies, serta memberikan masukkan strategi pengendalian untuk negara yang tertular.

Sementara, Michael Ward dari Universitas Sydney, yang merupakan salah satu fasilitator, menyampaikan bahwa risk assessment yang didiskusikan dalam kegiatan ini merupakan metode yang cukup praktis dan berbasis ilmiah. Diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah penilaian risiko penyebaran rabies antar negara dan wilayah, serta memberikan masukkan untuk strategi pengendaliannya. (RBS)

LANGKAH KEMENTAN PERBAIKI HARGA DAGING AYAM

Dirjen PKH bersama tim saat pertemuan dengan wartawan membahas persoalan industri perunggasan, Rabu (6/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dipicu harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah mengalami penurunan, membuat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, mengambil langkah-langkah perbaikan.

Diantaranya, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage dan memaksimalkannya untuk pelaku usaha, menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan parent stock, mengimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (day old chick) dengan menerapkan sertifikat SNI, kemudian para pelaku usaha (integrator) ikut mempromosikan konsumsi produk unggas agar mendongkrak konsumsi.

“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas dalam negeri,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, Rabu (6/3).

Upaya berikutnya yakni, mengimbau Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan pengawasan budidaya ayam ras dengan pendataan peternak dan populasi ayam, mengimbau pelaku usaha agar di tahun berikutnya mengukur jumlah chick-in demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, mewajibkan integrator menyampaikan laporan produksi DOC tiap bulan melalui online termasuk pendistribusiannya.

“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui berapa produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri,” jelas Ketut.

Lebih lanjut, langkah berikutnya yang harus diambil adalah meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan permentan tersebut dan menghimbau perusahaan integrator untuk meningkatkan ekspor.

“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (farm gate) maupun harga di konsumen dapat segera kembali normal,” terang dia.

“Saya juga meminta Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai minggu depan tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Trioso Purnawarman, menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik dan tidak ada oversupply terhadap DOC final stock saat ini.

“Ini kemungkinan ada kendala pada manajemen supply-chain di pemasaran, yang dikhawatirkan ada keterlibatan permainan broker,” katanya. (RBS)

Dirjen PKH: Upsus Siwab Tambah Populasi dan Pendapatan Peternak

Dirjen PKH bersama narasumber lain saat bincang agribisnis. (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, mengatakan sejak peluncuran GBIB (Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan) dan Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting), populasi sapi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Ini terbukti dari loncatan populasi sapi sepanjang 2014-2017 naik sebesar 3,86% per tahun dibanding 2012-2014 yang hanya 1,03% per tahun pertumbuhannya. Pelayanan IB sepanjang Januari 2017-Desember 2018 telah terealisasi sebanyak 7.964.131 ekor, dengan kelahiran pedet mencapai 2.743.902 ekor atau setara Rp 21,95 triliun dengan asumsi satu ekor pedet Rp 8 juta.

“Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi Upsus Siwab pada 2017 sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 20,54 triliun rupiah,” kata Ketut, Selasa (8/1).

Ia menambahkan, Upsus Siwab memiliki esensi mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan peternak. “Siwab ini kan untuk menambah populasi dan pendapatan peternak, jadi jangan sampai berhenti. Ini terus kita lakukan, siwab terus kita genjot,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, program Upsus Siwab ini juga mampu menurunkan pemotongan sapi dan kerbau betina produktif bekerjasama dengan Baharkam Polri. Sepanjang Januari-Desember 2018 pemotongan betina produktif mencapai 8.514 ekor, jumlah tersebut menurun 57,12% dibanding tahun 2017 yang mencapai sekitar 17 ribu ekor. (RBS)

Pemerintah Klaim Ekspor Peternakan Terus Meningkat

Dirjen PKH beserta jajarannya usai bincang di acara BAKPIA. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan daya saing dengan mempermudah perizinan ekspor bidang peternakan. Ekspor tersebut diklaim terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hal tersebutdikatakan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, saat Bincang Asik Pertanian Indonesia (BAKPIA), Selasa (8/1), di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan.

Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pencapaian nilai ekspor komoditas peternakan pada 2017 mengalami peningkatan sebesar 40,98% dibanding 2015. Selain itu, volume ekspor sejak Januari-November 2018 mencapai 229.180 ton dengan nilai mencapai 578.402.448 dolar AS. Terhitung volume ekspor naik sebesar 9,67% dengan nilai ekspor meningkat 3,19% dibanding periode yang sama pada 2017 dengan angka 208.965 ton dan 569.230.610 dolar AS.

“Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen PKH capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan dalam 3,5 tahun terakhir mencapai 32,13 triliun rupiah. Kontribusi terbesar pada industri obat hewan menyumbang 21,58 triliun rupiah ke 91 negara ekspor,” ujar Ketut.

Ia menambahkan, produk hewan non pangan, telur tetas, produk olahan ternak pakan, DOC dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar pada 2018. “Kita ingin meningkatkan ekspor, manfaat ekspor bukan hanya meningkatkan pendapatan pelaku usaha, tetapi juga menambah devisa dan mengangkat martabat bangsa di mata dunia,” tambahnya.

Dalam rangka meningkatkan daya saing produk peternakan, lanjut Ketut, sejak 2016 pihaknya telah membina dan memfasilitasi UMKM peternakan di 22 provinsi, diantaranya dengan bimbingan teknis, sarana dan prasarana, pendampingan CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik) dan fasilitasi izin edar.

Untuk jaminan mutu dan keamanan pangan, ia juga bekerjasama dengan Badan POM mengenai pemenuhan persyaratan izin edar produk peternakan. Selain itu, pihaknya juga menginisiasi pengembangan sistem pertanian organik komoditas peternakan. (RBS)

Refleksi: Rupiah Limbung, Harga Pakan Melambung

Stok jagung melimpah tetapi peternak kesulitan mendapatkannya. (Sumber: fajarsumatera.com)

Industri peternakan ayam di dalam negeri tidak henti-hentinya menghadapi cobaan berat. Para pelaku usaha di sektor ini berharap adanya keseriusan pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang sudah dibuat.


Ada kisah dunia khayalan yang belakangan sedang terjadi di dunia nyata. Kisah ini dikemas dalam film pendek animasi Superman versus Gatotkaca dan tengah menjadi viral di media sosial. Kedua pahlawan ini bertarung mempertahankan jati diri masing-masing. Gatotkaca berusaha sekuat tenaga untuk melawan Superman, namun akhirnya ia ambruk juga. Gatotkaca terkapar.

Pertarungan dalam film animasi ini mengilustrasikan bagaimana kondisi nilai tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir terhadap dolar Amerika. Media menuliskan dolar makin perkasa. Nilai tukarnya melampaui angka Rp 15.000 lebih per dolar, bahkan sempat mencapai Rp 15.283 per dolar.

Pelemahan rupiah yang terus berlanjut itu tampaknya sesuai prediksi mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, pada 3 Oktober lalu. “Apakah Rp 15.000 ini sudah akhir? Ini baru permulaan,” ujarnya kepada awak media di kompleks DPR RI, Jakarta, waktu itu.

Makin tingginya nilai tukar rupiah tak hanya membuat situasi politik Indonesia kian gaduh, tapi juga berimbas berat terhadap usaha peternakan unggas. Harga bahan baku pakan ternak yang masih impor, seperti bungkil kedelai dan lainnya, mau tak mau makin melambung.

Yang memprihatinkan, pada pertengahan Oktober lalu, para peternak kesulitan mendapatkan jagung untuk bahan pakan ternak. Padahal, 22 Juni lalu, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa stok jagung nasional melimpah, bahkan surplus, begitu kata Mentan.

Mentan menjamin tidak akan ada impor jagung pada tahun ini. Bahkan karena stok melimpah, Indonesia dapat mengekspor jagung ke Filipina dan Malaysia. Menurut data Kementan, tingkat produksi jagung di dalam negeri meningkat dalam lima tahun terakhir. Jumlah produksi pada 2016 mencapai 23.578.413 ton meningkat menjadi 28.924.009 ton pada 2017 dan pada tahun 2018 mencapai 30.043.218 ton.

Tapi fakta di lapangan, empat bulan berikutnya, para peternak ayam kesulitan mendapatkan jagung untuk pakan ternaknya. Ada apa?

Sukarman, Ketua PPRN (Paguyuban Peternak Rakyat Nasional) memiliki dugaan yang cukup kuat. “Fakta di lapangan, jagung ternyata sebagian besar diserap perusahaan feedmill lewat pedagang saat panen di sentra-sentra produksi, sehingga peternak kesulitan memperoleh jagung dengan harga yang wajar,” ungkapnya saat menggelar aksi unjuk rasa di Pendopo Pemerintah Kabupaten Blitar, 15 Oktober lalu.

Selain sulit didapat, harganya pun tinggi. Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Darmawan, menyebut harga jagung di Jawa Timur mencapai Rp 5.100 per kg, sementara di Jawa Tengah dan Jawa Barat harga jagung dipatok sebesar Rp 5.000 per kg.

Harga tersebut jauh dari acuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, yaitu Rp 3.150  di tingkat petani dan Rp 4.000 di tingkat peternak. “Dengan harga yang melambung, peternak harus merogoh modal lebih besar lagi untuk bisa bertahan,” ujar Herry kepada Infovet.

Derita para peternak ayam tak sampai di sini. Di tengah kelangkaan dan tingginya harga jagung, dalam beberapa minggu di bulan Oktober harga telur dan daging ayam broiler justru merosot. Dari data yang dihimpun Infovet, pada Selasa (9/10), harga telur ayam pada kisaran Rp 16.000-Rp16.300 per kg, jauh bila dibandingkan harga acuan yang baru yakni Rp 18.000-Rp20.000 per kg di tingkat peternak. Kondisi ini menjadi pukulan telak bagi para peternak ayam di dalam negeri.

Soal langkanya jagung di pasaran, pemerintah memiliki argumen yang berbeda. Kementan berdalih, rantai pasok jagung yang tak sempurna sempat 'mengecoh' pasokan dan harga. “Mereka (petani dan peternak) tidak tahu informasi jagung sebenarnya ada. Ini masalah komunikasi dan distribusi saja. Jagungnya memang ada, tapi masalah komunikasi dan distribusi,” kata Sekretaris Jenderal Kementan, Syukur Iwantoro, kepada media di Jakarta, 24 Oktober lalu.

Peternak Menuntut
Lazimnya pelaku usaha di sektor lainnya, para pelaku usaha peternakan yang makin terjepit dengan kondisi ini pun makin terusik. Bagi mereka, tak ada jalan lain untuk menyuarakan kepentingannya, selain melalui aksi unjuk rasa. Pada 15 Oktober, PPRN menggelar aksi demonstrasi di Pendopo Pemerintah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Para pengunjuk rasa menuntut agar Mentan Amran turun dari jabatannya. PPRN juga menuntut pemerintah menyediakan jagung yang cukup dengan harga yang wajar sesuai aturan Kemendag.

Cara peternak bersuara melalui aksi demo memang tergolong “cespleng”. Sehari setelah didemo, pemerintah merespon aspirasi peternak. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita dan Dirjen Tanaman Pangan (TP), Sumardjo Gatot Irianto dan tim dari Kementan langsung turun ke lapangan, melakukan pertemuan dengan peternak ayam petelur mandiri di Kabupaten Blitar, (16/10).

Sebelumnya, tuntutan yang sama juga muncul dari para peternak ayam petelur mandiri di Kendal dan Cepu. Namun di dua kota ini, Dirjen PKH dan tim sudah terlebih dahulu melakukan dialog dengan peternak. Tak ada gejolak massa.

Sebagai langkah cepat jangka pendek, Kementan merespon permintaan tersebut dengan menghimbau agar para perusahaan pabrik pakan ternak membantu para peternak mandiri mendapatkan jagung dengan harga terjangkau, yaitu Rp 4.500-4.600 per kg dari harga pasar saat ini sebesar Rp 5.000-5.200.

“Sehingga ada subsidi Rp 500-600 per kg. Subsidi ini bisa disisihkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan pabrik pakan ternak,” kata Ketut saat merespon tuntutan peternak.

Merespon hal tersebut, beberapa perusahaan akan memberikan bantuan jagung dengan harga subsidi ke Kabupaten Kendal oleh PT Sidoagung (100 ton) dan Kabupaten Blitar antara lain PT Charoen Pokhphand (50 ton), PT Japfa Comfeef (40 ton), PT Panca Patriot (100 ton), PT Malindo (20 ton), BISI (2 ton), CV Purnama Sari (10 ton) dan perusahaan lain. 

Butuh Keseriusan Pemerintah
Persoalan melemahnya nilai tukar rupiah, banyaknya persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha peternakan di dalam negeri, hingga “paceklik” jagung pakan ternak, merupakan bagian dari “nilai” rapor Pemerintahan Presiden Jokowi dan Jussuf Kalla selama empat tahun terakhir. Para pelaku bisnis di berbagai sektor memiliki pendapat yang beragam soal rapor Jokwi -JK. Ada yang menilai bagus, ada juga yang menilai jeblok.

Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J. Supit, seperti yang dikutip Kontan.co.id, mengapreasiasi kinerja Pemerintahan Jokowi -JK selama empat tahun berkuasa. Ada sejumlah hal positif yang terlaksana, seperti pembangunan infrastruktur hingga percepatan perizinan melalui Online Single Submission (OSS). Tapi beberapa sektor ia nilai masih kedodoran.

Salah satunya swasembada pangan masih menjadi pekerjaan rumah. Ada yang bilang berhasil surplus, tapi faktanya jagung untuk pakan ternak susah dicari. Ia mengatakan, masalah ini harus segera diselesaikan. Jika dibiarkan, bisa membingungkan investor.

Ketua Gopan, Herry Dermawan, berpendapat, industri peternakan ayam di dalam negeri tidak henti-hentinya menghadapi cobaan berat. “Sebelumnya kita dihadapkan persoalan ancaman masuknya ayam Brazil, sekarang kita dihadapkan persoalan tingginya harga jagung dan langka,” kata Herry.

Menurut dia, adanya ide untuk menggantikan jagung dengan gandum impor kurang tepat. Jika dipaksakan peternak menggunakan gandum sebagai pengganti jagung, maka performa ayam akan berubah. “Ayam kita sudah terbiasa makan jagung, performa akan berubah kalau diganti dengan gandum,” katanya.

Menyikapi persoalan krisis jagung yang belakangan menjadi poelmik, Herry menegaskan, dari sisi kebijakan pemerintah sudah bagus. Hanya saja, pelaksanaanya masih membutuhkan keseriusan. Tanpa adanya keseriusan, maka sebagus apapun kebijakan yang dibuat akan sia-sia.

Sementara, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo, mengusulkan agar pemerintah lebih memaksimalkan peran Bulog. Lembaga ini bukan hanya berurusan dengan beras semata, namun jagung seharusnya juga menjadi “wilayahnya”.

“Salah satu tugas Bulog juga menstabilkan harga jagung, jangan sampai terlalu mahal atau terlalu murah,” kata Desianto kepada Infovet.

Menurutnya, harga jagung yang ideal berkisar antara Rp 3.500-3.700 per kg. Dengan harga yang ideal, pabrik pakan bisa menyerap produksi jagung dengan baik pula saat panen raya tiba. Ia merinci kebutuhan jagung 87 produsen pakan ternak yang tergabung dalam GPMT diperkirakan rata-rata 500-600 ribu ton per bulan. Saat ini, serapannya hanya 200-300 ribu ton jagung, akibat kurangnya pasokan dan mahalnya harga. 

Akibatnya, “Stok jagung di pabrik pakan ternak yang dulunya bisa dua bulan, sekarang hanya 25 hari, bahkan belasan hari,” ungkap Desianto. Dengan kondisi kelangkaan jagung, anggota GPMT akan mencari jalan melalui substitusi dengan bahan baku lokal atau bahan baku impor, misalnya dengan mengganti gandum.

“Namun bagi feedmill, kalau memang kondisinya sedang tidak ada jagung, harga berapapun pasti akan dibeli. Seperti pada tahun lalu, harga jagung sempat Rp 7.000 per kg. Tapi kalau terpaksa menggunakan gandum untuk bahan baku pengganti, yang kasihan adalah pabrik-pabrik kecil yang belum memiliki teknologi pengolahannya,” pungkasnya.

Akankah kelangkaan jagung masih akan berimbas pada usaha peternakan unggas di tahun 2019? Semoga saja tidak. (Abdul Kholis)

Bisnis Peternakan Menuju Generasi Industri 4.0

Ketua ASOHI Irawati Fari saat memukul gong pembukaan seminar bisnis peternakan 2018 didampingi para pengurus ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Meningkatkan Konsumsi Protein Hewani Menuju Generasi Industri 4.0” menjadi tema yang diangkat dalam Seminar Nasional Bisnis Peternakan 2018 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Kamis (22/11).

“Kami mencermati isu yang berkembang di dunia bisnis tentang terjadinya era baru yang disebut revolusi industri 4.0, di mana teknologi semakin berkembang dan manusia dituntut lebih mengembangkan pikirannya,” ujar Ketua Panitia, Yana Ariana, ketika menyambut peserta seminar.

Ia menambahkan, dengan berkembangnya dunia bisnis, industri peternakan dituntut mampu membiasakan diri dengan hadirnya revolusi industri tersebut. Sebab industri peternakan merupakan penyedia protein hewani terbesar untuk masyarakat.

Pada kesempatan serupa, Ketua ASOHI, Irawati Fari, menyampaikan, dengan hadirnya revolusi industri stakeholder peternakan dituntut untuk lebih bersinergi. “Kita sebagai pelaku ingin industri ini berjalan dengan baik. Stakeholder peternakan merupakan mitra ASOHI dan kita harus ikut memberi support kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Agar industri peternakan menjadi lebih sehat dan lebih bergeliat,” kata Ira.

Hal tersebut juga disambut baik oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, yang turut hadir pada seminar tahunan itu. Menurutnya, pelaku industri peternakan diharapkan mampu meningkatkan produksi dan mengembangkan produk-produk baru dengan pemanfaatan teknologi, guna meningkatkan konsumsi protein asal hewan.


Simbolis konsumsi telur sebagai kampanye peningkatan konsumsi protein hewani bersama para stakeholder peternakan, serta Duta Ayam dan Telur Indonesia (pojok kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Seminar sehari ini turut menghadirkan pembicara tamu Pakar Ekonomi Pertanian, Bayu Krisnamurthi dan menghadirkan narasumber Direktur Pakan Sri Widayati, Direktur Perbibitan Sugiono yang diwakili Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ternak, Muhammad Imran, Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping, Ketua ASOHI Irawati Fari, serta pandangan asosiasi peternakan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Pinsar Indonesia (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat), GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional), PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) dan AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia). (RBS)

Ketersediaan Daging dan Telur Ayam Jelang Natal dan Tahun Baru 2019

Jumpa pers Dirjen PKH terkait ketersediaan daging. (Foto: Dok. Kementan)

Ketersediaan daging ayam, sapi dan telur menjelang Hari Raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 dijamin mencukupi. Hal ini dilontarkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita dalam jumpa pers, Kamis (22/11/2018) di Gedung C, Kementerian Pertanian, Jakarta. 

Ketut menandaskan perhitungan ketersediaan dan kebutuhan daging sapi dan kerbau terdapat surplus  sebanyak 11.219 ton.

“Perlu kami sampaikan bahwa  produksi sapi lokal sebanyak 35.845 ton, sedangkan kebutuhan daging sapi sebanyak 55.305 ton. Kekurangan disediakan melalui impor sapi dan daging sebanyak 30.679 ton, dengan  komponen impor sapi bakalan sebanyak 18.217 ton, setara sapi 91.543 ekor dan komponen impor daging sapi dan kerbau sebanyak 12.462 ton, setara sapi 62.623 ekor,” ungkapnya.

Ketut pun menegaskan untuk ketersediaan daging ayam menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2019 juga mengalami surplus. Berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan daging ayam, dapat disimpulkan terdapat potensi surplus atau kelebihan produksi daging ayam tahun 2018 sebanyak 466.445 ton dengan rataan per bulan sebanyak 38.870 ton. 

“Potensi produksi DOC, Final Stock Broiler sebanyak 3.281.345.300 ekor, dengan rataan perbulan sebanyak  273.445.442 ekor atau 62,9 juta ekor per minggu. Potensi produksi daging berdasarkan produksi DOC tahun 2018 sebanyak 3.517.721 ton, dengan rataan perbulan sebanyak 293.143 ton. Sedangkan proyeksi Kebutuhan daging tahun 2018 sebanyak 3.051.276 ton, dengan rataan perbulan sebanyak 254.273 ton,” sebutnya.

Disamping perhitungan berdasarkan potensi, lanjut Ketut, juga dilakukan penghitungan berdasarkan laporan realisasi produksi dari masing-masing perusahaan sampai dengan bulan Oktober 2018. Berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan terdapat surplus produksi daging sampai dengan November  2018 sebanyak 269.582 ton, dengan rataan per bulan sebanyak 22.482 ton.

“Berdasarkan potensi ketersediaan dan proyeksi kebutuhan telur ayam ras, maka terdapat potensi surplus telur sebanyak  795.071 ton pertahun atau 66.256 ton perbulan,” terangnya.

Produksi telur ayam tahun 2018 diperoleh dari laporan data realisasi produksi DOC layer tahun 2016, 2017, dan tahun 2018 yakni Januari hingga Mei 2018 karena produksi telur diperoleh setelah ayam umur 4,5 bulan. 

Berdasarkan data realisasi produksi DOC 2016-2018 tersebut diperoleh populasi ayam layer komersial tahun 2018 per bulan berkisar antara 207.565.729 ekor – 222.560.615 ekor, dengan rerata populasi perbulan sebanyak 214.153.020 ekor.

Sementara berdasarkan struktur umur diperoleh populasi layer komersial umur produktif yakni 19 sampai 88 minggu berkisar antara 144.023.895 ekor hingga 155.112.710 ekor, dengan rerata populasi sebanyak 149.103.895 ekor.

“Produksi telur tahun 2018 dihitung berdasarkan populasi layer komersial umur produktif, sehingga diperoleh potensi produksi  telur tahun 2018 sebanyak 2.561.481 ton, atau dengan rerata per bulanan sebanyak 213.457 ton. Sedangkan proyeksi kebutuhan telur tahun 2018 sebanyak 1.766.410 ton atau dengan rerata bulanan sebanyak 147.201 ton,” lanjut Ketut.

“Berdasarkan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan daging sapi/kerbau, daging ayam dan telur ayam ras pada akhir tahun 2018 atau menjelang natal dan tahun baru 2019 dalam kondisi surplus, sehingga kondisinya sangat aman,” tambahnya.

Untuk menjaga stabilitas harga diharapkan seluruh Polda sampai Polres akan membentuk tim dan berkoordinasi dengan instansi terkait, dengan melakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan harga pangan strategis menjelang dan selama Natal dan Tahun Baru 2019. 

Direktur PT Dharma Jaya, Johan Ramadhon yang hadir dalam jumpa pers turut menegaskan kebutuhan daging sapi/kerbau di DKI Jakarta untuk Natal hingga Tahun Baru 2019 dalam kondisi aman. 

Johan menuturkan pasokan daging ayam ke pasar-pasar di DKI Jakarta sebagian besar dipasok dari peternak mandiri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.

“Kami saat ini menyediakan kebutuhan daging dan ayam untuk program pangan bersubsidi yaitu masyarakat penerima bantuan pangan bersubsidi. Untuk kebutuhan pasar pun kami jamin sesuai dengan kemampuan pasok yang dimiliki,” tutupnya. (NDV)

Tiga Tahun Terakhir Ekspor Peternakan Capai 30 Triliun Rupiah

Peternakan ayam broiler. (Sumber: Kompas)

Capaian ekspor sub sektor peternakan cukup menggembirakan. Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada tiga tahun terakhir (2015-2018 semester I) mencapai Rp 30,15 triliun.

“Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai 21,58 triliun rupiah ke-87 negara, selanjutnya ekspor babi ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun rupiah, susu dan olahannya 2,32 triliun rupiah ke-31 negara, bahan pakan ternak asal tumbuhan sebanyak 2,04 triliun rupiah ke-14 negara, kemudian produk hewan non-pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, DOC dan semen beku,” ujar Dirjen PKH, I Ketut Diarmita di Jakarta, Senin (12/11).

Menurutnya, peluang perluasan pasar global komoditas peternakan masih sangat terbuka luas. Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan. “Keunggulan halal dari kita juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah tersebut dan negara muslim lainnya,” ucap Ketut. 

Kendati demikian, lanjut dia, masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan menembus pasar global. Untuk memanfaatkan peluang ekspor, perlu adanya dukungan, terutama penerapan standar internasional mulai dari hulu ke hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing.

“Kami melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan kesehatan hewan dan keamanan pangan untuk produk yang akan di ekspor, guna memperlancar hambatan lalu lintas perdagangan,” katanya.

Saat ini Kementerian Pertanian terus melakukan restrukturisasi di bidang peternakan, salah satunya sektor perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor III dan IV yang  menjadi sumber utama outbreak penyakit Avian Influenza (AI).

Pihaknya pun terus berupaya membangun kompartemen AI melalui penerapan sistem biosekuriti, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 141 titik dan 40 titik lagi masih menunggu proses sertifikasi.

“Kementan terus mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkannya, karena kompartemen-kompartemen yang dibangun ini dapat diakui negara lain, dengan terbentuknya kompartemen tersebut, maka Indonesia dapat ekspor, terus ekspor dan ekspor lagi,” ungkap Ketut.

Sementara untuk hal penjaminan keamanan pangan, kata Ketut, saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner). NKV merupakan bukti tertulis sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.

Ia juga menambahkan, untuk ekspor obat hewan sudah ada 54 produsen obat hewan yang mengantongi sertifikat CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) dan 21 produsen masih proses sertifikasi. Sedangkan untuk meningkatkan ekspor pakan ternak, sudah 52 pabrik pakan telah memiliki sertifikat CPPB (Cara Pembuatan Ternak yang Baik). (RBS)

Dirjen PKH: Investasi Sektor Perunggasan Paling Diminati

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. (Foto: Infovet/Ridwan)

Komoditas sektor perunggasan menjadi salah satu incaran bagi para investor, baik di dalam maupun luar negeri. Hal itu seperti disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita.

“Periode 2015-2018 sampai dengan triwulan kedua, komoditas unggas merupakan komoditas paling menarik investor, baik PMA maupun PMDN. Realisasi investasi PMA selama periode tersebut untuk komoditas unggas sebesar 82,14% dan PDMN sebesar 86,78%,” ujar Ketut saat pertemuan dengan awak media di Jakarta, Senin (12/11).

Ia menambahkan, pada 2018 sampai dengan triwulan II investasi PMA sub sektor peternakan mencapai US$ 54,3 ribu dan PMDN sebanyak Rp 405,1 juta. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, peningkatan investasi PMDN di sub sektor peternakan 2018 masih didominasi komoditas unggas, yaitu sebesar 85,1% dan komoditas sapi 14,9%.

“Sedangkan untuk investasi PMA kontribusi komoditas unggas sebesar 46,9%, komoditas sapi 50,1% dan komoditas lain serta jasa peternakan lainnya sebanyak 3,0%,” jelas Ketut.

Adapaun kebijakan pemerintah dalam mendukung peningkatan investasi sub sektor peternakan, kata Ketut, diantaranya difokuskan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), kemudian memfasilitasi subsidi bunga Kredit Usaha rakyat (KUR) dengan bunga KUR sebesar 7%, fasilitas peningkatan akses pembiayaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, fasilitas pengurangan pajak penghasilan (tax allowance) bagi usaha pembibitan sapi potong dan budidaya penggemukan sapi lokal berdasarkan PP No. 18/2015, mitigasi resiko melalui Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau (AUTS/K) dengan fasilitas bantuan premi untuk 120.000 ekor per tahun sejak 2016 dan peningkatan pemanfaatan kemitraan antara pelaku usaha menengah besar dengan peternak mikro kecil. (RBS)

Upsus Siwab Beri Tambahan Nilai Peternak 17,67 Triliun Rupiah

(Dari kiri): Dirkeswan Fadjar Sumping, Sekdit PKH Nasrullah, Dirjen PKH Ketut Diarmita, Dirkesmavet Syamsul Maarif dan Dirbit Sugiono, saat Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11). (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, menyampaikan, program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab), memberikan kenaikan nilai tambah bagi peternak.

“Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, jika harga anak sapi lepas sapih rata-rata sebesar 8 juta rupiah, sedangkan hasil Upsus Siwab 2017-2018 sebanyak 2.385.357 ekor ekor, maka akan diperoleh nilai ekonomis sebesar 19,08 Triliun. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Uspsus Siwab 2017-2018 hanya sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 17,67 triliun rupiah,” ujar Ketut pada acara Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11).

Menurut dia, program tersebut dicanangkan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak, dengan mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan.

Ia mengungkap, sejak pelaksanaannya pada 2017 hingga saat ini, Upsus Siwab sudah melahirkan sebanyak 2.385.357 ekor sapi dari indukan sapi milik peternak. “Sebuah catatan kinerja yang patut kita banggakan,” kata Ketut.

Capaian kinerja kelahiran pedet ini, lanjut dia, dalam enam bulan ke depan diprediksi akan bertambah mencapai sekitar 3,5 juta ekor lebih. “Sebuah bukti bahwa lompatan populasi sapi memang benar terjadi dibanding empat tahun periode sebelumnya,” ucap dia.

Ketut juga menegaskan, dampak Upsus Siwab mampu menurunkan pemotongan betina produktif. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional periode Januari-Agustus 2018 menurun sebanyak 51,38% dibandingkan periode yang sama pada 2017.

“Selain percepatan peningkatan populasi sapi dalam negeri, Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi,” terang dia.

Selain Upsus Siwab, dalam rangka percepatan peningkatan produksi, pihaknya juga melakukan pengembangan sapi ras baru Belgian Blue. “Sapi ini beratnya bisa mencapai diatas 1,2-1,6 ton dan memiliki perototan besar. Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2-1,6 kilogram,” katanya.

Sampai saat ini, lanjut Ketut, telah ada 99 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik melalui Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB), dan sudah ada sebanyak 276 ekor sapi bunting. “Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue pada 2019 mendatang,” tandasnya.

Sebagai informasi dari pemaparan Dirjen PKH, terkait pengembangan komoditas sapi/kerbau, telah terjadi loncatan populasi yang cukup signifikan. Dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau periode 2014-2017 mengalami loncatan pertumbuhan sebesar 3,83% per tahun, dibanding pertumbuhan populasi periode 2012-2014 yang rata-rata pertumbuhan per tahunnya menurun sebesar 1,03%.

Sedangkan populasi sapi dari 2014-2017 mengalami kenaikan sebesar 12,6%. Sementara, populasi kerbau dari tahun 2014-2017 meningkat 4,5%. Demikian juga dengan populasi komoditas ternak lainnya, seperti babi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging dan petelur, serta itik yang juga ikut mengalami kenaikan. (RBS)

Penggerak Konsumsi Protein Hewani, Jadi Tugas Duta Ayam dan Telur

Foto bersama saat pemilihan Duta Ayam dan Telur. (Foto: Infovet/Ridwan)

Masi rendahnya konsumsi protein hewani yang berasal dari unggas melatarbelakangi hadirnya Duta Ayam dan Telur yang diinisiasi oleh Forum Majalah Peternakan (Format) bersama Pinsar (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat) Indonesia.

“Penobatan Duta Ayam dan Telur ini dalam industri perunggasan diharapkan menjadi penggerak masyarakat untuk gemar mengonsumsi ayam dan telur,” ujar Ketua Panitia, Farid Dimyati pada acara pemilihan Duta Ayam dan Telur, Selasa (6/11).

Menurutnya, hadirnya duta ayam dan telur bisa ikut mendongkrak peningkatan konsumsi ayam dan telur di Indonesia.

Senada, Ketua Format, Suhadi Purnomo, mengungkapkan, konsumsi ayam dan telur di Indonesia per tahunnya masih jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. “Penetapan Duta Ayam dan Telur ini nantinya bisa membantu meningkatkan program konsumsi ayam dan telur,” ungkapnya.

Berdasarkan data konsumsi antara BPS, Kementan dan Kemenko Perekonomian, tingkat konsumsi penduduk Indonesia terhadap daging ayam sekitar 11,5 kg per kapita per tahun, sementara konsumsi telur hanya sekitar 6,63 per kapita per tahun, ini masih jauh lebih rendah ketimbang Malaysia, Thailand dan Singapura.

Selain ikut mendorong peningkatan konsumsi, lanjut Suhadi, Duta Ayam dan Telur ini juga akan berkontribusi pada momen-momen penting kampanye ayam dan telur seperti pada kegiatan Indo Livestock Expo ataupun International Livestock Dairy Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia.

“Kita juga akan kerjasamakan dengan perusahaan-perusahaan industri perunggasan, selain kegiatan-kegiatan dinas yang mendukung program pemerintah. Mudah-mudahan bermanfaat,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, mengapresiasi kehadiran Duta Ayam dan Telur ini. “Duta ini sangat menolong sebagai salah satu upaya menyerap hasil usaha peternakan kita. Intinya meningkatkan konsumsi ayam dan telur agar kita bisa mensukseskan swasembada protein hewani,” ujar Ketut.

Dalam kegiatan tersebut, Dewan Juri yang terdiri dari  Ketua Umum GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) Ahmad Dawami, Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Peternakan Fini Murfiani dan pakar SDM Vera Damayanti, resmi menobatkan Offie Dwi Natalia dan Andi Muhammad Ricki Rosali sebagai Duta Ayam dan Telur periode 2018-2021. Keduanya terpilih melalui seleksi ketat dari puluhan aplikasi.

(Dari kiri) Fini Murfiani, Andi Muhammad Ricki Rosali, I Ketut Diarmita, Offie Dwi Natalia dan Direktur Perbibitan Sugiono. (Foto: Infovet/Ridwan)

Diakui Offie dan Muhammad Ricki, mereka optimis bisa mengangkat konsumsi protein hewani yang berasal dari ayam dan telur. “Amanah yang baru saja diemban menjadi tugas bersama untuk mengembangkan konsumsi ayam dan telur. Saling bahu-membahu mempromosikan konsumsi ayam dan telur,” ujar keduanya.
(RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer