Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini kurban | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEWASPADAAN PENYAKIT MENULAR AGAR BERKURBAN AMAN

Pemeriksaan klinis di pasar hewan pada beberapa ruminansia dan pengembilan sampel perlu dilakukan pada ruminansia yang diduga terinfeksi. (Foto: Dok. Sulaxono)

Idul Adha 2024 akan jatuh pada pertengahan Juni. Peternak dan pedagang ruminansia  dalam masa tiga bulan mulai mempersiapkan diri dengan membeli, menumpuk stok ternak untuk mengisi kandangnya, menambah kandang, dan mengisi dengan ternak baru. Ternak digemukkan dalam waktu tiga bulan untuk bisa dijual saat harga ternak memuncak saat 1-2 minggu menjelang kurban. Keuntungan akan diperoleh dengan margin tinggi, panen tahunan bagi peternak dan juga para pedagang.

Fenomena umum terjadi saat persiapan peternak dan pedagang mulai mengumpulkan ternak adalah pergerakan, pengangkutan ternak dari daerah, pulau kantong ternak ke berbagai daerah yang memerlukan. Pergerakan akan terjadi antar pulau, antar provinsi, juga antar kabupaten. Ternak antar kabupaten akan saling bertemu di pasar hewan. Ternak yang sehat dan yang carrier penyakit dari berbagai kabupaten maupun provinsi akan bertemu di pasar hewan. Kondisi lalu lintas yang meningkat, pertemuan ternak sehat dengan ternak subklinis sakit atau karier penyakit tidak menutup kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari satu pulau ke pulau lain, dari satu provinsi atau kabupaten ke tempat lain.

Apalagi ditambah dengan kondisi cuaca dan kelelahan transportasi bisa memicu dan menimbulkan stres pada ternak. Stres yang terjadi akan memicu menurunkan daya tahan tubuh dan bisa memicu timbulnya beberapa penyakit menular strategis.

Ada beberapa penyakit menular strategis yang perlu diwaspadai menjelang persiapan ibadah kurban, yang bisa terjadi secara akut hingga per akut. Beberapa daerah asal ternak masih endemis terhadap beberapa penyakit strategis di antaranya penyakit mulut dan kuku (PMK), lumpy skin disease (LSD), antraks, penyakit Jembrana, septicaemia epizootica (SE), dan surra.

Peran dokter hewan dan organisasi profesi diperlukan dalam pemeriksaan ante mortem dan post mortem untuk menjamin ternak sehat dan pencegahan penularan, serta penyebaran penyakit menular antar ternak apalagi yang yang bersifat zoonosis adalah penting. Masyarakat memerlukan jaminan bahwa ternak yang akan digunakan untuk kurban adalah ternak yang sehat dan tidak terjadi penyebaran penyakit strategis.

• Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Pemerintah telah berhasil mengendalikan penyebaran cepat PMK melalui vaksinasi massal di berbagai daerah tertular penyakit, surveilans pasca vaksinasi massal, serta kerja sama antar pihak dalam negeri dan mitra kerja luar negeri. Namun demikian, vaksinasi PMK memerlukan kontinuitas, selain kewaspadaan dini, laporan dini, dan respon cepat. Surveilans virologis melalui sampling di lokasi bekas kasus perlu dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ternak carrier aktif yang sembuh dari sakit dan ternak yang subklinis sakit tetapi tidak terdeteksi secara klinis kecuali melalui pemeriksaan serologis maupun virologis.

Ternak di lokasi yang sembuh atau proses sembuh dari PMK masih bisa dikenali dengan luka yang menutup dengan warna kuning kecokelatan pada celah kaki depan-belakang atau pada gusinya. Pada sapi-sapi keturunan impor, luka-luka bekas PMK termasuk kepincangan sangat mudah dikenali, tetapi pada sapi Bali kondisi demikian sulit dideteksi kecuali oleh petugas medis yang berpengalaman.

Jejas luka bekas infeksi PMK pada area mulut biasanya sudah menutup dalam jangka waktu seminggu. Pada gusi hanya ditemukan bekas luka yang sudah ditutup oleh jaringan ikat berwarna kuning kecokelatan, demikian pada bagian lidah dan bagian lainnya dari area mulut. Pada sapi demikian dalam darahnya masih bisa terdeteksi matriks virus PMK melalui pemeriksaan dengan PCR.

Pemeriksaan sapi yang dipasarkan di pasar hewan juga diperlukan, disamping tindakan disinfeksi. Pasar hewan merupakan tempat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2024. 

Ditulis oleh:
Ratna Loventa
Medik Veteriner Ahli Pertama, Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Purna Tugas Medik Vetriner Ahli Madya di Kota Banjarbaru

AGAR DAGING KURBAN YANG DIDISTRIBUSIKAN KE MASYARAKAT TETAP TERJAGA KUALITASNYA

Daging Sapi Dapat Menjadi Media Pertumbuhan Bakteri yang Baik Apabila Salah Perlakuan

Akademisi dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Institut Pertanian Bogor atau IPB Dr Med Vet drh Denny Widaya Lukman mengemukakan, penyaluran daging kurban yang dilakukan lima jam setelah pemotongan rentan kuman penyakit berbahaya untuk manusia.

"Karena setelah lima jam, biasanya daging di suhu kamar atau di ruangan yang tanpa pendingin, kalau ada satu mikroba patogen saja, itu setelah lima jam akan menjadi satu juta (jumlahnya)," kata Denny dalam diskusi publik secara daring yang dilakukan Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta pada Sabtu malam, 17 Juni 2023 lalu.

Menurut Denny, mikroba terutama bakteri mampu berkembang biak dari satu menjadi dua dalam tempo 15 menit. Sehingga dalam 300 menit (lima jam), satu  sel bakteri tadi akan bertambah jumlahnya menjadi satu juta sel.

Denny menambahkan, menurut penelitian yang sudah dilaporkan ke publik, jumlah bakteri pada permukaan daging bersih biasanya mencapai 100 sel. Sedangkan Kementerian Pertanian, kata Denny, masih membolehkan daging hewan untuk konsumsi manusia memiliki jumlah bakteri dengan batas jumlah 100 ribu sel.

Anjuran para Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, Karantina, Sanitary dan Phytosanitary Kementerian Pertanian kepada panitia kurban di Jakarta, yakni setelah pemotongan, hewan kurban harus langsung diproses menjadi daging kurang dari lima jam agar daging bisa dikategorikan baik untuk dikonsumsi.

"Jika hewan disembelih jam sebelas pagi, maka daging harus sudah diterima yang mustahik paling lambat jam empat sore," kata Denny. (CR)

BEGINI UPAYA PEMPROV DKI JAKARTA MEMASTIKAN KESEHATAN HEWAN KURBAN

Salah Satu Lapak Penjual Hewan Kurban di Jakarta Selatan
(Foto : CR)

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta Suharini Eliawati terus memonitor kondisi hewan kurban di Jakarta menjelang perayaan Idul Adha 1444 H. Dia menyatakan Dinas KPKP akan memastikan hewan kurban di Jakarta bebas wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Suharini mengatakan penyebaran wabah penyakit hewan di Indonesia patut diwaspadai menjelang Idul Adha. Ia menjelaskan ada tiga penyakit yaitu PMK, lumpy skin disease (LSD) atau penyakit lato-lato, dan penyakit zoonosis lainnya.

"Saya sebutkan terakhir itu bukan termasuk penyakit zoonosis yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya namun demikian ini sangat merugikan," kata Suharini pada Rabu 14 Juni 2023 saat rapat dengan Komisi B DPRD DKI.

Suharini menyebut Pemda DKI memberlakukan aturan ketat bagi hewan kurban yang didatangkan dari luar kota. Dinas KPKP memberlakukan surat izin bagi hewan kurban yang ingin masuk ke Jakarta.

"Per tanggal 13 Juni itu ada 59 tempat penampungan yang sudah ada di DKI Jakarta. Nah, yang mengantre ada 99 surat rekomendasi yang harus kita keluarkan. Kenapa belum, karena memang kita masih membutuhkan surat keterangan kesehatan hewan dari daerah setempat," ujar dia.

DInas KPKP sudah memberlakukan upaya untuk melacak hewan kurban yang terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku. Salah satunya, dengan memasang anting hewan yang disertai dengan barcode identifikasi.

"Nanti kita bisa baca di Android itu nanti sapi itu berasal dari mana umurnya berapa kemudian sudah divaksin atau belum itu untuk PMK," kata Suharini.

Untuk penyakit LSD, kata Suharini, Dinas KPKP belum mewajibkan vaksinasi pada hewan Namun, ujar dia, pihaknya mewajibkan hewan kurban lolos tes uji PCR agar bisa dikatakan bebas penyakit tersebut. 

"Jadi nanti ada surat keterangan kesehatan hewan jadi di sini bisa saya sampaikan kita selaku konsumen boleh kok menanyakan bahwa sapi yang akan saya beli adalah sudah punya syarat keterangan kesehatan," ujar dia. (INF)

WEBINAR LALU LINTAS TERNAK KURBAN SAAT MEREBAKNYA PENYAKIT HEWAN

Webinar yang diselenggarkan oleh PPSKI berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal update PMK dan LSD, bagaimana lalu lintas ternak menuju kurban. (Foto: Dok. Infovet)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD) masih menjadi momok bagi peternak ruminansia, apalagi menjelang Hari Raya Iduladha yang seharusnya menjadi momen menguntungkan bagi peternak. Lalu lintas ternak antar daerah pun menjadi urgensi untuk menekan penyebaran penyakit.

Seperti dibahas dalam webinar yang diselenggarkan oleh Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal “Update PMK dan LSD, Bagaimana Lalu Lintas Ternak Menuju Kurban” yang dilaksanakan pada Sabtu (17/6/2023).

Ketua PPSKI, Nanang Purus Subendro, pada kesempatan tersebut mengatakan, menjelang Iduladha selama dua tahun belakangan peternak dirundung problematika yang membuat peternak merugi, mulai dari pandemi COVID-19 (penerapan PPKM), hingga kemunculan penyakit LSD dan PMK.

“Kerugian peternak diperkirakan tergerus sekitar 25% dari modal yang dimiliki akibat adanya PMK, jadi banyak peternak yang tadinya sudah deal untuk menjual sapi tetapi batal karena sapinya terkena penyakit. PMK membuat musibah yang sangat luar biasa,” ujar Nanang.

Kondisi makin berat bagi peternak kala penyakit LSD juga ikut membayangi. Kata Nanang, langkah pemerintah dalam menangani LSD tidak segegap-gempita seperti penanganan PMK.

“Peternak pun masih kesulitan karena keterbatasan vaksinasi LSD, sementara untuk vaksinasi PMK memang banyak. Menjelang idul kurban ini menjadi harapan peternak, semoga melalui diskusi ini kita semua mendapat pencerahan,” ucap Nanang.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Makmun Junaidin, mewakili Dirjen PKH, menjelaskan kriteria hewan kurban di tengah mewabahnya penyakit.

Dipaparkan Makmun, menurut Fatwa MUI No. 34/2023 tentang pelaksanaan kurban saat maraknya wabah LSD dan antisipasi penyakit Peste des Petits Ruminants (PPR), hewan kurban dengan gejala klinis LSD ringan (benjolan belum menyebar keseluruh tubuh), tidak berpengaruh pada kerusakan daging hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

“Pada kasus LSD ringan seperti benjolannya hanya sedikit, satu atau dua benjolan belum menyebar ke seluruh tubuh, masih sah menjadi hewan kurban,” ujar Makmun.

Untuk syarat lalu lintas ternak kurban bebas LSD juga dijelaskan Makmun, yakni bila hewan telah divaksin tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH dan telah divaksin minimal 21 hari sebelum dilalulintaskan. Sementara jika hewan tidak divaksin, tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH, dilakukan isolasi selama 28 hari sebelum dilalulintaskan, dan dilakukan uji laboratorium dengan metode PCR secara pooling maksimal lima sampel dengan hasil negatif.

Selain itu, pemerintah juga mengatur hewan kurban dengan gejala mirip PPR melalui fatwa yang sama, kambing dan domba dengan gejala klinis sub-akut (demam dengan suhu tubuh 39-40° C), hewan tidak menunjukan gejala klinis parah, dan sembuh dalam waktu 10-14 hari, hukumnya juga sah dijadikan hewan kurban.

“Dalam kondisi seperti ini untuk menekan penyebaran penyakit dan padatnya lalu lintas ternak kurban, solusi lain yakni para pekurban tidak harus berkurban di tempatnya, bisa di tempat lain. Misal pekurbannya di Jakarta, kurbannya di wilayah lain ini bisa dilakukan dan bisa disaksikan nanti secara daring. Sudah banyak lembaga-lembaga yang menawarkan hal tersebut,” pungkas Makmun.

Adapun pada kegiatan tersebut menghadirkan narasumber di antaranya Indyah Aryani (Kepala Dinas Jawa Timur), Rismiati (Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta), dan Yudi Arif (CEO Baqara Muda Perkasa). (RBS)

SOSIALISASI & BIMTEK PELAKSANAAN KURBAN DI TENGAH WABAH

Sosialisasi dan bimtek pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan penyakit hewan yang dilaksanakan secara hybrid di Kantor Kementan. (Foto: Dok. Infovet)

Menjelang pelaksanaan Hari Raya Iduladha, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), melaksanakan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan wabah penyakit hewan.

Kegiatan dilakukan secara hybrid pada Rabu (14/6/2023), dihadiri sekitar 1.000 orang dari medik dan paramedik selaku tim pemantau hewan kurban, para Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) selaku pelaksana kegiatan pemotongan hewan kurban di luar RPH-R. Adapun narasumber pada sosialisasi dan bimtek di antaranya Drh Denny Widaya Lukman dan Drh Vetnizah Juniantito dari IPB University.

“Kegiatan sosialisasi dan bimtek kami laksanakan mengingat pelaksanaan kurban tahun ini kita dihadapkan dengan munculnya penyakit hewan baru, yaitu Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi dan kewaspadaan akan munculnya Peste des Petits Ruminant (PPR) pada kambing dan domba”, kata Dirjen PKH Kementan, Nasrullah, dalam keterangan resminya, Jumat (16/6/2023).

Ia menjelaskan, kegiatan ini sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), terutama untuk menyikapi munculnya LSD di beberapa daerah. “Bapak Mentan mengarahkan agar pemerintah memberi bimbingan yang dapat memberikan ketenangan jiwa pada masyarakat. Kegiatan ini juga sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pencegahan penyebaran penyakit. Pencegahan harus dimulai dari kegiatan penjualan hewan kurban hingga pelaksanaan pemotongan kurban, baik di rumah pemotongan hewan ruminansia (RPH-R) maupun di luar RPH.”

Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat ini telah menerbitkan Fatwa MUI No. 34/2023 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Merebaknya Penyakit LSD dan Antisipasi Penyakit PPR pada Hewan Kurban. Upaya ini, kata dia, dilakukan agar penyediaan hewan kurban memenuhi syariat Islam dan memenuhi kesehatan hewan.

Selain itu, Kementan juga menerjunkan tenaga medik dan paramedik veteriner untuk melakukan pemantauan pelaksanaan kurban di lapangan. “Kami imbau kepada seluruh dinas yang menangani fungsi PKH, organisasi profesi, serta fakultas kedokteran hewan di Indonesia ikut berpartisipasi aktif memantau pelaksanaan kurban di lapangan,” imbuhnya.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif, saat kegiatan sosialisasi dan bimtek mengharapkan kegiatan ini dapat memberi tambahan pengetahuan dalam menangani hewan maupun produk hewan saat pelaksanaan kurban.

“Dengan bimtek kita harapkan pelaksanaan pemotongan hewan kurban memenuhi standar higiene, sanitasi, dan daging yang dihasilkan memenuhi standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH),” ujar Syamsul.

Ia juga menerangkan bahwa seluruh proses pemotongan hewan kurban tidak boleh dilakukan sembarangan. “Mulai dari penyembelihan sampai proses penyediaan daging harus dilakukan dengan benar, karena dalam ibadah kurban tidak hanya mengacu pada aspek halal saja, tetapi juga harus tayib,” tukasnya. (INF)

KEMENTAN ATUR LALU LINTAS TERNAK UNTUK JAGA STOK IDUL ADHA

Kuntoro Boga Andri 

Sebagai upaya penanganan dan pengendalian penyakit mulut dan kuku (PMK), pemerintah melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia mengatur lalu lintas hewan ternak. Langkah ini diambil pemerintah untuk menjaga ketersediaan dan pasokan ternak, terutama jelang Hari Raya Iduladha 1443 Hijriah atau 2022 Masehi.

“Pengendalian lalu lintas hewan rentan PMK ini bertujuan untuk mempertahankan pulau-pulau atau wilayah yang bebas PMK tetap terjaga dan aman dari PMK,” terang Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri dalam konferensi pers daring bertajuk “Update Perkembangan Penanganan PMK 14 Juni 2022, yang diunggah melalui YouTube Kementerian Pertanian RI pada Selasa (14/6/2022) sore.

Lebih lanjut Kuncoro menuturkan 3 poin penting yang bakal diatur dalam Surat Edaran (SE) Kepala Badan Karantina Pertanian tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Kejadian PMK. Pertama, mencegah lalu lintas ternak dari zona merah atau wilayah tidak bebas ke luar daerah. Kedua, lanjut Kuntoro, ternak dari zona hijau atau daerah bebas PMK dapat dilalulintaskan ke zona hijau lainnya. Ketiga atau point terakhir yaitu ternak dari zona hijau dapat dilalulintaskan ke zona merah dengan syarat ternak tersebut siap dipotong atau untuk kebutuhan hewan kurban.

Ia juga berkata bahwa sebelum dikirimkan ke dari satu daerah ke daerah lain, hewan ternak harus dikarantina selama 14 hari di instalasi karantina hewan atau instalasi lain yang sesuai aturan perkarantinaan di bawah pengawasan petugas karantina pertanian.

“Masa 14 hari karantina diperlukan sebagai bagian dari manajemen risiko penyakit, mengingat masa inkubasi virus PMK 14 hari, sehingga diharapkan deteksi dini terhadap kasus PMK dapat diketahui lebih awal di tempat asal,” jelas Kuntoro.

Sementara itu, dia mengatakan bahwa pengawasan hewan ternak dalam satu pulau dari zona hijau ke zona hijau lainnya dilakukan pengawasan check point yang diawasi oleh dinas peternakan provinsi atau kabupaten.

“Melalui kesempatan ini, kami sampaikan bahwa Kementan berkomitmen untuk tidak menghambat dan tidak menyulitkan pergerakan dan pasokan hewan ternak khususnya menyambut Iduladha 1443 Hijriah,” ucap Kuntoro. (CR)


KURBAN DI MASA PANDEMI, PERHATIKAN PROTOKOL KESEHATAN

Tani on Stage menyosialisasikan kurban di tengah pandemi COVID-19. (Foto: Humas PKH)

Jelang Hari Raya Kurban yang masih dalam kondisi pandemi COVID-19, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), melakukan sosialisasi hal tersebut agar tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada Selasa (21/7), didukung oleh Biro Humas dan Informasi Publik melalui talk show “Tani on Stage” (TOS).

“TOS kita optimalkan untuk mensosialisasikan segala macam program dan event khusus termasuk pelaksanaan kurban sesuai protokol kesehatan dan ketentuan pemotongan hewan kurban,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri.

Sementara Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita, menyampaikan bahwa pelaksanaan Hari Raya Idul Adha tahun ini akan sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, pelaksanaan kurban berada di tengah pandemi COVID-19 dengan mempertimbangkan situasi new normal.

Pada masa new normal ini masyarakat, kata dia, harus patuh terhadap protokol kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan. Misalnya rajin cuci tangan pakai sabun, atau menggunakan hand sanitizer, menerapkan etika batuk/pakai masker, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

New normal ini dilakukan agar masyarakat tetap produktif dan aman dari COVID-19,” kata Ketut.

Adaptasi kenormalan baru dalam pelaksanaan kurban dituangkan dalam panduan Kementan tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Non-alam COVID-19. Panduan ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen PKH No. 008/SE/PK.320/F/06/2020, tertanggal 8 Juni 2020.

Secara garis besar, panduan mengatur upaya penyesuaian terhadap pelaksanaan kenormalan baru dalam kegiatan penjualan hewan kurban dan pemotongan hewan kurban di Rumah Pemotongan Hewan-Ruminansia (RPH-R) maupun di luar RPH-R dengan memperhatikan jaga jarak fisik (physical distancing), penerapan higiene personal, pemeriksaan kesehatan awal (screening) dan penerapan higiene sanitasi.

Kepala Tim Peneliti Penyembelihan Halal HSC IPB, Supratikno, turut menambahkan bahwa ada empat kriteria hewan kurban yang baik, yaitu sehat, tidak cacat, tidak kurus dan cukup umur.

“Persyaratan hewan sehat ini menjadi penting mengingat banyak sekali penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis),” katanya
.
Hal senada juga diucapkan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif. Menurutnya, penyediaan hewan kurban yang sehat menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu, ia mengimbau masyarakat agar membeli hewan kurban sehat di tempat-tempat penjualan yang telah mendapat izin dari pemerintah daerah dan dijamin kesehatannya oleh petugas kesehatan hewan.

Selain itu, dalam penyelenggaraan kurban juga harus memperhatikan ketentuan teknis yang diatur Peraturan Menteri Pertanian No. 114/Permentan/PD.410/9/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban. Peraturan tersebut mengatur persyaratan minimal yang harus dipenuhi mulai dari tempat penjualan, pengangkutan dan penampungan sementara di lokasi pemotongan. Juga dijelaskan tata cara penyembelihan dan distribusi daging kurban sesuai aspek teknis dan syariat Islam.

Dengan memenuhi ketentuan teknis tersebut diharapkan daging kurban telah memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).

Hal yang sama juga disarankan Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, Denny Widaya Lukman, mengenai penanganan hewan kurban, daging, jeroan, alat dan tempatnya yang harus dipisahkan.

“Terdapat dua pembagian jeroan yaitu jeroan merah, seperti, jantung, hati, limpa, ginjal dan paru. Sedangkan jeroan hijau yakni perut dan usus yang jauh lebih banyak bakteri zoonosisnya. Untuk itu harus diperhatikan pembuangan limbahnya. Limbah darah dan isi jangan dibuang ke aliran air yang umum mengalir, namun dimasukkan ke dalam tanah,” kata Denny. (INF)

KEMENTAN PASTIKAN HEWAN KURBAN ASUH BAGI MASYARAKAT

Pemotongan hewan kurban. (Foto: Humas PKH)

Dalam Upaya penjaminan kesehatan, keamanan dan kelayakan daging pada pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1441 H, Kementerian Pertanian (Kementan) terus meningkatkan pengawasan teknis kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner hewan kurban.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, Kementan, saat membuka Program Bertani on Cloud Vol. 22 dengan Topik Pelatihan Juru Sembelih Halal, Selasa (30/6).

Menurutnya, dalam proses penyembelihan hewan kurban harus memenuhi dua aspek sekaligus, yakni kehalalan dan kesejahteraan hewan (Kesrawan). Kedua aspek tersebut sejalan dengan persyaratan prinsip dasar penyembelihan sehingga peran juru sembelih menjadi sangat penting dalam memastikan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban agar memenuhi persyaratan syariat Islam.

“Hari Raya Idul Adha sebentar lagi, jadi sangat penting sekali membekali para juru sembelih halal (Juleha) tersebut, apalagi ditengah wabah pandemi COVID-19 dengan memperhatikan  protokol kesehatan,” kata Ketut.

Untuk itu, Kementan telah melakukan serangkaian upaya mulai dari penyediaan regulasi, sosialisasi, pembinaan dan juga akan terlibat dalam pemeriksaan, serta pengawasan daging dan hewan kurban.

“Kementan berkomitmen memastikan bahwa pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di Indonesia dapat memenuhi persyaratan teknis dalam rangka menjamin daging kurban yang akan dibagikan kepada masyarakat sesuai kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal  (ASUH),” tegasnya.

Ketut menambahkan, berbagai pelatihan dan sosialisasi tentang pelaksanaan penyembelihan hewan kurban kepada masyarakat sangat penting untuk dilakukan secara massif dalam mengedukasi masyarakat khususnya bagi panitia kurban terkait penanganan hewan kurban, penyembelihan halal dan penanganan daging kurban yang higienis, baik melalui berbagai media secara langsung maupun tidak langsung. 

Terlebih dengan adanya pandemi COVID-19 saat dimana dilakukan pembatasan sosial (social distancing), pelatihan dan sosialisasi memanfaatkan beraneka ragam aplikasi dan sarana multimedia, sehingga informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat berjalan efektif dan efisien.

Di Indonesia panduan tentang penyembelihan halal mengacu pada tiga regulasi utama, yaitu: 1) Halal Assurance System (HAS) 23103, Guideline of Halal Assurance System Criteria on Slaughterhouses. 2) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) No. 196/2014 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Golongan Pokok Jasa Penunjang Peternakan Bidang Penyembelihan Hewan Halal. 3) Standar Nasional Indonesia (SNI) 99002:2016 tentang Pemotongan Halal pada Unggas.

Direktur Kesehatan Masayarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif menjelaskan titik kritis yang dapat menyebabkan daging menjadi tidak halal adalah cara penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan syariah agama Islam. Proses penyembelihan harus cepat, sekali ayun dan memotong tiga saluran, yaitu hulqum, mar’i dan wadjadain atau saluran napas (trachea), saluran makan (esofagus) dan pembuluh darah kiri dan kanan yang ada dibagian leher (arteri carotis comunis).

Selain itu, Syamsul juga menambahkan persyaratan prinsip dasar penyembelihan harus dilakukan, yakni penanganan ternak yang baik, penggunaan pisau yang tajam, teknik penyembelihan yang cepat dan tepat, satu kali penyembelihan sehingga tidak menginduksi kesakitan yang berlebihan, pengeluaran darah yang tuntas, serta kematian yang sempurna. (INF)

INI ATURAN KEMENTAN TENTANG PELAKSANAAN KURBAN SAAT PANDEMI

Kementan terbitkan SE pelaksanaan kurban di tengah pandemi COVID-19. (Foto: Infovet/Ridwan)

Sehubungan dengan pelaksanaan pemotongan kurban pada Hari Raya Idul Adha 1441 H yang jatuh pada Juli 2020, pemerintah berupaya menyesuaikan pelaksanaan kurban karena Indonesia masih dilanda pandemi COVID-19.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Nonalam COVID-19. Kegiatan kurban meliputi penjualan dan pemotongan hewan perlu dilakukan penyesuaian terhadap prosedur kenormalan baru. 

“SE ini sebagai petunjuk pelaksanaan kegiatan kurban menyesuaikan penerapan kenormalan baru. Diharapkan kegiatan pelaksanaan kurban di tengah pandemi COVID-19 tetap berjalan optimal dengan mempertimbangkan aspek pencegahan dari penyebaran COVID-19,” ujar Dirjen PKH, Drh I Ketut Diarmita, di Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Surat yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota ini menegaskan langkah-langkah pencegahan potensi penularan COVID-19 di tempat penjualan dan pemotongan hewan kurban, diantaranya menjaga jarak dan menghindari perpindahan orang antar wilayah pada saat kegiatan kurban.

“Memperhatikan juga status wilayah tempat kegiatan kurban serta edukasi soal bahayanya COVID-19 dan bagaimana cara penularannya,” ucapnya.

Sementara Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh Syamsul Ma`arif, menyebutkan bahwa surat ini akan memberikan rekomendasi dalam kegiatan penjualan dan pemotongan hewan kurban.

Dalam kegiatan penjualan hewan kurban, Syamsul menegaskan harus memenuhi syarat seperti jaga jarak fisik, penerapan kebersihan personal, kebersihan tempat dan pemeriksaan kesehatan.

“Penjualan hewan kurban juga harus dilakukan di tempat yang telah mendapat izin dari kepala daerah setempat,” tegas Syamsul.

Selain itu, penjualan hewan kurban juga harus melibatkan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), atau organisasi dan lembaga amil zakat.

"Hal ini untuk membantu pengaturan tata cara penjualan yang meliputi pembatasan waktu, tempat penjualan dan penempatan fasilitas alat kebersihan," ucap dia.

Kemudian, penjual hewan kurban juga harus dilengkapi alat pelindung diri (APD) minimal masker, lengan panjang dan sarung tangan sekali pakai. Dan setiap orang yang masuk ke tempat penjualan harus mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer. Bagi penjual yang berasal dari luar wilayah harus dalam kondisi sehat dengan melampirkan surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit.

“Setiap tempat penjualan juga wajib dilengkapi dengan pengukur suhu tubuh, tempat cuci tangan dengan air mengalir dan tempat pembuangan limbah kotoran hewan yang aman,” kata Syamsul.

Ia juga menambahkan bahwa setiap orang diimbau untuk menghindari jabat tangan atau bersentuhan langsung, menggunakan atau membawa barang pribadi seperti perlengkapan salat maupun perlengkapan makan.

"Adapun setelah pulang dari tempat kurban, juga diwajibkan mandi dan membersihkan diri," tambahnya.

Sementara untuk kegiatan pemotongan hewan kurban yaitu tetap menerapkan protokol kesehatan berupa jaga jarak, jaga kebersihan dan menggunakan masker atau face shield.

“Para petugas pemotongan hewan perlu diedukasi tentang cara penyebaran COVID-19, seperti hindari memegang muka, mulut, hidung dan mata. Jumlah petugas dalam satu ruangan juga perlu diatur agar bisa menerapkan jaga jarak,” terang Syamsul.

Petugas pemotongan hewan kurban juga diimbau tidak merokok, meludah dan memperhatikan etika bersin serta batuk selama pemotongan kurban.

“Petugas pemotongan hewan kurban juga diharuskan berasal dari lingkungan atau satu wilayah dengan tempat pemotongan hewan dan tidak sedang masa karantina mandiri,” pungkasnya. (INF)

IDUL ADHA DAN ZOONOSIS

Ternak kambing untuk kurban. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pada kalender masehi tahun 2019, hari raya Idul Adha 1440 H akan jatuh pada tanggal 11 Agustus 2019. Hari raya Idul Adha menjadi lekat dengan sektor peternakan karena pada hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan kurban yang juga hewan ternak. Dari segi bisnis, peternak ruminansia besar dan kecil memang sudah menunggu-nunggu datangnya hari tersebut. Pada event tahunan ini, peternak dapat mengambil keuntungan yang cukup besar karena harga hewan yang dijual melambung. Selain itu setelah disembelih, daging hewan kurban dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma.

Ada satu hal yang kadang luput dari pengamatan kita, menjelang Idul Adha biasanya pedagang hewan kurban mulai menjamur di berbagai kota-kota besar. Mereka menjajakan dagangannya terkadang di trotoar, bahu jalan, lapangan, atau lahan yang kosong. Dengan adanya kegiatan ini, kontak antara manusia dengan hewan menjadi lebih intens dari biasanya. Bahkan, beberapa tahun yang lalu Pemda DKI Jakarta sampai mengeluarkan peraturan yang melarang penjualan hewan kurban di tempat umum seperti trotoar dan halte bus. Tidak sampai disitu, sempat pula ada celotehan mantan gubernur DKI pada saat itu yang melarang penyembelihan hewan kurban di tempat umum seperti sekolah, perkantoran dan sebagainya.

Hal tersebut langsung memicu amarah masyarakat, khususnya umat islam di Ibukota, terlebih lagi sang mantan gubernur beragama non-muslim. Lepas dari kontroversi itu semua, dari sisi kesehatan masyarakat veteriner, pendapat sang mantan gubernur memang ada benarnya. Misalnya saja, menjual hewan kurban di trotoar, siapa yang bisa menjamin kalau semua hewan kurban yang dijual disitu semuanya dalam keadaan sehat 100%? Secara klinis mungkin sehat, terlebih lagi dengan adanya dokumen surat kesehatan hewan dari dinas tempat ternak didatangkan. Namun begitu, ada beberapa penyakit hewan yang juga bersifat zoonosis tetapi tidak menimbulkan gejala klinis.

Antraks biasanya yang paling dikhawatirkan menjelang Idul Adha, selain karena mematikan, efek domino dari penyakit tersebut sangat besar terhadap sisi ekonomi dan kepanikan massa. Namun bukan berarti cuma antraks saja yang harus diwaspadai. Beberapa penyakit zoonosis yang “ringan” juga dapat menulari manusia menjelang Idul Adha. Misalnya saja Salmonellosis, bisa saja feses hewan kurban yang dijual di jalan-jalan mengandung bakteri Salmonella dan tanpa sepengetahuan kita dapat mengontaminasi makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Belum lagi penyakit-penyakit seperti Scabies dan Orf yang umumnya menyerang kambing, baik penjual maupun pembeli dapat tertular penyakit ini. Tidak habis sampai disitu, setelah hewan disembelih pun kemungkinan tertular penyakit zoonosis masih ada. Bukan hanya pada daging babi, cacing pita juga terdapat pada daging sapi. Cacing pita dari spesies Taenia saginata juga dapat menginfeksi manusia. Limbah dari hasil penyembelihan hewan kurban berupa darah dan feses juga menjadi risiko yang dapat menjadi predisposisi penularan penyakit zoonotik. Oleh karenanya pengolahan limbah yang baik harus diterapkan oleh para penyelenggara kurban serta masyarakat setempat.

Berkaca pada itu semua, dapat disimpulkan bahwa hari raya Idul Adha, bisa diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Karena, selain dapat meningkatkan konsumsi protein hewani bagi masyarakat, juga menjadi ancaman bagi pihak yang lengah dan serampangan dalam menyelenggarakannya.

Masyarakat dari segala kalangan wajib mengetahui dan diberi edukasi mengenai penyelenggaraan ibadah kurban yang baik. Dari mulai cara pemilihan hewan kurban yang baik dan memenuhi syarat kurban, cara penyembelihan yang sesuai syar’i dan memenuhi aspek kesejahteraan hewan (kesrawan), hingga cara mengolah dan mengonsumsi daging kurban yang higienis. Semua itu dibutuhkan kerjasama yang apik dan koordinasi yang baik dari semua stakeholder yang berperan di dalamnya.

Baik dokter hewan, sarjana peternakan, dokter manusia, ahli gizi dan pangan, semua harus bahu-membahu membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya ibadah kurban dari sisi medis dan kesehatan. Bila semua berkolaborasi dan sinkron dalam segala hal terkait ini, penularan zoonosis dapat dikendalikan dan diminimalisir. Jangan lupa, menjaga kesehatan hewan, masyarakat dan lingkungan juga merupakan pengejawantahan dari konsep One Health yang selama ini digaungkan. (CR)

RAHASIA MENYIMPAN DAGING AGAR AWET DAN SEGAR

Menyimpan daging di freezer dengan cara yang tepat akan mempertahankan kualitas daging dengan baik. (Sumber: Istimewa)

Perayaan hari raya Idul Adha sebentar lagi tiba. Bagi umat Islam, hari raya ini bukan sekadar perayaan biasa. Ada momentum sakral yang ditunggu banyak orang, khususnya bagi mereka kaum yang tidak mampu. Di hari yang dikenal dengan sebutan Idul Kurban ini, prosesi pemotongan hewan kurban berupa sapi, kerbau, onta, kambing atau domba dilakukan hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Baik pekurban maupun penerima daging kurban sama-sama bisa menikmati daging di hari raya ini. Pesta bakar sate atau olahan lain daging pun lazim dilakukan pada malam harinya, setelah seharian melakukan pemotongan dan pembagian daging kurban. Aroma kepulan asap bakaran sate menyeruak hampir di setiap teras rumah warga. Kondisi semacam ini sudah dimaklumi semua orang.

Pesta setahun sekali ini memang sering dinantikan. Namun tak sedikit pula yang enggan langsung mengolah daging kurban pada hari itu juga. Mereka lebih memilih menyimpan daging kurban terlebih dahulu, untuk diolah pada hari berikutnya. Menyimpan daging kurban tidak terlalu sulit, namun tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Kalau tak tahu cara menyimpan yang tepat, daging bisa tak sedap lagi saat akan dimasak. 

Oleh karena itu, jika disimpan di dalam kulkas, Anda harus tahu cara menyimpan yang benar. Hal ini dilakukan agar dapat menjaga kualitas sembari meningkatkan masa simpan daging. “Menyimpan di dalam lemari es, merupakan salah satu cara menyimpan yang baik untuk daging. Semua daging hewan yang sudah dipotong, dagingnya harus dipertahankan dengan rantai dingin, di bawah empat derajat celcius,” kata ahli gizi dari Universitas Gadjahmada (UGM), Dr Ir Edi Suryanto, kepada Infovet.

Jangan Asal Simpan
Ada empat cara yang disarankan untuk menyimpan daging di kulkas agar tetap sehat dan awet, diantaranya:
1. Lakukan pengecekan kondisi kulkas atau freezer. Sebelum meletakkan daging kurban, penting untuk melakukan pengcekan kondisi kulkas atau freezer dengan memperhatikan kondisi kebersihan tempat penyimpanan. Pengecekan dilakukan dengan melihat kondisi rak kulkas atau freezer secara fisik, baik pada tempat yang terlihat atau di sela rak. Jika perlu, bersihkan dengan cairan pembersih terlebih dahulu sebelum menyimpan daging. Hal ini penting agar bakteri yang mungkin ada pada rak kulkas dan freezer tidak mengontaminasi daging. Selain itu, suhu kulkas dan freezer juga perlu diperhatikan. Suhu memiliki peran penting untuk menjaga kualitas dan keamanan daging selama disimpan. Pastikan suhu freezer berada di bawah 10°C dan kulkas di bawah 4°C. Suhu penyimpanan yang tidak tepat akan membuat daging mudah rusak saat disimpan.

2. Siapkan wadah sebelum daging disimpan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mempersiapkan wadah yang harus bersih dan kedap udara atau tertutup. Hal ini penting agar daging tetap bersih dan cairan dari daging mentah tidak mengontaminasi bahan makanan lain saat penyimpanan. Selain wadah, memotong daging sebaiknya dilakukan saat masih segar.Lebih baik lagi jika daging dipotong-potong dan membaginya dalam wadah-wadah untuk ukuran satu saji atau satu kali masak, sehingga daging yang diambil adalah daging yang diperlukan saja dan daging lainnnya bisa tetap terjaga kualitasnya. Selain itu, jangan cuci daging sebelum disimpan. Kebanyakan orang menganggap mencuci daging akan membuatnya bersih. Faktanya, Anda tak perlu mencuci daging saat akan disimpan di kulkas. Selain tidak dianjurkan mencuci daging, hal ini justru membuat kadar air dalam daging meningkat dan menyebabkan paparan dengan mikroba yang lebih besar.

3. Perlunya mencatat tanggal atau memberi label. Setelah menyimpan daging di kulkas, cara menyimpan daging di kulkas yang penting dilakukan adalah memberi label atau tanggal penyimpanan daging. Hal ini bertujuan agar kita bisa mengontrol dengan tepat mulai kapan waktu penyimpanan daging dan apa jenis daging yang disimpan. Mencatat waktu penyimpanan juga akan memudahkan mengontrol masa simpan. Pada suhu standar kulkas, daging merah seperti daging sapi, kambing, domba, bisa disimpan 4-5 hari.Pada suhu freezer, daging merah bisa disimpan hingga 4-12 bulan.

4. Menjaga kualitas daging saat akan digunakan. Cara menyimpan daging di kulkas yang terakhir adalah memerhatikan kapan akan digunakan daging tersebut. Jika akan digunakannya dalam 1-2 hari, maka menyimpan daging, sesuai porsi yang dibutuhkan, dalam kulkas bisa jadi pilihan yang tepat.

Perlakuan Sebelum Dimasak
Jika ingin menggunakan daging yang telah disimpan dalam freezer, maka lakukan persiapan dengan mencairkan daging tersebut dalam kulkas selama setengah sehari. Hal ini penting agar daging beku yang tetap terjaga kualitasnya ketika dicairkan. Jangan mencairkan daging beku di suhu ruang karena rentan terkontaminasi bakteri. Selain itu, jangan pula membekukan kembali daging yang telah dicairkan sebelumnya.

Menurut ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Ali Khomsan, harus ada perlakuan beda dalam mengolah daging beku, sebelum sampai ke meja makan. Ali Khomsan menyarankan, proses pencairan daging beku dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yakni bisa disimpan di ruang suhu kamar, maka daging beku akan kembali menjadi daging segar untuk siap diolah. Kemudian ada juga pencairan daging beku dengan cara direndam dalam air biasa, sehingga lama-kelamaan bekuan-bekuan esnya akan meleleh. 

Selama ini, masih ada masyarakat yang melakukan pencairan daging beku langsung dengan merendam atau menyiramkan air panas. Memang, cara ini mempercepat waktu melelehkan bekuan es pada daging. Namun, cara ini sangat tidak disarankan. 

“Sebaiknya pencairan daging beku tidak dengan merendam pada air panas, karena performa dan tekstur dagingnya menjadi beda. Pencairan yang baik secara bertahap, melalui rendaman air biasa atau di ruang suhu kamar,” ujarnya. 

Jika pencairan dilakukan dengan cara memanaskan daging beku, maka akan merusak performa dan tekstur daging. Selain itu, kandungan gizi pada daging akan mengalami  penurunan drastis. (Abdul Kholis)

"KURBAN DAN PETERNAKAN" TIPS PENANGANAN HEWAN DAN DAGING KURBAN


Momen yang ditunggu-tunggu umat muslim serta para peternak sapi, domba maupun kambing akan segera tiba, yakni hari raya Idul Adha 1440 H. Sebab, pada momen tersebut menjadi berkah sekaligus panen tahunan bagi mereka. Hal tersebut merupakan hikmah ketika Allah SWT memerintahkan kepada umat untuk berkurban, bukan semata-mata hanya perkara ibadah, namun juga tentang upaya membangkitkan ekonomi umat.

Potensi perputaran ekonomi umat bernilai besar dalam kegiatan hari raya Idul Adha. Dari aktivitas tersebut, dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pada peternakan di desa-desa. Hewan ternak yang berasal dari berbagai wilayah tersebut perlu ditangani dengan tepat, sehingga mendapat hasil yang baik.

Prinsip penanganan penyembelihan kurban sama dengan penanganan daging pada umumnya, yaitu wajib memenuhi kaidah yang ditetapkan pemerintah sebagai penjabaran prinsip halal dan toyib dalam agama, yang biasa disebut konsep aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Namun yang berbeda yaitu pada ketepatan syariat sah-nya kurban, sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai ibadah kurban yang sempurna. Apabila dilihat dan disinergiskan antara keduanya, maka dalam hal ini meliputi pemilihan ternak, handling/penanganan ternak, waktu penyembelihan, proses penyembelihan, pengelolaan daging, sampai proses distribusi ke masyarakat. Keseluruhan proses itu harus dijalankan sesuai hukum syariat kurban serta mengikuti kaidah, sehingga tidak melupakan kesejahteraan hewan (animal welfare).

Mulai dari waktu penyembelihan (10, 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah), kurban juga harus cukup umur (musinnah), tidak cacat dan tidak sedang dalam keadaan sakit. Salah satu parameter umur musinnah adalah gigi telah berganti, atau biasa diistilahkan dengan poel. Poel pertama kambing/domba berkisar usia 1 tahun (masuk tahun kedua) dan sapi 2 tahun (1,5 sampai 2 tahun). Hewan kurban yang berada di lokasi penyembelihan juga harus diperlakukan dengan baik sejak sebelum pemotongan hingga saat pemotongan. Hewan kurban yang disembelih atas nama Allah SWT dan ditandai dengan terpotongnya tiga saluran (napas, makanan dan darah). Kesalahan yang kerap terjadi pada saat pemotongan, biasanya juru sembelih menginginkan hewan cepat mati, dengan cara memutus spinal chord (sumsum tulang belakang). Memutus/menusuk spinal chord akan menghentikan transmisi syaraf pusat ke jantung, sehingga jantung berhenti memompa darah padahal darah belum keluar sempurna. Menurut Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Nanung Danar Dono Ph.D, bahwa daging dari kambing/sapi yang ditusuk jantung atau spinal chord-nya akan berkualitas buruk, cepat busuk karena banyak sisa darah di dalam daging.

Selain itu, penanganan daging kurban sesuai prinsip ASUH juga sangat penting, dimulai dari petugas yang menangani hewan kurban pasca penyembelihan (pengulitan, parting dan pengeletan/deboning). Petugas harus menjaga kebersihan tangan, tempat dan pakaian. Kemudian petugas harus menyediakan tempat penanganan daging dan jeroan secara terpisah untuk menghindari kontaminasi. Sebab, jeroan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri pengurai yang mempercepat pembusukan, sehingga tidak layak tercampur atau mencemari daging. Hindari pula membersihkan jeroan di sungai, jeroan sebaiknya dicuci pada air bersih mengalir. Sehingga lebih baik menggunakan air keran untuk mencuci dengan cara menyiapkan lubang untuk mengalirkan zat sisa pembuangan jeroan.

Penanganan daging seperti pemotongan daging sebaiknya dilakukan di atas meja atau tempat yang memiliki alas yang mudah dibersihkan (terpal plastik) dan menggunakan alas pengiris (talenan) yang bersih dan kering. Hindari mengiris daging di lantai atau tanah meskipun telah diberi alas, karena rentan terhadap cemaran debu dan kotoran. Daging yang sudah dipotong-potong hindarkan dari proses pencucian, pencucian akan meningkatkan perkembangan bakteri. Pencucian dilakukan hanya pada saat sebelum daging dimasak/diolah. Masukkan daging yang akan dibagikan ke dalam kantong plastik khusus untuk pangan atau kualitas food grade (kantong plastik berstandar pangan). Jeroan dikantongi terpisah dengan daging. Daging secepat mungkin didistribusikan kepada masyarakat. Daging yang diterima masyarakat sebaiknya sesegera mungkin disimpan pada mesin pendingin atau langsung diolah agar tidak mengalami penurunan kualitas atau bahkan membusuk. Namun sebelum disimpan, sebaiknya daging perlu dipotong kembali sesuai tujuan penggunaannya, sehingga jika sudah disimpan dan ingin diolah kembali hanya mengambil bagian tertentu saja tanpa harus menetralkan seluruh bagian daging. Dengan begitu daging akan bertahan lebih lama dan kualitasnya tetap baik.

Pemotongan hewan kurban ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, hal ini dikarenakan semua masyarakat ikut terlibat. Momen Idul Adha juga harus diiringi dengan turut sertanya pemerintah dan masyarakat dalam mengontrol, menjaga dan mengamankan hewan kurban dari risiko penularan penyakit zoonosis dan upaya penyediaan daging kurban yang ASUH. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 114/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban, hewan kurban yang dijual dan akan dipotong harus memenuhi persyaratan syariat Islam, administrasi dan teknis. ***

Rifqi Dhiemas Aji
Konsultan Teknis Peternakan,
PT Natural Nusantara

NUSA TENGGARA TIMUR SIAP PASOK SAPI UNTUK KEBUTUHAN QURBAN

Jakarta (2/08/2017),- Jelang Hari Raya Idul Adha tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus melakukan koordinasi dengan daerah sentra produsen ternak untuk memastikan pasokan sapi-sapi qurban, terutama untuk memenuhi kebutuhan wilayah Jabodetabek yang merupakan sentra konsumen.

Provinsi NTT merupakan salah satu daerah sentra produsen sapi yang selama ini memasok sapi untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah Jabodetabek. Berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Dani Sujadi, Jumlah Kuota Pengeluaran Ternak sapi NTT tahun 2017 sejumlah 66.300 ekor.

“Menjelang Hari Raya Idul Adha tahun ini, NTT siap untuk memasok sapi. Sebagai gambaran pada tanggal 31 Juli 2017 tersedia stock sapi yang siap dikirim sebanyak 1.790 ekor”, kata Kepala Bidang Agribisnis Peternakan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Tay Renggi.

Menurut Tay Renggi, permintaan pengiriman sapi-sapi tersebut, saat ini terutama untuk memenuhi kebutuhan Hari Raya Qurban. Dari stock sapi yang telah siap kirim tersebut,  pada tanggal 1 Agustus 2017 malam hari sudah dikirim 500 ekor sapi dari NTT menggunakan kapal kargo dengan tujuan ke Bekasi. Sedangkan Kapal Ternak Camara Nusantara 1 direncanakan akan diberangkatkan dari Tenau pada tanggal 3 Agustus 2017 dengan memuat sebanyak 500 ekor untuk dikirim ke Jakarta.

Selanjutnya pada tanggal yang sama, tanggal 3 Agustus 2017 akan dikirim kembali 450 ekor dengan menggunakan kapal kargo. Untuk sisanya sebanyak 340 ekor akan diangkut dengan kapal kargo berikutnya.

“Mudah-mudahan dengan lancarnya transportasi sapi dari sentra produksi ke daerah konsumsi pasokan hewan qurban dapat tersedia dengan cukup, serta diharapkan peternak dapat menikmati harga sapi yang lebih baik dan sekaligus tidak memberatkan konsumen,” kata Fini Murfiani selaku Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Ditjen PKH Kementan. Selanjutnya Fini mengatakan bahwa  Petugas Informasi Pasar (PIP) daerah akan selalu menyajikan data harga harian sapi, ayam broiler dan telur ayam di tingkat produsen dari masing-masing sentra.

Terkait dengan adanya keluhan dari beberapa masyarakat tentang naiknya harga sapi hidup menjelang Hari Raya Idul Adha ini, Fini menjelaskan meningkatnya harga jual sapi di tingkat produsen dan konsumen saat menjelang hari Raya Idul Adha dikarenakan adanya peningkatan jumlah permintaan sapi untuk qurban. Harga kisaran rata-rata sapi yang biasanya dengan rata-rata kisaran 43-46 ribu /kg berat hidup di daerah konsumsi, maka pada saat menjelang hari raya qurban akan dapat mencapai 60-65 ribu/ kg berat hidup dengan catatan harga tersebut adalah harga sapi yang diambil pada saat hari Raya Qurban. Harga tersebut sudah termasuk biaya pemeliharaan ternak yang meliputi: biaya penitipan, pakan dan kesehatan selama 1 bulan, serta biaya pengiriman sapi sampai ke tempat pembeli. (WK)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer