-->

UNAND LAKUKAN PEMBERDAYAAN PETERNAK KAMBING PERAH UNTUK CEGAH STUNTING

Tim Pengabdian Masyarakat Unand Memberikan Materi Kepada Peternak
(Foto : Unand)

Kabupaten Agam di Provinsi Sumatera Barat, diketahui memiliki angka stunting yang cukup tinggi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang kompleks dan berkelanjutan, salah satunya melalui upaya peningkatan gizi masyarakat.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah melalui pengembangan ternak kambing perah yang dapat menyediakan sumber susu berkualitas tinggi, serta membuka peluang ekonomi bagi peternak lokal.

Menjawab tantangan ini, Fakultas Peternakan Universitas Andalas melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat bertajuk “Pemberdayaan Kelompok Ternak Kambing Perah dalam Upaya Peningkatan Pendapatan dan Pencegahan Stunting di Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam”.

Program ini dipimpin oleh Dr Roni Pazla, sebagai ketua tim, dengan dukungan anggota tim yang terdiri dari El Latifa Sri Suharto, dr Rahmani Welan, Dr Arief, Dr Gusri Yanti, serta Zaitul Ikhlas.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu, 18 September 2024 di Aula Kantor Wali Nagari Sungai Pua ini menghadirkan berbagai materi penting untuk mendukung keberhasilan peternakan kambing perah. Dr. Roni Pazla dari Fakultas Peternakan Unand memberikan pemaparan mengenai pentingnya pakan dan nutrisi yang optimal untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing perah.

Sementara itu, Dr. Antonius dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan tentang budidaya kambing perah yang meliputi proses recording dan seleksi, pemeliharaan intensif, hingga produksi bibit kambing berkualitas.

Program ini disambut baik oleh masyarakat setempat. Sekretaris Nagari Sungai Pua menyatakan harapannya agar program ini berkelanjutan, sedangkan Kepala Balai Penyuluh Pertanian setempat berharap agar program ini dapat menjangkau lebih banyak peternak di daerah tersebut secara merata.

Dengan adanya program ini, diharapkan potensi ekonomi masyarakat melalui peternakan kambing perah dapat meningkat, sekaligus memberikan kontribusi signifikan dalam upaya pencegahan stunting melalui penyediaan susu yang berkualitas tinggi dan bernutrisi. (INF)

MENGENAL DAMPAK PREGNANCY TOXAEMIA PADA DOMBA DAN KAMBING

Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. (Foto: Dok. Joko)

Peternakan kambing memiliki peran penting dalam perekonomian peternak Indonesia untuk diambil daging, susu, dan breeding. Kendala penyakit dan kematian kambing-domba semakin hari semakin menunjukan tanda dan gejala bervariasi, yang terkadang belum ditemukan secara pasti penyebabnya.

Kondisi ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi terhadap usaha peternakan di masyarakat. Kematian misterius ini banyak terjadi pada semua fase, yaitu fase cempe, fase bunting, fase laktasi, ataupun fase produksi daging.

Penyakit-penyakit misterius diduga terkait dengan agen infeksius, penyakit metabolik, penyakit yang muncul akibat perubahan kondisi lingkungan dan perubahan pakan yang ekstrem, hingga keseimbangan energi yang negatif. Semua faktor tersebut harus diamati dan didalami dengan cermat agar kejadiannya tidak selalu berulang setiap musim.

Kebuntingan merupakan harapan dan investasi pada peternakan. Induk bunting harus mengonsumsi nutrisi yang cukup untuk menjaga metabolisme tubuh serta untuk menjamin perkembangan janin. Kebutuhan asupan bahan kering harus diperhatikan mengingat selain untuk kebutuhan hidup utama induk, kebutuhan untuk laktasi hingga kebutuhan untuk perkembangan janin single, double, hingga triple, dan seterusnya.

Dukungan nutrisi sangat penting selama masa kebuntingan untuk menjaga kebuntingan yang sehat. Pada akhir kebuntingan, kebutuhan energi domba betina yang mengandung anak kembar dan kembar tiga masing-masing meningkat sebesar 180% dan 240%. Kesehatan induk dan janin bergantung pada asupan vitamin dan mineral yang cukup.

Asupan bahan kering untuk indukan bervariasi antara 4-6%/kg berat badan induk. Kebutuhan energi dihitung dari berat badan induk ditambah dengan asumsi berat badan cempe ketika lahir, umur kebuntingan, serta jumlah cempe yang akan dilahirkan pada periode kebuntingan tersebut.

Sebagai contoh induk dengan berat 50 kg yang diperiksa dengan ultrasonografi (USG) memiliki tiga ekor cempe yang akan dilahirkan, dengan prediksi kelahiran 3 kg, maka mulai usia kebuntingan 91-100 hari hingga kelahiran membutuhkan energi tambahan 0.6-7.6 kg/induk/hari. Tambahan energi pada umur kebuntingan, berat, dan jumlah cempe yang dilahirkan tersaji dalam tabel berikut: Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

MEMILIH SUKSES: NABUNG CEMPE ATAU MEMULAI DARI 10 INDUKAN

Usaha peternakan kambing. (Foto: Istimewa)

Ladang usaha di bidang peternakan dari dulu hingga ke depan masih tetap menjanjikan keuntungan. Selama orang masih mau konsumsi daging dan telur, usaha peternakan akan tetap ada. Asal mau bekerja keras, ulet, dan pantang menyerah, usaha sektor ini bisa dijadikan ladang rezeki yang berlimpah.

Bagi yang masih takut membuka usaha ternak ayam petelur atau pedaging broiler, karena harga sering jatuh-bangun, maka usaha ternak kambing dan domba bisa jadi pilihan.

Untuk pemula, banyak peternak yang sudah berhasil menyarankan memulainya dari ternak penggemukan. Menjadi breeder atau penyedia bibit sebaiknya dilakukan pada tahap berikutnya, karena banyak seluk-beluk dan risiko yang menghadang.

Di media sosial saat ini muncul tren istilah “Nabung Cempe”, artinya menabung anak kambing. Di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, sudah banyak masyarakat yang menjalani nabung cempe. Dengan memelihara anak kambing umur sekitar lima bulan, lalu dijual kembali setelah ternak berumur satu tahun, hasilnya cukup besar. Dengan modal 10 ekor cempe harga Rp 500 ribu/ekor, dalam waktu tiga tahun bisa jadi jutawan. Bagaimana bisa?

“Hitungan sederhananya begini. Modal saya Rp 5 juta untuk 10 ekor cempe, cari harga cempe yang rata-rata Rp 500 ribu. Dibesarkan selama enam bulan, bisa dijual Rp 1 juta per ekor dan hasilnya Rp 10 juta. Uang ini saya belikan lagi 20 ekor cempe, setelah enam bulan bisa dijual semua Rp 20 juta. Begitu seterusnya, asal uangnya terus diputar dan jangan diambil dulu, insyaallah hasilnya besar,” ujar Mardani, warga Banyuwangi yang kini sudah membuktikan nabung cempe, kepada Infovet.

Sekilas terlihat sepele, namun hitungan nabung cempe ini sangat masuk akal. Tentu saja untuk bisa mencapai hasil ratusan juta, peternak harus memiliki lahan yang cukup untuk kebutuhan kandang dan ladang rumput. Akan lebih baik jika di sekitar lokasi kandang banyak tersedia rumput liar.

Menurut Mardani, di kotanya nabung cempe sudah mulai banyak dijalani. Butuh kesabaran, keuletan, dan kerja keras untuk bisa nabung cempe yang sukses. Kedisiplinan untuk tidak menggunakan uang hasil penjualan kambing juga harus ditanamkan, agar perputaran uang tidak terganggu.

“Makanya ini akan berhasil kalau dijadikan usaha sampingan dulu. Kita harus punya penghasilan utama, biar nabung cempenya berhasil. Hambatan yang paling berat biasanya peternak tidak bisa mengelola uang, karena ada kebutuhan uang lalu dipakai,” tambahnya.

Mulai dari 10 Ekor
Untuk menjadi peternak kambing yang berhasil, tidak harus dengan modal besar. Asal ada niat untuk sukses, memulia dari 10 ekor kambing pun bisa menjadi peternak besar. Dengan memulai dari jumlah sedikit, jika terjadi kegagalan tidak akan terasa berat menanggung kerugiannya.

Secara bertahap, sembari mempelajari seluk-beluk kesehatan dan teknik beternak yang baik, maka proses berkembangnya bisa menjanjikan. Seperti yang dilakoni oleh Sudarmaji, warga Kelurahan Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta. Pria yang dikenal ulet dan pekerja keras ini tergolong sukses menjadi peternak kambing dan domba.

Ia memulai usaha ternaknya dari 10 ekor kambing pada 2017 silam. Kini jumlah kambing dan domba di el Farm miliknya sudah mencapai ratusan ekor. Jiwa kreatif pria yang akrab disapa Gojis ini terus mencuat, ketika peternakan miliknya sudah berkembang dan dikenal, ia menjadikan eL Farm bukan sekadar peternakan biasa, tapi juga sebagai wahana wisata edukasi.

Ada yang unik dari perjalanan usaha ternak yang ditekuni Gojis. Meski latar belakangnya ilmu teknik sipil, ia tertarik dengan dunia peternakan. Lingkungan sekitar kampungnya menginspirasi pria alumnus FNT Jurusaan Teknik Sipil UGM angkatan 1992 ini.

Ia baru memulai bisnisnya beternak kambing secara serius beberapa tahun lalu. Dengan perjuangannya yang gigih dan pantang menyerah, usahanya berbuah manis. “Intinya, beternak kambing itu harus ulet dan pantang menyerah, karena banyak seluk-beluk yang harus dipelajari,” ujarnya.

Prinsip Hidup Mandiri
Sebenarnya dunia Gojis tidak jauh dari dunia konstruksi. Sejak di bangku kuliah ia sangat menyukai ilmu yang dipelajarinya. Bahkan begitu diwisuda pada 1996, ia langsung merantau ke Jakarta dan diterima bekerja di Grup Ciputra.

Pada 2012, ia memutuskan balik ke kampung halaman, karena sejak awal merantau ia sudah merencanakan sebelum usia 40 tahun sudah harus balik dan hidup mandiri. Untuk menyambung hidupnya ia memulai usaha kontraktor kecil-kecilan, dengan modal tabungannya selama bekerja di Jakarta.

Beberapa tahun kemudian Gojis mulai terlibat dengan kelompok warga di desanya yang beternak kambing. Lama-lama ia sendiri ingin juga memelihara kambing secara serius, namun kendalanya saat itu ia belum punya kandang sendiri.

“Waktu itu saya juga berpikir mengenai kebutuhan pakan basah berupa rumput segar yang tidak gampang diperoleh di sini,” katanya.

Gojis kemudian sering main dan banyak belajar kepada para peternak kambing di seputaran Yogyakarta. Kesimpulannya, memelihara kambing itu tidak sulit. Ia juga jadi tahu ada solusi pakan kering untuk substitusi pakan basah yang susah diperoleh, yaitu kangkung kering bisa dibeli dari wilayah Jawa Timur dan kulit kacang ijo kering dari Grobogan.

Setelah ilmunya dirasa cukup, pada Oktober 2017 pembangunan tahap pertama kandang dimulai, di lahan 1.000 m2 milik kakak Gojis tepat di depan rumahnya yang disewanya.

“Kapasitas kandang sebenarnya cukup untuk 100 kambing, tapi karena modal terbatas saya isi 10 kambing dulu,” kenangnya.

Sejak awal Gojis memang ingin beternak kambing secara non-konvensional, sehingga kandangnya dibikin modern. Listriknya menggunakan tenaga surya. Instalasinya menggunakan 8 panel dan 6 accu, menghasilkan daya listrik 1.500 watt yang mampu mencukupi kebutuhan listrik sehari-sehari. Suatu terobosan yang sangat menghemat pengeluaran biaya operasional kandang.

Pelan-pelan Gojis mengembangkan usaha peternakannya yang diberi nama eL Farm. Dari hanya 10 kambing berkembang menjadi ratusan. Dengan kandang yang tak mampu lagi menampung jumlah kambing yang ada, perluasan kandang dilakukan secara vertikal atau dibuat bertingkat.

“Nah, karena tetap tidak mencukupi juga, saya menyewa tanah saudara seluas 400 meter persegi. Lokasinya tidak jauh dari tempat kandang pertama ke arah utara. Sekarang ada dua lokasi peternakan dengan kandang kapasitas 600 kambing dan berisi sekitar 400-an kambing dewasa dan anakan,” ungkapnya.

Dari 400-an kambing yang dimiliki Gojis tersebut terdiri dari bermacam jenis. Untuk jenis kambing ada Jawa Randu, PE (Peranakan Etawa), dan Sapera (persilangan antara kambing Saanen dan PE). Ada juga jenis domba Garut dan Merino.

Menurut Gojis, merawat kambing itu gampang termasuk merawat kesehatannya. Ia dan anak buahnya mampu menyuntik sendiri untuk mengobati cacing, anti-parasit, dan kadang-kadang antibiotik. Untuk faktor kendalanya nyaris tidak ada, kecuali untuk pengadaan anakan kambing yang sementara ini belum mencukupi dan harus mendatangkan dari daerah Jawa Barat.

Breeding & Milking 
Bisnis Gojis lewat eL Farm saat ini meliputi penggemukan kambing untuk diambil dagingnya. Pelanggannya yang rutin adalah rumah jagal dan warung-warung sate. Kalau yang sifatnya insidentil konsumen membeli kambingnya untuk akikah dan kurban.

Selain usaha penggemukan, peternak ini juga melakukan breeding dan milking. Untuk pembibitan ia menjual cempe atau anakan kambing, sedangkan untuk milking adalah menjual susu kambing yang sudah diperah. Ada juga produk sampingan yang sanggup mendulang pundi-pundi uang, yaitu menjual limbah kotoran kambing yang diolah jadi pupuk kandang.

Lelaki ini termsuk peternak cerdas, suka berpikir out of the box. Melihat kondisi kandangnya yang bagus dan bersih, serta lingkungannya dikelilingi pertanian yang subur, ia menemukan ide baru yang inovatif. Ia membuka wisata edukasi untuk anak-anak PAUD dan SD.

Anak-anak kecil tersebut diajari pengenalan pertanian dan peternakan, seperti bagaimana memberi makan ternak, memberi susu untuk bayi kambing, melihat pemerahan susu, serta pencukuran bulu domba dan lainnya. Ternyata banyak lembaga pendidikan yang tertarik untuk membawa anak didiknya ke peternakan eL Farm.

Peternak ini tampaknya memiliki hati mulia. Ia mengaku ilmu yang didapatnya saat awal memulai usahanya dulu prosesnya nyaris tanpa mengeluarkan biaya. Karena itu setelah suksespun ia juga murah hati untuk berbagi ilmu.

“Kalau ada yang ingin belajar beternak kambing dengan senang hati saya dan tim siap berbagi ilmu dan pengalaman,” pungkasnya.

Peternak ini berpesan, untuk siapapun yang ingin memulai usaha ternak, jangan takut untuk memulai dan jangan takut gagal. Kuncinya ada pada mau bekerja keras, tekun, dan pantang menyerah. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

AWAS! PENYAKIT-PENYAKIT STRATEGIS PADA KAMBING

Septic arthritis pada cempe (kiri). Diduga caprine arthritis encephalitis (tengah dan kanan). (Foto: Infovet/Joko)

Peternakan kambing menjadi salah satu usaha menarik untuk digeluti sebagai profesi peternak. Perkembangbiakan kambing yang cepat menjadi salah satu alasannya, dengan waktu kebuntingan hanya lima bulan dengan jumlah anak rata-rata perkelahiran (litter size) 1,5-2 ekor.

Dalam dunia peternakan dikenal istilah keberhasilan perfoma produksi ditentukan oleh 30% genetik dan 70% lingkungan (manajemen pemeliharaan, nutrisi, penyakit, perkandangan, marketing, dan lainya). Genetik menjadi hal yang sangat menentukan, karena dengan 30% tersebut peranannya sangat dominan. Genetik yang bagus di-support dengan lingkungan yang baik akan menghasilkan perfoma optimal. Sebaliknya, sebaik apapun manajemen pemeliharaan (lingkungan) tanpa genetik yang baik tidak akan menghasilkan produksi maksimal.

Dahulu beternak kambing hanya dengan genetik yang ada, yaitu genetik potong (kambing Kacang dan Jawarandu) dan genetik perah (Etawa atau Peranakan Etawa). Saat ini mulai ada upaya-upaya peningkatan kualitas genetik kambing dengan melakukan persilangan dengan genetik bagus, juga importasi kambing yang memiliki genetik potong (kambing Boer) dan genetik perah (Saanen, Togenburgh, Alpine, Anglo Nubian).

Kendati demikian, bayang-bayang penyakit menjadi salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap perfoma produksi peternakan kambing. Pengetahuan tentang jenis penyakit, pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit mutlak harus diketahui oleh peternak kambing. Penyakit kambing yang disebabkan oleh virus meliputi ORF (ecthyma contagiosa, peste des petits ruminants (PPR), pox, penyakit mulut dan kuku (PMK), dan caprine arthritis encephalitis/CAE). Sementara penyakit bakterial meliputi antraks, brucellosis, contagious caprine pleuro pneumonia (CCPP), mastitis, foot rot, dermathopillosis, dan listeriosis.

Adapun penyakit yang disebabkan oleh jamur di antaranya kandisiasis, kriptokokosis, ring worm, dan aspergilosis. Sedangkan serangan parasit meliputi endoparasit (berbagai cacing di saluran pencernaan), ektoparasit (scabies, caplak, tungau, kutu), dan parasit darah. Selain itu, penyakit karena protozoa (riketsia) meliputi babesiosis, koksisdiosis, theileriosis, kriptosporidiasis, anaplasmosis, dan heartwater disease. Penyakit metabolik dan gangguan nutrisi meliputi milk fever, ketosis, enterotoksemia, defisiensi kalsium, defisiensi copper, serta defisiensi vitamin B1.

Isu-isu terkini terkait penyakit pada kambing setidaknya ada lima gejala klinis yang paling banyak ditemukan. Gejala klinis tersebut meliputi kelumpuhan (gangguan alat gerak), gejala gangguan saraf/kejang, peradangan sendi, kematian mendadak, dan laporan kematian cempe. Gangguan alat gerak dan kelumpuhan merupakan dampak PMK dan PPR yang sempat ramai dibicarakan, serta yang belum banyak teridentifikasi adalah kekurangan tembaga (copper).

Sementara gejala saraf disebabkan beberapa penyakit juga belum banyak dilakukan peneguhan diagnosis laboratorium yaitu Listeria monocytogenes, CAE, heartwater disease, defisiensi vitamin A, dan trypanosomiasis. Penyakit saraf yang ditandai dengan kepala memutar satu arah biasanya disebut circling disease, yang disebabkan karena konsumsi silase yang terkontaminasi tanah yang mengandung bakteri Listeria monocytogene. Penanganan yang bisa dilakukan dengan mencegah proses silase yang langsung bersentuhan dangan tanan, serta memberikan treatment penisilin, ampisilin, atau streptomisin. Gejala radang sendi dan kematian mendadak, serta kematian cempe akan dibahas secara detail.

Keradangan pada Sendi Diduga CAE atau Septic Arthritis
Keradangan pada sendi kaki merupakan penyebab rasa sakit dan mempersulit kambing atau cempe mengakses pakan dan minum. Dua penyakit menciri pada radang persendian ini adalah CAE dan septic artrhtitis.

Septic artrhtitis atau penyakit sendi adalah infeksi pada satu atau lebih sendi yang biasanya disebabkan oleh penularan bakteri secara hematogen (penularan melalui sirkulasi darah) ke struktur sinovial cempe. Penyakit sendi ini disebabkan infeksi bakteri non-spesifik yang berasal dari… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

PERSILANGAN BOER-JAWARANDU JADI PILIHAN PETERNAK DI LAMPUNG

Peranakan Etawa di Lampung Barat (kiri), kambing Boer di Lampung Tengah (kanan). (Foto: Istimewa)

Sungguh beruntung petani dan peternak di Provinsi Lampung “Surganya Pangan dan Pakan”. Provinsi Lampung memiliki slogan “Sang Bumi Ruwa Jurai“, memiliki potensi sumber daya alam untuk pengembangan agrobisnis yang luar biasa didukung sumber daya manusia berkualitas. Sektor pertanian berkembang pesat dengan berbagi komoditi unggulan didukung sarana prasarana produksi, struktur dan infrastruktur, serta tingginya produktivitas lahan.

Varietas pertanian pangan dan perkebunan yang berkembang untuk pasar industri memberikan peluang sektor peternakan mendapatkan sumber bahan baku pakan ternak. Tanaman padi menghasilkan dedak, bekatul dan jerami padi. Produksi singkong untuk tapioka ataupun bioetanol menghasilkan onggok, daun dan kulit singkong. Bahan baku pakan lainya berupa bungkil sawit, jagung giling, molase, kulit kopi, bungkil kelapa, kulit pisang, dan kulit nanas.

Ketersediaan pakan ternak melimpah ini dimanfaatkan salah satunya untuk peternakan kambing. Kondisi saat ini, peternakan kambing di Lampung berkembang pesat dengan dukungan pakan dan jaminan pemasaran. Sentra peternakan kambing tersebar luas di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. Peternakan kambing juga menggeliat di Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Pesawaran, Pring Sewu, dan Kota Metro. Pemasaran kambing cenderung lebih stabil karena tidak terpengaruh dengan kebijakan impor ataupun pengaruh nilai rupiah terhadap dolar. Hal lain yang membuat semangat beternak kambing karena syariat (tuntunan agama), yang juga banyak terserap untuk acara keagamaan (kurban dan akikah).

Peternakan kambing di Lampung memiliki karakteristik berdasarkan lokasi, cuaca, dan ketersediaan pakan. Di Tanggamus Lampung Barat, breed kambing yang banyak dikembangkan adalah ras besar meliputi peranakan Etawa, Boer-Etawa, dan kambing Saburai. Kambing di dataran tinggi ini dipelihara dengan kandang panggung, diberikan pakan rumput dari daun singkong, daun nangka, kaliandra, dan sisa pertanian.

Berbeda dengan dataran rendah yang cenderung  panas, kambing dipelihara dengan kandang panggung, diberikan pakan rumput fermentasi atau silase. Sumber serat didapatkan dari silase daun singkong yang memiliki protein kasar lebih dari 25%, silase kulit singkong, dengan atau tanpa tambahan pakan penguat berupa konsentrat, atau onggok pres dari pabrik tapioka.

Sementara kambing Jawarandu merupakan kambing dengan ciri tubuh lebih kecil dari kambing Etawa, dengan bobot kambing jantan dewasa dapat mencapai lebih dari 40 kg, sedangkan betinanya dapat mencapai bobot 40 kg. Kambing jantan ataupun betina memiliki tanduk, telinga lebar terbuka, panjang, dan terkulai. Di Lampung, populasi besar kambing Jawarandu tersebar di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan dengan warna tubuh dominasi cokelat atau krem. 

Berbeda dengan kambing Boer yang tubuhnya lebar, panjang, dalam, berbulu putih, atau berbulu merah (red Boer), berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala cokelat kemerahan atau cokelat muda hingga cokelat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Persilangan pejantan Boer dengan betina Jawarandu diharapkan mendapatkan keunggulan genetik dari kambing Boer sebagai kambing potong.

Peternak kambing di Lampung memilki tujuan tertentu dalam mengembangkan usahanya. Peternak penggemukan memilih kambing jantan dari breed Jawarandu, Boer-Jawarandu, PE, PE cross (PX), atau sebagian kambing Kacang. Pangsa pasar penggemukan kambing disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Penggemukan kambing Kacang disediakan untuk masyarakat yang memiliki acara akikah. Sedangkan kambing Jawarandu dan Boer-Jawarandu biasanya dipelihara 10-12 bulan, disediakan untuk mencukupi kebutuhan kurban untuk pangsa pasar Sumatra dan Jabodetabek. Breed tersebut dipilih karena proporsi daging yang lebih banyak. Seperti diketahui bahwa kambing Boer memiliki karakteristik fisik sangat bagus dengan proporsi otot dan daging yang sangat tebal dan padat, adaptasi pakan sangat baik sehingga menjadi pilihan favorit untuk penggemukan.

Sedangkan penggemukan dengan ras PE atau PX juga dipelihara 10-12 bulan untuk tujuan kurban dengan pangsa pasar large breed, dengan harga lebih dari Rp 5 juta/ekor. Beberapa peternak mengais keberuntungan pemeliharaan kambing PE ras Kaligesing ataupun ras Senduro untuk prestise dan kontes.

Breeding Kambing Menjanjikan
Kambing memiliki siklus birahi 18-21 hari dan lama kebuntingan lima bulan. Kambing dara mengalami masa pubertas mulai umur 10-11 bulan dengan awal perkawinan rata-rata pada umur 12 bulan. Indukan akan kembali menujukkan birahi 1-2 bulan setelah melahirkan, sehingga jarak antar kelahiran (kidding interval) tujuh bulan atau paling lambat beranak tiga kali dalam dua tahun.

Peternak breeding kambing persilangan Boer-Jawarandu di Lampung sebagian besar menggunakan sistem kawin alami di kandang panggung. Pada perkawinan di kandang koloni, satu pejantan biasanya dicampurkan dengan 10-15 betina dalam kurun waktu 45 hari (dua siklus).

Perkawinan alami model lainya adalah deteksi birahi intensif betina Jawarandu di kandang koloni atau kandang individu dan mengawinkannya dengan pejantan Boer di tempat restrain perkawinan atau dicampurkan jantan betina dalam satu malam. Berikut fisiologis reproduksi kambing:

Umur Pubertas

Rata-rata 10 bulan (8-11 bulan)

Siklus birahi

18-21 hari

Lama kebuntingan

150 hari (144-155)

Birahi setelah melahirkan

1-2 bulan

Fase istirahat reproduksi

15 hari

Kidding interval

7-8 bulan

Litter size (jumlah anak pada saat melahirkan)

1,5 (1-3) Dara biasanya melahirkan satu ekor cempe Laktasi berikutnya 2-3 ekor cempe

(Sumber: Istimewa)


Ketersediaan pejantan Boer murni (full blood) di Lampung hingga saat ini masih sangat terbatas, tidak seperti peternakan di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena full blood bersertifikat memiliki harga fantastis. Pejantan umur dua tahun full blood dengan perfoma tubuh dan reproduksi baik dihargai lebih dari Rp 20 juta/ekor.

Perkawinan jantan Boer murni dengan betina Jawarandu menghasilkan keturunan pertama (F1) dengan materi genetik 50% Boer dan 50% Jawarandu. Pemuliaan genetik menuju murni dibutuhkan perkawinan hingga 4-5 keturunan dengan selalu menggunakan pejantan Boer murni untuk mendapatkan keunggulan genetiknya. Pada fase perkawinan F1-F2-F3-F4 dan seterusnya, kelahiran anak jantan di F1 dan F2 sebagian besar masih digunakan untuk komoditi pembesaran, produksi daging atau potong. Jantan F3-F4 sudah mulai diseleksi dan digunakan untuk pejantan persilangan dengan betina Jawarandu. Betina F1 akan dikawinkan dengan Boer FB (bukan bapaknya), begitu juga dengan F2, F3, dan F4.

Kambing betina F1 (Boer-Jawarandu) memiliki nilai tersendiri untuk melanjutkan pemuliaan genetik, begitu juga dengan betina F2, F3, dan selanjutnya. Tidaklah heran jika kambing betina F1 lepas sapih sudah memiliki harga pasaran lebih dari Rp 1,5 juta. Harga pasaran betina F2, F3, dan seterusnya sudah pasti lebih tinggi lagi.

Kambing jantan F1 dengan genetik 50% Boer, belum terlalu memiliki potensi nilai yang cukup tinggi. Momen setelah kurban dengan kondisi bakalan jumlahnya terbatas, harga F1 menjadi naik secara signifikan, diburu para peternak yang akan mengisi kembali kandang penggemukanya.

Dari tahun ke tahun kondisi tersebut terus berulang, sehingga menjadi peluang emas bagi breeding kambing. Jantan F2, F3, dan seterusnya sudah pasti memiliki nilai lebih tinggi. Sebagian peternak di Lampung memanfaatkan jantan F2 dan F3 untuk pejantan, hal ini disebabkan masih terbatasnya F4, F5, ataupun full blood.

Geliat peternakan kambing di Lampung saat ini menjadi berkah bagi petani dan peternak. Dukungan pakan dan pasar menjadi energi luar biasa untuk berkembang. Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan ikut andil dan turun tangan. Peternak kambing di Lampung masih mengalami keterbatasan jumlah pejantan Boer karena harga mahal. Dukungan pemerintah untuk membantu permasalahan ini dengan menyediakan anggaran bantuan kambing pejantan Boer untuk sentra-sentra breeding kambing. Sekaligus mengaktifkan peran balai inseminasi daerah atau nasional untuk memproduksi semen beku kambing Boer, mensosialisasikan inseminasi buatan agar tercipta genetik kambing unggul secara massal dengan waktu lebih cepat dan ekonomis. Sebab potensi peternakan kambing masih sangat luas, serta mampu menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan masyarakat pedesaan. ***


Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Wartawan Infovet daerah Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

KEMENTAN LAKUKAN PERCEPATAN VAKSINASI PMK JELANG RAMADAN

Tim vaksinator memberikan vaksinasi PMK pada sapi. (Foto: Istimewa)

Sebagai upaya mencegah munculnya kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) jelang Ramadan, Kementerian Pertanian (Kementan) didukung FAO ECTAD Indonesia melakukan percepatan vaksinasi PMK.

Kegiatan tersebut dilaksanakan di delapan kabupaten pada lima provinsi, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu di Riau, Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat, Kabupaten Barru di Sulawesi Selatan, Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Pati, Rembang, dan Wonogiri di Jawa Tengah.

“Akselerasi vaksinasi ini kita lakukan di daerah padat ternak, daerah yang merupakan produsen ternak, dan juga tinggi lalu lintas ternaknya” ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Nasrullah, dalam siaran resminya di Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Lebih lanjut dijelaskan, vaksinasi tidak hanya dilakukan di daerah-daerah tersebut, namun dilaksanakan juga di wilayah lainnya di daerah tertular PMK.

Dalam program percepatan vaksinasi ini, pihaknya meminta dinas kabupaten menyiapkan tim vaksinator di setiap lokasi target untuk memetakan target wilayah vaksinasi, hewan, dan jumlah ternak yang akan divaksin, hingga merencanakan kegiatan edukasi ke peternak.

“Saya berharap bahwa dari kegiatan ini dinas dan tim vaksinator, serta semua pihak yang dilibatkan untuk berkomitmen bersama dalam memacu vaksinasi PMK di Lapangan,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Tim Pusat Darurat FAO ECTAD di Indonesia, Luuk Schoonman, mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendukung program pemerintah dalam pengendalian PMK. Dengan dukungan pemerintah Australia yang telah mengalokasikan anggaran khusus untuk hal tersebut termasuk dukungan percepatan vaksinasi.

Menurut Luuk, vaksinasi merupakan salah satu kunci pengendalian PMK dan diperlukan kolaborasi untuk mempercepat vaksinasi di berbagai wilayah di Indonesia.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Nuryani Zainuddin, menyampaikan bahwa hingga saat ini kasus PMK masih terus dilaporkan dari beberapa provinsi. Munculnya PMK menandakan bahwa virus masih terus bersirkulasi sehingga potensi penularannya tetap mungkin terjadi.

“PMK disebabkan oleh virus yang sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif, sehingga langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah pencegahan dengan vaksinasi secara periodik, yaitu setiap enam bulan” kata Nuryani.

Ia menambahkan bahwa hasil pemetaan untuk kegiatan percepatan yang dilakukan dalam lima hari tersebut dengan total target vaksinasi diperkirakan akan mencapai 73.247 ekor dengan target jenis hewan sapi, kambing, dan domba.

Kegiatan percepatan vaksinasi direncanakan akan terus dilakukan secara bertahap di wilayah potensial hingga menjelang Idul Adha. Hal tersebut penting menurutnya, mengingat 1-3 bulan menjelang Idul Fitri dan Idul Adha, lalu lintas ternak sapi, kambing, dan domba akan tinggi untuk persiapan kebutuhan daging di hari raya tersebut.

“Kami tidak ingin ada lonjakan kasus PMK yang dapat menyebabkan kerugian bagi peternak akibat ternak sakit menjelang masa panen di hari raya, sehingga penting bagi kami untuk terus mengampanyekan vaksinasi dan mendorong dinas bersama tim vaksinator untuk terus meningkatkan capaian vaksinasi,” pungkasnya. (INF)

MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR PADA KAMBING

Kedatangan kambing baru perlu diamati setiap hari untuk melihat ada atau tidaknya penyakit menular. (Foto: Dok. Sulaxono)

Kambing merupakan ternak yang banyak dikembangkan di dunia, karena hewan tersebut mudah dikembangbiakan, pemeliharaannya gampang, mudah dijual, dan cita rasa dagingnya banyak digemari.

Di Indonesia, berbagai ras kambing pun telah dikembangkan, di antaranya kambing Kacang, Etawa, Peranakan Etawa, Jawa Randu, Kaligesing, Boer, Boerawa, Saanen, dan kambing lainnya. Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi kambing terbesar mencakup lebih dari 3,5 juta ekor kambing, disusul Lampung yang menduduki urutan ketiga. Total populasi kambing di Indonesia pada 2019 mencapai 18.975.955 ekor, sedikit mengalami penurunan dibanding 2015 yang mencapai 19.012.794 ekor (Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2019).

Ternak kambing diperlukan masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti kurban, akikah, maupun keperluan hajatan, hingga kuliner. Beberapa jenis kambing juga dikembangkan untuk produksi susunya. Lalu lintas antar pulau dalam rangka pengembangan dan pemenuhan kebutuhan saat hari raya besar hampir terjadi setiap tahun. Masyarakat bergairah beternak kambing karena harga jualnya naik dan juga terbukanya peluang ekspor.

Dalam budi daya kambing, masalah penyakit sering kali terabaikan. Sebagai ternak ruminansia, kambing juga bisa berperan menularkan berbagai penyakit ke manusia, seperti penyakit antraks, brucellosis, toxoplasmosis, dan scabies. Tingkat kejadian penyakit menular zoonosis ini tiap daerah berbada-beda, tergantung pada manajemen budi daya, komitmen  pengendalian penyakit, dan manajemen bioskuriti.

Apalagi menjelang hari besar keagamaan seperti Iduladha atau untuk kebutuhan akikah, pergerakan kambing yang dilalulintaskan antar pulau, provinsi, maupun antar kota/kabupaten, meningkat drastis. Dalam masa perjalanan jauh, kambing bisa mengalami kelelahan transportasi, stres, dan memunculkan penyakit menular. Pada awalnya di daerah asal, kambing tidak menampakan gejala klinis penyakit menular, namun karena kelelahan, stres, belum beradaptasi, dan perubahan manajemen pemeliharaan, penyakit menular secara klinis bisa muncul di tempat baru setelah beberapa hari, seperti penyakit... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2023.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono, Medik Veteriner Ahli Pertama
& Sulaxono Hadi, Medik Veteriner Ahli Madya

MEWASPADAI MASUKNYA PESTE DES PETITS RUMINANTS

Klinis infeksi PPRV pada kambing (kiri), koinfeksi dengan ENTV (tengah dan kanan). Koinfeksi yang klinis mirip penyakit Orf dan PMK. (Foto: Istimewa)

Indonesia memiliki populasi ternak kambing dan domba di berbagai provinsi sangat diperlukan, baik sebagai alternatif protein hewani, untuk prosesi keagamaan, bahkan kuliner.

Indonesia pun telah mengekspor kambing ke negara tetangga, Malaysia. Populasi total kambing dan domba masing-masing tercatat sebanyak 19.229.067 ekor dan 17.528.689 ekor  (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2021). Jawa Tengah dengan populasi kambing sebanyak 3.785.913 ekor dan Jawa Timur sebanyak 3.763.061 ekor, menjadikan dua provinsi tersebut memiliki populasi kambing terbanyak dibanding yang lainnya. Sementara populasi domba terbanyak dipegang Jawa Barat dengan 12.246.608 ekor, disusul Jawa Tengah sebanyak 2.325.820 ekor.

Kambing dan domba merupakan komoditas dunia yang tersebar pada berbagai negara. Dagingnya yang lezat dengan aroma yang khas dan tekstur daging yang lembut banyak disukai berbagai komunitas dan strata masyarakat.

Namun begitu, kambing dan domba merupakan ternak yang rentan pada berbagai penyakit menular yang melintas antar negara dan benua, salah satunya penyakit yang disebabkan virus, yakni Peste des Petits Ruminants (PPR). Penyakit ini disebabkan Morbilivirus (Paramyxovirividae). Penyebaran terjadi secara cepat antar negara. Menyebabkan kerugian ekonomi akibat kematian yang cepat dan mortalitas tinggi. Kambing dan domba merupakan dua jenis ruminansia yang peka, demikian juga onta dan satwa ruminansia. Pada sapi dan kerbau Afrika bisa terinfeksi tetapi asimptomatis, tidak menimbulkan gejala klinis (Albina et al., 2012).

Seragan penyakit begitu cepat memuncak dan menurun karena populasi ternak tinggal yang tidak tertular dan karier laten, yang sembuh dari penyakit. Kambing dan domba yang sembuh berpotensi sebagai karier pembawa virus.

Penyakit PPR secara resmi mulai diketahui pada 2016. Virus penyebab penyakit dinamai Small Ruminant Morbillivirus (SRM), namun lebih familiar dengan sebutan PPRV (OIE, 2020). Sejak 2007, penyakit ini menjadi masalah serius dan mematikan pada ternak kambing dan domba di Afrika dan Asia. Penyakit menular ini menyerang saluran pernapasan, bersifat akut-perakut. Untuk Indonesia selama ini belum ada dilaporkan keberadaan kasusnya. Namun penyakit yang berasal dari Benua Afrika ini telah menyebar ke Asia, menyebar hingga kawasan negeri China, Thailand, Vietnam, Myanmar yang berbatasan langsung dengan China. Sebanyak 65 negara tertular PPR, 20 negara berbatasan langsung dengan negara tertular dan 48 negara officiallly free terhadap PPR (WAHID OIE, 2014).

Evolusi Genetik dan Koinfeksi
Virus penyebab PPR telah mengalami... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

TIPS PEMELIHARAAN DAN PENGGEMUKAN DOMBA AGAR PETERNAK UNTUNG

Agar cepat gemuk maka harus memberi pakan yang terbaik, berikan domba asupan karbo yang cukup. (Foto: Istimewa)

“Teknik pemeliharaan agar domba cepat gemuk akan berkorelasi pada cara memberi dan meracik pakan yang bergizi untuk hewan,” jelas Husain Fata Mizani, peternak domba dan Manajer BUMMas Jetis Berdaya, pada webinar Desaku BerQurban: Pemeliharaan dan Penggemukan Domba, yang diselenggarakan oleh Desa Berdaya.

“Ada dua pilihan sebenarnya gemuk lemak atau gemuk daging. Yang harus dipahami adalah karbohidrat ketika masuk dalam tubuh itu akan menjadi lemak, sedangkan protein kalau masuk dalam tubuh akan diolah menjadi protein, artinya menjadi daging.”

Pakan Terbaik
Agar cepat gemuk maka harus memberi pakan yang terbaik. Berikan domba asupan karbo yang cukup tinggi. Cukup tinggi bukan berarti tinggi, karena kalau terlalu tinggi ternak akan oksidosis dan itu tidak bagus. Sedangkan kalau asupan proteinnya tinggi bisa terjadi terlalu mahal di pakan.

Jadi disarankan domba diberikan karbohidrat yang cukup banyak dan diimbangi dengan serat yang cukup. Sumber serat bisa berasal dari kangkung kering, rumput dan sumber serat lainnya.

Patokan serat diberikan sebanyak 30%, karbohidrat 40% dan protein 30%. Sebenarnya hitungan protein cukup 12-13% untuk standar domba. Husain mengatakan, dibuat 30% karena tidak menghitung secara laboratorium, maka menggunakan estimasi sederhana.

Domba yang hanya diberi rumput akan susah gemuk. Dalam tiga bulan paling bagus penambahan bobotnya berkisar 1,5-2 kg. Karena kekurangan hijauan menyebabkan nutrisinya tidak seimbang, maka jika hanya mengandalkan hijauan akan sulit mencapai target.

Salah satu sumber karbohidrat yang bisa diberikan adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023. (NDV)

RAPAT KERJA DAN GATHERING PENGURUS DPP HPDKI

Rapat Kerja dan Gathering pengurus DPP HPDKI. (Foto: Istimewa)

Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (DPP HPDKI) menggelar Rapat Kerja dan Gathering di Cabinite Pangalengan Jawa Barat, pada 1-3 Februari 2023. Kegiatan diisi dengan pleno perumusan agenda strategis dan pleno program kerja DPP HPDKI, serta rafting & tracking.

Menurut Ketua Umum DPP HPDKI, Yudi Guntara Noor, program strategis yang akan dilaksanakan di 2023 yaitu korporasi peternakan berbasis klaster melalui Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Pertanian dan Red Meat and Cattle Partnership (RMCP), serta peningkatan sumber daya peternak melalui Silaturahmi Nasional (Silatnas).

Disamping itu juga penguatan kelembagaan organisasi melalui kartu digital dan koperasi, serta sistem perbibitan ternak berbasis budaya melalui Piala Presiden 2023. “Piala Presiden merupakan amanah Munas HPDKI yang akan digelar September tahun ini di Bandung bersamaan dengan digelarnya Silatnas (Farmers National Conference) dan Rakernas HPDKI,” ujar Yudi, Kamis (2/2/2023).

Dalam kesempatan ini dilakukan pemaparan kerja sama antara HPDKI dengan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Juga kerja sama HPDKI dengan RMCP.

Koordinator Ruminansia Potong Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Kementerian Pertanian, Muhammad Imron, mengatakan kasus PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yang memukul industri sapi tanah air mendorong pemerintah membuat kebijakan pengembangan populasi sumber protein lain. “Pemerintah tahun ini membuat program pengembangan komoditas domba, kambing dan unggas sebanyak 10 juta ekor,” ungkap Imron.

Sementara, Team Leader ASG-IARMCP, Irfani Darma, menyampaikan bahwa kerja sama dengan HPDKI sebagai upaya memajukan peternakan nasional sekaligus mendukung agenda pemerintah dalam peningkatan populasi ternak. “Domba dan kambing diharapkan bisa memberikan kontribusi keamanan pangan,” kata Irfani.

Adapun Presiden Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia (Aspaqin), Fahmi Thalib, menjelaskan kebutuhan pasar saat ini cenderung menyukai domba dan kambing dengan berat di kisaran 7-8 kg.

“Menyikapi perkembangan ini, peternak didorong mulai membuat usaha pembibitan domba dan kambing untuk mengantisipasi kebutuhan pasar. Kami pun mendorong kolaborasi antara Aspaqin dan HPDKI guna membuat roadmap pengembangan pembibitan domba dan kambing menyikapi kebutuhan pasar ini,” katanya. (INF)

KANDANG KAMBING PERAH DAN VENTILASINYA

Kambing perah. (Foto: Shutterstock)

“Ada beberapa pilihan jenis kandang kambing perah. Sulit untuk memberikan desain standar karena ada begitu banyak variasi dari peternakan ke peternakan,” kata Brian Dougherty, Field Agricultural Engineer, Iowa State University Extension and Outreach pada webinar Dairy Goat Housing, Ventilation and Milking System.

Menurut Brian, peternak bisa membangun kandang baru atau merenovasi bangunan yang sudah ada. Tidak masalah jenis kandang yang dipilih selama memenuhi kriteria kandang yang baik. Idealnya memenuhi semua kriteria atau setidaknya sebagian besarnya.

Yaitu sesuai dengan rencana manajemen peternakan, menyediakan lingkungan yang bersih dan kering untuk semua kelompok kambing. Menyediakan banyak pakan, air dan udara segar. Ekonomis dan mendukung efisiensi tenaga, ramah lingkungan, aman untuk pekerja dan ternak.

Rencana manajemen pada dasarnya adalah menyiapkan struktur bagaimana ternak akan dikelola. Dengan menentukan kelompok ternak yang akan dimiliki dan berapa jumlahnya. Juga kebutuhan hewan meliputi kenyamanan dan ventilasi, nutrisi dan strategi pemberian pakan, perawatan dan penanganan kesehatan, pergerakan antar kelompok, serta penanganan kotorannya.

Kemudian menentukan kebutuhan dan keinginan dari pengelola peternakan. Rencanakan fitur apa saja yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut, dengan skala prioritas mana yang didahulukan sesuai budget yang ada.

Ketika ingin merenovasi bangunan lama menjadi kandang, jika biayanya lebih dari 70% biaya membuat bangunan baru, maka lebih baik membuat kandang baru. Biaya yang tinggi sangat mungkin terjadi karena bangunan lama bisa mempunyai banyak masalah seperti struktur bangunan yang kurang bagus, kelistrikan yang sudah tua, ventilasi yang buruk dan akses air yang tidak bekerja dengan baik. Renovasi sering kali memerlukan kompromi dan dapat mendatangkan tantangan ke depannya.

Pen (kandang petak) harus bisa memberikan lingkungan yang aman, nyaman dan sehat. Mempunyai cukup ruang untuk ternak beristirahat dan beraktivitas dengan area istirahat (resting space) yang bersih dan kering. Tempat pakan diletakkan lebih tinggi dari lantai agar pakan tetap bersih dan mengurangi kontaminasi parasit.

Pentingnya Ventilasi Kandang
Ventilasi adalah penyediaan udara segar ke dalam ruangan, udara segar dibawa ke dalam kandang. Berbeda dengan sirkulasi udara yang sudah ada di dalam kandang biasanya digerakkan oleh kipas.

Ventilasi yang baik penting karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2022. (NDV)

MASTITIS PADA KAMBING PERAH

Mastitis, salah satu penyakit yang dapat memengaruhi produksi susu kambing. (Foto: Istimewa)

Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang berkembang pesat populasinya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Populasi kambing di Indonesia pernah mengalami penurunan pada 2016, tetapi setelah itu populasinya menanjak terus hingga 2019 (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2019). Untuk memperbaiki mutu genetik kambing yang ada di Indonesia, telah dikembangkan kambing Boer untuk tipe kambing pedaging dan Saanen untuk kambing perah.

Kedua jenis kambing ini berkembang terus di Indonesia mendampingi ras kambing yang sudah ada, seperti Peranakan Etawa (PE), Senduro, Kaligesing, Jawa Randu, kambing kacang dan kambing khas lokal lainnya. Kambing tipe perah Saanen telah menyebar ke berbagai daerah, serta mampu menghasilkan daging dan susu. Masyarakat peternak kambing mudah memasarkan susu kambing karena banyak permintaan walaupun harga relatif lebih tinggi dibanding susu sapi.

Secara global populasi kambing perah meningkat pesat di berbagai benua. Perkembangan populasi kambing perah yang paling pesat terjadi di Afrika, namun populasi terbanyak ada di Benua Asia dengan tingginya presentase produksi susu.

Persentase kenaikan perkembangan kambing perah di Asia sebesar 3,1% dari tahun 1990-2018, produksi susu kambing juga naik sebesar 27,9%. Dibandingkan dengan Afrika, peningkatan populasi kambing perah terjadi sebesar 32,0%, sedangkan produksi susunya meningkat hanya berkisar 15,1% (Miller et al., 2019).

Produksi susu kambing dipengaruhi oleh berbagai faktor, genetik, kualitas dan kuantitas pakan, serta penyakit. Salah satu penyakit yang dapat memengaruhi produksi susu kambing adalah Mastitis, infeksi pada kelenjar mamae yang memproduksi air susu.

Faktor Predisposisi
Susu kambing mengandung protein cukup tinggi, media yang baik untuk pertumbuhan bakteri aerob. Sesaat sebelum melahirkan, ambing kambing dipenuhi air susu cukup banyak, sehingga bila dilihat dari belakang tampak menonjol dan konsistensi terasa berisi cairan. Air susu pertama yang disebut kolostrum terproduksi sesaat setelah anak kambing lahir dan beberapa hari tampak berwarna kuning kental, suatu hal yang normal karena mengandung banyak antibodi yang bermanfaat untuk bekal pertahanan anak kambing yang baru lahir.

Kebiasaan kambing setelah kenyang adalah duduk di lantai. Kondisi lantai yang kotor akan banyak terkontaminasi bakteri. Ujung puting ambing yang terbuka paska menyusui dan ada banyak sisa air susu yang menempel mengundang bakteri untuk tumbuh berkembang dan masuk vertikal ke dalam ambing. Bakteri berkembang dalam ruang ambing yang banyak mengandung air susu dan menginfeksi jaringan ambing. Terjadi peradangan pada jaringan ambing. Produksi air susu terganggu dan induk kambing tidak mau menyusui karena kondisi nyeri akibat peradangan.

Agen Penyebab
Terdapat kuman di lingkungan kandang kambing yang mampu menyebabkan infeksi dan peradangan pada ambing kambing. Bakteri yang terbanyak menyebabkan infeksi adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya

HATI-HATI! ENTEROTOKSEMIA SEBABKAN KEMATIAN KAMBING DAN DOMBA

Enterotoksemia merupakan penyakit penting karena menimbulkan kerugian besar bagi peternak kambing dan domba di seluruh dunia. (Foto-foto: Istimewa)

Satu bulan terakhir penulis mendapat cukup banyak pertanyaan terkait kematian mendadak pada kambing. Rekan sejawat penulis dari Kabupaten Pesawara Lampung menanyakan kematian seekor cempe Peranakan Etawa bersamaan dengan kondisi induknya yang tiba-tiba ambruk. Beberapa informasi terkait pakan yang diberikan adalah rumput dan ampas tahu.

Adapula peternak kambing perah di Bogor yang memberikan informasi bahwa terjadi kematian beberapa ekor dalam kurun waktu satu minggu. Gejala klinisnya meliputi ternak semula sehat, kemudian menunjukan gejala tidak mau makan, pada cempe terkadang diikuti diare dan mati mendadak.

Gambaran perubahan pasca kematian menunjukan adanya kerapuhan pada hati, ukuran membesar, hati dan paru mengalami adhesi/menempel pada tulang rusuk, keluar cairan bening ataupun cairan kemerahan hingga berbentuk gelatin dari rongga perut, serta menciri pada perdarahan/hemoragik pada lumen usus ataupun pada lapisan serosa.

Kejadian yang sama juga dilaporkan kerabat dokter hewan di Provinsi Jambi, yang membuka usaha breeding kambing Jawarandu. Ia mengeluhkan kejadian kematian kambingnya secara mendadak. Dalam satu minggu telah terjadi kematian dengan gejala klinis seperti di atas sejumlah empat ekor indukan. Masa inkubasi penyakit sangat cepat, dari mulai tidak mau makan, kejang dan kaku otot pada cempe, diare berakhir kematian.

Adapula yang melaporkan kejadian di Kabupaten Purworejo, Jawa tengah. Terjadi peningkatan laporan kasus kambing atau domba sakit dengan gejala klinis sama seperti di Lampung, Bogor dan Jambi. Disampaikan kejadian terjadi di beberapa Kecamatan di Purworejo, dengan mortalitas cukup tinggi serta penanganan dengan antibiotik yang hasilnya belum memuaskan.

Berdasarkan informasi di atas, penulis membaca beberapa referensi jurnal dan buku terkait kematian pada kambing dan domba. Jurnal terbaru 2020 berjudul “The Challenges of Diagnosis and Control of Enterotoxaemia Caused by Clostridium perfringens in Small Ruminants” oleh Rajveer Singh Pawaiya dkk. Hasil kesimpulan sementara bahwa kematian tersebut disebabkan penyakit yang dikenal sebagai enterotoksemia, pulpy kidney disease, atau juga dikenal over eating disease.

Enterotoksemia merupakan peristiwa terjadinya toksifikasi pada alat pencernaan (usus) yang diserap oleh pembuluh darah dan terdistribusi ke seluruh tubuh. Enterotoksemia dapat disebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Medik Veteriner, Balai Veteriner Lampung
Koresponden Infovet daerah Lampung

UP DAN HPDKI KAMPAR GELAR KONTES TERNAK KAMBING 2021

Rektor UP Tuanku Tambusai, Prof Dr H Amir Luthfi, saat memberi sambutan pada Kontes Ternak Kambing 2021. (Foto: Infovet/Sadarman)

Universitas Pahlawan (UP) dan Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Kampar menyelenggarakan Kontes Ternak Kambing 2021. Acara dilaksanakan di pelataran parkir UP, Selasa (28/12/2021), mengangkat tema “Upaya Melestarikan Kambing Lokal dan Meningkatkan Nilai Jual untuk Menumbuhkan Gairah Masyarakat Beternak Kambing”.

Ketua HPDKI Kampar, Kurnia Mutaqin, menyampaikan, “Event pertama untuk kontes ternak, meskipun tagline-nya untuk Kabupaten Kampar, namun peserta juga datang dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Riau.”

Sementara Pembina Program Studi Peternakan Fakultas Life Sciences UP, yang juga Wartawan Infovet Daerah Riau, Dr Ir Sadarman SPt MSc IPM, menyebut bahwa kontes ternak pada dasarnya ajang pencarian atau penjaringan kambing berkualitas baik, unggul dari sisi genetik untuk dikembangbiakan peternak.

“Kegiatan yang sangat baik, memberikan nilai positif pada usaha peternakan kambing lokal yang dipelihara peternak, khususnya di Kabupaten Kampar dan peternak lainnya di luar Kabupaten Kampar. Diharapkan dapat meningkatkan nilai jual kambing lokal, sehingga pendapatan peternak juga meningkat,” kata Sadarman yang juga Dosen Tetap Program Studi Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Rektor UP, Prof Dr H Amir Luthfi, menyambut baik atas terlaksananya kontes ternak. Ia sampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang mendukung acara ini.

“Saya memberikan apresiasi positif kepada para penggagas dan panitia pelakasana, baik dari UP maupun HPDKI Kampar. UP akan terus berkomitmen memajukan usaha peternakan, terutama peternak lokal yang harus bisa menghasilkan uang, tidak lagi beternak secara tradisional namun mereka mampu mengubah pola usaha peternakan ke arah modern, sehingga pendapatan mereka bisa meningkat,” kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Pada kontes tersebut ditetapkan pemenang dari empat kategori, yaitu jantan lokal, betina lokal, umum dan eksibisi. Dewan juri menetapkan pemenang kategori jantan lokal dari SIS Jaya Farm (I), Aan Farm (II) dan AJR Farm (III). Sementara kategori betina lokal diraih Hanif Farm (I dan II), serta Uwai Makmur Farm (III). Kategori umum dimenangkan Berkah Salo Farm (I), Devan Farm (II) dan Fadila Farm (III). Lalu kategori eksibisi diberikan kepada Fatur Farm (I), Azka Farm (II) dan Lukiy Farm (III). Sedangkan kategori favorit peserta dan pengunjung menetapkan kambing kacang milik Hanif Farm sebagai kambing paling disukai dan berhak membawa pulang hadiah satu ekor domba. (Sadarman)

KERATOKONJUNGTIVITIS PADA KAMBING DAN DOMBA

Keratokonjungtivitis pada ternak kambing dan domba. (Foto: Istimewa)

Keratokonjungtivitis merupakan penyakit mata yang menular cepat pada ternak kambing dan domba yang disebabkan oleh infeksi bakterial yaitu Moraxella bovis, Mycoplasma conjuctivae dan Chlamydia sp. Pada sapi, penyakit ini umum dikenal dengan nama Pink Eye.

Pada kambing dan domba, selain bakteri tersebut sebagai penyebab utama, Moraxella ovis, infeksi virus Herpes I, bisa menjadi penyebab. Infeksi menyebabkan hiperlakrimasi, keluarnya leleran dari sudut mata yang kental putih-kekuningan dan pada tahap akhir menimbulkan kekeruhan pada kornea mata dan kebutaan.

Mata yang terserang bisa unilateral atau bilateral. Infeksi menular cepat pada ruminansia kecil karena kontak dengan ternak tertular, kontak dengan peralatan atau pakan terkontaminasi bakteri dan ditularkan oleh vektor lalat (Musca autumnalis).

Selain itu, stres pada kambing dan domba karena perubahan cuaca, perpindahan tempat dengan manajemen baru, pengangkutan, perlakuan yang kurang memperhatikan kesejahteraan hewan dapat menurunkan daya tahan dan menyebabkan kambing dan domba mudah terinfeksi berbagai penyakit termasuk infeksi bakteri penyebab keratokonjungtivitis.

Angeles J.A. (2020), menyampaikan adanya beberapa faktor risiko pemicu timbulnya keratokonjungtivitis, yaitu iradiasi sinar ultraviolet, debu, iritasi pakan pada mata, kekurangan mineral seperti Cu dan Se, transportasi, penyelenggaraan kontes ternak dan perdagangan.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat diamati adalah munculnya air mata berlebih, hiperlakrimasi, makan yang tidak tenang, sering memiringkan kepala, keluar lendir atau leleran kental dari sudut mata dan mata tampak memerah. Pada tahap berikutnya, mata kambing/domba terlihat memutih, timbul kebutaan pada sebelah mata atau keduanya. Gejala mata memutih terjadi begitu cepat, 48-72 jam setelah gejala klinis pertama muncul. Akibat kekeruhan, kerusakan kornea yang menyebabkan kebutaan, biasanya kambing/domba berjalan tertinggal dan berbeda arah dari kawanannya.

Epidemiologis
Umur ternak mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi. Aguilar XF et al. (2017), dalam studi cross sectional dan kasus kontrol menemukan, infeksi keratokonjungtivitis pada ternak domba daripada kambing dan infeksi lebih banyak ditemukan pada umur muda (0-1 tahun).

Yadav SK (2018), menemukan bahwa infeksi keratokonjungtivitis pada kambing lebih sering ditemukan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2021.

Ditulis oleh: 
Sulaxono Hadi (Medik Veteriner Ahli Madya) &
Ratna Loventa Sulaxono (Medik Veteriner Pertama)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer