![]() |
Munas II Gapuspindo diselenggarakan di Hotel Atria Malang, Kamis 7 November 2019. (Foto: Istimewa) |
Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita menghadiri Musyarawah
Nasional (Munas) II Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia
(Gapuspindo) di Hotel Atria Malang, Kamis (7/11/2019).
Pemerintah
terus berusaha untuk menyediakan regulasi yang mendukung iklim usaha termasuk
di sektor peternakan sapi potong. Para pelaku usaha berperan menjadi ujung
tombak pembangunan peternakan sapi potong terutama untuk pemenuhan kebutuhan
daging sapi nasional, meningkatkan pendapatan, pemberdayaan masyarakat dan
peternak serta menciptakan lapangan kerja.
Pada
kesempatan tersebut, Ketut mensosialisasikan
Permentan Nomor 41 tahun 2019 sekaligus menyaksikan Pelantikan Dewan Pengurus
Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (GAPUSPINDO) periode
2019-2023 di Malang, 6-7 November 2019.
”Kita sangat mendorong upaya seluruh stakeholder pelaku usaha peternakan untuk ikut berpartisipasi aktif
dalam pembangunan peternakan. Tanpa mereka, peran pemerintah tidak akan
berjalan optimal,” ucapnya dalam acara yang diinisiasi oleh Gapuspindo sebagai
rangkaian dari Musyawarah Nasional II Gapuspindo.
Ketut
menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Pertanian nomor 41 tahun 2019 ini merupakan
regulasi untuk menjaga stabilisasi ketersediaan dan peningkatan populasi ternak
ruminansia besar, serta percepatan pelayanan perijinan berusaha. Peraturan ini
adalah penyempurnaan dari Permentan Nomor 49 tahun 2016 tentang Pemasukan
Ternak Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Permentan nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas
Permentan nomor 49 tahun 2016.
"Substansi dari Permetan 41 tahun 2019 ini tidak mengalami banyak
perubahan signifikan. Adapun salah satu perubahan yang perlu dicermati adalah
terkait dengan ketentuan bahwa pelaku usaha peternakan, koperasi dan kelompok
peternak yang melakukan pemasukan bakalan wajib memasukkan indukan sebanyak
lima persen dari setiap rekomendasi," jelas Ketut seperti dalam siaran
persnya.
Menurutnya,
ketentuan ini berubah dari yang sebelumnya 1:5 menjadi 1:20. Hal ini diharapkan
dapat mendongkrak percepatan peningkatan populasi sapi di dalam negeri. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pelaku usaha masih tetap dapat melakukan joint shipment
dengan persetujuan Ditjen PKH.
Pengawasan terkait implementasi ketentuan dan
juga realisasi rekomendasi akan dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat
meminimalisir kemungkinan pelanggaran yang terjadi.
Ketut
juga menjelaskan sanksi yang diberlakukan jika terjadi pelanggaran yakni berupa
sanksi administrative tidak diterbitkannya surat rekomendasi selama satu tahun.
"Perubahan
peraturan ini diharapkan dapat mempermudah dan dapat menjamin tertib
administrasi yang lebih baik lagi," tambahnya. (NDV)