Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Gamang Menghadang Superbugs Datang | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Gamang Menghadang Superbugs Datang

Ilustrasi Superbugs (Sumber: Jamanetwork.com)

Beberapa waktu lalu sempat ramai di media sosial ketika salah satu selebriti nasional, seorang penyanyi dan pemain sinetron Nadia Vega terserang penyakit yang sulit disembuhkan. Konon dia sakit akibat terserang bakteri superbugs, bakteri “super” berbahaya dan kebal terhadap antibiotik. Beruntung Nadia Vega mendapatkan penanganan yang baik di Singapura, bila tidak bakteri akan menjalar keberbagai organ tubuh dan menyebabkan kematian.

Apa yang dialami Nadia Vega adalah salah satu sinyal adanya fenomena alam yang populer disebut  Antimicrobial Resistance (AMR), fenomena alam dimana mikroorganisme seperti  bakteri, virus, parasit dan jamur tidak lagi peka terhadap efek obat anti mikroba.

Infeksi Ringan Mengantar Kematian

Di Indonesia ada 900.000 kasus tipes atau demam tifoid per tahun, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi ini mengakibatkan kematian 20.000 penderitanya. Di dunia 21 juta manusia  per tahun terserang tipes, meninggal 220.000 orang, sisanya terselamatkan terutama berkat antibiotik. Bayangkan, apabila bakteri tersebut menjelma menjadi sejenis superbugs, yang tidak mempan terhadap antibiotik, maka dapat dipastikan jutaan manusia akan meninggal akibat penyakit tersebut. Belum lagi kematian akibat penyakit yang lain, seperti TBC, Kolera dan lain-lain. Apabila kedatangan berjenis-jenis  ”superbugs”  ini tidak diantisipasi, maka suatu saat dari sebuah infeksi bakteri yang ringan bisa berakhir fatal. Luka tersayat pisau dapur bisa mengantar kematian.

WHO/FAO memperkirakan 700.000 orang per tahun telah meninggal akibat AMR, dan tak terhitung jumlah binatang sakit yang tak merespon pengobatan. Bahkan Lord Jim O’Neill dan timnya yang dibentuk oleh pemerintah Inggris memperkirakan bahwa AMR  akan menyebabkan 10 juta kematian per tahun di tahun 2050, mengakibatkan kerugian lebih dari USD 100 Triliun. Jumlah kematian tersebut setara dengan kematian akibat perang dunia ke dua yang memakan korban 60 juta orang selama enam tahun.

Perkembangan AMR melaju pesat. Ironisnya kecepatan penemuan antibiotik generasi baru tidak secepat laju AMR. Untuk menemukan antibiotik baru perlu riset, dan perusahaan farmasi umumnya enggan mengalokasikan dana riset yang super mahal.

Alexander Fleming, ilmuwan  Scotlandia penemu pinisillin, ketika menyampaikan kuliahnya pada upacara penerimaan hadiah Nobel setengah abad yang lalu telah memberikan peringatan, bahwa akan ada waktu dimana pinisillin (antibiotik) bisa dibeli dimana saja, dan akan sangat bahaya bila ada yang mendapatkan dosis sedikit, karena  bisa menimbulkan kekebalan. Benar kata dia, beberapa  tahun kemudian mulai terlihat adanya bakteri yang kebal terhadap satu atau beberapa jenis antibiotik.

Timbulnya mikroba yang kebal antibiotik melalui berbagai mekanisme. Bakteri mensintesis suatu enzim yang menghancurkan antibiotik, misalnya Stapilokoki menghasilkan beta-laktamase, akibatnya bakteri tersebut kebal terhadap Pinisilin G. Di Indonesia , berdasarkan survei tahun 2013, di enam rumah sakit teridentifikasi E-coli dan Klebsiela pneumonia telah memproduksi enzim Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL), akibatnya antibiotik dari berbagai generasi sudah tidak mempan membunuhnya.

Bakteri juga bisa kebal antibiotik dengan merubah permeabilitasnya, ini dilakukan beberapa bakteri  terhadap tetrasiklin. Adapula bakteri yang mengembangkan perubahan struktur sasaran bagi antibiotik, beberapa bakteri merubah protein spesifik pada subunit 30s ribosom untuk menangkal serangan antibiotik aminoglikosida. Masih ada beberapa mekanisme lain yang memungkinkan bakteri menjadi kebal terhadap satu atau beberapa antibiotik.

Prudent Use of Antibiotics

AMR adalah tantangan signifikan bagi kesehatan publik, food safety dan food security/keamanan dan ketahanan pangan.

Sejak tahun 2002 diketahui telah terjadi  kebal kuman terhadap antibiotik di sejumlah rumah sakit di Indonesia.  Pemakaian obat-obatan pada ternak “dituduh” sebagai salah satu  penyumbang signifikan atas kejadian itu. Hal tersebut pantas dijadikan sebagai peringatan untuk  mawas diri bagi seluruh stakeholder peternakan dan kesehatan hewan.

Harus diakui, saat ini peternak masih banyak yang mediagnosa sendiri penyakit ternaknya, membeli antibiotik tanpa resep dokter, dan mengobati ternaknya sendiri tanpa pengawasan dokter hewan.  Mereka belum banyak mendapat informasi tentang AMR, dan yang sudah tahu jarang yang punya kesadaran untuk ikut berpartisipasi dalam menghadang laju AMR, di benaknya yang penting ternaknya selamat .

Namun harus diakui pula penyebab munculnya kebal kuman terhadap obat bisa juga disebabkan  karena tingginya penggunaan antibiotik pada manusia. Sebanyak 50-80 persen antibiotik diberikan kepada pasien secara tidak rasional atau tanpa indikasi, masyarakat masih mudah membeli antibiotik ditoko obat  ataupun apotik tanpa resep, masih ada kebiasaan pasien menebus setengah resep, dan tidak jarang karena ketidak tahuan pasien menghentikan penggunaan  antibiotik sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh.  Selain itu, penyebaran kebal/resistensi antimikroba di rumah sakit disinyalir masih tinggi, karena pemahaman serta upaya pencegahan masih rendah.

Penggunaan antibiotik secara bijak (Prudent Use of Antibiotics) menjadi sangat penting dalam upaya melawan AMR.

*Penulis : Rakhmat Nuriyanto, Direktur PT Pyridam - Jakarta

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer