-->

DPN BERI PENGHARGAAN “BAPAK PETERNAKAN SAPI PERAH DAN KOPERASI SUSU”

Foto bersama pemberian penghargaan kepada Alm. Letjen TNI (Purn) Bustanil Arifin SH oleh Dewan Persusuan Nasional di Auditorium Kementerian Koperasi dan UKM. (Foto: Dok. Infovet)

Dewan Persusuan Nasional (DPN) memberikan penghargaan gelar “Bapak Peternakan Sapi Perah dan Koperasi Susu” kepada Alm. Letjen TNI (Purn) Bustanil Arifin SH, dalam rangka penghormatan dan mengenang jasanya mengembangkan industri susu di Tanah Air agar bisa bangkit dari keterpurukan.

Ketua DPN, Teguh Boediyana, pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa pihaknya sudah mencermati perjalanan peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu di Tanah Air sejak zaman Belanda. Meski saat itu sudah eksis, tetapi perkembangan yang signifikan terjadi pada 1978.

“Bisa dikatakan sebagai tonggak kemajuan peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu yang bermula ketika Pak Bustanil Arifin diangkat oleh Presiden Soeharto sebagai Menteri Muda Urusan Koperasi dan tetap merangkap sebagai Kabulog,” ujar Teguh.

Ia bercerita bagaimana Bustanil mengembangkan industri sapi perah dan koperasi susu yang dipelajarinya dari kesuksesan koperasi susu di India. Untuk menunjang program tersebut, Bustanil menerbitkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Pengembangan Persusuan Nasional.

“Langkah kebijakan pertama dari Pak Bustanil di awal 1978 itu dan menjadi dasar kuat perkembangan peternakan sapi perah dan koperasi susu di Indonesia adalah suatu keberanian politik yang luar biasa. Beliau ‘memaksa’ Industri Pengolahan Susu (IPS) saat itu untuk menyerap susu yang dihasilkan peternak rakyat dengan harga Rp 150-180 per liternya. Sebelumnya beberapa IPS yang menyerap susu peternak dalam jumlah sangat kecil dengan harga Rp 60 per liternya,” kenang Teguh.

Dengan adanya kebijakan itu, lanjut Teguh, adanya kepastian pasar dan harga yang layak menjadi panacea dan dengan sangat cepat mampu menggerakkan peternak sapi perah rakyat bangkit dan membenahi usahanya.

Ia juga menambahkan, pengembangan peternakan sapi perah dan wadah koperasi susu semakin diperkuat dengan payung hukum yang semakin kokoh. pada 1985, untuk menjamin perkembangan peternakan sapi perah dan persusuan, khususnya sapi perah rakyat dan koperasi susu, diterbitkan Inpres No. 2/1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.

Dalam Inpres tersebut secara jelas tersurat bahwa pengembangan persusuan ditujukan untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi susu dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu untuk mememnuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor, meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani/peternak.

“Namun krisis moneter yang terjadi di sekitar pada 1997 menjadi titik balik yang tragis. Melalui Inpres No. 4/1998, Inpres No. 2/1985 dicabut dan tidak diberlakukan lagi. Peternak sapi perah dan koperasi susu tak lagi punya payung hokum, dimana sebelumnya pemerintah dapat mengintervensi gesekan antara koperasi dengan IPS,” ungkapnya.

“Sejak 1998, peternak sapi perah dan koperasi susu memasuki kancah liberalisasi tanpa proteksi. Meskipun pihak IPS menjamin untuk menyerap susu segar, tetapi posisi tawar peternak sapi perah/koperasi yang menggantungkan pasar produksinya sebagai bahan baku kepada IPS menjadi lemah.”

Saat ini perkembangan produksi susu segar relatif stagnan di bawah 20% dari kebutuhan nasional. Jumlah koperasi primer susu juga menyusut dan tercatat tinggal 65 buah. Dari koperasi yang ada itu hanya beberapa yang mengelola susu segar dalam jumlah besar.

“Semoga dengan penghargaan ini bisa menjadi motivasi bagi industri susu untuk kembali menggeliat seperti sebelum terjadinya krisis moneter, dimana industri dan koperasi susu mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan susu nasional,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Rochadi Tawaf yang juga pengurus DPN sekaligus Dewan Pakar PPSKI. Ia menyatakan untuk kembali memperkuat wadah koperasi susu dan menjadikan susu sebagai konsumsi bagi anak-anak sekolah, seperti yang telah dikiprahkan oleh Bustanil Arifin.

“Koperasi susu kita saat ini sudah turun jauh sekali, saat ini hanya sekitar 50-an dari 200-an koperasi susu sebelumnya. Oleh karena itu seperti yang tadi saya sampaikan, penguatan koperasi susu itu yang sangat penting,” kata Rochadi ditemui Infovet.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sulistyo, perwakilan peternak rakyat sapi perah dari GKSI Jawa Timur, bahwa apa yang telah dilakukan oleh Butanil Arifin adalah sebuah realita, mengingat koperasi susu menjadi hal yang sangat penting untuk memperkuat perekonomian, utamanya dari sektor sapi perah. (RBS)

TEGUH BOEDIYANA: INDUSTRI SUSU DALAM NEGERI DARURAT

Teguh Boediyana dalam ILC edisi 20 membahas tentang penantian kebangkitan persusuan Indonesia. (Foto: Istimewa)

Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana, dalam webinar Indonesia Livestock Club (ILC) edisi 20, Rabu (16/6/2021), mengatakan industri persusuan dalam negeri sudah berada pada kondisi “lampu merah”, atau bahkan disebut sebagai “darurat susu”. Sebab, lebih dari dua dekade terjadi kondisi yang memprihatinkan yang tercermin dari produksi susu segar dalam negeri (SSDN) yang stagnan dan hanya mampu memenuhi kurang dari 20% kebutuhan susu nasional.

“Indikasi kedaruratan persusuan Indonesia tersebut dapat dilihat dari produksi susu yang cenderung stagnan, populasi sapi yang masih rendah, jumlah koperasi susu primer yang menurun dan saat ini hanya tinggal 55 buah yang sebagian besar menangani susu segar di bawah 20 ton/hari, pemasaran susu masih tergantung  pada IPS dan produktivitas sapi masih rendah,” ungkap Teguh.

Walaupun saat ini bermunculan peternak sapi perah skala menengah dan besar sebagai tambahan dari peternakan rakyat, lanjut dia, populasi dan produktivitas sapi perah rakyat yang cenderung stagnan menghasilkan kurangnya pasokan SSDN untuk memenuhi dan mengimbangi makin meningkatnya permintaan susu.

Dijelaskan, peningkatan konsumsi susu dan produk olahannya dipengaruhi secara umum oleh meningkatnya kelas menengah, komposisi penduduk usia produktif, meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan peningkatan sektor pengolahan makanan dan minuman.

Bank Dunia (2018) melaporkan bahwa kelas menengah Indonesia meningkat sekitar 7% pertahun. Semua faktor ini secara akumulatif akan mendorong meningkatnya konsumsi hasil ternak, sehingga diperkirakan tingkat konsumsi susu/kapita orang Indonesia akan terus meningkat dalam jangka panjang.

“Tingginya permintaan atau kebutuhan susu secara nasional ini tentu merupakan peluang ekonomi besar untuk dimanfaatkan, khususnya bagi penguatan ekonomi rakyat dan ekonomi nasional secara umum. Tingginya konsumsi susu dan produk susu pada akhirnya juga akan berdampak kepada peningkatan kualitas SDM bangsa,” ucap dia.

Untuk itu, kata dia, sangat dinantikan kebangkitan persusuan domestik sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor susu yang tinggi seperti yang terjadi saat ini, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan sendiri akan susu dan produk olahannya. (IN)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer