-->

AFRICAN SWINE FEVER, ANCAMAN BAGI PETERNAKAN BABI DI INDONESIA



Beberapa waktu belakangan ini beberapa Negara di Asia dibuat ketar-ketir dengan penyakit African Swine Fever (ASF). Indonesia termasuk yang ikut siaga perihal datangnya penyakit ini, lalu apakah sebenarnya virus ASF itu?

Sejarah ASF
Pertama kalinya ASF dilaporkan terjadi di Montgomery, Kenya, Afrika pada tahun 1921. Di Kenya, ASF sukses memakan banyak korban babi yang diimpor dari Eropa. Kemudian kejadian ASF di luar Afrika dilaporkan terjadi di Portugal pada tahun 1957, tingkat kematian yang disebabkan oleh ASF pada saat itu mencapai 100%. Tiga tahun kemudian, ASF menyebar sampai ke Semenanjung Iberia (Spanyol, Portugal, dll) sampai kurang lebih 20 tahun Spanyol dan Portugal baru bisa mengeradikasi penyakit tersebut pada 1994 dan 1995. Tentunya dengan mewabahnya ASF di sana pada waktu itu kerugian ekonomi yang diderita amatlah besar.

Agen Penyakit
ASF merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari family Asfaviridae yang memiliki double stranded DNA. Virus ini hanya menyerang babi dan akan mengakibatkan demam yang disertai dengan perdarahan pada berbagai organ. Tingkat kematian yang dilaporkan pada babi domestik sangat tinggi bahkan mencapai 100%.

Secara patologi anatomis, ASF hampir menyerupai dengan Hog Cholera. Perbedaannya, pada penyakit Hog Cholera atau Classical Swine Fever (CSF) akan menujukkan gejala khas berupa ginjal yang berubah bentuk seperti telur kalkun dan terjadi lesion button ulcer pada usus. Sedangkan babi yang mati akibat ASF secara patologi anatomis akan menunjukkan kelainan berupa perdarahan hebat pada limpa hingga berwarna kehitaman, dan konsistensi limpa akan rapuh. Virus ASF menyerang secara akut, kematian akan terjadi kurang lebih satu minggu setelah infeksi, bahkan bisa kurang.

Inang alami dari virus ini adalah babi hutan, yang lebih celaka lagi virus ini dapat menular melalui vektor berupa caplak dari genus Ornithodoros yang ada pada babi. Virus ASF juga diketahui sebagai satu-satunya virus DNA utas ganda yang dapat menyebar melalui gigitan vektor. 

Jika pada Hog Cholera sudah tersedia vaksinnya, ASF hingga saat ini belum juga ditemukan vaksinnya. Cara untuk mendeteksi ASF hingga kini adalah dengan menempatkan hewan sentinel (hewan yang sudah divaksin CSF) pada suatu populasi. Ketika ASF menyerang dan babi yang divaksin CSF mati, dapat menjadi bantuan dalam mengindikasikan penyebab kematian babi tersebut. Selain itu, apabila terjadi kematian babi secara mendadak juga direkomendasikan untuk mengambil sampel dan dilakukan uji ELISA. Sampel yang diambil bisa berupa darah maupun organ tertentu seperti limpa dan usus.

Dengan tingkat penularan yang cepat disertai morbiditas dan mortalitas tinggi (hingga 100%) amatlah wajar jika Indonesia mengkhawatirkan penyakit ini. Virus dapat menyebar dan menginfeksi inang dengan cara kontak langsung. Penyebaran virus ASF antar Negara dengan laut sebagai barrier alami adalah melalui swill feeding seperti layaknya PMK. Swill feeding adalah tindakan pemberian ransum yang mengandung bahan baku berupa daging atau organ atau derivat dari hewan yang diberi pakan. Misalnya ransum untuk babi dilarang menggunakan derivat yang berasal dari babi. Belum lagi penularan secara tidak langsung melalui produk olahan babi yang terinfeksi oleh ASF serta kontaminasi virus yang terbawa pada sapronak dan sarana transportasi. Selain itu, virus ASF juga sangat tahan berada di luar hospesnya, sehingga sulit untuk dieradikasi keberadaannya di alam.

Mengapa Indonesia Harus Waspada?
Babi memang bukan ternak utama yang dikonsumsi oleh Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam. Namun begitu, babi berkontribusi tinggi pada devisa Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor babi ternak Indonesia ke Singapura pada Semester I 2019 tercatat 14.893,3 ton atau tumbuh dari 13.194,5 ton. Sedangkan data Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2017, total ekspor babi ternak mencapai 28 ribu ton senilai US$ 59,9 juta.

Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengatakan bahwa Indonesia masih bisa unjuk gigi dalam meningkatkan nilai ekspor babinya ke Singapura. Namun begitu, Indonesia harus bisa mengamankan diri dari ancaman penyakit seperti CSF dan ASF.

“Makanya kami sangat waspada dengan adanya ASF ini, Timor Leste sudah resmi terjangkit ASF, oleh karenanya Indonesia benar-benar harus lebih waspada dan memaksimalkan usaha agar tidak tertular,” kata Fadjar. 

Terkait kabar kematian ribuan ekor babi di Sumatera Utara beberapa waktu yang lalu, Fadjar mengatakan, hal tersebut bukanlah akibat ASF, melainkan CSF. “Sudah dikonfirmasi bahwa itu Hog Cholera, bukan ASF, jadi tolong jangan bikin rumor-rumor yang tidak jelas,” ucap dia.

Dalam rapat koordinasi Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) yang digelar di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu, pemerintah sudah menyiapkan langkah strategis lintas sektoral, yakni pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner ASF (Kiatvetindo ASF). Terdapat empat tahapan penanggulangan, yaitu tahap investigasi, tahap siaga, tahap operasional dan tahap pemulihan. Hal lain adalah sosialisasi terkait ASF di wilayah-wilayah risiko tinggi, membuat bahan komunikasi, informasi dan edukasi untuk di pasang di bandara, pemantauan dan respon terhadap kasus kematian babi yang dilaporkan melalui iSikhnas, membuat penilaian risiko masuknya ASF ke Indonesia sehingga membantu meningkatkan kewaspadaan.

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Agus Sunanto, menegaskan bahwa Badan Karantina Pertanian (Barantan) akan turut melakukan upaya antisipatif. Hal yang dilakukan diantaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan negara.

Beberapa kali Barantan berhasil menggagalkan masuknya komoditas yang berpotensi membawa virus ASF, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus dan olahan babi lainnya. Sebagai contoh, Karantina Pertanian Bandara Intenasional Soekarno Hatta sepanjang 2019 hingga September kemarin telah menyita komoditas petensial ASF sebanyak 225,28 kg yang berasal dari barang bawaan penumpang.

Selain melakukan pengawasan, Agus menjelaskan pihaknya merangkul semua instansi, baik di bandara, pelabuhan dan poslintas batas negara, seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, unsur airlines, agen travel serta dinas peternakan di daerah. Menurut Agus, Kementan telah menghitung potensi kerugian kematian akibat ASF. Apabila dihitung 30% saja populasi terdampak, maka kerugian peternakan babi dapat mencapai Rp 7,6 triliun. (CR)

Negara-negara di Asia yang Terjangkit Wabah ASF

Negara
Terjangkit
Estimasi Populasi Babi
China
Agustus 2018
441.000.000
Monggolia
Januari 2019
50.000
Vietnam
Februari 2019
27.000.000
Korea Utara
April 2019
3.000.000
Kamboja
April 2019
2.000.000
Laos
Juni 2019
4.000.000
Myanmar
Agustus 2019
18.000.000
Filipina
September 2019
12.500.000
Korea Selatan
September 2019
11.000.000
Timor Leste
September 2019
400.000
Populasi Terancam
518.950.000









Berbagai sumber.

PEMPROV SUMATERA UTARA SIAPKAN “HADIAH” BAGI PEMBUANG BANGKAI BABI DI SUNGAI


Bangkai babi di sungai, dikhawatirkan menyebabkan pencemaran sumber air (Sumber : Merdeka.com)

Warga atau kelompok masyarakat yang kedapatan sengaja membuang bangkai babi ke sungai akan dikenakan sanksi pidana. Penegasan ini disampaikan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, mengingat kian massifnya pembuangan bangkai hewan kaki empat tersebut ke sungai.

“Kita akan menerapkan sanksi kepada masyarakat yang ketahuan membuang bangkai babi. Sanksinya pidana,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut bersama instansi terkait lain sudah melakukan upaya dan langkah-langkah menyikapi insiden pembuangan babi ke sungai. Baik yang terjadi di Sungai Bederah, Kelurahan Terjun, Medan, kawasan Danau Siombak dan Sungai Bedagai, Kecamatan Tanjung Beringin, Serdangbedagai.

Azhar mengutarakan, atas insiden ini Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah mengeluarkan surat edaran ke seluruh bupati dan wali kota supaya melarang kelompok masyarakat yang melakukan pembuangan bangkai babi ke sungai. “Beberapa kabupaten sudah melaksanakan itu, namun tetap saja namanya masyarakat tidak terkendali. Makanya kita putuskan memberi sanksi pidana,” tutur Azhar.

Upaya dan langkah-langkah strategis itu dikoordinasikan pihaknya bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Lingkungan Hidup dan OPD terkait lain.“Besok (hari ini) kita akan mengambil langkah-langkah terhadap ternak yang di kawasan Danau Siombak dengan Kota Medan dengan melakukan penguburan, sehingga tidak mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat,” imbuh Azhar.

Sebelumnya diketahui bahwa 5.800 ekor ternak babi mati akibat hog cholera di Provinsi Sumatera Utara, akibat banyaknya babi yang mati masyarakat membuang bangkai babi ke sungai. Belum selesai penanganan wabah, kini Pemprov Sumatera Utara kembali harus menghadapi masalah baru yakni kemungkinan tercemarnya sungai dan danau. (CR)



KEMENTAN DAN IPB BANGUN KOLABORASI UNTUK PERTANIAN 4.0



Mentan menerima kunjungan Rektor IPB beserta jajaran timnya. (Foto: Humas Kementan)

Kementerian Pertanian (Kementan) berkolaborasi dengan IPB (Institut Pertanian Bogor) beserta jajarannya untuk bangun pertanian menuju era 4.0. Dalam kunjungannya, rektor IPB beserta tim diterima langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo untuk membicarakan perihal kolaborasi yang akan dilakukan antara IPB dan Kementan dalam waktu dekat.

Mentan mengungkapkan bahwa kementerian sangat membutuhkan peran serta kampus dalam memberikan saran untuk perkembangan pertanian kedepannya.

“Saya butuh bapak Rektor, saya butuh teman teman dari IPB semua. Jangan tinggalkan saya disini. Pak Rektor dan teman teman IPB tentu lebih tahu secara akademik perihal pertanian dari yang saya pahami. Saya mau kerja Pak, tentu saya harus punya sandaran,” ungkap Syahrul saat menerima Tim IPB sewaktu berkunjung ke Kantor Pusat Kementan, Senin (11/11/19).

Mentan turut mengungkapkan perasaan senangnya melihat kedatangan langsung Rektor IPB beserta Tim yang tujuannya untuk membicarakan kolaborasi program Kementan yang bisa disinergikan dengan program IPB.

Saat ini, hasil dilapangan akan menjadi skala prioritas yang penting. "Hasil yang didapatkan dari kinerja yang dilakukan juga harus cepat apalagi di era 4.0 ini," lanjut Syahrul. 

Syahrul juga meminta seluruh jajarannya untuk selalu belajar melihat kondisi lapangan negara maju saat ini seperti apa, bagaimana perkembangan di negara lain saat ini, serta melihat level pertanian negara saat ini sehingga Kementan bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju.

Dalam waktu yang sama, Rektor IPB Prof Dr Arif Satria SP MSi mengatakan, Mentan sangat luar biasa menyambut baik sekali kedatangannya bersama tim karena memang Mentan punya keinginan besar agar polose-polose ke depan yang ditampilkan Kementan itu punya basis sainstifik yang demikian kuat.

“Oleh karena itu institusi IPB diharapkan bisa mensupport polose-polose dan program pemerintah. Tadi sudah saya sampaikan juga bahwa kedepan adalah era dimana data itu menjadi kekuatan dan kebetulan ini sinergis dengan apa yang dilakukan Pak Menteri bahwa kita sama-sama bicara akurasi data penting untuk mengambil keputusan yang tepat,” ucap Arif.

Disamping itu, Arif mengatakan jika saat ini IPB memiliki program untuk mencetak technopreneur serta mencetak sociopreneur dengan pemanfaatan dimana hasil dilapangan akan semakin terjamin .

Technopreneur adalah pelaku usaha, sosiopreneur adalah orang orang yang memanfaatkan inovasi untuk pendampingan apalagi di era 4.0 dimana teknologi berbasis artificial intelegent dan blockgent ini sudah luar biasa. Nah, kita akan perkuat dan semoga akselerasi penerapan 4.0 ini bisa kita lakukan dan pada saat yang sama sehingga proses percepatan transformasi masyarakat di pedesaan supaya mereka siap dengan teknologi baru ini,” terang Arif.

Arif menambahkan, tim IPB beserta jajarannya dalam waktu dekat akan mensupport warroom yang segera dibentuk Kementan.

“Dalam waktu dekat, IPB akan mensupport Warroom jadi pusat pengendalian data pertanian nasional dan Pak menteri minta agar penguatan IT serta penguatan substansi aspek digitalisasi itu menjadi penting,” tandasnya. (Rilis)



ULANG TAHUN KE-50, FAPET UGM PECAHKAN REKOR MURI FESTIVAL SATE KLATHAK

Festival Sate Klathak meriahkan HUT emas Fapet UGM (Foto: Istimewa)


Fakultas Peternakan (Fapet) UGM merayakan ulang tahun emas ke-50 atau LUSTRUM X pada Minggu, 10 November 2019. Mengusung tema “50 Tahun Berkontribusi dalam Pembangunan Peternakan Nasional”, Dekan Fakultas Peternakan, Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEAN Eng menyampaikan bahwa Yogyakarta selama ini dikenal dengan kota Gudeg atau Bakpia yang berbahan dasar dari tanaman.

Adapun sate klathak, merupakan salah satu ikon kuliner yang sangat dikenal dan digemari oleh masyarakat luas. Keberhasilan promosi sate klathak akan membawa dampak positif bagi pariwisata dan perekonomian masyarakat, melalui budidaya ternak dan mata rantai bisnis turunannya.

Fapet UGM bekerja sama dengan Perserikatan Peternak Kambing dan Domba Yogyakarta (PPKDY) memperkenalkan sate klathak sebagai kuliner yang identik dengan Yogyakarta. Sate klathak berbahan utama daging kambing atau domba yang merupakan komoditas peternakan.

Hal itu dilangsungkan dalam sebuah pemecahan pemecahan Rekor Muri Sate Klathak, yaitu sebanyak 10.011 tusuk untuk dikonsumsi bersama sebanyak 1969 orang di kampus Fapet UGM. Jumlah sajian sate klathak dan orang yang terlibat merupakan simbol tanggal lahir Fapet, yaitu 10 November 1969.

Pemecahan Rekor Muri tersebut sekaligus menjadi simbol kegiatan untuk memeriahkan Lustrum X Fakultas Peternakan UGM.  Melalui pemecahan Rekor Muri, sate klathak diharapkan dapat menjadi salah satu kampanye untuk peningkatan konsumsi protein hewani oleh masyarakat. Peningkatan konsumsi protein hewani diharapkan dapat meningkatkan usaha peternakan, sehingga berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi.

Acara puncak LUSTRUM X juga dimeriahkan dengan kegiatan Sarasehan Kuda dan Andong, lomba melukis anak-anak, bazar produk olahan ternak, dan fun bike yang melibatkan masyarakat umum. Selain itu juga akan dibagikan door prize dengan hadiah utama dua ekor sapi sebagai simbol Rojo Koyo oleh peternak. (AS)

MUNAS II GAPUSPINDO: PENANDATANGANAN MOU DENGAN KELOMPOK PETERNAK GADING MANDIRI

Rangkaian Munas II Gapuspindo dilanjutkan pelantikan Dewan Pengurus periode 2019-2023 (Foto: Istimewa)


Musyawarah Nasional (Munas) ke-II Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Kamis, 7 November 2019 lalu menetapkan Ketua Dewan Gapuspindo definitif, yaitu Ir Didiek Purwanto. Sebelumnya, Didiek juga sudah sempat menjabat sebagai Plt Ketua Dewan Gapuspindo menggantikan Ketua terpilih sebelumnya.

Didiek akan menjabat dalam kurun periode empat tahun sejak 2019 hingga 2023. Beragam elemen terkait dengan keberlangsungan peternakan sapi, turut hadir dalam Munas II Gapuspindo di Hotel Atria Malang. Mulai dari para peternak, pengambil kebijakan, hingga para akademisi, khususnya dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB).

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita turut menghadiri Munas ini.

"Melalui Munas ini saya ditetapkan sebagai Ketua Dewan secara definitif, setelah sebelumnya menjadi pelaksana tugas Ketua Dewan Gapuspindo periode lalu," ungkap Didiek.

Dalam penyelenggaran Munas tahun ini, Gapuspindo menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan kelompok peternak Gading Mandiri. Secara simbolis mereka mendapat bantuan sapi langsung dari Gapuspindo, yang disaksikan langsung oleh Dirjen PKH.

Rangkaian Munas II Gapuspindo ini dilanjutkan dengan Pelantikan Dewan Pengurus Gapuspindo periode 2019-2023. Ketut berharap agar Gapuspindo bisa berjuang bersama Pemerintah dalam meningkatkan populasi sapi potong di Indonesia, serta untuk menyerap tenaga kerja di sektor peternakan.

Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Dewan Pengurus Gapuspindo terpilih, Didiek Purwanto mengatakan bahwa Gapuspindo mendukung usaha peningkatan populasi sapi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan MoU antara Gapuspindo dengan Kelompok Peternak Gading Mandiri.

Mereka mendapat bantuan sapi langsung dari Gapuspindo. "Arahan dari Pak Dirjen membuat kami bersemangat kembali, berpikir positif bahwa matahari akan terbit untuk Gapuspindo dan untuk kita semua dalam rangka kedaulatan pangan Indonesia," tegasnya. (Rilis/NDV)

BANGKAI BABI CEMARI SUNGAI DI SUMATERA UTARA


Bangkai babi yang dibuang ke sungai oleh masyarakat (sumber : okezone.com)


Penyakit hog cholera mewabah di sejumlah daerah di Sumatera Utara (Sumut). Sampai saat ini 4.682 ekor babi menjadi hog cholera, dari jumlah populasi babi di Sumut sebanyak 1,2 juta ekor.Ada 11 kabupaten/kota yang ditemukan ternak babi mati karena hog cholera, yakni di Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Medan,Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Samosir.
 
Bahkan ratusan bangkai babi beberapa hari terakhir ditemukan di sejumlah sungai di Kota Medan misalnya saja di Sungai Bedera. Bangkai babi yang dibuang ke sungai telah menimbulkan bau busuk.Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengimbau para bupati/wali kota untuk cepat tanggap mengantisipasi penyebaran virus hog cholera tersebut serta melaporkan temuan kasus ke Posko Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut.
 
"Para bupati/wali kota kami mengimbau untuk cepat tanggap menyikapi kasus ini, dan segera melaporkannya jika ditemukan kasus hog cholera di daerahnya masing-masing," ujar Edy. Dirinya mengingatkan warga agar tidak membuang ternak babi yang mati ke aliran sungai, karena itu melanggar Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
 
"Dilarang membuang ternak babi yang mati ke sungai atau ke hutan dan segera menguburnya. PPNS kita akan bekerja sama dengan kepolisian siap menindak siapa saja yang melanggarnya," ujar Gubernur.Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut M Azhar Harahap mengatakan Tim Unit Reaksi Cepat Pencegahan dan Penanganan Peredaran Virus Hog Cholera Babi telah turun ke lapangan dan melakukan sejumlah pengujian.

"Kesimpulannya, virus ini hanya menyerang babi, dan belum ditemukan menginfeksi manusia. Namun, ternak yang terinfeksi virus hog cholera tidak bisa diobati. Kita hanya bisa melakukan upaya pencegahan virus dengan melakukan sanitasi terhadap kandang, dan pemberian vitamin, serta vaksin pada ternak yang sehat," paparnya.
 
Azhar menjelaskan, bahwa virus ini pertama kali ditemukan 25 September 2019, lewat surat yang disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Dairi. "Kami pun langsung menyikapi serius laporan tersebut dengan melakukan pengambilan sampel darah babi, di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Deliserdang, dan hasil dari laboratorium mengatakan itu positif hog cholera," paparnya.

Untuk penanganan bangkai babi yang terinfeksi virus hog cholera, Azhar mengimbau jangan menunda untuk menguburkan. "Untuk ternak yang telah mati, harus segera dilakukan pemusnahan ternak babi yang telah mati, lakukan penguburan dan pemusnahan dengan dibakar, jangan dibuang ke sungai atau pun di buang ke hutan," tambahnya.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut Alwi Mujahid juga menegaskan bahwa virus hog cholera hanya menular dari babi ke babi, tidak ada kasus virus tersebut menular pada ternak lain ataupun manusia."Sampai saat ini virus tersebut hanya dari babi ke babi, belum ada laporan bisa menginfeksi ternak lain, namun dengan adanya pembuangan bangkai babi ke sungai maka akan terjadi pencemaran air, yang bisa menimbulkan penyakit diare, namun saat ini juga belum ditemukan kasus karena pencemaran air tersebut," tambahnya.

Ia juga mengharapkan agar bangkai yang telah dibuang ke sungai atau pun hutan agar segera dievakuasi."Kami pun berharap agar bangkai babi ini segera dievakuasi dari sungai sehingga air aliran sungai tidak tercemari lagi, dan kemudian mengubur bangkai tersebut, sehingga wabahnya tidak menimbulkan penyakit lain," tambahnya.(CNN/CR)


DETEKSI MUTASI PADA GEN bFXI, PENYEBAB PENYAKIT HEMOFILIA PADA SAPI

Untuk mencegah penyakit hemofilia pada sapi penting melakukan deteksi mutasi gen bFXI pada sapi calon pejantan dan calon induk. (Foto: Dok. Infovet)

Hemofilia merupakan salah satu penyakit kelainan genetik yang dapat diderita oleh manusia dan beberapa spesies hewan. Kelainan genetik ini menyebabkan defisiensi gen faktor tertentu yang dapat menentukan jenis hemofilia.

Hemofilia tipe A disebabkan oleh defisiensi faktor VIII (antihemophilic factor) yang menjadi penyebab paling umum hemofilia pada anjing, kucing, serta beberapa spesies kuda dan sapi. Hemofilia tipe A muncul dari mutasi spontan pada gen faktor VIII yang terletak pada kromosom X.

Sedangkan hemofilia tipe B disebabkan oleh defisiensi faktor IX (chrismast factor) yaitu kelainan hemoragik yang berhubungan dengan kromosom X, mirip dengan hemofilia tipe A. Kelainan ini menyerang terutama pada hewan dengan jenis kelamin jantan. Hemofilia tipe B bukan penyebab umum seperti hemofilia tipe A, namun pada kasus yang parah dapat menyebabkan kematian pada anak anjing dan kucing.

Kemudian hemofilia tipe C terjadi akibat defisiensi faktor XI (plasma thromboplastin antecedent). Kasus ini jarang terjadi dan hanya terekspresi pada spesies hewan tertentu, seperti jenis anjing Springer Spaniel, Great Pyrenees, Weimaraner dan Kerry Blue, kemudian sapi dengan jenis Friesian Holstein (FH). Cara pewarisan penyakit ini bersifat autosomal, sehingga dapat berpengaruh pada semua jenis kelamin, namun belum diketahui secara pasti apakah gen tersebut bersifat dominan atau resesif (Eclinpath 2013).

Kasus hemofilia pada sapi pertama kali dilaporkan pada tahun 1969 menyerang sapi FH di Amerika Serikat. Saat ini diketahui bahwa penyakit hemofilia pada sapi disebabkan karena terjadi kelainan genetik terutama pada gen bovine Deficiency Factor XI (bFXI). Gen bFXI berfungsi untuk menghasilkan protein serine protease factor XI (thromboplastin) yang penting untuk proses pembekuan darah. Gen bFXI pada sapi terletak di kromosom 27 dengan panjang 19.150 pasang basa (pb), serta terdiri dari 14 intron dan 15 ekson.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa terjadi mutasi insersi sepanjang 76 pb di bagian ekson 12 dari gen bFXI (Marron et al, 2004; Meydan et al, 2009; Eydivandi et al, 2011) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Insersi basa sepanjang 76 pb diposisi antara basa ke 9401 dan 9402 pada intron 12 gen bFXI. Terdapat sekuen insersi spesifik (tanda garis bawah) yang sama seperti sekuen normal  (Sumber: GenBank: AH013749.2).

Mutasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya beberapa penyakit pada sapi, antara lain hemofilia dan gangguan reproduksi (Ghanem et al, 2005). Sapi yang normal bergenotip DD dan sapi yang carrier bergenotip DI. Sedangkan sapi yang bergenotip II merupakan sapi dengan kelainan genetik (mutan). Ketiga tipe genotip tersebut dapat diidentifikasi dengan mudah menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil PCR pada gen bFXI menunjukkan tiga tipe genotip DD (normal), DI (carrier) dan II (mutant). M: marker DNA 100 bp. (Sumber: Dr. P.A. Gentry dalam Marron et al, 2004).

Menurut Meydan et al. (2009), hewan penderita hemofilia tipe C masih dapat bertahan hidup hingga bertahun-tahun tanpa gejala klinis yang jelas, sedangkan pada sapi carrier terlihat gejala hemofilia ringan (Khade et al. 2016). Gejala klinis hemofilia tipe C pada sapi berupa perdarahan yang timbul karena trauma atau pembedahan, terkadang terjadi perdarahan spontan. Pada beberapa kasus, perdarahan terjadi hingga empat hari sejak prosedur pembedahan.

Pada kondisi faktor XI yang mengalami defisiensi, koagulasi darah tidak disertai dengan thrombin cukup. Thrombin berfungsi memperkuat jalur aktivasi faktor XI, namun dalam jumlah kecil tidak cukup untuk mengaktifkan inhibitor fibrinolitik atau tissue factor pathway inhibitor (TAFI). Hal ini mengakibatkan fibrinolisis dari koagulan yang awalnya terbentuk, sehingga menyebabkan perdarahan terjadi selama beberapa hari (Eclinpath 2013).

Selain itu, pada sapi carrier yang sedang bunting gejala klinis dapat berupa abortus dan mumifikasi fetus. Sapi mutan dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun namun disertai dengan perdarahan pada tali pusar, mudah sakit (morbiditas) dan hidung berdarah atau epistaxis (Gambar 3 A). Pada sapi mutan dan carrier dapat terjadi anemia, prevalensi kawin berulang yang tinggi, pneumonia, mastitis, metritis, folikel ovarium mengecil, proses luteolisis lambat dan kadar estradiol saat ovulasi rendah (Liptrap et al, 1995; Kumar et al, 2011, Meydan et al. 2009). Penelitian Moritomo et al. (2008) melaporkan kajian patologi-anatomi sapi mutan bergenotipe heterozigot berupa kebengkakan pada rahang bawah, leher dan dada (Gambar 3 B). Setelah dilakukan pembedahan, didapatkan pendarahan yang masif di daerah periesofageal yang meluas ke rongga dada (Gambar 3 C). Selain itu, organ parenkim seperti hati dan ginjal juga berubah warna yang menunjukkan bahwa hewan menderita anemia.

Gambar 3. Gejala klinis sapi yang mengalami hemophilia tipe C: A. Epistaxis akibat penyakit hemofilia pada sapi (Sumber: Areshkumar, 2019). B. Adanya kebengkakan di rahang bawah, leher dan dada pada sapi mutant. C. Perdarahan subkutan (hematoma) pada sapi mutant di daerah periesofageal setelah dilakukan pembedahan (Sumber: Moritomo et al. 2008).

Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit hemofilia pada sapi adalah dengan deteksi mutasi gen bFXI pada sapi calon pejantan (stud) dan calon induk (heifer). Selain itu, penerapan manajemen recording yang baik juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya mutasi pada gen bFXI akibat perkawinan inbreeding dalam waktu yang lama.

Hasil penelitian Siswanti et al. (2014), melaporkan bahwa tidak ditemukan adanya mutasi pada gen bFXI sapi Bali yang berasal dari sejumlah pusat pembibitan di Indonesia. Hal itu dapat disebabkan karena pusat pembibitan tersebut sudah melakukan proses seleksi ternak dan manajemen recording yang baik. Pemberian plasma segar, plasma segar-beku, atau cryosupernatant dengan infus secara intravena juga dapat dilakukan terhadap sapi penderita hemofilia tipe C sebagai salah satu upaya perawatan pada sapi hemofilia (Eclinpath 2013). ***

Widya Pintaka Bayu Putra MSc & Drh Mukh. Fajar Nasrulloh
Pusat Penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

DIRJEN PKH HADIRI MUNAS II GAPUSPINDO

Munas II Gapuspindo diselenggarakan di Hotel Atria Malang, Kamis 7 November 2019. (Foto: Istimewa)


Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita menghadiri Musyarawah Nasional (Munas) II Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) di Hotel Atria Malang, Kamis (7/11/2019).

Pemerintah terus berusaha untuk menyediakan regulasi yang mendukung iklim usaha termasuk di sektor peternakan sapi potong. Para pelaku usaha berperan menjadi ujung tombak pembangunan peternakan sapi potong terutama untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional, meningkatkan pendapatan, pemberdayaan masyarakat dan peternak serta menciptakan lapangan kerja.

Pada kesempatan tersebut, Ketut mensosialisasikan Permentan Nomor 41 tahun 2019 sekaligus menyaksikan Pelantikan Dewan Pengurus Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (GAPUSPINDO) periode 2019-2023 di Malang, 6-7 November 2019.

”Kita sangat mendorong upaya seluruh stakeholder pelaku usaha peternakan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan peternakan. Tanpa mereka, peran pemerintah tidak akan berjalan optimal,” ucapnya dalam acara yang diinisiasi oleh Gapuspindo sebagai rangkaian dari Musyawarah Nasional II Gapuspindo.

Ketut menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Pertanian nomor 41 tahun 2019 ini merupakan regulasi untuk menjaga stabilisasi ketersediaan dan peningkatan populasi ternak ruminansia besar, serta percepatan pelayanan perijinan berusaha. Peraturan ini adalah penyempurnaan dari Permentan Nomor 49 tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Permentan nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas Permentan nomor 49 tahun 2016.

"Substansi dari Permetan 41 tahun 2019 ini tidak mengalami banyak perubahan signifikan. Adapun salah satu perubahan yang perlu dicermati adalah terkait dengan ketentuan bahwa pelaku usaha peternakan, koperasi dan kelompok peternak yang melakukan pemasukan bakalan wajib memasukkan indukan sebanyak lima persen dari setiap rekomendasi," jelas Ketut seperti dalam siaran persnya.

Menurutnya, ketentuan ini berubah dari yang sebelumnya 1:5 menjadi 1:20. Hal ini diharapkan dapat mendongkrak percepatan peningkatan populasi sapi di dalam negeri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pelaku usaha masih tetap dapat melakukan joint shipment dengan persetujuan Ditjen PKH.

Pengawasan terkait implementasi ketentuan dan juga realisasi rekomendasi akan dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat meminimalisir kemungkinan pelanggaran yang terjadi.

Ketut juga menjelaskan sanksi yang diberlakukan jika terjadi pelanggaran yakni berupa sanksi administrative tidak diterbitkannya surat rekomendasi selama satu tahun.

"Perubahan peraturan ini diharapkan dapat mempermudah dan dapat menjamin tertib administrasi yang lebih baik lagi," tambahnya. (NDV)

SEBANYAK 44.500 EKOR BEBEK PETELUR DISALURKAN KE ACEH TENGGARA


 
Ilustrasi (Foto: infobaru.id)


Dinas Pertanian Aceh Tenggara menyalurkan sekitar 44.500 ekor bebek petelur kepada kelompok ternak di Aceh Tenggara.

Penyaluran ternak bebek petelur itu di bawah pengawasan pihak Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara.

"Kita telah salurkan bantuan bebek petelur kepada kelompok ternak. Ini bertujuan agar mereka kembangkan hingga Aceh Tenggara sebagai penghasil telur bebek sesuai visi dan misi bupati/wagub,” ujar Kepala Dinas Pertanian Aceh Tenggara, Asbi SE, Kamis (7/11/2019).

Asbi menyebutkan, ternak bebek petelur seluruhnya disalurkan mencapai 84.459 ekor lebih dengan menghabiskan anggaran Rp 8,7 Miliar.

Ternak bebek petelur itu dibagikan kepada 194 kelompok ternak dan masing masing-masing diberikan 500 ekor.

"Alhamdulillah, kita sudah salurkan 44.500 ekor. Rencananya, pada 20 November 2019, sekitar 40.000 ekor lagi akan disalurkan kepada kelompok ternak bebek,” lanjutnya. (Sumber: serambinews.com)

PERINGATI HUT KE-56, FAPET UNDANA GELAR SEMINAR DAN KONGRES HITPI

Acara seminar dan kongres HITPI berlangsung di Hotel Neo Aston, Kupang. (Foto: gardaindonesia.id)



Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-56 Fakultas Peternakan (Fapet)  Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang sekaligus memperingati HUT ke-9 Himpunan Ilmuwan Tumbuhan Pakan Indonesia (HITPI), dihelat kegiatan Seminar Nasional dan Kongres Nasional HITPI ke-3.

Berlangsung di Hotel Neo Aston Kupang pada Selasa dan Rabu (5-6/11/2019), Kongres Nasional HIPTI ke-3 mengusung tema “Peningkatan Produktivitas Sistem Peternakan Berbasis Tumbuhan Pakan”. Seminar dipandu oleh moderator Dr Ir Ludji Michael Riwukaho MP.

Sebanyak 91 artikel yang diplenokan secara paralel dalam rangkaian Seminar Nasional HIPTI ke-8 berasal dari ilmuwan Universitas Udayana (Unud) Bali, Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Universitas Andalas, Universitas Papua, Politani, BPTP Naibonat, dan Fapet Undana.

Prof Dr Luki Abdullah, Ketua HITPI Pusat didapuk sebagai keynote speaker. Acara ini juga dihadiri Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat yang diwakili Kadis Peternakan, serta Ir Sri Widayati MMA Direktur Pakan Ditjen PKH Kementan.

“Kami berharap dari pleno dan keynote speaker menghasilkan rekomendasi yang dapat dikirimkan ke Pemda dan Kementerian Pertanian bagaimana kolaborasi bersama Perguruan Tinggi untuk menyejahterakan masyarakat,” beber Dr Ir Twen Dami Dato MP selaku Ketua HIPTI.

Rabu, 6 November 2019 diadakan field trip ke lokasi kelompok tani/ternak Kaifo Ingu di Babau yang sedang melaksanakan Program Kemitraan Wilayah (PKW) dengan tema “Membangun Model Agroeduwisata di Kabupaten Kupang” yang didanai DPRM DIKTI dan PEMDA Kabupaten Kupang. (Sumber: gardaindonesia.id)

MUNAS II GAPUSPINDO SIAP DIGELAR DI MALANG

(Sumber: Istimewa)


Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) bersiap menggelar Musyarawah Nasional (Munas) II pada Kamis, 7 November 2019 di Malang, Jawa Timur.

Rencananya dalam Munas II Gapuspindo akan hadir Menteri Pertanian (Mentan) RI, Syahrul Yasin Limpo yang diagendakan melantik Dewan Gapuspindo Periode 2019-2022.

Selain itu, sesuai jadwal acara dilanjutkan penandatanganan MoU Gapuspindo dengan Kelompok Peternak Gading Mandiri yang disaksikan oleh Mentan.

Acara berikutnya adalah sosialisasi Indonesia Australia Red Meat Cattle Partnership (I-ARMCP) "Commersial Prospect of BX Cattle Breeding in Indonesia - The IACCB Exprience".

Gapuspindo merupakan organisasi pelaku usaha peternakan sapi potong atas dasar kesamaan usaha, kegiatan dan profesi di bidang industri usaha sapi potong berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup kegiatan nasional.

Bersumber dari laman website https://gapuspindo.org/, Gapuspindo merupakan nama baru dari Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) yang berdiri sejak tahun 1992. Perubahan ini berdasarkan keputuskan Munaslub (Munas Luar Biasa) Apfindo yang dilaksanakan di Hotel Santika Premier Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis (5/11/2015) lalu. (INF)




LANGKAH WUJUDKAN (MASIH) SWASEMBADA DAGING SAPI

Dirjen PKH I Ketut Diarmita (kiri) dan Mentan Syahrul Yasin Limpo (kanan), saat mendiskusikan bidang peternakan dan kesehatan hewan. (Foto: Humas Pertanian)

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), menargetkan swasembada daging sapi harus cepat tercapai. Ia meminta Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) untuk melakukan terobosan baru dan bekerja keras mewujudkan itu.

“Perlu dilakukan terobosan-terobosan dan kerja lebih keras  guna secepatnya mencapai target swasembada tersebut,” kata Mentan Syahrul melalui siaran persnya, Senin (4/11/2019).

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, menjelaskan bahwa mengingat saat ini populasi sapi dalam negeri masih kurang,  ada beberapa langkah nyata mempercepat swasembada. Pertama, Kementan terus menggenjot populasi sapi lokal dengan program inseminasi buatan secara massal, untuk mengejar kekurangan sekitar 1,4 juta ekor populasi sapi. Jika masih kurang, perlu pengadaan sapi indukan untuk mendongkrak populasi sapi.

“Namun harus dipahami bahwa memperbanyak sapi indukan banyak caranya, bisa dengan pencegahan pemotongan betina produktif, maupun mendatangkan sapi indukan dari luar. Kita perlu memikirkan peningkatan produksi dalam negeri dan membuat neraca perdagangan kita positif. Kita selalu menomor satukan produk kita untuk ekspor, dan impor adalah pilihan terakhir bila terpaksa dan sangat dibutuhkan untuk menutupi kekurangan,” ujar Kuntoro.

Langkah kedua, lanjut dia, Kementan terus mendorong semua elemen terutama pemerintah daerah dan BUMN, untuk terus mengembangkan peternakan sapi. Berfokus sentra produksi agar upaya peningkatannya cepat.

“Jika pengembangan sapi dilakukan di 34 provinsi, itu menjadi tidak fokus. Karena itu, strateginya dengan fokus misal pada 10 provinsi pusat pengembangan sapi. Tetapi memang itu menjadi kekuatan real dan menjadi percontohan pengembangan sapi di Indonesia,” ungkapnya menirukan arahan dari Mentan.

Ketiga, pengupayaan sistem integrasi dengan sawit. Sebab, lahan sawit untuk integrasi dengan pengembangan sapi baru difungsikan sekitar 0,9%, padahal potensi lahan sawit di Indonesia cukup tinggi.

“Jika kita bisa isi 20% dari lahan sawit yang ada, maka akan selesai semua masalah daging sapi kita. Dalam waktu singkat Kementan akan melakukan kontak dengan para pimpinan daerah, bupati, gubernur dan mantan-mantan gubernurnya, untuk dijadikan advisor dalam mensukseskan program integrasi sawit-sapi,” ucap dia.

Adapun langkah keempat, papar Kuntoro, bersinergi melakukan pembangunan pertanian khususnya dalam mewujudkan swasembada daging sapi yang menjadi tanggung jawab bersama (gubernur, bupati, pemerintah daerah dan pelaku usaha).

“Oleh karena itu, diplomasi pertanian sangat penting dengan eksternal Kementan. Koordinasi dengan swasta, pemerintah daerah dan stakeholder lain. Untuk kepentingan rakyat harus bisa bekerjasama dan berkoordinasi di lapangan. Karena diingatkan juga oleh Pak Menteri swasembada pangan khususnya daging dapat diwujudkan juga dengan berorientasi bisnis dan harus memikirkan pasar. Selama ini swasembada sulit dicapai karena tidak memikirkan pasar. Kita sering hanya memikirkan budidaya atau on farm-nya saja tanpa memikirkan bisnisnya,” tandasnya. (INF)

FESTIVAL PETERNAKAN PONTIANAK DIGELAR ISPI KALBAR DAN UNTAN


Kegiatan jalan sehat sebagai salah satu agenda acara Festival Peternakan Pontianak (Foto: Dok. ISPI)


Festival Peternakan Pontianak memperingati “Bulan Bakti Peternakan 2019” digelar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Kalimantan Barat (Kalbar) bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Peternakan Universitas Tanjungpura (Untan). Acara diisi dengan kegiatan gerak jalan sehat, pada Minggu (3/11/2019).

"Tentu tujuan acara ini untuk lebih memperkenalkan potensi yang ada di Kalbar,” kata Rektor Universitas Tanjungpura, Prof Garuda Wiko.  

Rangkaian kegiatan festival ini berlangsung di halaman UKM Center Universitas Tanjungpura sejak 1 November hingga puncak acaranya pada Minggu, 3 November 2019.

Gubernur Kalimantan Barat, H Sutarmidji hadir di hari Minggu sekaligus untuk membuka kegiatan jalan sehat.

Festival Peternakan Pontianak dihadiri Rektor Untan dan Gubernur Kalbar

Dalam sambutannya, Midji mengatakan memperingati hari Bulan Bakti Peternakan 2019 khususnya di provinsi Kalbar, dia berharap untuk kebutuhan konsumsi daging hewan Kalbar dapat mandiri.

Kontees Ayam Pelung dan Ayam Serama

Selain jalan sehat, terdapat juga acara “Kontes Ayam Pelung dan Ayam Serama” serta pameran ayam hias. (pontianak.tribunnews.com/ISPI)




PERINGATI HARI AYAM & TELUR NASIONAL, PINSAR GELAR KAMPANYE GIZI

Makan telur bersama, membuka acara kampanye gizi di Jakarta (31/10) (Foto : CR)

Memperingati Hari Ayam dan Telur Nasional serta World Egg Day yang jatuh pada 15 Oktober 2019 lalu, PINSAR Indonesia kembali mengadakan kampanye gizi di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta 31 Oktober 2019 yang lalu.

Acara tersebut rutin dilaksanakan oleh PINSAR sebagai salah satu stakeholder perunggasan di Indonesia. PINSAR juga menggandeng stakeholder lain seperti ASOHI, FAO ECTAD, dan PD Dharmajaya. Ricky Bangsaratoe selaku ketua panitia acara tersebut mengatakan bahwa kali ini sasaran dari kampanye gizi adalah Ibu - Ibu PKK dari berbagai Kota Madya dan Kecamatan di DKI Jakarta. "Sasarannya adalah Ibu - Ibu PKK karena mereka ini kan seperti agent of change, minimal satu orang ibu dapat mempengaruhi keluarganya, lagian kan kalau sasarannya ibu - ibu akan lebih efektif, karena mudah viral dari mulut ke mulut, maklum deh ibu-ibu," tutur Ricky. Ia juga menerangkan bahwa acara serupa kembali akan dilaksanakan di Kalimantan Timur dan DKI Jakarta tahun depan.

Kampanye Gizi dibuka secara simbolis dengan memakan telur rebus bersama - sama oleh semua yang hadir. Peserta diberikan pengetahuan mengenai pentingnya peran protein hewani bagi pertumbuhan. Hal itu disampaikan oleh Mantan Ketua Umum ASOHI Rakhmat Nuryanto. "Disini saya mencoba menjelaskan dan mengkalrifikasi beberapa mitos yang enggak bener terhadap ayam, telur, daging dan protein hewani lainnya. Ini penting karena banyak masyarakat yang enggan makan ayam dan telur misalnya hanya karena termakan mitos tadi, padahal secara ekonomi mampu," tutur Rakhmat.

Selain mengenai pentingnya konsumsi protein hewani, peserta juga diberikan bekal mengenai tatacara handling atau penanganan daging yang baik dan benar oleh  Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan DKI Jakarta. Peserta juga dimanjakan dengan adanya bazar murah protein hewani yang digelar oleh PD Dharmajaya dan PT Sumber Unggas Indonesia. Dalam bazar tersebut peserta dapat membeli daging ayam kampung asli dengan harga Rp 40.000/ekor dan telur ayam kampung asli seharga Rp 50.000 / 40 butir. 

Yanti seorang peserta dari PKK Kecamatan Gambir mengatakan bahwa ia banyak mendapatkan manfaat dari acara ini. "Saya jadi tahu kalau beberapa mitos tentang telur dan ayam yang ada horonnya itu enggak betul, dan jadi semakin yakin dalam memakan ayam dan telur. Terima kasih untuk panitia juga karena seru juga ada pasar murahnya," pungkas Yanti. (CR)


TIGA DESA DI KABUPATEN BARITO JADI PILOT PROJECT PETERNAKAN AYAM PETELUR



Peternakan ayam petelur (Foto: Dok. Infovet)

Tiga Desa di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah akan menjadi pilot project peternakan ayam petelur bersumber dari bantuan tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan sebutan SCR (Corporate Social Responsibility).

"Pada triwulan keempat ini kita ingin mempercepat pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas pertanian, kita memanfaatkan dana CSR yang ada di perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Barito Timur, Riza Rahmadi, Kamis (31/10/2019).

Riza menjelaskan bahwa ada tiga perkebunan besar swasta yang bernaung di bawah satu grup perusahaan yang akan memberikan bantuan CSR ke tiga desa.

"Masing-masing yaitu Desa Siong dan Desa Murutuwu Kecamatan Paju Epat serta Desa Bambulung Kecamatan Pematang Karau. Jadi kita harapkan ada sinergi antara PBS ini dengan perintah desa tersebut," imbuhnya.

Pemerintah desa juga akan bersinergi dengan BUMDes dan kelompok peternak untukmu mengelola bantuan CSR dalam bentuk bibit ayam petelur tersebut.

"Dari manajemen PBS akan membantu bibit ayam petelur yang berumur 4 bulan dan pakan ayam selama 60 hari," kata Riza.

Diharapkan pada bulan ke tujuh ayam-ayam itu sudah menghasilkan telur, sehingga hasil dari penjualan telur bisa dipakai untuk membeli pakan dan mengembangkan peternakan tersebut.

Dalam proyek ini, PBS mendistribusikan langsung bantuannya ke desa-desa yang menjadi target, Dinas Pertanian hanya memfasilitasi secara teknis untuk melakukan pembinaan. (Sumber: borneonews.co.id)


TEKAD DITJEN PKH DALAM UPAYA SWASEMBADA PROTEIN HEWANI

Foto: Istimewa

Protein hewani merupakan pilar penting ketahanan pangan nasional. Konsumsi protein hewani saat ini jumlahnya sebesar 8,44 gram/kap/hari. "Angka ini masih di bawah batas konsumsi yang ideal sesuai target Pola Pangan Harapan (PPH)," kata Iqbal Alim dari Sub Direktorat Ruminansia Potong, Ditjen PKH, Kementan dalam sebuah seminar nasional yang diselenggarakan di Kampus UNDIP Tembalang, Semarang, Jawa Tengah. Acara diselenggarakan oleh ISMAPETI bekerjasama dengan BEM Fapet UNDIP, dalam satu paket acara Temu Ilmiah Nasional ISMAPETI 2019.

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata & terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Amanat Undang-Undang tahun 18/2012 tentang pangan yakni perlunnya mengukur nilai pencapaian komposisi pola pangan dan gizi seimbang.

Untuk itu sangat diperlukan adanya langkah-langkah penting yang harus dilakukan. Ia memaparkan, pemerintah melalui Ditjen PKH telah mencanangkan target pencapaian demi mewujudkan peningkatan konsumsi protein hewani. Target-target pencapaian itu yakni upaya produksi dan penambahan populasi, penguatan kelembagaan dan pengembangan kawasan, penguatan infrastruktur, penguatan sistem logistik ternak dan produk, pengembangan investasi, regulasi dan deregulasi, serta penambahan indukan sapi, baik oleh pemerintah maupun swasta.

Iqbal juga menjelaskan, pihaknya juga telah melakukan program terboosan, antara lain program upaya khusus sapi betina wajib bunting (upsus siwab), penambahan indukan sapi potong, peningkatan status kesehatan hewan, dan penjaminan keamanan pangan asal ternak. Adapun program pendukungnya adalah dengan adanya skim pembiayaan, investasi dan asuransi ternak, penjaminan suplai bibit unggas, serta peningkatan kualitas bibit ternak sapi, yakni melalui sapi belgian blue dan sapi wagyu. (AS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer