![]() |
Ayam Walik (Sumber: Istimewa) |
Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor, memasukkan kategori ayam Walik sebagai “Jenis ayam lokal yang perlu dieksplorasi”, seperti halnya ayam Tukong (Kalimatna Barat), ayam Jantur (Pamanukan, Jabar), ayam Ciparage (Karawang, Jabar). Oleh karena itu, karakteristik produksi dan reproduksinya belum banyak digali dan dikenal, namun karena keunikan ayam Walik ini, masyarakat menempatkannya sebagai ayam hias dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Penampilan Fisik (Performance)
Ayam Walik atau ayam Rintit berperawakan tubuh hampir sama dengan ayam Kampung, dengan bobot badan dewasa berkisar 1-3 kg dan memiliki warna bulu beraneka ragam, antara lain hitam, cokelat, kemerahan, cokelat kekuningan, putih, blorok bintik-bintik merah dan hitam, serta kombinasi warna lainnya. Kulit kaki dan paruh berwarna putih kuning atau kehitaman/kelabu tua, jengger berbentuk tunggal (pea) dan bergerigi berwarna merah.
Menurut Rahmat (2003), terdapat tiga macam ayam Walik, yaitu Walik Sekul, ditandai dengan seluruh bulu terbalik. Walik Sura, bulunya berwarna hitam dan bulu yang keriting relatif sedikit. Walik Tulak, ditandai dengan bulu yang seluruhnya keriting, berwarna hitam di bagian dadanya, tetapi pada ujung kedua sayap dan ekornya berwarna putih.
Kerja Genetik dan Fisiologis
Munculnya keunikan ayam Walik yang menyebabkan penampilan fisik yang berbeda dari ayam lokal lainnya, menurut para ahli dipengaruhi oleh Gen-i, yang menimbulkan produksi pigmen Melanin. Pigmen melanin terbagi atas dua tipe, yaitu Eumelanin dan Pheomelanin. Eumelanin membentuk warna hitam serta biru pada bulu ayam, sedangkan Pheomelanin membentuk warna merah, cokelat, salmon dan kuning tua (Brunbaugh & Moore, 1968).
Menurut Somes (1990), ayam Walik memiliki metabolisme basal yang cepat, produksi kelenjar hormon tiroid dan adrenal yang tinggi, sehingga berpengaruh pada kenaikan asupan pakan, konsumsi oksigen, detak jantung dan peningkatan sirkulasi darah. Kondisi fisiologis ini menjadikan ayam Walik mampu bertahan dipelihara di lingkungan beriklim panas, namun pada saat DOC harus benar-benar diperhatikan periode masa brooding-nya.
Kendala Pengembangan
Ayam Walik menghasilkan produksi telur 12 butir per periode (atau 13%), daya tetas hanya 74% dan frekuensi bertelur tiga kali per tahun dengan pemeliharaan ekstensif dan dierami induknya. Oleh karena itu, ayam Walik lambat dalam berkembangbiak. Kendati demikian, solusinya bisa dilakukan pemeliharaan secara semi-intensif/intensif. Purwanto salah satu peternak ayam Walik asal Jembulwuhut, Gunungwungkal, Pati, Jawa Tengah, membagi pengalamannya memelihara ayam Walik secara semi-intensif. Ternyata cukup memberikan keuntungan karena rata-rata setiap bulan mendapatkan pendapatan antara Rp 4-6 juta per bulan.
![]() |
Ayam Walik hitam memiliki harga yang cukup tinggi. (Sumber: Google) |
Setiap minggu pembeli datang dari berbagai daerah untuk membeli ayam Walik sebagai ayam hias. Penetasan yang dilakukan Purwanto tidak dierami oleh induknya, melainkan menggunakan mesin tetas, sehingga dapat memproduksi DOC ayam Walik yang lebih banyak karena tidak dierami langsung oleh indukannya.
Namun begitu, pengembangan ayam Walik masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah, serta stakeholder perunggasan lokal, agar ayam Walik tetap lestari dan terhindar dari kepunahan. Dukungan bisa dilakukan dengan memperkenalkan ayam Walik pada tiap pameran ataupun seminar perunggasan, pendampingan peternak dalam hal pemeliharaan dan penyuluhan secara intensif. Agar pemanfaatan ayam Walik sebagai peluang bisnis bisa terbuka lebar dan memperluas lapangan pekerjaan di pedesaan. ***
Ir Sjamsirul Alam
Penulis praktisi perunggasan,
alumni Fapet Unpad
0 Comments:
Posting Komentar