-->

LANJUTAN EKSPOR CHAROEN POKPHAND INDONESIA, GENAP KE-200

Mentan Syahrul saat melepas keberangkatan ekspor 16 kontainer produk ternak milik CPI. (Foto: Infovet/Ridwan)

Minggu (24/11/2019), bertempat di Kantor Pusat, Jalan Ancol Barat VIII, Ancol, Jakarta Utara, PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) kembali melaksanakan ekspor produk ternak sebanyak 16 kontainer yang ditujukan ke Jepang dan Timor Leste, dengan total nilai Rp 2,5 miliar. Pengiriman kali ini menandakan genapnya ekspor CPI ke-200 kontainer.

Presiden Komisaris CPI, T. Hadi Gunawan, dalam kegiatan tersebut mengatakan, ekspor ini merupakan lanjutan dari ekspor yang sudah dilakukan pada 2017 lalu ke Papua New Guinea dan pada 2018 sebanyak 3 kontainer produk olahan dan griller ayam, 20 kontainer pakan ayam dan 82.000 ekor DOC ke Timor Leste dan produk olahan ayam ke Jepang.

“Pada waktu itu ibarat ekspor tersebut sebagai lilin kecil yang baru nyala dan terus kami upayakan secara konsisten. Saat ini lilin kecil itu telah berubah menjadi obor kecil yang terus menyala dan akan kami kobarkan untuk menjadi obor yang besar,” kata Hadi dalam sambutannya dihadapan ratusan tamu undangan.

Ekspor ini, lanjut dia, akan terus dikembangkan pihaknya ke beberapa negara lain. “Kami ingin terus berkembang bukan hanya ke tiga negara langganan itu saja. Dengan dukungan pemerintah dan stakeholder, kami yakin bisa memperluas pasar seperti ke Singapura, Hongkong, Timur Tengah dan negara lain, sehingga kita dapat mengharumkan nama Indonesia dan menambah devisa negara,” tambah dia.

Sementara, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, yang turut hadir dan melepas keberangkatan ekspor, menyambut baik hal tersebut dan menegaskan produk ternak Indonesia tidak boleh kalah dari negara lain.

“Kami tidak bisa berjalan sendiri, pemerintah butuh saudara untuk membangun industri peternakan ini, kita jangan mau kalah dengan Malaysia atau Thailand, kita harus lebih maju dan merdeka,” ujar Mentan Syahrul.

Ia pun menegaskan, pengembangan sektor peternakan harus dikerjakan dengan serius demi memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri. “Kalau kita tidak serius, bagaimana kita bisa penuhi kebutuhan pangan masyarakat kita? Bagaimana kehidupan mereka nanti? Inilah yang harus memicu adrenalin kita untuk bersama-sama membangun pertanian dan peternakan Indonesia,” pungkasnya.

Sebagai informasi, kali ini CPI menambah rentetan ekspor sebanyak 16 kontainer dengan total produk griller dan olahan ayam 64,77 ton dan pakan berisi 200 ton, yang terbagi menjadi 5 kontainer griller ayam dan 10 kontainer pakan ayam ke Timor Leste, serta 1 kontainer produk olahan ayam ke Jepang. (RBS)

SEMARAK PERAYAAN PEKAN KESADARAN ANTIBIOTIK 2019 DI LAMPUNG

Penyerahan penghargaan Rekor MURI Sertifikasi NKV terbanyak (Foto: Istimewa)



Bertempat di Balai Keratun, Kantor Gubernur Lampung, berlangsung kegiatan Perayaan Pekan Kesadaran Antibiotik pada 21-23 November 2019.

Kegiatan senam bersama
Puncak Acara Pekan Kesadaran Antibiotik, Jumat (22/11/2019) digelar di Lapangan Korpri Bandar Lampung disemarakkan kegiatan senam bersama, kampanye makan 2000 telur sehat, pembagian sertifikikat NKV oleh Dirkesmavet serta penghargaan rekor Muri sertifikasi NKV terbanyak.

Pembukaan kegiatan ini dilakukan oleh Kepala Penasihat Unit Khusus FAO ECTAD di Indonesia, Luuk Schoonman.

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi juga turut hadir dalam acara ini didampingi Perwakilan FAO, dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet) Drh Syamsul Maarif MSi.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa produk peternakan di Lampung (susu, daging, telur) aman dari residu antibiotik. Dirkesmavet mengimbau agar masyarakat tidak takut mengkonsumsi produk peternakan dari peternakan Lampung.

“Penggunaan antibiotik oleh peternak, peternakan dan stakeholder harus bijak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Kementan RI,” tegasnya.

Pekan Kesadaran Antibiotik 2019 diisi agenda acara antara lain Sarasehan Peternak tentang AMR yang digelar Kamis, 21 November 2019. Sarasehan berlangsung di Ballroom Springhill.

Penasihat Teknis Nasional FAO ECTAD Drh Gunawan Budi Utomo dalam sarasehan yang dihadiri raturan peternak Lampung mengutarakan, pengurangan antibiotik bisa dilakukan dengan biosekuriti. Menurutnya, dengan menerapkan biosekuriti maka tingkat penyakit menjadi rendah.

"Kita jaga kehigienisan ternak. Lingkungan yang bersih, maka kesehatan ternak akan terjaga dan penggunaan antibiotik berkurang," terangnya.

Resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) menjadi salah satu ancaman terbesar kesehatan global. Setiap tahunnya, AMR menyebabkan kematian setidaknya 700.000 jiwa/tahun di dunia. Tahun 2050, AMR diprediksi dapat menyebabkan 10 juta kematian/tahun, menjadi pembunuh nomor satu pada manusia yang mengakibatkan penyakit jantung, kanker dan diabetes serta menimbulkan krisis ekonomi global.

Penyebab utama AMR adalah penggunaan antibiotik yang tidak bijak pada sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan

Acara ditutup dengan agenda acara seminar untuk mahasiswa yang diadakan pada Sabtu, 23 November 2019 di Aula Fakultas Pertanian UNILA. (Joko Susilo/NDV)


MENCETAK BUTCHER YANG KOMPETEN DAN BERDAYA SAING TINGGI


Profesi butcher di Indonesia belum banyak jumlahnya. Di RPH ada banyak jagal tetapi mereka belum bisa dikatakan sebagai butcher. Pemerintah Indonesia saat ini sedang menggalakkan berbagai pelatihan dan sertifikasi profesi butcher untuk melahirkan butcher-butcher baru yang kompeten dan bersertifikat.

Atas hal itu, Kementerian Pertanian telah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sektor Pertanian untuk bidang Pemotongan Daging (Butcher). Penyusunan SKKNI bidang Pemotongan Daging (Butcher) bertujuan untuk memberikan acuan baku tentang kriteria standar kompetensi kerja tenaga ahli Pemotong Daging berdasarkan topografi karkas (Butcher) bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka mewujudkan Butcher yang profesional dan kompeten.

”Kompetensi Kerja mempunyai arti sebagai kemampuan kerja seseorang yang dapat terobservasi, serta mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja seseorang dalam menyelesaikan suatu fungsi dan tugas atau pekerjaan sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan," kata Staf Pengajar Fakultas Peternakan IPB Dr Ir Henny Nuraini, MSi dalam Pelatihan Butcher dan Sertifikasi Kompetensi bidang pemotongan daging (butcher) level yunior (SKKNI) yang berlangsung pada tanggal 18- 22 November dan 25- 27 November 2019 di Fakultas Peternakan IPB. Acara yang dilaksanakan dengan berkolaborasi dengan BBPKH Cinaragara tersebut dimulai dengan beberapa materi penting, antara lain tentang penerapan K3, jaminana keamanan dan mutu produk serta higiene, dan kemudian dilanjutkan dengan materi dan praktek mengoperasikan pisau dan kebijakan mutu dari tim BBPKH.

Henny menjelaskan, berdasarkan peta fungsi, jabatan Butcher diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) level yaitu Junior, Senior, Master. Masing-masing level tersebut mempunyai keterampilan dengan kompetensi berbeda yang sifatnya berjenjang dan harus lulus uji kompetensi pada level sebelumnya.

Dengan adanya para butcher yang tersertifikasi, maka dapat dihasilkan tenaga-tenaga butcher profesional yang berkompeten, sehingga dapat memiliki daya saing yang tinggi dengan tenaga asing -yang diharapkan peluang kerja untuk profesi Butcher profesional di Indonesia dapat diisi oleh SDM dalam negeri. (AS)

KOLABORASI KEMENTAN & FAO TANGGULANGI RESISTENSI ANTIMIKROBA

Para peserta talkshow berfoto bersama


Resistensi antimikroba menjadi salah satu ancaman terbesar kesehatan global, tidak hanya pada kesehatan manusia, namun juga pada kesehatan hewan. Setiap tahunnya, 700.000 orang diperkirakan meninggal akibat infeksi bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Hal yang sama terjadi juga pada hewan ternak.
Informasi tersebut disampaikan oleh Syamsul Ma’arif, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner yang mewakili Dirjen PKH I Ketut Diarmita. Sambutan tadi disampaikan pada acara Peluncuran Materi Komunikasi Informasi dan Talk Show Pengendalian Laju Resistensi Antimikroba di IICC Bogor, 19 November 2019. 
Antibiotik merupakan salah satu jenis antimikroba yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi bakteri pada manusia dan hewan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat di sektor peternakan, pertanian, perikanan serta masyarakat mempercepat laju resistensi bakteri menjadi kebal (superbugs). Tanpa adanya upaya pengendalian global, AMR diprediksi akan menjadi pembunuh nomor 1 di dunia pada tahun 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per-tahun, melampaui penyakit jantung, kanker dan diabetes, serta dapat menimbulkan krisis ekonomi global.
Di sektor peternakan, ancaman AMR tidak hanya mengancam keberlangsungan kemampuan dalam mengendalikan penyakit infeksi pada ternak, akan tetapi juga sangat mengancam ketahanan pangan terutama produktivitas sektor peternakan dalam menyediakan sumber pangan hewani bagi masyarakat.
Pada Pekan Kesadaran Antibiotik Sedunia / World Antibiotic Awareness Week (WAAW) yang berlangsung sejak tanggal 18 November 2019, Ditjen PKH bersama dengan FAO Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (ECTAD) dan USAID Indonesia merangkai berbagai kegiatan kolaborasi dengan pemerintah daerah, institusi akademisi dan sektor swasta di tiga kota yakni Bogor, Lampung, dan Surabaya. 
"Tujuannya kegiatan ini adalah untuk memperkuat kesadaran akan bahaya nyata dari AMR dan menyuarakan penggunaan antibiotik dan antimikroba lainnya secara bijak, cerdas dan bertanggung jawab" tutur Syamsul.
Ia juga menambahkan bahwa tantangan dalam memerangi laju resistensi antimikroba dan mengendalikan penyakit infeksi baru harus dipandang sebagai kewajiban dan tanggung jawab semua pihak, untuk itu semuanya harus senantiasa berupaya meningkatkan kompetensi profesional dan selalu menjaga agar antimikroba tetap efektif.
Team Leader FAO ECTAD James McGrane menambahkan bahwa pelaku usaha peternakan dan industri peternakan sangat berperan dalam solusi pengendalian laju resistensi antimikroba. Menurutnya Kementerian Pertanian bersama FAO ECTAD dengan dukungan USAID terus menggaungkan praktik-praktik peternakan yang baik (good farming practices) dan Infection Prevention and Control (IPC), dimana didalamnya terdapat implementasi biosekuriti 3 zona, vaksinasi secara regular, dan pola hidup bersih dan sehat. 
"Hal ini menjadi solusi pengurangan penggunaan antimikroba di peternakan. Harapannya, dengan peternakan yang bersih dan terjaga, tercipta ternak yang sehat dan tidak mudah terkena penyakit,” ujar James. (CR)


PERMUDAH AKSES INFORMASI HARGA KOMODITI PETERNAKAN, KEMENTAN LUNCURKAN SIMPONI-TERNAK

Peluncuran SIMPONI-Ternak di Yogyakarta (Foto: Humas Kementan)



Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) meluncurkan Sistem Informasi Pasar Online Nasional Peternakan atau SIMPONI Ternak di Yogyakarta, Selasa (19/11/2019).

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani dalam acara peluncuran SIMPONI mengemukakan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya meningkatkan akses 
informasi harga komoditi peternakan di tingkat produsen. Salah satunya dengan memberikan Pelayanan Informasi Pasar atau disingkat PIP.

”Informasi harga komoditi peternakan terutama di tingkat produsen, dapat membantu para pelaku usaha dan calon investor dalam menyusun perencanaan bisnisnya”, ujar Fini, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Infovet.

Menurutnya informasi harga pasar komoditi peternakan tidak hanya diperlukan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan, para akademisi, dan peneliti saja, namun diperlukan juga oleh masyarakat.

Lanjut Fini menjelaskan, pelaksanaan PIP didukung oleh pemerintah daerah dari 34 provinsi dan kabupaten/kotanya. Saat ini pengumpulan data dan informasi harga peternakan dilakukan setiap hari oleh 284 petugas PIP yang tersebar di 34 provinsi. Informasi yang dikumpulkan tersebut dapat diakses melalui website www.pippeternakan.pertanian.go.id.

"Namun sekarang, seiring dengan kemajuan teknologi, Ditjen PKH telah mengembangkan aplikasi SIMPONI-Ternak untuk mempermudah para petugas melakukan pengelolaan data dengan berbagai fitur penyajian data yang informatif,” jelas Fini.

Peluncuran SIMPONI-Ternak ini dilaksanakan bersama para perwakilan pembina dan petugas PIP 34 provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekaligus penyelenggaraan pertemuan evaluasi kinerja PIP.

Hadir pada acara tersebut Wakil Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DIY, Sugeng Purwanto yang menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan pengumpulan data dan informasi harga komoditi peternakan, yang sangat diperlukan baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha. (Rilis/INF)

SEMNAS ASOHI: KEBIJAKAN PEMERINTAH DIHARAP MAKIN KONDUSIF BAGI SEKTOR PETERNAKAN

Simbolis pemukulan gong oleh Kasubdit POH, Ni Made Ria Isriyanthi sebagai pembuka Semnas Bisnis Peternakan yang digelar ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

Bertempat di Menara 165 Jakarta, Rabu (20/11/2019), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), kembali menggelar acara rutin tahunannya yakni Seminar Nasional Bisnis Peternakan bertajuk “Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi Periode Kedua”.

Menurut Ketua Panitia, Drh Andi Wijanarko, sesuai tema mengingat tahun ini yang merupakan tahun politik, diperkirakan akan berdampak pada dinamika kebijakan yang akan mempengaruhi perkembangan ekonomi termasuk bidang peternakan.

"Memasuki Pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua ini, masyarakat peternakan berharap kebijakan pemerintah makin kondusif untuk pelaku peternakan," kata Andi.

Sebab lanjut dia, diperkirakan pada 2020 mendatang situasi ekonomi global akan mengalami penurunan.

"Hal itu telah dilaporkan oleh United Nations Conference On Trade and Development (UNCTAD) yang memberi peringatan bahwa resesi global bisa terjadi di tahun 2020," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari. Menurutnya, dengan pemerintahan yang baru ini tentunya banyak harapan yang disampaikan pelaku bisnis peternakan.

"Namun sebagai pelaku usaha kita juga harus siap dengan berbagai kebijakan baru. Kita juga perlu melihat bagaimana kondisi ekonomi global dan nasional agar kita lebih siap dalam menghadapi tahun-tahun yang akan datang," ujar Ira.

Karena ke depannya, kata Ira, akan muncul banyak pertanyaan terkait kebijakan pemerintah, misalnya tentang impor daging kerbau, program swasembada daging sapi, swasembada jagung, program alih teknologi dan sebagainya.

"Kami harap lewat seminar ini kita dapat merekam opini dari masyarakat yang diwakili asosiasi yang nantinya akan kita sampaikan kepada pemerintah. Kami juga usulkan para pimpinan asosiasi nantinya dapat bersama-sama bertemu dengan Menteri Pertanian untuk menyampaikan hasil seminar ini dan mendiskusikan hal terkait lainnya," tandasnya.


Simbolis konsumsi daging dan telur ayam sebagai kampanye protein hewani. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam kegiatan tersebut, ASOHI turut mengundang Kepala UPT Pusat Pelayanan Hewan dan Peternakan Dinas KPKP DKI Jakarta, Drh Renova Ida Siahaan, mewakili Gubernur DKI Jakarta, kemudian Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi mewakili Dirjen PKH, dan secara khusus mengundang pakar ekonomi Prof Dr Didiek J. Rachbini, serta sederet pimpinan asosiasi sebagai narasumber seminar, diantaranya ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Pinsar Indonesia, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) dan ASOHI, serta tahun ini juga khusus mengundang ketua Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI), yang masing-masing membahas prospek dan tantangan industri peternakan. (RBS)

MENTAN AKAN ISOLASI DAERAH TERJANGKIT VIRUS HOG CHOLERA



Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok. Kementan)

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo akan mengisolasi jalur distribusi daerah yang terjangkit virus kolera babi (hog cholera) pada ternak babi.

"Nanti akan kita isolasi, baik distribusi terutama untuk ekspor-impornya. Karena ini juga bukan hanya dari Kementerian Pertanian, perlu koordinasi dengan pihak lain," kata Mentan di Jakarta, Senin (18/11/2019), seperti dihimpun Antara.

Saat akan mengikuti rapat kerja di Komisi IV DPR RI, Mentan sempat menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah daerah untuk melakukan isolasi sementara.

Mentan menjelaskan tujuan dari isolasi tersebut adalah agar virus tidak menyebar pada ternak-ternak yang lainnya. Selain itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan atas terjangkitnya virus hog cholera tersebut.

Sebelumnya, jumlah kematian babi akibat virus hog cholera di Provinsi Sumatera Utara terus bertambah hingga menjadi 5.800 ekor. Untuk mengantisipasi penyebaran virus tersebut, Kementan dalam hal ini Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan akan berpartisipasi dalam penanganan dan pengawasan babi. (Sumber: elshinta.com)


KLARIFIKASI PEMBERITAAN TINGKAT RACUN TELUR AYAM DI JATIM




Ilustrasi telur (Foto: Pixabay)

Beberapa hari lalu tepatnya pada Sabtu, 16 November 2019, salah satu media daring memberitakan informasi tentang tingkat racun telur ayam di Jawa Timur (Jatim). 

Pemberitaan tersebut berisi tentang peneliti dari jaringan kesehatan lingkungan global (International Pops Elimination Network / IPEN), bersama dengan Asosiasi Arnika dan beberapa Organisasi lokal Indonesia merilis laporan “Plastic Waste Poisons Indonesia’s Food Chain”. 

Disebutkan bahwa ayam buras (ayam kampung) yang dipelihara secara umbaran (dilepas) dan mencari makan disekitar tumpukan sampah plastik di daerah Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, memiliki tingkat kontaminasi dioksin terparah sedunia.

Dalam siaran pers resmi dari Pemerintah Provinsi Jatim melalui Dinas Peternakan Jatim yang telah dikonfirmasi Infovet, Senin (18/11/2019) menguraikan tanggapan sekaligus tindakan guna meluruskan pemberitaan yang beredar.  

Tanggapan secara umum diterangkan bahwa jenis unggas yang dapat menghasilkan telur terdiri dari ayam ras petelur (ayam layer), ayam buras (ayam kampung), itik, entok dan burung puyuh. 

Populasi unggas yang menghasilkan telur di Jatim pada tahun 2018 adalah 97,4 juta ekor berkontribusi 28% terhadap populasi unggas Nasional dengan rincian ayam buras (kampung) sebanyak 20.148.523 ekor, ayam layer sebanyak 49.509.791 ekor, itik sebanyak 5.816.943 ekor, entok sebanyak 1.522.663 ekor, dan burung puyuh sebanyak 3.817.652 ekor

Metode pemeliharaan ayam ras petelur dan buruh puyuh 100% di kandangkan secara intensif sedangkan ayam buras (kampung), itik dan entok untuk penghasil telur 80% dikandangkan dan 20% masih umbaran.

Total unggas yang menghasilkan telur konsumsi dengan pemeliharaan diumbar hanya 7,5%, sedangkan 92,5% telah menerapkan good farming practices.

Pemeliharaan unggas dengan menerapkan good farming practices terhadap 92,5% unggas penghasil telur di Jatim menggunakan pakan yang memiliki NPP (Nomor Pendaftaran Pakan)

Produksi telur unggas di Jatim pada tahun 2018 adalah sebesar 543.567 ton atau setara dengan 8,2 milyar butir telur berkontribusi 29% terhadap Nasional (peringkat I Nasional). 

Dijelaskan lebih lanjut, produksi telur di Jatim 96,3% berasal dari ayam ras petelur (layer) dan hanya 3,7% berasal dari ayam buras (kampung).  

Jawa Timur telah surplus telur unggas sebanyak 191.255 ton/tahun atau setara 2,8 milyar butir telur dan telah mengekspor ke provinsi lainya di Indonesia diantaranya Jakarta, Jawa Barat, Padang, Batam, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, NTT, Bali, Ambon, Sumbawa, Jayapura, Sorong dan Merauke.

Penting diketahui, di Jatim terdapat 50 unit breeding farm untuk menghasilkan bibit ayam komersial dan 23 unit, diantaranya sudah dinyatakan bebas penyakit flu burung berbasis kompartemen.

Peternak dan Konsumen Resah 

Lebih lanjut dijelaskan, hasil penelitian yang dirilis oleh jaringan kesehatan lingkungan global (IPEN) hanya untuk ayam kampung dengan pemeliharaan umbaran di daerah Tropodo, Sidoarjo dan spesifik daerah terpapar sampah plastik, sehingga tidak mewakili seluruh telur yang dihasilkan Jatim. 

Fakta di Jatim, 96,3% telur dihasilkan dari ayam ras petelur yang sudah menerapkan good farming practices, sedangkan ayam kampung penghasil telur hanya 3,7% saja.

Tidak semua ayam kampung yang dipelihara model umbaran dipelihara di daerah sampah plastik (hanya wilayah tertentu semisal Tropodo). 

Menyangkut pemilihan judul berita oleh media daring tersebut, tidak sesuai dengan isi dan dinilai lebih menggeneraliser sekaligus tidak sesuai dengan fakta yang ada. 

Akibat judul yang tidak sesuai tersebut dapat berdampak pada kerugian ekonomi bagi peternak ayam petelur di Jawa Timur, serta keresahan peternak akan potensi penurunan demand telur. Keresahan juga dialami konsumen telur dan potensi penurunan konsumsi telur yang berdampak pada penurunan asupan protein hewani bagi masyarakat. 

Imbauan dan Upaya

Masyarakat diimbau tidak perlu khawatir terhadap pemberitaan yang beredar dan tetap mengonsumsi telur. 

Telur yang didistribusikan adalah telur sehat dan tidak mengandung racun, serta diproduksi dengan memperhatikan prinsip good farming practices.

Bagi masyarakat yang memelihara ayam kampung dengan cara dilepas atau diumbar, untuk segera beralih dengan pemeliharan unggas dengan skala bisnis dan dikandangkan.

Pemerintah Provinsi Jatim melalui Dinas Peternakan mensosialisasikan penjaminan kualitas dan mutu produk unggas yang beredar dengan informasi sebagai berikut: 

1. Sertifikasi Kompartemen Bebas penyakit Flu Burung (AI) di seluruh breeding farm yang memproduksi bibit untuk ayam petelur dan pedaging final stok (komersial);

2. Melakukan uji yang dilanjutkan sertifikasi bebas penyakit Pullorum untuk induk ayam yang menghasilkan Day Old Chick (DOC) yang akan diedarkan ke masyarakat;

3. Penerapan Biosekuriti Tiga Zona untuk mendukung good farming practices, sehingga telur dan daging unggas terbebas dari penyakit berbahaya;

4. Surveillance penyakit hewan oleh petugas Participatory Disease Surveillace and Respons (PDSR) untuk ayam kampung. Petugas Komersial Unggas Komersial (PVUK) untuk peternakan unggas komersial;

5. Melakukan pengambilan dan pengujian sampel telur dan daging unggas oleh Laboratorium Kesehatan Hewan secara periodik dengan hasil 96% telur yang beredar sesuai dengan standar SNI.

*(Sumber: Rilis Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Peternakan Jawa Tmur)

HARUS TAHU LEBIH TENTANG RESISTENSI ANTIMIKROBA

Mencegah AMR dengan bijak menggunakan antibiotik (Foto : CR)

Dalam dunia medis dan peternakan isu resistensi antimikroba merupakan isu yang sangat seksi untuk dibicarakan. Namun begitu, masyarakat luas kurang mengetahui akan pentingnya isu ini. Padahal ancaman resistensi antimikroba setingkat dengan bio terorisme. Atas inisiatif inilah ReAct bersama Yayasan Orangtua Peduli dan FAO menggelar seminar resistensi antimikroba di Jakarta, 14 November lalu.

Narasumber dalam acara tersebut adalah drh Wayan Wiryawan dan dr Purnamawati Sp.A(K). Wayan Wiryawan dari Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia mengatakan, penggunaan antimikroba yang serampangan dalam dunia peternakan ridak hanya akan merugikan usahanya sendiri tetapi juga konsumen yang mengkonsumsi produknya. “Tentunya ini akan berbahaya bagi semuanya, bukan hanya yang beternak saja”, katanya.

Wayan juga menyampaikan bahwa pemakaian antibiotik yang tidak bijak menjadi tantangan dalam beberapa tahun belakangan karena banyak mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antimikroba tertentu.

“Saya selalu bilang pada peternak pemakaian antibiotik bukan untuk pencegahan tapi untuk mengobati. Jadi tidak baik untuk kesehatan hewan itu sendiri. Selain itu saya juga selalu mengingatkan peternak agar menerapkan biosekuriti yang baik serta penerapan Good Farming Practices”, ujarnya.

Senada dengan Wayan, Purnamawati juga menekankan bahwa penggunaan antimikroba untuk penyakit - penyakit yang ringan seperti flu, radang tengorokan dan diare tanpa lendir atau darah sebaiknya tidak dilakukan.

"Kami sudah bekerjasama bahkan sudah sampai ke KEMENKES isu ini, sejak beberapa tahun lalu. Namun memang sangat sulit ya mengubah mindset masyarakat kita tentang antibiotik ini. Mereka masih menganggap antibiotik ini sebagai obat dewa, tetapi mengkonsumsinya seperti "dewa mabuk"," tukas Purnamawati.

Maksudnya adalah ketika memang dibutuhkan antibiotik dalam medikasi, masyarakat tidak bijak dan disiplin dalam mengonsumsinya (tidak sampai tuntas), sehingga timbul resistensi antimikroba. Selain itu fakta lain yang mengejutkan yang dipaparkan oleh Purnamawati adalah bahwa sejak tahun 1980-an tidak lagi ditemukan antimikroba jenis baru, sehingga ini mempersempit drug of choice terhadap infeksi bakterial atau parasitik.

Guna mencegah "bencana" yang lebih besar akibat resistensi antimikroba, baik Wayan maupun Purnamawati mengajak serta masyarakat Indonesia agar menggunakan antimikroba dengan bijak dan cerdas. Karena jika hal ini kerap berlanjut, bukan tidak mungkin akan jatuh lebih banyak korban akibat resistensi antimikroba.

Perlu juga peran dari media sebagai penyambung kepada masyarakat agar mengamplifikasi pengetahuan kepada masyarakat awam akan pentingnya isu ini, karena menurut Purnamawati dan Wayan di masa kini, apa yang muncul dari media lebih dipercaya oleh masyarakat ketimbang pendapat para ahli (CR).


 

INDUSTRI PETERNAKAN 4.0 ALA HANTER

HANTER mengajak stakeholder industri peternakan menyongsong industri 4.0 (foto : CR)

Dalam menyongsong industri peternakan 4.0 Himpunan Alumni Peternakan IPB (HANTER) menggelar seminar internasional di IPB International Convention Center, Bogor (13/11) yang lalu. Seminar tersebut mengangkat tema "Making Indonesia's Livestock Industry 4.0". 

Audy Joinaldy selaku Ketua Umum HANTER, dalam sambutannya mengingatkan akan pentingnya "melek teknologi" di industri peternakan. Ia juga mengatakan bahwa industri peternakan harus bisa menjawab tantangan di masa kini, salah satu kuncinya adalah dengan menerapkan teknologi "kekinian" dalam peternakan.

"Sekarang kita dituntut agar lebih efisien, lebih taktis dan hi-tech. Ini (teknologi) adalah sebuah keniscayaan, dan sektor peternakan juga tidak boleh sampai ketinggalan. Oleh karenanya harus diupayakan semaksimal mungkin penerapannya," tukas Audy.

Tidak kalah penting menurut Audy adalah pemanfaatan jejaring komunikasi antar alumni HANTER. Selain itu menurut Audy juga diketahui bahwa alumni fakultas peternakan IPB banyak yang menjadi enterpreneur ketimbang fakultas lainnya. 

"Ini kan kesempatan, ternyata anggota HANTER banyak yang jadi pengusaha, jadi kalau ada apa - apa juga harus bisa membantu yang lainnya. Oleh karenanya saya berharap nantinya HANTER bisa berkontribusi lebih bagi peternakan Indonesia," katanya.

Hadir pula dalam acara tersebut PLT Dekan Fakultas Peternakan IPB, Prof Sumiyati. Menurutnya acara ini sangat bagus, selain menambah pengetahuan, menjalin silaturahmi antar alumni, juga mengeratkan hubungan antar stakeholder di dunia peternakan.

"Saya senang HANTER bisa berkontribusi bagi sektor peternakan Indonesia, mudah - mudahan tidak hanya sampai disini, nantinya supaya ada kegiatan lainnya yang sejenis serta punya nilai lebih baik untuk alumni sendiri maupun untuk sektor peternakan pada umumnya," tutur Prof Sumiyati.

Seminar tersebut dibagi menjadi tiga sesi dimana di setiap sesi membahas tema yang beragam dengan narasumber yang kompeten pada bidangnya. Beberapa hal yang dibahas dalam seminar tersebut diantaranya mengenai regulasi, aplikasi digital untuk industri peternakan, serta impelementasi teknologi digital di bidang peternakan. Kesemuanya mendapat atensi yang tinggi dari para peserta yang hadir.

Salah satunya adalah Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta, Darjamuni. Dirinya mengaku sangat senang berkesempatan hadir dalam acara tersebut. Selain itu Darjamuni juga mengatakan minatnya untuk bekerja sama dengan HANTER dalam mencari solusi untuk ketersediaan protein hewani untuk DKI Jakarta.

"Saya senang hadir disini, untuk DKI sendiri kan spesial, tidak punya ternak tapi konsumsi pangan asal ternaknya tinggi. Nah, ketika tadi ngomongin grand design peternakan, saya tertarik ini untuk kerjasama bersama HANTER minimal untuk grand design kebutuhan pangan hewani untuk konsumsi masyarakat Jakarta sajalah, mudah - mudahan sih ini bisa terealisasi secepatnya," kata Darjamuni. (CR)

FAKTOR RISIKO KEMATIAN ANAK KAMBING DAN DOMBA

Banyak faktor yang menyebabkan angka kematian cempe tinggi. (Foto: Dok. pribadi)

Kuliner dengan bahan utama produk olahan kambing atau domba cukup digemari di Indonesia, seperti sate, gulai, tengkleng dan lain sebagainya. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, beberapa tahun terakhir, dikenal menu sate kambing muda berumur kurang dari lima bulan. Konsumsi produk asal kambing dan domba yang semakin digemari masyarakat memberi peluang masyarakat untuk beternak, budidaya dan mengembangkan breeding kambing dan domba, selain kebutuhan nasional yang bersifat rutin seperti Idul Adha. Informasi terkini bahwa terbuka peluang ekspor domba ke Arab Saudi untuk momen Idul Adha dalam jumlah besar.

Keberhasilan pengembangan breeding kambing dan domba dipengaruhi banyak hal, yaitu ketersediaan pakan, bakalan, lingkungan, penyakit, harga, manajemen dan lain sebagainya. Sementara perkembangan populasi sangat dipengaruhi faktor-faktor terkait perfoma reproduksi, yakni angka kebuntingan, jarak kelahiran, jumlah anak tiap kelahiran (litter size), rasio jenis kelamin anak (cempe) dan persentase cempe yang berhasil dilakukan penyapihan.

Banyaknya cempe yang berhasil disapih juga dipengaruhi beberapa faktor. Pada kesempatan ini penulis akan mengupas tentang faktor risiko yang berkaitan dengan kematian anak kambing dan domba. Ini menjadi penelitian menarik yang dilakukan oleh L. Sharif, J. Obeidat dan F. Al-Ani di peternakan kambing dan domba di Yordania pada 2005 silam.

Berdasarkan informasi dalam hasil karya tulisnya, kematian anak domba yang baru lahir (perinatal) di Afrika Selatan (1993) berkisar antara 10-12%, di Australia (1974) sebesar 5-23% yang terjadi pada 80% cempe umur beberapa hari pertama setelah lahir. Penyebab kematian diduga karena faktor iklim, pakan, manajemen, agen penyakit, genetik dan beberapa faktor lain.

Data pada 2001 dari 100 kandang kambing dan domba yang diteliti berjumlah 18.853 ekor dengan rata-rata populasi kandang 45-1.200 ekor, dengan populasi betina dewasa 14.427 ekor, kejadian kematian cempe terjadi pada 50 kandang dengan angka kematian sebesar 1%. Seluruh kandang dibagi menjadi dua kategori, yaitu kandang kasus dengan kepadatan rata-rata 235 ekor dan kandang non-kasus dengan kepadatan 142 ekor. Kejadian kematian umur kurang dari dua hari di kandang kasus mencapai 4% dan kematian hingga umur 28 hari (6%). Pada kandang non-kasus masing-masing angka kematian 0,03% dan 0,4%.

Ini menunjukan bahwa kepadatan kandang... (selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2019)

Drh Joko Susilo MSc APVet
Medik Veteriner, Balai Veteriner Lampung
Koresponden Infovet daerah Lampung

FESTIVAL DUNIA PETERNAKAN DIGELAR PEMKAB JEMBER

Bupati Jember membuka acara Festival Dunia Peternakan. (Foto: jemberkab.go.id)


Pemerintah Kabupaten Jember menggelar Festival Dunia Peternakan, Kamis (14/11/2019). Festival yang menampilkan hasil dunia peternakan ini berlangsung di Lapangan Kecamatan Sukowono.

Selain kontes ternak, festival ini memberikan fasilitas gratis seperti pemberian vitamin dan pelayanan hewan on the spot.

Ada pula karnaval ternak. Iring-iringan hewan ternak ini ternyata juga menarik perhatian pengunjung yang memadati Lapangan Kecamatan Sukowono.

Produksi industri peternakan juga dipamerkan dalam festival ini, yang membuat pengunjung kagum dengan keanekaragaman produk yang dihasilkan oleh dunia peternakan.

“Potensi Jember salah satunya dari dunia peternakan. Terbukti dengan populasi hewan ternak di Jember masuk kategori keempat terbanyak se-Jawa Timur,” ungkap Bupati Jember, Dr Faida MMR saat membuka festival.

Tidak hanya peternak yang ikut andil dalam dalam festival ini. Ada juga penghobi hewan peliharaan yang mewarnai keriuhan dalam festival ini. Mereka memerkan hewan kesayangannya, seperti iguana, kucing, dan kelinci.

Dari dunia peternakan, pemerintah berharap masyarakat bisa menikmati kesejahteraan. Termasuk meningkatnya gizi bagi anak-anak. Festival ini juga dimeriahkan dengan gerakan makan telur dan minum susu.

Festival dimeriahkan dengan kegiatan makan telur dan minum susu.

Bupati menjelaskan, pemerintah bersinergi dengan perbankan untuk memberikan Kredit Usaha Rakyat. “Ada puluhan peternak yang KUR-nya direalisasikan hari ini. Sebesar 25 juta rupiah per orang tanpa agunan,” jelasnya. (Sumber: http://www.jemberkab.go.id/)


FAPET UGM PEDULI PELESTARIAN AYAM KETAWA

Foto bersama kegiatan temu guyub pecinta ayam Ketawa di arena Gebyar Lustrum X Fapet UGM, Kampus Bulaksumur, Yogyakarta. (Istimewa)

Pelestarian ayam Ketawa sebagai plasma nutfah asli Indonesia yang dinilai masih terasa minim, membuat Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) menginisiasi  acara Temu Guyub Pecinta Ayam Ketawa, Sabtu (9/11), di arena Gebyar Lustrum X Fapet UGM, Kampus Bulaksumur, Yogyakarta.

Pengajar dan peneliti dari Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak Fapet UGM, Galuh Adi Insani, mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah mulai mendampingi peternak ayam Ketawa dalam wadah Paguyuban Pecinta Ayam Ketawa Yogyakarta (PAKYO) dan Persatuan Penggemar dan Pelestari Ayam Ketawa Seluruh Indonesia (P3AKSI) cabang Jawa Tengah.

“Nama aslinya ayam Ketawa adalah ayam Gaga. Saat ini kita baru memajang dulu sekitar 20 ekor ayam koleksi anggota PAKYO. Kita sudah menerima usulan untuk mengadakan latihan kontes setiap bulan di kampus dan menggelar kontes tahunan sebagai puncak rangkaian kontes yang digelar Pakyo dan P3AKSI. Kita sambut baik usulan itu dan kita akan agendakan bersama-sama,” kata Galuh pada acara yang dihadiri 30 penggemar ayam Ketawa yang merupakan anggota PAKYO, P3AKSI, penggemar ayam ketawa Solo dan Jawa Tengah.

Ia menjelaskan, sebagai ayam yang dinikmati suaranya, saat ini belum ada standar ilmiah untuk menilai suara ayam Ketawa. Meskipun sudah ada standar suara menurut penggemar, namun dia menyatakan perlu penelitian ilmiah. “Suara ayam Ketawa direkam secara digital kemudian dianalisis dengan bantuan grafik spektrum suara. Karakter suara kokok ayam Ketawa berupa volume suara, warna, tempo dan durasi akan diketahui secara terukur,” jelas dia.

Penelitian spektrum suara ayam asli Sulawesi Selatan ini, lanjut dia, dilakukan juga untuk membantu mengobyektifkan penelian penjurian kontes ayam Ketawa. Dia mengacu pada informasi kalangan penggemar bahwa selama ini masih harus menghadirkan juri ayam Ketawa dari Sulawesi Selatan untuk penjurian kontes tingkat nasional.

“Kita juga meminta pada PAKYO dan P3AKSI agar peneliti Fapet UGM bisa belajar standar penjurian. Untuk membentuk juri-juri dari kampus dan untuk dikaji juga secara ilmiah,” pungkasnya. (AS)

SEMINAR NASIONAL OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN 2019





Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) setiap menjelang penghujung tahun menyelenggarakan Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan. Seminar Bisnis Peternakan tahun ini siap digelar pada:

Hari/Tanggal   : Rabu, 20 November 2019
Pukul               : 08.00 – 15.00 WIB
Tempat            : Menara 165, Jl. TB Simatupang, Cilandak Jakarta Selatan

Seminar ini akan menghadirkan narasumber tamu yaitu Pakar Ekonomi, Prof Dr Didik J Rachbini. 

Selain itu dihadiri juga oleh para pimpinan asosiasi bidang peternakan antara lain Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Perhimpunan Peternak Sapi & Kerbau Indonesia (PPSKI), Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI).

Acara ini iikuti pelaku usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan (pelaku budidaya, perusahaan pakan, breeding farm, obat hewan, pengurus asosiasi bidang peternakan dan lain-lain).

BUNGARAN SARAGIH: SEKTOR HULU PAKAN TAK BERKEMBANG JADI TITIK LEMAH INDUSTRI UNGGAS

Prof Bungaran Saragih saat menjadi keynote speech dalam Forum Diskusi bertajuk “Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional” di Menara 165 Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

Industri perunggasan merupakan bisnis besar di Indonesia. Sudah puluhan tahun bisnis ini diterpa masalah klasik yang selalu sama, seperti harga yang fluktuatif, produksi yang berlebih, hingga persoalan pakan yang membuat sektor perunggasan kurang memiliki daya saing.

Menurut mantan Menteri Pertanian, Prof Bungaran Saragih, titik lemah industri unggas salah satunya terletak pada kurang berkembangnya sektor hulu industri pakan. Padahal sektor perunggasan memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia dan menjadi penyumbang protein hewani terbesar 65%, serta mampu menyerap 2,5 juta tenaga kerja. 

“Masalah utama dari rendahnya daya saing industri unggas adalah tingginya biaya produksi. Salah satu penyebabnya karena mahalnya harga pakan, yakni jagung dan kedelai. Padahal biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi unggas,” kata Prof Bungaran dalam Forum Diskusi yang digelar Agrina, di Menara 165 Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Ia menjelaskan, biaya pokok produksi unggas di Indonesia mencapai USD 1,1-1,3 per kg atau sebesar Rp 15.000-18.000 per kg. Jauh lebih tinggi daripada Brasil yang merupakan produsen unggas dan jagung dunia yang biaya produksi unggasnya hanya USD 0,5-0,6 per kg atau setara Rp 9.000-10.000 per kg.

Tanpa memiliki daya saing yang kuat, potensi besar pasar daging unggas Indonesia menjadi banyak incaran negara luar, salah satunya Brasil yang telah menggedor pintu impor Indonesia akibat kekalahan di WTO.

Prof Bungaran menilai, sejak dulu perkembangan industri unggas tak dibarengi dengan perkembangan sektor pakan, yang akhirnya berimplikasi pada ketergantungan impor bahan baku pakan dari negara lain. Tak pelak kondisi ini berubah menjadi polemik, apalagi sejak impor jagung akhirnya ditutup pada pertengahan 2016 silam. 

“Untuk menghadapi situasi ini kita harus membangun basis kuat industri pakan dalam negeri, dengan mengembangkan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi. Juga pemanfaatan bahan baku lokal seperti palm kernel meal (PKM) yang telah mampu diekspor sebagai bahan baku pakan. Kandungan dalam PKM dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin untuk menghasilkan pakan yang bernutrisi,” jelasnya.

Selain basis kuat pengembangan industri pakan untuk daya saing perunggasan, perlu juga menyusun strategi pengembangan lokasi industri unggas di dekat sentra produksi pakan guna memangkas biaya logistik, sehingga biaya produksi unggas menjadi lebih kompetitif.

Kemudian, lanjutnya, perlu juga menyusun roadmap industri perunggasan secara komprehensif dan sistematis mulai dari hulu (bahan baku industri pakan, struktur pembibitan, budidaya) hingga hilir (pengolahan, ekspor) termasuk kebijakan dan tata kelola yang diperlukan.

Hal serupa juga disampaikan Dekan Sekolah Vokasi IPB, Arief Daryanto, yang menjadi pembicara dalam forum diskusi tersebut. “Dibutuhkan perencanaan yang matang dalam industri perungasan. Mulai dari efisiensi produk, efisiensi supply chain-nya, inovasi, hingga produksinya, agar industri ini bisa berdaya saing di pasar domestik maupun pasar internasional,” katanya.

Selain Arief, dalam forum tersebut juga menghadirkan pembicara diantaranya, Muhammad Gozali (Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ditjen Tanaman Pangan), Johan (Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Winarno Tohir (Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan) dan Idham Sakti Harap (dosen Fakultas Pertanian IPB). (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer