-->

Gamang Menghadang Superbugs Datang

Ilustrasi Superbugs (Sumber: Jamanetwork.com)

Beberapa waktu lalu sempat ramai di media sosial ketika salah satu selebriti nasional, seorang penyanyi dan pemain sinetron Nadia Vega terserang penyakit yang sulit disembuhkan. Konon dia sakit akibat terserang bakteri superbugs, bakteri “super” berbahaya dan kebal terhadap antibiotik. Beruntung Nadia Vega mendapatkan penanganan yang baik di Singapura, bila tidak bakteri akan menjalar keberbagai organ tubuh dan menyebabkan kematian.

Apa yang dialami Nadia Vega adalah salah satu sinyal adanya fenomena alam yang populer disebut  Antimicrobial Resistance (AMR), fenomena alam dimana mikroorganisme seperti  bakteri, virus, parasit dan jamur tidak lagi peka terhadap efek obat anti mikroba.

Infeksi Ringan Mengantar Kematian

Di Indonesia ada 900.000 kasus tipes atau demam tifoid per tahun, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi ini mengakibatkan kematian 20.000 penderitanya. Di dunia 21 juta manusia  per tahun terserang tipes, meninggal 220.000 orang, sisanya terselamatkan terutama berkat antibiotik. Bayangkan, apabila bakteri tersebut menjelma menjadi sejenis superbugs, yang tidak mempan terhadap antibiotik, maka dapat dipastikan jutaan manusia akan meninggal akibat penyakit tersebut. Belum lagi kematian akibat penyakit yang lain, seperti TBC, Kolera dan lain-lain. Apabila kedatangan berjenis-jenis  ”superbugs”  ini tidak diantisipasi, maka suatu saat dari sebuah infeksi bakteri yang ringan bisa berakhir fatal. Luka tersayat pisau dapur bisa mengantar kematian.

WHO/FAO memperkirakan 700.000 orang per tahun telah meninggal akibat AMR, dan tak terhitung jumlah binatang sakit yang tak merespon pengobatan. Bahkan Lord Jim O’Neill dan timnya yang dibentuk oleh pemerintah Inggris memperkirakan bahwa AMR  akan menyebabkan 10 juta kematian per tahun di tahun 2050, mengakibatkan kerugian lebih dari USD 100 Triliun. Jumlah kematian tersebut setara dengan kematian akibat perang dunia ke dua yang memakan korban 60 juta orang selama enam tahun.

Perkembangan AMR melaju pesat. Ironisnya kecepatan penemuan antibiotik generasi baru tidak secepat laju AMR. Untuk menemukan antibiotik baru perlu riset, dan perusahaan farmasi umumnya enggan mengalokasikan dana riset yang super mahal.

Alexander Fleming, ilmuwan  Scotlandia penemu pinisillin, ketika menyampaikan kuliahnya pada upacara penerimaan hadiah Nobel setengah abad yang lalu telah memberikan peringatan, bahwa akan ada waktu dimana pinisillin (antibiotik) bisa dibeli dimana saja, dan akan sangat bahaya bila ada yang mendapatkan dosis sedikit, karena  bisa menimbulkan kekebalan. Benar kata dia, beberapa  tahun kemudian mulai terlihat adanya bakteri yang kebal terhadap satu atau beberapa jenis antibiotik.

Timbulnya mikroba yang kebal antibiotik melalui berbagai mekanisme. Bakteri mensintesis suatu enzim yang menghancurkan antibiotik, misalnya Stapilokoki menghasilkan beta-laktamase, akibatnya bakteri tersebut kebal terhadap Pinisilin G. Di Indonesia , berdasarkan survei tahun 2013, di enam rumah sakit teridentifikasi E-coli dan Klebsiela pneumonia telah memproduksi enzim Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL), akibatnya antibiotik dari berbagai generasi sudah tidak mempan membunuhnya.

Bakteri juga bisa kebal antibiotik dengan merubah permeabilitasnya, ini dilakukan beberapa bakteri  terhadap tetrasiklin. Adapula bakteri yang mengembangkan perubahan struktur sasaran bagi antibiotik, beberapa bakteri merubah protein spesifik pada subunit 30s ribosom untuk menangkal serangan antibiotik aminoglikosida. Masih ada beberapa mekanisme lain yang memungkinkan bakteri menjadi kebal terhadap satu atau beberapa antibiotik.

Prudent Use of Antibiotics

AMR adalah tantangan signifikan bagi kesehatan publik, food safety dan food security/keamanan dan ketahanan pangan.

Sejak tahun 2002 diketahui telah terjadi  kebal kuman terhadap antibiotik di sejumlah rumah sakit di Indonesia.  Pemakaian obat-obatan pada ternak “dituduh” sebagai salah satu  penyumbang signifikan atas kejadian itu. Hal tersebut pantas dijadikan sebagai peringatan untuk  mawas diri bagi seluruh stakeholder peternakan dan kesehatan hewan.

Harus diakui, saat ini peternak masih banyak yang mediagnosa sendiri penyakit ternaknya, membeli antibiotik tanpa resep dokter, dan mengobati ternaknya sendiri tanpa pengawasan dokter hewan.  Mereka belum banyak mendapat informasi tentang AMR, dan yang sudah tahu jarang yang punya kesadaran untuk ikut berpartisipasi dalam menghadang laju AMR, di benaknya yang penting ternaknya selamat .

Namun harus diakui pula penyebab munculnya kebal kuman terhadap obat bisa juga disebabkan  karena tingginya penggunaan antibiotik pada manusia. Sebanyak 50-80 persen antibiotik diberikan kepada pasien secara tidak rasional atau tanpa indikasi, masyarakat masih mudah membeli antibiotik ditoko obat  ataupun apotik tanpa resep, masih ada kebiasaan pasien menebus setengah resep, dan tidak jarang karena ketidak tahuan pasien menghentikan penggunaan  antibiotik sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh.  Selain itu, penyebaran kebal/resistensi antimikroba di rumah sakit disinyalir masih tinggi, karena pemahaman serta upaya pencegahan masih rendah.

Penggunaan antibiotik secara bijak (Prudent Use of Antibiotics) menjadi sangat penting dalam upaya melawan AMR.

*Penulis : Rakhmat Nuriyanto, Direktur PT Pyridam - Jakarta

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

PDHI Jateng Adakan Seminar Kewirausahaan Dokter Hewan



Seminar mengangkat tema Profesi, Etika, Hukum, dan Praktik Dokter Hewan dan Sharing Kewirausahaan Dokter Hewan akan diselenggarakan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jawa Tengah 3. Kegiatan ini rencananya berlangsung pada Minggu (20/1/2019) di Eduwisata Terintegrasi Sapi PO Kebumen Depok, Sitiadi, Jawa Tengah.

Menurut Ketua Panitia, drh Heru Trisusila acara seminar ini berbarengan dengan pertemuan rutin pengurus dan anggota PDHI Cabang Jawa Tengah 3.

“Pertemuan rutin ini diharapkan sebagai wadah sharing kasus, interaksi langsung antar anggota serta pengurus di era digital sekarang ini,” ujar Heru.

Menghadirkan pemateri drh Bonifasius Suli Teruli (Ketua III PDHI). Pembicara kedua adalah drh Fidelis Sumantri (CEO K-One Petshop/Wakil Ketua Bidang Dana dan Kewirausahaan PDHI Jateng 3).

Jumlah peserta ditargetkan yang hadir sekitar 150 anggota PDHI Jateng 3. (NDV)

Perlunya Evaluasi Setelah Pelarangan AGP di Indonesia

Setahun pasca pelarangan AGP dalam pakan unggas perlu mendapat evaluasi dan pengkajian mendalam guna mencapai tujuan menekan AMR. (Sumber: Google)

Oleh: Budi Tangendjaja

Pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promotor) sudah berjalan selama satu tahun semenjak pelarangannya digaungkan awal 2018 kemarin. Pemerintah masih mengijinkan penggunaan antibiotik dalam pakan melalui Petunjuk Teknis untuk Pakan Terapi (Medicated Feed). Penggunaan antibiotika pada tingkat peternak juga masih berjalan tanpa banyak perubahan.

Tetapi kelihatannya terjadi pergeseran penggunaan antibiotika, baik di peternak maupun di pabrik pakan. Berbagai upaya telah dikerjakan oleh para stakeholder industri peternakan, tetapi alangkah baiknya jika perjalanan satu tahun kebijakan pelarangan penggunaan AGP dalam pakan dievaluasi.

Hal penting yang perlu dipertimbangkan lagi untuk mencapai tujuan akhir menurunkan Antimicrobial Reistence (AMR) atau resistensi antimikroba pada manusia seperti diamanahkan oleh FAO dan WHO, perlu dibuatkan suatu rencana startegi jangka panjang bagi Indonesia. 

Perlunya Evaluasi
Belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu melakukan pelarangan penggunaan AGP, salah satunya yakni Denmark yang sudah melarang AGP selama 20 tahun. Ketika pelarangan dilakukan, ternyata pemakaian antibiotika yang diberikan resep oleh dokter hewan meningkat tajam, tetapi juga pemberian antibiotika pada manusia tetap berjalan dan tidak menurun. Pemakaian antibiotika untuk pengobatan meningkat sampai 2009-2010 setelah pelarangan lebih dari 10 tahun.

Perubahan pemakaian antibiotika di Denmark setelah pelarangan AGP dalam 20 tahun.

Berbeda dengan Denmark, adapun Belanda yang juga telah melakukan pelarangan AGP, penjualan antibiotika untuk hewan secara total...



Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Tahun 2019, Dinas Peternakan NTT Giatkan Industri Pakan

Lahan tanaman Lamtoro Taramba yang dikembangkan Dinas Peternakan NTT (Foto: Antara)   

Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur di tahun 2019 ini akan fokus pada pengembangan industri pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini.

"Untuk industri pakan ternak akan kami kembangkan di beberapa kabupaten seperti Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, Sumba Timur dan Rote Ndao untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi di daerah tersebut," kata Kepala Dinas Peternakan NTT Dani Suhadi di Kupang, Selasa (15/1/2019).

Dani menjelaskan, pada daerah-daerah itu akan disiapkan lahan seluas 500 hektare hingga 10.000 hektare untuk pengembangan pakan ternak. Upaya ini, ljuga diintegrasikan dengan lintas sektor lainnya seperti Dinas Kehutanan maupun masyarakat setempat.

Lanjutnya, pada sentra pengembangan industri pakan ini akan diperkuat dengan jenis-jenis tanaman yang bisa beradaptasi dengan lingkungan setempat. Salah satu tumbuhan yang menjadi fokus pengembangan adalah Lamtoro Taramba.

"Lamtoro Taramba oleh masyarakat lebih gampang, karena hanya ditanam dan berkembang dengan cepat. Tanaman Lamtoro Taramba juga memiliki kandungan protein yang cukup bagus untuk ternak sapi," katanya. (Sumber: antaranews.com)

PDHI Jabar V Gelar Bakti Sosial Sambut HUT PDHI



Pemeriksaan hewan & vaksinasi rabies gratis oleh PDHI Jabar V (Foto: Infovet/Cholill)

Banyak cara bagi seseorang maupun organisasi dalam merayakan hari ulang tahunnya. Contohnya PDHI, dalam rangka menyambut HUT PDHI yang ke – 66, PDHI cabang Jawa Barat V mengadakan kegiatan bakti sosial  berupa pemeriksaan hewan, vaksinasi rabies, dan sterilisasi gratis untuk hewan peliharaan. Acara tersebut digelar di pelataran kelurahan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (9/1) yang lalu.

Drh Vici Imshar mengatakan bahwa acara tersebut merupakan acara yang rutin diselenggarakan oleh PDHI Jabar V. “Kita selalu mendapatkan instruksi dari ketua umum pada peringatan HUT PDHI agar tiap cabang membuat kegiatan – kegiatan seperti ini (Bakti Sosial), kami yang praktik di hewan kecil mengadakan acara seperti ini, mungkin rekan sejawat yang berkecimpung di dunia hewan besar dan lain sebagainya bentuk kegiatannya lain – lain, intinya adalah bakti sosial,” tutur drh Vici.

Dalam menyelenggarakan acara tersebut PDHI Jabar V tidak sendirian, pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Bekasi. Drh Sariyanti Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Bekasi yang turut hadir menyambut positif acara tersebut. “ Kegiatan ini positif sekali, dapat dilihat dari animo masyarakat yang datang. Kami dari DISTANIKAN Kota Bekasi bekerjasama dengan PDHI JABAR V menurunkan sekitar 20 orang dokter hewan untuk kegiatan ini,” kata Sariyanti.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa kegiatan seperti ini juga menjadi kegiatan rutin DISTANIKAN Kota Bekasi. “Pada minggu kedua dan keempat setiap bulannya kita rutin mengadakan kegiatan pemeriksaan hewan dan vaksin rabies gratis, biasanya kita adakan di acara car free day di sekitaran Stadion Bekasi,” tuturnya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum PDHI Jabar V drh Jack Ruben Simatupang menyatakan bahwa tujuan utama dari kegiatan ini adalah sebagai ajang edukasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan hewan, selain itu untuk mengingatkan juga akan bahaya rabies. “Kita sebagai dokter hewan juga bisa approaching ke masyarakat sekaligus mengenalkan profesi kita. Selama ini kan warga takut ke dokter hewan karena biayanya mahal, padahal kan enggak selalu begitu Mas,” tukas Ruben.

Lebih dari 50 ekor hewan didaftarkan untuk diperiksakan dan divaksinasi rabies pada hari itu. Salah satunya adalah milik Ibu Prihartini asal Pondok Gede. Ia mengaku senang dengan diadakannya kegiatan ini, menurutnya kegiatan seperti ini harus lebih sering diadakan karena selain pemilik hewan dapat berkonsultasi dengan gratis, Prihartini mengaku lebih tenang setelah mendengar “petuah” dari dokter hewan. (CR)

Perluasan Areal Tanam Baru Memicu Peningkatan Produksi

Dirjen Tanaman Pangan, Sumarjo Gatot Irianto saat bertemu wartawan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Berdasarkan data nasional 2018, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan bahwa produksi jagung dan beberapa komoditas pertanian cukup tinggi akibat adanya perluasan areal tanam baru.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Sumarjo Gatot Irianto, mengungkapkan produksi jagung sepanjang 2018 mencapai 30,05 juta ton pipilan kering. “Sedangkan kebutuhan hanya sekitar 15,58 juta ton, jadi masih ada surplus 14 juta ton pipilan kering,” ujar Gatot dalam sebuah acara bincang pertanian, Jumat (11/1).

Ia menambahkan, walau produksi jagung cukup baik dan terjadi surplus secara nasional, namun secara spesifik per daerah dan periode tertentu masih ada yang mengalami kekurangan. Kendati demikian hal itu dapat ditutupi oleh daerah yang memiliki kelebihan jagung.

“Surplus secara nasional bukan berarti tidak ada defisit di beberapa tempat. Ada daerah yang surplus dan defisit, ini perlu dipahami,” katanya.

Gatot menyebut, keberhasilan tersebut merupakan hasil dari upaya khusus padi, jagung dan kedelai (Upsus PJK) sejak 2015 lalu. Dari upaya tersebut, luas tanam ketiga komoditas tersebut meningkat tajam. “Dengan begitu produksi 2019 diproyeksikan bakal meningkat lebih baik lagi dari tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Potensi produksi tersebut, lanjut Gatot, diupayakan melalui pengembangan lahan rawa, lahan kering, tumpang sari, hingga perbaikan benih, pupuk dan penanganan pasca panen. “Dengan adanya program ini, salah satunya kita upayakan lahan rawa, dapat meningkatkan indeks pertanaman menjadi dua kali setahun dari yang sebelumnya hanya satu kali,” kata Gatot.

Sementara untuk budidaya tumpang sari, Gatot mengungkapkan, pada 2019 ditargetkan luas areal tanam mencapai 1,05 juta hektar atau setara luas pertanaman 2,1 juta hektar. “Tumpang sari menjadi solusi mengatasi persaingan komoditas. Selain itu, budidaya tumpang sari bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar, selain meningkatkan luas tanam dan produksi, serta efisiensi usaha pertanian,” ucapnya.

Hal itu mendapat apresiasi dari pengamat pertanian, Siswono Yudo Husodo, yang turut hadir. Menurutnya, perluasan areal tanam baru, seperti lahan rawa dan lahan kering, merupakan terobosan yang sangat baik.

Siswono yang juga mantan Menteri Transmigrasi menegaskan, perluasan areal tanam baru tersebut merupakan upaya pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi kekurangan produksi. 

“Ini perlu disambut oleh gubernur atau bupati. Seperti contoh di Dompu, bupatinya komitmen sehingga mampu menjadikan kabupaten miskin menjadi sejahtera karena masyarakatnya bisa bertumpu pada perluasan tanam, salah satunya jagung yang sampai masuk ke hutan,” katanya. (RBS)

Pemerintah Klaim Ekspor Peternakan Terus Meningkat

Dirjen PKH beserta jajarannya usai bincang di acara BAKPIA. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan daya saing dengan mempermudah perizinan ekspor bidang peternakan. Ekspor tersebut diklaim terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hal tersebutdikatakan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, saat Bincang Asik Pertanian Indonesia (BAKPIA), Selasa (8/1), di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan.

Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pencapaian nilai ekspor komoditas peternakan pada 2017 mengalami peningkatan sebesar 40,98% dibanding 2015. Selain itu, volume ekspor sejak Januari-November 2018 mencapai 229.180 ton dengan nilai mencapai 578.402.448 dolar AS. Terhitung volume ekspor naik sebesar 9,67% dengan nilai ekspor meningkat 3,19% dibanding periode yang sama pada 2017 dengan angka 208.965 ton dan 569.230.610 dolar AS.

“Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen PKH capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan dalam 3,5 tahun terakhir mencapai 32,13 triliun rupiah. Kontribusi terbesar pada industri obat hewan menyumbang 21,58 triliun rupiah ke 91 negara ekspor,” ujar Ketut.

Ia menambahkan, produk hewan non pangan, telur tetas, produk olahan ternak pakan, DOC dan semen beku juga menyumbang devisa cukup besar pada 2018. “Kita ingin meningkatkan ekspor, manfaat ekspor bukan hanya meningkatkan pendapatan pelaku usaha, tetapi juga menambah devisa dan mengangkat martabat bangsa di mata dunia,” tambahnya.

Dalam rangka meningkatkan daya saing produk peternakan, lanjut Ketut, sejak 2016 pihaknya telah membina dan memfasilitasi UMKM peternakan di 22 provinsi, diantaranya dengan bimbingan teknis, sarana dan prasarana, pendampingan CPPOB (Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik) dan fasilitasi izin edar.

Untuk jaminan mutu dan keamanan pangan, ia juga bekerjasama dengan Badan POM mengenai pemenuhan persyaratan izin edar produk peternakan. Selain itu, pihaknya juga menginisiasi pengembangan sistem pertanian organik komoditas peternakan. (RBS)

Silaturahmi IKA FKH IPB

IKA FKH IPB Mengadakan silaturahmi. (Foto: Infovet/Cholill)

Sabtu 12 Januari 2019, sejumlah dokter hewan yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kedokteran Hewan IPB (IKA FKH IPB) mengadakan silaturahmi di Gedung Alumni IPB, Bogor. Acara tersebut dihadiri Dekan dan Wakil Dekan FKH, IPB Prof Drh Srihadi Agung Priyono dan Dr Drh Agus Setiyono.

Ketua IKA FKH IPB, Drh Fitri Nursanti Purnomo, dalam sambutannya mengapresiasi anggota yang datang ke acara tersebut. “Selain dalam rangka menyambung tali silaturahmi antar angkatan, acara ini juga bertujuan membahas program-program kerja IKA FKH IPB yang telah berjalan sepanjang 2018 dan sosialisasi program IKA FKH IPB 2019. Semoga program yang telah berjalan bisa dilanjutkan dengan konsisten serta tahun 2019 semua program dapat terealisasi,” pungkasnya.

Sementara, Prof Drh Srihadi Agung Priyono dalam pidatonya mengingatkan tentang pentingnya menjaga silaturahmi antar alumni. Pria yang akrab dipanggil Yoni itu, juga mengingatkan bahwa dokter hewan alumni IPB harus bisa menjaga nama baik almamater dan mampu bersaing di tingkat global.

“Banyak alumni kita yang sudah go international, itu bagus, tapi tetap jangan seperti kacang lupa kulit, silaturahmi kita sesama mantan mahasiswa tetap harus dijaga, bila perlu kita berkontribusi bagi adik-adik kita yang sekarang masih menempuh pendidikan di kampus,” tutur Yoni.

Kontribusi yang dimaksud yakni salah satunya menyukseskan program beasiswa untuk mahasiswa FKH IPB yang kurang mampu. Sejak 2012 lalu IKA FKH IPB terus konsisten menyalurkan bantuan beasiswa kepada mahasiswa FKH IPB yang dianggap kurang mampu. Dana diperoleh secara kolektif dari alumni FKH IPB yang dikoordinir melalui masing-masing ketua angkatan. (CR)

Dirut Bulog: Impor Jagung 30.000 Ton Itu Permintaan Peternak

Ilustrasi (Foto: Pixabay)

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso memastikan impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019 itu bukan permintaan perusahaannya.

"Bukan Bulog yang minta, tapi peternak. Di mana kebutuhan peternak ini data dari seluruh Indonesia dan itu kebutuhan sekian. Kita impor sesuai dengan kebutuhan dan terus kita distribusikan dan kita enggak akan stok sesuai dengan kebutuan," ujarnya di Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Budi Waseno menjelaskan, bahwa impor jagung untuk pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, sudah habis. Pasalnya Bulog mengimpor berdasarkan kebutuhan yang sesuai data dari Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Barat (Jabar), Sulawesi Selatan.

"Sehingga waktu itu perhitungan kita dengan data kebutuhan itu, kita butuh berapa? Ternyata kebutuhan tersebut riil 100.000 ton. Oleh karena itu kita impor 100.000 ton, begitu datang langsung didistribusikan jadi enggak nyampe di gudang kita," tuturnya.

Lanjut dia, impor jagung itu nantinya dijual sebesar Rp4.500 per kilogram (kg), dari Bulog. "Jadi kalau ada yang jual Rp8.000 per kg itu, salah, kita jualnya Rp 4.500," ungkapnya.

Dia menambahkan, bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan bila impor akan dilakukan kembali. Apabila hal tersebut dibutuhkan oleh peternak dan dapat mengajukan penugasan impor kepada pemerintah. "Maka itu, impor itu, semata-mata dilakukan sesuai kebutuhan," pungkasnya.

Seperti diketahui, setelah memutuskan untuk melakukan impor pakan ternak sebanyak 100.000 ton pada akhir tahun lalu, kini pemerintah kembali membuka impor jagung sebanyak 30.000 ton pada awal 2019.

Impor ditugaskan kepada Perum Bulog, yang rencananya jagung tersebut masuk ke Indonesia paling lambat di akhir Maret 2019. (Sumber: economy.okezone.com)

Sisa Jagung Impor Tahap Pertama 26.000 Ton Disalurkan

Ilustrasi jagung (Foto: Pixabay)

Perum Bulog segera mendistribusikan sisa jagung impor tahap pertama sebanyak 26.000 ton begitu tiba di Indonesia pekan depan. Sisa jagung tersebut akan disalurkan kepada peternak layer. Sementara sebelumnya sebanyak 74.000 ton telah disalurkan lebih dahulu.

Pada 2018, Bulog mendapat izin impor 100.000 ton. Karena izin impor baru di dapat menjelang tutup tahun, sebagian impor jagung itu baru terealisasi di Januari 2019 ini.

Bulog juga sudah mendapat izin impor jagung dari Kementeri Perdagangan (Kemdag) sebanyak 30.000 ton yang akan dieksekusi pada bulan ini juga untuk kebutuhan peternak layer.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pihaknya mengimpor jagung sesuai kebutuhan. Impor yang direalisasikan dalam dua bulan terakhir ini dilakukan karena sudah mendesak.

"Impor 100.000 ton kemarin itu berdasarkan kebutuhan setelah didata dari peternak di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi,"ujarnya, Kamis (10/1/2019).

Pria yang akrab disapa Buwas ini melanjutkan, Bulog tidak mengimpor jagung dalam volume besar karena sebentar lagi memasuki panen raya. Sementara jagung saat ini hanya untuk menstabilkan harga jagung di pasar.

Jagung tersebut dilepas Bulog ke peternak dengan harga Rp 4.500 per kilogram (kg) atau jauh lebih murah daripada rata-rata harga pasar yang sudah tembus Rp 6.000 per kg. (Sumber: industri.kontan.co.id)

Fapet UGM Optimis Tanaman Chicory Jadi Pakan Unggul Indonesia

Ir Nafiatul Umami menunjukkan Chicory di kebun rumput Fapet UGM (Foto: Dok. UGM)

Fakultas Peternakan (Fapet) UGM tengah mengembangkan riset tanamana forbs Chicory. Fapet UGM sangat optimis bahwa tanaman Chicorium Intybus ini mampu menjadi pakan unggul di Indonesia.

Riset yang dilakukan Fapet UGM dan Cropmark Seed Company New Zealand menunjukkan bahwa produksi Chicory di Indonesia lebih besar 2—3 kali lipat dibandingkan dengan produksi di negara asalnya, New Zealand.

“Kami melaksanakan riset untuk mengembangkan tanaman tersebut di Indonesia. Chicory mampu beradaptasi dengan baik di sini dengan kandungan protein kasar yang tinggi (25.5% BK) dan serat kasar yang rendah (26,0% BK). Dibandingkan dengan tanaman pakan legum yang umum dibudidayakan di Indonesia, kandungan nutriennya jauh lebih baik. Ini menjadi keunggulan utama dari tanaman Chicory,” ujar Dekan Fapet UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU dalam keterangan pers yang diterima Infovet, Rabu (9/1/2019).

Prof Ali Agus menambahkan, Chicory yang ditanam di kebun rumput Fapet UGM dapat menghasilkan produksi segar sebanyak 55 ton/hektar pada umur potong 30 hari dengan kadar air sekitar 18%. Pada musim kering (Agustus 2017 – Februari 2018), Chicory dapat menghasilkan produksi hijauan sebanyak 27,5 ton/hektar setiap kali panen.

Jika panen dilakukan setiap bulan, maka produksi Chicory pada musim kering dapat mencapai 330 ton/hektar/tahun atau sekitar 60 ton bahan kering/hektar/tahun.

“Produksi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Chicory yang ditanam di New Zealand dengan bahan kering berkisar 8 – 19% dengan protein kasar 20 – 26 % dan kandungan serat kasar 20 – 30%. Di New Zealand, produksi bahan kering yang dihasilkan sebanyak 8--16  ton/hektar/tahun,” jelasnya.

Hal ini berarti bahwa produksinya 3 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di negara asalnya. Kesuburan lahan di Jawa menjadi salah satu faktor pendukung produktivitas yang tinggi.

Selain Dekan, tim peneliti yang terdiri atas Ir. Nafiatul Umami, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., Dr. Ir. Bambang Suhartanto, DEA, Slamet Widodo, S.Pt, Dr. Tim Cookson, dan Brian Thorrington yang berasal dari pihak Cropmark Seed Company New Zealand.

Seperti Apa itu Chicory?

Chicory merupakan jenis forbs, yaitu tanaman pakan herbaceous (bukan kayu) berdaun lebar dan tidak seperti rumput, sehingga tidak termasuk kategori rumput maupun legum. Jenis tanaman ini banyak terdapat pada ladang penggembalaan, dapat hidup 2 tahun atau lebih.

Tanaman ini penting untuk meningkatkan produktifitas ladang penggembalaan. Di negara asalnya, New Zealand, tanaman Chicory merupakan tanaman andalan bagi ternak sapi perah maupun domba di padang penggembalaan.

Sejak 2015, Fapet UGM menjalin kerja sama dengan industri pengembang rumput dan legum Cropmark Seed Company New Zealand yang merupakan salah satu industri eksportir biji rumput dan legum terkemuka di seluruh dunia.

Mulanya, Fapet UGM melaksanakan uji coba pada lebih dari 30 jenis rumput dan legum dari
Cropmark New Zealand untuk dievaluasi potensi pengembangannya di Indonesia.

Hasil studi awal, ditemukan 3 jenis yang sangat potensial dan adaptif dengan kondisi agroekologi Indonesia. Salah satunya adalah tanaman forbs Chicory. (NDV)

Keluar Kandang, Begini Tips Simpan Telur Sebelum Didistribusikan

Foto: Pixabay

Produk peternakan biasanya mempunyai sifat yang mudah rusak, apalagi jika tidak diproses dengan pengendalian mutu yang baik. Beberapa produk peternakan seperti telur memang mempunyai daya tahan yang lebih baik jika dibandingkan daging dan ikan.

Meskipun demikian, telur pun harus disimpan dengan pengelolaan yang tepat agar kualitas telur tetap terjaga. Biasanya telur akan rusak karena air dan zat-zat makan dalam telur menguap, dan bisa juga karena kontaminasi bakteri dari luar yang masuk melalui pori-pori kulit telur.

Soeyanto, peternak ayam layer Cikupa, Tangerang berbagi beberapa tips cara menyimpan telur yang baik usai diambil dari kandang. Dalam proses pengumpulan telur dan  penyimpanan telur, ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:

1. Kandang ayam harus diupayakan selalu bersih dan tidak lembab

2. Setelah diambil dari kandang, telur biasanya dipilih berdasarkan ukuran, kondisi cangkang, bentuk normal telur, dan kebersihannya

3. Telur  dicuci terlebih dahulu untuk menghindari kotoran maupun bakteri dari kandang yang menempel pada cangkang telur

4. Simpan telur yang sudah bersih di cool storage

5. Telur juga bisa disimpan dalam periuk tanah yang dilapisi dengan jerami atau daun pisang kering

6. Kantong plastik juga bisa menjadi tempat yang praktis untuk menyimpan telur. Telur bisa disimpan dalam kantong plastik yang tertutup rapat, supaya tidak ada pertukaran udara yang merusak kelembaban telur

7. Sesuai SOP, telur yang terkumpul langsung didistribusikan ke agen, jika masih berniat menyimpan maksimal 3 hari

Semoga bermanfaat.


Gugatan Kementan Terhadap Ketua Pataka Dicabut

Ketua Pataka (bersyal) bersama rekan-rekan. (Foto: Istimewa)

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Yeka Hendra Fatika hari ini, Selasa (8/1/2019) memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Panggilan tersebut atas dasar gugatan yang dilayangkan oleh Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan).

Hasil dari persidangan perdana ini, Kementan mencabut gugatan terhadap Yeka Hendra Fatika. Pencabutan gugatan terkait kasus Petisi Ragunan terkait pembohongan data produksi yang dilakukan Kementan dan berbeda dengan yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut informasi yang Infovet rangkum dari Detiktv, pencabutan dilakukan tanpa disertakan alasan. Pembacaan putusan oleh Hakim Wahyu Sektianingsih.

“Saya secara pribadi sangat bersyukur dan berterima kasih dengan dicabutnya gugatan ini. Seperti sudah diduga meng-kasuskan Petisi Ragunan yang ditandatangani 20 orang, namun gugatan ditujukan ke satu orang saja justru menimbulkan kegaduhan,” urai Yeka dalam petikan wawancaranya di Detiktv.

Yeka pun menyampaikan terima kasih atas dukungan teman-teman petani dan peternak yang juga telah membentuk wadah Agri Watch untuk terus memonitoring kinerja Kementan.

“Memperjuangkan hak-hak petani dan peternak tetap harus kami lanjutkan,” pungkasnya. (NDV)

Pemerintah Tambah Impor Jagung 30 Ribu Ton

Pemerintah putuskan menambah impor jagung 30.000 ton (Foto: Pixabay)

Bertempat di Kementerian Perdagangan, Senin (7/1/2019), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan saat ini pihaknya masih mengurus persetujuan impor jagung sebanyak 30 ribu ton.

"Lagi proses persetujuan impor-nya. Kita prosesnya sedang mengusulkan penugasan," ujarnya kepada awak media.

Oke menjelaskan, saat ini Bulog tengah mengajukan impor jagung tambahan sebanyak 30 ribu ton. Bulog baru bisa melakukan impor setelah mendapat penugasan dari Menteri BUMN.

Impor jagung tambahan sebanyak 30 ribu ton juga sudah dibahas dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).

Rencana impor jagung tersebut akan masuk ke Indonesia pada Maret 2019. Menurut dia, impor jagung pada Maret nanti tidak akan bentrok dengan panen raya. "Enggak, kan sudah Rakortas dan dibicarakan semua pihak," pungkas Oke.

Merangkum informasi dari laman tempo.co, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution, pada 4 Januari 2019 mengatakan keputusan menambah impor tersebut dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga jagung agar tidak berdampak pada kenaikan harga pakan ternak, yang ujungnya dapat berimbas pada kenaikan harga telur di pasaran.

Menurutnya hal tersebut perlu dipersiapkan sebagai langkah antisipasi lantaran telur ayam juga dianggap sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi. Terlebih, masa panen jagung diproyeksi baru berlangsung pada April 2019.

"Kita sudah impor dan sudah masuk sekitar 70.000 ton sampai akhir Desember 2018. Sebanyak 30.000 ton sisanya rencananya akan masuk pada pekan ketiga Januari 2019. Kita juga sudah menambah 30.000 ton lagi untuk masuk pada pertengahan Februari 2019 karena panen jagung itu April," tuturnya.

Namun, dia melihat saat ini, Bulog baru mendistribusikan jagung impor itu kepada peternak ayam petelur skala kecil saja.

"Kelihatannya di lapangan ada kebijakan bahwa jagung impor diberikan hanya pada peternak ayam petelur kecil. Tapi kami sudah ngomong bahwa enggak bisa begitu. Sekarang jual ke semuanya," tutur Darmin. (Inf)


Aging Population Tenaga Kerja Sapi Perah Mengancam Keberlanjutan Usaha

Sapi perah yang dibudidaya di daerah Kopeng, Kabupaten Semarang.

Kira-kira 100 meter dari Jalan Raya Solo-Semarang tepatnya di Kelurahan Doborejo, Kecamatan Argo Mulyo, Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah, penulis bersama Tim Monitoring Sapi Perah Direktorat Bibit dan Produksi menjumpai kelompok tani yang salah satu aktivitasnya beternak sapi perah.

Ada hal sangat menarik dari kelompok tani ini, yaitu semua anggota kelompoknya rata-rata berusia di atas 60-70 tahun, tampak giginya ada yang tanggal, ompong dan berambut uban. 

Dari hasil wawancara, mereka sebenarnya pekerja telaten dan memang mengabdikan untuk usaha sapi perahnya dengan memerah susu sapinya dua kali sehari dan rajin menyabit rumput hijauan pakan. Ditanya rumput apa yang dipakai, dengan lancarnya mereka sebut nama-nama rumput hijauan pakan ternak untuk pakan hijauan dan legume konsentratnya dengan sejumlah perbandingan dicampur pula dengan kulit kacang hijau, kulit kopi dan kulit singkong sebagai penambah cita rasa pakan ternaknya. 

Produksi susunya lumayan bagus, yaitu 12-13 liter per hari yang diambil secara rutin harian oleh loper koperasi susu dan dihargai Rp 4.400 per liternya, setelah melalui tes berat jenis oleh sang loper. 

Potret tenaga kerja yang menua ini sebenarnya merupakan fenomena umum ketenagakerjaan sektor pertanian kita. Semakin banyak brain drain tenaga kerja muda yang lari ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di sektor informal maupun formal. 

Efek backwash ini tentunya meninggalkan tenaga kerja pertanian di pedesaan yang semakin menua, karena sulit mencari penggantinya. Seperti kata seorang warga, Sutimah yang beranak empat, semuanya tertarik bekerja jadi kuli bangunan di perkotaan. Mereka hidup mengontrak rumah di perkotaan dan berpikir biarlah orang tua hidup tenang menggarap sawah dan sapi perahnya. Akibatnya, dalam usaha sapi perah sebagian jadi usaha penggemukan sapi dengan mengawinkan sebagian dengan sapi Limousin atau Simmental atau sapi Merah mereka menyebutnya.

Tindakan ini wajar, karena dari susu sapinya mereka memperoleh income harian dan sebagai tabungan dari usaha penggemukan sapi persilangannya. Jadi sederhana pikirannya, namun cerdas mencari solusi ditengah himpitan kemiskinan struktural yang mendera mereka. 

Kendati demikian, mereka tidak berpikir bagaimana melanjutkan usaha sapi perahnya, sementara usia mereka semakin menua. Tanpa khawatir sedikitpun lalu mereka berpikir bahwa usaha mereka akan berlanjut dengan memanggil pulang anaknya kelak, bila dia meninggal melalui kerabatnya yang sudah guyub itu.

Menurut Hasil Sakernas BPS 2017, menunjukkan bahwa memang tenaga kerja pertanian Indonesia dari tahun ke tahun termasuk peternakan, semakin menua. Data Sakernas tersebut menunjukkan bahwa usia di atas 60 tahun di ketenagakerjaan peternakan berjumlah 929.387 orang atau porsinya mencapai 22,1% dari total keseluruhan, diikuti usia 55-59 tahun 10,6% dan usia 50-54 tahun 10,2%.  Gambaran ketenagakerjaan peternakan tersebut seperti tercantum dalam diagram berikut:...

M. Chairul Arifin

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019...

Sisi Lain dari Mycoplasma “Penyakit Menahun yang Selalu Ada”

Air sacculitis yang ditemukan pada DOC yang menggambarkan penyebaran vertikal dari induk. (Sumber: Istimewa)

Penyakit saluran pernafasan mendapat perhatian ekstra, baik pada ternak layer, breeder sampai broiler. Penanganan dan antisipasi di layer farm dan breeder farm bisa diantisipasi dengan vaksinasi menggunakan beberapa penyakit yang menyerang saluran pernafasan, baik vaksin live ataupun vaksin killed, namun di broiler vaksinasi tidak selengkap di layer farm karena siklusnya yang pendek.

Ada satu link yang saling berhubungan erat baik di layer, breeder dan broiler, dan hampir semua sepakat mengatakan pengobatannya sangat sulit, berulang dan cost-nya cukup tinggi hanya untuk membebaskan farm dari penyakit ini. Peternak biasanya menyebutnya dengan CRD atau Chronic Respiratory Diseases yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (MG).

Mycoplasma gallisepticum akan ditransferkan dari induk ke anak (DOC), sehingga akan mengakibatkan penyebaran 100% di kandang yang diakibatkan oleh bawaan induk. Hal ini tidak mengenal pengecualian, baik di layer, breeder maupun broiler. Ditambah lagi dengan penyebaran yang terjadi pada ayam di bawah empat minggu, akan menghasilkan gejala klinis lebih berat dibanding dengan ayam di atas empat minggu. Apabila tidak ditangani dengan sempurna, infeksi sekunder akan lebih mudah masuk dari awal, baik viral maupun bakterial, maka penanganan MG ini ketika terserang diumur di atas empat minggu.

Tidak seperti bakteri pada umumnya yang bersifat ektraseluler, bakteri ini dapat menginfeksi makrofag dan sel darah putih, sehingga dikategorikan sebagai intraseluler patogen dan dengan sifat inilah yang menyebabkan pengobatan terhadap mycoplasma seakan-akan tidak efektif dan cenderung berulang-ulang, hampir mirip dengan Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC yang memerlukan pengobatan intensif, dan karena sifat menginfeksi makrofag inilah beberapa ahli ada yang mengatakan MG sebagai salah satu penyakit imunosupresi.

Banyak yang ingin membunuh bakteri ini baik dengan antibiotik atau dengan sistem kekebalan tubuh berupa makrofag, namun bakteri ini justru bisa bersembunyi di dalam makrofag. Sudah tentu dengan sifat bakteri seperti ini, opsi untuk membuat kandang bebas mycoplasma hanya ada dua, antara lain DOC harus benar-benar free mycoplasma ditambah single age farm atau culling semua flok yang positif mycoplasma seperti yang dilakukan di beberapa negara lain. Karena pilihan tersebut sulit dilakukan, maka yang bisa dilakukan adalah berdamai dengan mycoplasma lewat tiga pilihan, yakni vaksinasi, antibiotik rutin dan berkala, serta kombinasi antara vaksin dengan antibiotik.

Antibiotik terhadap mycoplasma umum diberikan terutama saat DOC, baik layer, breeder maupun broiler, apabila mencurigai ada vertikal transmisi dari induk dan mencegah gejala klinis yang berat di awal pertumbuhan. Untuk mengetahui hal ini...

Drh Agus Prastowo
Technical Manager PT Elanco

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

African Swine Fever di Cina Semakin Memburuk

Foto: Pixabay

African Swine Fever (ASF), flu babi Afrika, menjangkiti sebuah peternakan besar di kota Suihua, Cina. Peternakan yang memiliki 73 ribu babi itu dimiliki oleh Heilongjiang Asia-Europe Animal Husbandry Co, Ltd. Sebuah perusahaan peternakan yang didirikan di tahun 2016. Sebanyak 4.686 babi terinfeksi ASF dan 3.766 babi mati.

Seperti dilansir dari Reuters, sejak Agustus 2018 hampir 100 peternakan di Cina terinfeksi ASF. Lebih dari 200 ribu ekor babi yang terinfeksi dimusnahkan dan jumlahnya masih akan bertambah.

Daging babi merupakan daging yang paling banyak dikonsumi di Cina. ASF menyebabkan terganggunya suplai dan di beberapa wilayah harga daging babi menjadi naik.

“Situasi African Swine Fever semakin memburuk. Pertanian kecil, peternakan besar, rumah pemotongan hewan, pakan - seluruh rantai produksi pada dasarnya terdampak,” kata Yao Guiling, analis dari China-America Commodity Data Analytics.

Beijing telah melarang pemberian limbah dapur kepada babi, dan membatasi transportasi babi hidup dan produk dari daerah yang terinfeksi.

Tetapi ASF sekarang telah menyebar di 23 provinsi dan kota di Cina. Penyakit ini mematikan bagi babi tetapi tidak mempengaruhi manusia.

“Kebijakannya bagus, tetapi meningkatnya wabah menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa masalah dengan eksekusi di tingkat pemerintah daerah,” kata Yao Guiling.

Kementerian pertanian Cina mengatakan rumah pemotongan hewan harus melakukan tes pada produk babi mereka sebelum menjualnya ke pasaran.

Rumah pemotongan hewan harus memotong babi yang berasal dari daerah berbeda secara terpisah, dan hanya dapat menjual produknya jika hasil tes darah dari kelompok babi yang sama menunjukkan negatif dari ASF.

Jika virus ASF terdeteksi, rumah pemotongan hewan harus memusnahkan semua babi yang akan disembelih dan menunda operasi selama setidaknya 48 jam, menurut peraturan yang akan berlaku mulai 1 Februari 2019. (NDV)

Meramu Pakan Itik Pedaging Berkualitas Baik

Meramu pakan dengan metode segi empat pearson paling mudah dilakukan peternak itik mandiri. (Sumber: Istimewa)

Kebutuhan pakan dalam peternakan itik dipengaruhi oleh sistem pemeliharaannya. Di Indonesia, sistem pemeliharaan itik terbagi tiga macam, yaitu ekstensif (sistem penggembalaan), semi intensif (sistem ren) dan intensif (di kandangkan).

Sistem ekstensif banyak dilakukan oleh peternak itik tradisional dengan cara menggembalakan itik di sawah atau lahan pertanian yang baru selesai dipanen. Sedangkan pada sistem semi intensif, peternak sudah menyediakan lahan kandang, dimana itik sudah diberi pakan tambahan berupa bahan pakan yang tersedia di lingkungannya. Sementara pemeliharaan itik secara intensif sepenuhnya sudah mengarah ke komersial, di mana perhitungan untung/rugi sangat diperhatikan di samping faktor efisiensi waktu pemeliharaan.

Perbandingan ketiga sistem pemeliharaan itik dapat dilihat pada tabel berikut:

Perbandingan Sistem Pemeliharaan Itik
Parameter
Ekstensif
Semi Intensif
Intensif
Pakan
Itik mengonsumsi pakan yang ditemui di lahan penggembalaan
Itik mengonsumsi 50% pakan yang diberi peternak dan 50% pakan mencari sendiri
Itik mengonsumsi 100% pakan dari peternak
Tenaga kerja
Ada
Ada
Ada
Kandang permanen
Tidak ada
Ada
Ada
Obat-obatan
Tidak ada
Kadang
Ada
Sumber: Dwi Margi S, 2013.

Itik yang dipelihara secara ekstensif sebagian besar mengonsumsi pakan yang ditemui di tegalan/pesawahan, seperti gabah (70%), keong (3,67%), lembing (5,06%), tutut besar (6,05%), tutut kecil (5,16%), biji rumput (3,57%), rumput (0,20%), serangga (0,30%) dan bahan lain (1,30%).

Sedangkan pemeliharaan itik secara intensif, membutuhkan pakan yang mengandung zat gizi (nutrien) tinggi sesuai dengan kebutuhan tubuh itik untuk hidup dan produksi (daging dan telur), sehingga peternak dapat mengharapkan keuntungan atau pendapatan dari penjualan hasil produksi.

Prospek dan Formula Pakan Itik
Berdasarkan Statistik Peternakan, populasi itik di Indonesia mengalami sedikit peningkatan dari 45.268.459 ekor menjadi 45.321.956 ekor. Peningkatan yang hanya 0,01% disebabkan adanya peralihan fungsi lahan dari areal persawahan menjadi areal industri dan perumahan, sehingga peternak itik tradisional jumlahnya semakin berkurang. Namun kondisi ini menjadi peluang bagi petani/peternak untuk memelihara itik secara semi intensif atau intensif yang menggunakan pakan ramuan/pabrikan.

Pada sistem pemeliharaan intensif, pakan itik merupakan faktor utama yang sangat menentukan perolehan jumlah daging atau telur dan memengaruhi keuntungan yang diperoleh peternak. Kondisi inilah yang menyebabkan perkembangan industri perunggasan Indonesia diiringi tumbuh suburnya pabrik pakan ternak.

Pada 2008 tercatat ada 61 perusahaan pakan ternak yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Produksi dari pakan pabrikan tersebut umumnya berupa pakan unggas, terutama pakan ayam ras, pakan ayam kampung dan pakan itik. Walaupun demikian, pakan pabrikan itik yang diproduksi masih sangat rendah volumenya sejalan dengan perkembangan peternakan itik yang masih lamban. Selain itu, pabrik pakan ternak memproduksi pakan itik tergantung dari keberadaan ternak itik di wilayah pemasarannya.

Di sisi lain, perkembangan sentra-sentra kuliner yang menampilkan menu-menu khusus berbahan baku daging itik atau telur itik telah memicu tumbuh kembangnya peternakan itik intensif dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan volume produksi pakan itik pabrikan. Di waktu mendatang diharapkan, baik itik pedaging maupun itik petelur, dapat menjadi sumber penyedia protein hewani andalan dalam rangka ketahanan pangan nasional.

Meramu Pakan Itik Pedaging
Meramu suatu formula pakan juga dapat diartikan dengan membuat pakan ternak sendiri (self mixed). Pakan yang diramu harus berdasarkan kebutuhan itik yang dipelihara, dengan tujuan menekan biaya produksi sehingga biaya pakan tidak membengkak. Untuk itu  diperlukan formulasi/susunan bahan pakan yang ideal, sehingga tercipta pakan itik yang berkualitas baik sesuai dengan jenis itik yang dipelihara.

Dalam meramu formula pakan ternak itik/ayam, ada beberapa metode yang dipakai, antara lain metode segi empat pearson (square pearson method), metode percobaan, metode komputer dan metode software formula.

Metode yang paling sederhana dan mudah dikerjakan peternak mandiri dengan volume pakan relatif sedikit ialah metode segi empat pearson dan metode percobaan, walaupun ketepatannya relatif rendah. Sedangkan metode komputer dan metode software formula umumnya dipakai oleh pabrikan pakan dengan volume produksi pakan yang besar untuk di pasarkan.

Menyusun formula pakan itik dengan metode segi empat pearson hanya dapat menggunakan dua jenis bahan pakan dan satu jenis nutrien. Teknik ini lebih mudah dikerjakan dari kombinasi campuran konsentrat pabrikan dengan bahan sumber energi konsentrat.

Tahapannya diawali dengan menentukan jenis pakan yang akan dibuat dan kandungan protein pakannya, kemudian bahan pakan yang akan digunakan dibuat dengan metode segi empat pearson, dihitung penggunaan bahan pakannya, lalu hitung jumlah bahan pakan yang akan digunakan untuk memproduksi pakan, hitung kembali pula apakah hasil perhitungan dengan metode tersebut sudah memenuhi kebutuhan nutrien itik. Jika ingin menggunakan konsentrat, sebaiknya gunakan jenis konsentrat pabrikan yang sesuai dengan umur dan jenis itik.

Contoh, membuat pakan itik pedaging umur 0-8 minggu yang mengandung protein 18% dengan bahan pakan konsentrat broiler starter mengandung protein 41% dan jagung kuning halus berprotein 8%.

• Langkah I: Membuat segi empat pearson:



• Langkah II: Menghitung persentase konsentrat dan jagung kuning:
a. Bagian konsentrat: 10/(10 + 23) x 100% = 30%
b. Bagian jagung kuning: 23/(10 + 23) x 100% = 70%

• Langkah III: Menghitung jumlah konsentrat dan jagung kuning yang akan dicampur untuk memproduksi pakan sejumlah 500 kg:
a. Konsentrat: 30/100 x 500 kg = 150 kg
b. Jagung kuning: 70/100 x 500 kg = 350 kg

• Langkah IV: Cara mencampur bahan pakan menjadi pakan itik pedaging:
a. Timbang konsentrat sebanyak 150 kg dan jagung kuning sebanyak 350 kg.
b. Campur konsentrat dan jagung kuning dengan menggunakan sekop untuk jumlah 500 kg sampai kedua bahan tercampur merata dan gunakan alas lantai dari plastik/terpal.

Demikianlah sekilas tentang meramu pakan itik pedaging secara manual dan paling sederhana yang mampu dikerjakan kebanyakan peternak itik pedaging, dalam rangka penyediaan protein hewani alternatif di samping penyediaan protein hewani asal ternak lainnya guna mencapai ketahanan pangan nasional. (SA)

PDHI Siapkan Program Metode Baru Berantas Rabies

Pemberian vaksin untuk anjing peliharaan wajib dilakukan (Foto: balitribune)


Dalam upaya membebaskan penyakit Rabies di Bali, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) akan mengadakan aksi dan program ‘Metode Baru Pemberantasan Rabies di Pulau Bali’. Dalam kegiatan ini, Ketua Umum PB PDHI Drh M Munawaroh MM bersama timnya akan melakukan identifikasi dan pendataan pemilik anjing di Bali.

“Selain itu, diadakan juga pemberian vaksinasi rabies kepada minimal 70 persen dari anjing yang ada di kawasan Bali,” tutur Munawaroh.  

Munawaroh menyebutkan kondisi penyakit Rabies di Bali saat ini masih banyak ditemukan dan sebaran kasus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun 2017 kasus Rabies ditemukan di 9 desa, tahun 2018  ditemukan di 17 desa. Data ini saya ambil dari surat kabar Bali Post tahun kemarin,” ungkap Munawaroh pada keterangan tertulis yang diterima Infovet, Rabu (2/1/2019).  

Menurut Munawaroh faktor meningkatnya Rabies diantaranya keberadaan anjing liar atau tidak berpemilik yang sulit dikendalikan, kemudian anjing liar yang tidak pernah divaksin, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara anjing secara benar.   

PDHI juga mengeluarkan panduan berisi  anjuran mengenai mengelola anjing yang berpemilik. Antara lain, pemilik wajib memberikan vaksinasi Rabies secara berkala, memasang microchip pada anjing sebagai identitas.

Anjuran lain yaitu memasukkan data pemilik dan anjingnya melalui data online, kemudian anjing dirumahkan atau tidak dibebasliarkan.

Sementara anjing yang tak berpemilik atau yang berkeliaran tidak boleh ditangkap dengan menggunakan senapan bius. Setiap anjing liar yang ditemukan dibawa ke shelter atau klinik hewan untuk sterilisasi/Kastrasi maupun OH, lalu divaksinasi.

Kegiatan ini diadakan PDHI bekerjasama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemerintah Provinsi Bali. PDHI juga menggandeng Fakultas Kedokteran Hewan Udayana, LSM dan Pemangku Adat.

Rencananya Kamis, 3 Januari 2018 bertempat di Ruang Rapat Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, digelar rapat koordinasi terkait program pemberantasan Rabies. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh I Ketut Diarmita MP dipastikan menghadiri rapat ini. (NDV)         


ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer