Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini COVID-19 | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENYAKIT BARU BERMUNCULAN, PERLU TINGKATKAN KEWASPADAAN

Sapi tertular LSD di Provinsi Riau. (Foto: ECTAD Indonesia)

Pasca pandemi COVID-19, globalisasi seakan berjalan kembali setelah hampir dua tahun lalu lintas dunia dihentikan. Dampak negatifnya, dunia peternakan di Indonesia diserang secara bertubi-tubi oleh penyakit lintas batas.

Kewaspadaan dini perlu ditingkatkan kembali mengingat masih banyak penyakit berdampak besar lain yang cepat atau lambat bisa masuk ke Indonesia, salah satunya Avian Influenza (AI) clade baru, juga Rabies yang juga masih ada di sekitar masyarakat. Semuanya adalah penyakit yang memiliki dampak besar, bahkan beberapa diantaranya bersifat zoonotik yang dapat mengancam manusia.

“Re-globalisasi” Pasca COVID-19 dan Munculnya Penyakit Baru
Pandemi COVID-19 telah memberikan keadaan darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berdampak serius bagi masyarakat. Setelah dua tahun terjadi, geliat ekonomi kembali muncul dengan dibukanya lagi akses transportasi dengan pelonggaran pembatasan lalu lintas. Artinya, globalisasi berjalan kembali yang dibarengi dengan segala macam dampaknya. Salah satunya adalah masalah kesehatan global.

Ancaman terhadap kesehatan global tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan masyarakat saja, namun juga sektor peternakan dan kesehatan hewan. Penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease menjadi fokus utama karena potensi penyebarannya yang sangat cepat dan luas, serta menyebabkan dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat yang serius.

Dalam lima tahun terakhir, setidaknya ada tiga penyakit lintas batas yang masuk Indonesia... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Drh Wahid Fakhri Husein 
Praktisi Manajemen Kesehatan Hewan dan One Health

INDONESIA - FAO ERATKAN KERJASAMA UNTUK SISTEM PANGAN BERKELANJUTAN

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika melakukan pertemuan virtual bersama FAO

Pemerintah Republik Indonesia dan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) tegaskan kerjasama yang lebih erat untuk sistem pangan yang berkelanjutan di Indonesia. Komitmen tersebut ditegaskan kembali dalam pertemuan virtual Kepala Perwakilan FAO yang baru Rajendra Aryal saat menyerahkan surat kepercayaan (credential letter) kepada Menteri Luar Negeri HE Retno Marsudi di Jakarta (13/9).

Marsudi menyoroti ketahanan Indonesia di sektor pertanian yang ditunjukkan dengan Pertumbuhan Produk Domestik (PDB) yang meningkat 2,19% year-on-year di tengah terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

“Saya berharap FAO akan terus mendukung pembangunan pertanian di Indonesia dengan fokus pada bidang-bidang strategis seperti peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi konsumsi pangan pokok, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik, pengembangan pertanian modern dan promosi tenaga ahli pertanian," ujar Marsudi. 

Aryal mengakui pencapaian Indonesia dan menegaskan kembali komitmen FAO untuk memberikan lebih banyak dukungan dalam upaya teru menerus untuk melakukan transformasi sistem pangan Indonesia menjadi lebih berkelanjutan.

“Pemerintah Indonesia telah menunjukkan upaya luar biasa untuk mengatasi dampak negatif pandemi terhadap kehidupan masyarakat. FAO akan terus bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada petani kecil dan keluarganya, pekerja pangan di semua sektor, dan mereka yang sangat rentan,” kata Aryal.

Pertemuan tersebut juga menyoroti bahwa transformasi sistem pertanian pangan akan bertumpu pada digitalisasi pertanian seperti e-agriculture dan inovasi. “Kita perlu melihat bagaimana inovasi teknologi dan digitalisasi, seperti e-agriculture, dapat membantu petani dan konsumen mengatasi masalah kerawanan pangan, masalah gizi dan berkurangnya sumber daya alam,” tambah Aryal.

KolaborasiLebih Kuat dibawah Kerjasama Selatan-Selatan Dan Triangular (South -South and Triangular Cooperation)

Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak menyepakati pentingnya Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular. Menteri berharap FAO akan terus mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya di seluruh dunia di bawah Kerjasama Selatan dan Selatan dan Triangular.

“Indonesia telah mencapai berbagai keahlian teknis di sektor pangan, pertanian, perikanan dan kehutanan, dan FAO berkomitmen terhadap keahlian dan praktik baik Indonesia melalui kerjasama selatan-selatan dan segitiga (triangular), tidak hanya di Kawasan Asia-Pasifik, tetapi secara global," kata Aryal.

Rajendra Aryal adalah seorang profesional pembangunan internasional dengan pengalaman lebih dari 26 tahun di semua (seluruh) aspek ketahanan pangan, mata pencaharian berkelanjutan, rantai nilai pertanian, pembangunan ketahanan, dan pemulihan di hampir 30 negara di Asia, Afrika, dan Eropa sebelum pindah ke Indonesia. Sebelumnya Aryal adalah Kepala Perwakilan FAO di Afghanistan, penasihat senior program ketahanan menghadapi bencana di Roma dan juga koordinator program ketahanan dalam menghadapi bencana di Indonesia pada tahun 2005. (CR)

GGF-KEMENKES-HABITAT FOR HUMANITY INDONESIA, JALIN KERJA SAMA UNTUK BANTU SESAMA

GGF serahkan donasi 2.500 kg buah jambu kepada perwakilan Kemenkes, dr Mukti Eka Rahadian Mkes MPH. (Foto: Istimewa)

Great Giant Foods (GGF) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Habitat for Humanity Indonesia kembali menjalin kerja sama dalam upaya mendukung tenaga kesehatan yang bertugas dimasa pandemi COVID-19.

Dukungan berupa donasi uang tunai senilai Rp 300 juta untuk dukungannya dalam Program Tempat Singgah Pejuang Medis. Acara serah terima donasi dilakukan secara virtual pada Jumat (13/8/2021) dan donasi diserahkan Direktur External Affairs PT Great Giant Pineapple (GGP), Welly Soegiono, kepada National Director Habitat for Humanity Indonesia Susanto Samsudin.

Sedangkan kerja sama antara GGF dengan Kemenkes berupa donasi buah jambu sebanyak 2.500 kg yang diserahkan kepada Rumah Sakit Darurat COVID-19 Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Acara serah terima dilakukan pada Kamis (12/8/2021) yang diwakili oleh Head of FMCG GGF, Eva Arisuci Rudjito, kepada RSDC Asrama Haji yang diwakili dr Mukti Eka Rahadian Mkes MPH sebagai penangggung jawab logistik Filantropi, sekaligus MPH Koordinator Bidang Analisis Lingkungan Strategis Kemenkes.

Selain itu, bantuan lain sebelumnya berupa susu, jus dan makanan berbahan ayam juga diberikan kepada 18 rumah sakit di Jakarta, Tangerang hingga Bogor. Bantuan tersebut untuk meningkatkan imunitas para tenaga kesehatan yang bertugas di masa pandemi.

Welly Soegiono, mengatakan bahwa dalam masa pandemi COVID-19, pihaknya terus melakukan kegiatan sosial. Mulai pembagian gratis masker, hazmat, makanan sehat dan buah-buahan, susu hingga oksigen di beberapa rumah sakit di Jawa, Bali dan Lampung.

“Hal ini semata sebagai bentuk kepedulian kami kepada masyarakat dan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak di masa pandemi ini. Harapan saya dengan bantuan ini bisa meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam menanggulangi penyebaran COVID-19,” kata Welly dalam keterangan tertulisnya.

Pada kesempatan yang sama, Susanto Samsudin, juga mengatakan bahwa lonjakan penularan COVID-19 yang semakin meningkat mendorong pihaknya melanjutkan program Tempat Singgah Pejuang Medis yang sebelumnya telah membantu lebih dari 1.900 tenaga kesehatan yang melayani pasien COVID-19. Saat ini program lanjutan itu mulai berjalan lagi dan telah membantu 42 tenaga kesehatan.

“Kita perlu mendukung mereka karena jika mereka tumbang, maka kita pun tumbang. Kami berterima kasih juga kepada GGF yang memiliki semangat mendukung kami dalam menjalankan program ini. Semoga kerja sama ini dapat terus dilakukan demi Indonesia kuat menghadapi situasi pandemi,“ kata Susanto.

Kerja sama tersebut mendapat apresiasi tinggi dari Kemenkes. Hal itu disampaikan dr Mukti Eka Rahadian. “Semoga bantuan yang diberikan dapat memberi manfaat, terutama bagi tenaga kesehatan yang bertugas dan para pasien di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Haji Pondok Gede. Semoga ini menjadi amal ibadah kita kepada Tuhan,” katanya. (INF)

PDHI LAMPUNG SELENGGARAKAN WEBINAR COVID-19 PADA HEWAN DAN PRODUKNYA

Webinar PDHI Lampung 


Jum'at 13 Agustus 2021 PDHI Lampung mengadakan webinar via daring zoom meeting bertajuk "Covid-19 Pada Hewan dan Produk Hewan, Perlukah Dikhawatirkan?". Webinar tersebut dihadiri lebih dari 400 peserta dari Sabang sampai Merauke. 

Ketua Umum PDHI Lampung Drh Nanang Purus Subendro mengatakan bahwasanya isu tentang Covid-19 kian merebak luas bahkan beberapa waktu belakangan beberapa jenis hewan diduga terinfeksi Covid-19 seperti harimau di Kebun Binatang Ragunan yang menyita perhatian publik. Oleh karena itu Nanang mengingatkan betapa pentingnya isu ini untuk dibahas oleh dokter hewan agar dapat mengedukasi masyarakat lebih jauh.

Narasumber pertama yang menyajikan materi yakni Drh Harimurti Nuradji peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Dalam presentasinya beliau banyak memaparkan tentang seluk beluk Coronavirus baik pada hewan dan manusia. Dirinya juga banyak menjelaskan mengenai kemungkinan Covid-19 dapat menginfeksi hewan dari manusia karena kesamaan reseptor virus Covid-19 dengan beberapa hewan domestik dan hewan liar.

"Sebagaimana kita ketahui bahwa reseptor Covid-19 adalah ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2) yang dimiliki oleh beberapa jenis hewan seperto kucing, mink , dan beberapa hewan lainnya. Oleh karena itu jika ada kemiripan mungkin hal tersebut terjadi," tukas Harimurti.

Ia juga memaparkan bahwasanya institusinya (BBALITVET Bogor) telah melakukan screening dan surveilans Covid-19 pada hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, terutama yang pemiliknya merupakan penyintas Covid-19. Dari hasil pemeriksaan tersebut belum ditemukan adanya kucing dan anjing yang terinfeksi oleh Covid-19. Terakhir ia berpesan kepada pemilik hewan dan dokter hewan di seluruh Indonesia agar masyarakat jangan sampai takut memelihara hewan karena belum ada bukti secara ilmiah Covid-19 dapat menular dari hewan ke manusia.

Tak kalah penting, narasumber kedua Drh Dyah Ayu Widiasih Kepala Departemen Kesmavet FKH UGM. Ia banyak memaparkan mengenai cemaran Covid-19 pada produk hewan seperti daging sapi, ikan, dan bahkan produk olahan.

"Sudah beberapa kali ekspor ikan RI ditolak oleh Tiongkok karena tercemar oleh Covid-19, tentunya ini merugikan negara. Tiongkok juga pernah menolak impor daging ayam dari Brasil karena juga tercemar oleh Covid-19. Makanya ini penting agar devisa suatu negara tidak berkurang," tutur Dyah.

Dyah mengutarakan bahwa kemungkinan tercemarnya produk - produk tadi disebabkan oleh pekerja dalam rantai produksi yang kemungkinan positif Covid-19 baik bergejala maupun tidak. Oleh karenanya sangat penting menerapkan SOP kesehatan pekerja yang baik dikala pandemi sedang berlangsung.

Namun begitu, Dyah juga menyatakan bahwa menurut hasil investigasi WHO, FAO, dan OIE belum ada kasus Covid-19 yang diakibatkan karena mengonsumsi produk yang tercermar oleh Covid-19, jadi masyarakat dihimbau untuk tidak takut mengonsumsi produk asal hewan, terlebih lagi sumber protein hewani sangat penting dalam membentuk sistem imun yang baik.(CR)

UJI KLINIS PRODUK EUCALYPTUS BALITBANGTAN TERHADAP COVID-19

Produk eucalyptus, potensial menjadi penangkal Covid-19

Badan Litbang Kementerian Pertanian melakukan ekspose hasil uji lanjutan terhadap eucalyptus, yang sebelumnya telah melalui tahap uji awal secara in vitro dengan virus gamma dan beta corona.

Kali ini, Balitbangtan menyampaikan hasil pengujian in vitro terhadap virus SARS-CoV-2, pengujian toksisitas pada hewan model, dan uji klinis pada manusia yang dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

“Hasilnya sangat menggembirakan, zat aktif Eucalyptol dapat menjadi pilihan pengobatan yang potensial, karena berdasarkan hasil uji molekuler docking mampu mengikat Mpro pada virus SARS CoV-2 sehingga sulit bereplikasi,” tegas NLP Indi Dharmayanti, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner dalam Talkshow Satu Tahun Penelitian Eucalyptus, di Puslitbang Perkebunan, Bogor, Rabu (5/5/2021).

Menurut Indi, selama setahun terakhir ini bersama tim penelitinya melakukan riset lanjutan terhadap eukalyptus mulai dari uji in vitro, toksisitas, hingga uji klinis, dengan menggunakan virus SARS CoV-2 atau dikenal Covid 19.

Tim yang terdiri dari peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBP Mekanisasi Pertanian, telah melakukan riset gabungan dengan melibatkan akademisi dan Ikatan Dokter Indonesia.

Hasilnya, sangat membanggakan dan menjadi harapan bagi pengobatan Covid 19 di masa mendatang. Pengujian tersebut secara umum menunjukkan bahwa bahan tunggal maupun formula eucalyptus Balitbangtan yang diuji dapat menurunkan jumlah partikel dan daya hidup virus SARS-CoV 2, serta mengurangi kerusakan sel akibat infeksi SARS-CoV-2 secara in vitro.

Hasil penelitian tersebut dinilai berdasarkan peningkatan CT Value uji realtime PCR/rRT-PCR, peningkatan nilai Optical Density uji MTT, dan mencegah munculnya cytophatic effect (CPE) pada kultur sel. Uji toksisitas per-inhalasi pada mencit tidak menunjukkan perubahan klinis, patologi dan histopatologi pada mencit yang diuji.

Sementara pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik terutama pada gejala batuk, pilek dan anosmia. Demikian juga pada Nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio/NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.

Begitu pula pada gambaran radiologi, secara umum mengalami perbaikan termasuk 5 pasien yang tergolong moderat pneumonia mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.

“Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita Covid-19, namun penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan Covid-19,” demikian Indi mengingatkan.

Uji Klinis Berhasil Baik

Sementara itu, Arif Santoso, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Unhas mengatakan bahwa pihaknya harus melakukan terapi ke pasien Covid-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Unhas bekerja sama dengan Balitbangtan ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.

“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus. Itu yang kami dapatkan. Ke depan, kami akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih sehingga bisa kita aplikasikan secara luas ke masyarakat,” terangnya.

Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro) / chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari COVID-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi Coronavirus.

Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, adalah komponen utama dari minyak atsiri  yang ditemukan dalam daun eucalyptus.  Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki kemampuan dalam menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba.

Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry menyebutkan Balitbangtan telah menguji 60 jenis bahan herbal, seperti minyak atsiri, serbuk dan daging buah yang dilaporkan mempunyai kemampuan menetralisir virus. Dari hasil pengujian, eukalyptus memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan bahan herbal lainnya.

Saat ini Balitbangtan telah mengembangkan beberapa prototipe produk berbasis eucalyptus seperti Roll On, Inhaler, Balsem dan Kalung Aromatherapy. Produk eucalyptus yang dikembangkan menggunakan formula yang telah diuji secara in vitro di Laboratorium BSL-3 BBalitvet. (INF)

HARI KEDOKTERAN HEWAN SEDUNIA 2021: APRESIASI DOKTER HEWAN DALAM PENANGANAN COVID-19

Dokter hewan berperan sebagai pemain kunci dalam mentransformasikan teori One Health

Pandemi COVID-19 telah mengubah cara hidup dan mempengaruhi kesehatan manusia secara signifikan. Upaya pengendalian penyakit menjadi perhatian besar, termasuk dampaknya terhadap ketahanan pangan dan mata pencaharian perternak di sepanjang rantai nilai pangan.

Dalam situasi ini, dokter hewan mampu mengatasi dan menyesuaikan perannya untuk mendukung kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, serta menjaga kelangsungan dan keamanan pangan asal hewan.

Pada Hari Kedokteran Hewan Sedunia, kita memperingati pekerjaan mulia dokter hewan yang telah menunjukkan kemampuannya beradaptasi dalam berbagai situasi. Mulai dari dokter hewan yang bekerja mengawasi kualitas produk pangan asal hewan di pasar atau di rumah potong hewan, hingga dokter hewan ahli kesehatan masyarakat yang terjun dalam penanggulangan COVID-19.

“Banyak dokter hewan yang memainkan peran penting di masa pandemi COVID-19. Ada yang bekerja untuk percepatan pengujian sampel COVID-19 di laboratorium kesehatan hewan, terlibat dalam pengembangan vaksin nasional, menjadi bagian Satuan Tugas COVID-19, serta menjaga ketahanan pangan dan stabilitas produk pangan asal hewan,” ujar FAO ECTAD COVID-19 Team Leader Farida Camallia Zenal.

“Dari persoalan seperti keamanan dan ketahanan pangan hingga penyakit yang dapat ditularkan antara manusia dan hewan, dokter hewan memiliki pengetahuan dan pengalaman unik yang dapat dimanfaatkan selama pandemi global ini. Keahlian ini mendukung pendekatan One Health, membantu mencegah pandemi di masa mendatang dan menjaga infrastruktur kesehatan masyarakat termasuk keamanan pekerja yang terlibat dalam produksi pangan asal hewan,” tambah Farida.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Ditjen PKH Kementan) bersama FAO Emergency Center for Transboundary Animal Disease (ECTAD) dan didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) telah bekerja bersama dokter hewan dalam penanggulangan COVID-19 di 10 provinsi di Indonesia.

Area keterlibatan termasuk keamanan pangan dan mata pencaharian pekerja pangan, diagnosis laboratorium COVID-19, dan memberi nasihat tentang langkah-langkah untuk meminimalkan risiko penularan COVID-19 dari manusia ke hewan dan konsekuensinya.

“Dengan pengalaman sebelumnya dalam pengendalian wabah flu burung, para dokter hewan di empat Laboratorium Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, yaitu BBVet Maros di Sulawesi Selatan, BBVet Wates di DI Yogyakarta, BVet Bukittinggi di Sumatera Barat, dan BVet Subang di Jawa Barat mampu melaksanakan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) virus COVID-19 di wilayah kerja masing-masing. Sudah ada 75.595 sampel yang diuji hingga awal April 2021,” ujar Nasrullah, Direktur Jenderal PKH Kementan.

Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia Pamela Foster mengatakan, “Pemerintah Amerika Serikat, melalui USAID, telah memberikan komitmen senilai lebih dari 14,5 juta dolar untuk mendukung respons COVID-19 di Indonesia. Kami gembira dapat mendukung tenaga kesehatan garis depan, termasuk dokter hewan, dalam melawan penyakit yang bisa menyebabkan kematian ini. Dengan dukungan dari USAID dan FAO ECTAD, Indonesia memanfaatkan keahlian Balai/Balai Besar Veteriner (B/BVET) Kementerian Pertanian untuk menguji COVID-19 pada sampel manusia. Keterlibatan B/BVET mempercepat dan memungkinkan dilakukannya lebih banyak tes COVID-19 sehingga dapat menyelamatkan jiwa. Kerja sama ini menggambarkan kekuatan pendekatan One Health untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons penyakit.”

Kiprah dokter hewan dalam kesehatan hewan dan masyarakat di saat pandemi COVID-19 patut mendapatkan apresiasi yang tinggi. “Dokter hewan adalah pekerjaan yang mulia. Mereka adalah pemain kunci dalam mentransformasikan teori One Health menjadi aksi kolaboratif yang berfokus pada ketahanan pangan, navigasi pandemi COVID-19, dan mencegah pandemi di masa depan,” tambah Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Dr. drh. M Munawaroh, M.M.

“Contoh dokter hewan yang turut memberi kontribusi nyata dalam penanganan COVID-19 adalah Prof. Dr. Fedik A. Rantam sebagai peneliti ahli virus dan drh. Sudirman sebagai CEO PT. Biotis Pharmaceutical yang memiliki fasilitas pembuatan vaksin telah bekerja sama dalam mewujudkan vaksin nasional.” tutupnya. (INF/FAO)

MELIHAT POTRET DAN PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA

Webinar Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021”. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 10 Maret 2021. Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021” diselenggarakan secara daring. Webinar yang dihadiri 90-an orang ini fokus membahas bagaimana potret dan pengembangan sektor agribisnis Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19.

“Untuk menatap prospek agribisnis ke depan, kita harus melihat kejadian-kejadian dari tahun sebelumnya, bahkan melihat juga ke depan bagaimana menyiapkan strategi jangka menengah maupun jangka panjangnya,” ujar Ketua Dewan Redaksi Majalah Agrina, Prof Bungaran Saragih dalam sambutannya.

Sebab adanya kondisi pandemi, lanjut dia, berpengruh besar secara global terutama dari segi kesehatan yang berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.

“Tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi kita negatif. Namun walau pertumbuhannya rendah, produk domestik bruto (PDB) agribisnis khususnya on farm walaupun ikut berdampak turun, tapi masih tetap positif,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Mahmud, yang menjadi pembicara pada sesi I. Ia menjelaskan, pada 2020 sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mampu tumbuh positif.

“Pertumbuhan ini banyak terstimulus dari stimulus fiskal berupa bantuan sosial-ekonomi serta mulai membaiknya kondisi ekonomi sejak triwulan III. Begitu juga pada sub sektor tanaman pangan dan tanaman hortikultura yang memperlihatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari sekitarnya,” kata Musdhalifah. PDB pertanian 2020 untuk tanaman pangan (3,54%), tanaman hortikultura (4,17%), tanaman perkebunan (1,33%), peternakan (0,33%), serta jasa pertanian dan perburuan (1,60%).

Lebih lanjut dijelaskan, untuk PDB pertanian 2021 diproyeksikan tumbuh di atas 3%. Guna mencapai hal itu, lanjut dia, dibutuhkan dorongan dari sisi produksi disertai dukungan sisi permintaan.

“Perbaikan harga komoditas tanaman perkebunan dan perbaikan sisi permintaan konsumsi produk hewani diharapkan memperbaiki pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan,” jelas dia.

Ia juga menyebut, adapun tantangan yang harus diperhatikan pemerintah pada tahun ini diantaranya anomali iklim, penerapan teknologi, regenerasi sumber daya manusia, diversifikasi pangan, akses pangan maupun kerawanan pangan. Kemudian kelembagaan, akses pembiayaan, integrasi data dan logistik yang juga menjadi challenge, selain alih fungsi dan kepemilikan lahan.

Sementara memasuki webinar sesi II, dihadirkan pembicara Koordinator Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Sekretariat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Batara Siagian. Dalam paparannya, ia menjelaskan beragam upaya yang telah dan akan dilakukan dalam memenuhi ketersediaan jagung untuk pakan ternak.

“Upaya pada 2020 kita sudah lakukan bantuan benih jagung bersertifikat (1,4 juta ha), kerja sama pengembangan budi daya jagung (3.000 ha), pengembangan petani benih jagung (2.600 ha), food estate jagung Sumba Tengah (2.000 ha) dan budi daya jagung hibrida (21.500 ha),” ujar Batara.

Sementara untuk tahun ini, lanjut dia, pihaknya sudah menyiapkan beberapa strategi dalam memenuhi ketersediaan jagung dalam negeri. Diantaranya bantuan benih jagung bersertifikat 988.000 ha, budi daya jagung pangan 3.000 ha, pengembangan jagung wilayah khusus 9.000 ha, pengembangan petani benih jagung 1.250 ha dan food estate jagung Sumba Tengah 4.380 ha.

“Untuk target produksi jagung pada 2021 sebanyak 23 juta ton pipilan kering, dengan terus melakukan perbaikan mutu jagung dalam negeri melalui perbaikan standar jagung (SNI 8926: 2020 jagung) dan pendampingan uji mutu bagi pelaku jagung nasional,” katanya.

Sedangkan dari sisi perunggasan, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sugiono, mengemukakan dinamika ketidakstabilan harga unggas hidup secara nasional melalui pengendalian produksi DOC FS dengan cutting HE fertil dan afkir dini PS.

“Terdapat korelasi positif upaya pengendalian produksi DOC FS (akhir Agustus-November 2020) dengan perkembangan harga live bird (LB). Kenaikan LB ini turut berpengaruh pada naiknya permintaan dan harga DOC FS dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000/ekor,” kata Sugiono.

Untuk mengatasi persoalan itu, ia menjelaskan, “Setiap perusahaan pembibit harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm (peternak rakyat) sebanyak 50% dari produksinya dengan harga sesuai acuan Permendag Rp 5.500-6.000/ekor.”

Sebelumnya harga LB di tingkat peternak, DOC dan pakan di Pulau Jawa pada Januari-Februari 2021, disampaikan Sugiono dari data PIP untuk LB berada dikisaran Rp 17.600-19.500/ekor, DOC antara Rp 6.750- 7.700/ekor dan pakan berkisar antara Rp 7.400-7.800/kg.

Untuk itu adapun beberapa poin upaya permanen stabilisasi perunggasan yang dijelaskan Sugiono, diantaranya pengaturan supply-demand, pembibit GPS wajib menyediakan DOC FS (20%) dari produksi kepada pembibit PS eksternal.

“Kemudian 50% DOC FS untuk ekternal farm, menyerap dan memotong LB di RPHU oleh pembibit GPS sebesar produksi FS secara bertahap selama lima tahun, memotong LB bagi pelaku usaha menengah-besar, kewajiban penguasaan RPHU dan rantai dingin oleh pembibit GPS secara bertahan selama lima tahun dan peningkatan konsumsi pangan asal unggas melalui kampanye sadar gizi secara massif,” pungkasnya.

Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 10:00-16:00 WIB juga turut menghadirkan pembicara lain, diantaranya Bhima Yudhistira Adinegara (peneliti INDEF), Togar Sitanggang (Wakil Ketua III GAPKI) dan Tinggal Hermawan (Kementerian Kelautan dan Perikanan). (RBS)

TELUR DAN MANFAAT GIZI DI MASA PANDEMI DIBAHAS DI ILC

Webinar ILC edisi ke-16 membahas mengenai Telur dan Manfaat Gizi di Masa Pandemi. (Foto: Dok. Infovet)

“Telur merupakan sumber protein hewani paling murah yang mudah terjangkau masyarakat. Protein hewani sangat penting, terutama untuk anak dalam masa pertumbuhan. Telur adalah protein hewani termurah, kaya akan gizi, serta mengandung banyak vitamin. Karena sangat lengkap zat gizi yang terkandung, telur sering kali disebut Kapsul Ajaib,” ujar panitia Indonesia Livestock Club (ILC), Andang S. Indartono dalam webinar ILC edisi ke-16 bertajuk “Telur dan Manfaat Gizi di Masa Pandemi”, Senin (1/2/2021).

Khususnya di era pandemi saat ini selain penerapan protokol kesehatan yang ketat, juga dibutuhkan asupan sumber pangan yang bergizi untuk membangun sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit, salah satunya melalui telur ini.

Menurut Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, DR Dhian Probhoyekti Dipo MA, Indonesia masih mengalami kendala kekurangan dan kelebihan gizi bagi anak maupun balita, serta permasalahan kekurangan energi kronis bagi ibu hamil. Hal ini diakibatkan asupan pangan yang kurang bergizi dan tidak beragam.

“Untuk itu sesuai arahan presiden, kita harus melakukan perbaikan pola konsumsi makanan sesuai gizi seimbang, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses terhadap sumber gizi dan lain sebagainya,” tutur Dhian yang menjadi pembicara pertama.

Salah satu sumber pangan bergizi, lanjut dia, adalah telur yang memiliki gizi lengkap, ketersediaan melimpah, harga murah, daya terima baik, pengolahannya mudah, hingga diterima oleh semua agama.

“Telur menjadi prioritas pilihan yang paling layak sebagai sumber protein hewani keluarga. Data dari BPS 2018, konsumsi telur kita baru hanya 20,58%, untuk itulah edukasi dan pemahaman mengenai manfaat telur sangat diperlukan, apalagi di era pandemi. Perlu upaya bersama untuk meningkatkan konsumsi telur ini,” katanya dihadapan 300 peserta yang hadir.

Alasan mengapa pentingnya telur dikonsumsi, dipaparkan Dhian adalah karena di dalam telur terkandung nilai gizi yang sangat baik, diantaranya energi (154 kkal), protein (12,4 g), lemak (10,8 g), zat besi (3,0 mg), kalsium (86 mg), fosfor (258 mg), zinc (1,5 mg), vitamin (A, B1, B2, B3) dan lain sebagainya. Sehingga konsumsi satu butir telur sangat disarankan, khususnya bagi anak dalam masa pertumbuhan dan ibu hamil (perkembangan dan pertumbuhan sel otak janin dan anak).

Kendati demikian, lanjut dia, saat ini masih banyak mitos yang terjadi di masyarakat mengenai konsumsi telur, yakni mitos alergi, kolesterol, bahkan ibu hamil tidak disarankan mengonsumsi telur.

“Padahal faktanya tidak semua anak alergi akibat konsumsi telur, memperkenalkan telur sejak dini justru membantu mengurangi reaksi alergi. Kemudian telur mengandung protein dan 11 vitamin dan mineral yang sangat baik dalam memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil,” ungkapnya.

“Konsumsi satu butir telur juga tidak akan meningkatkan kolesterol, itu sudah dilakukan penelitian. Karena satu butir telur setiap hari, gizi keluarga terpenuhi, bebas stunting dan Indonesia kuat,” pungkas Dhian.

Webinar yang dilaksanakan pada pukul 13:00 WIB ini juga menghadirkan pembicara lain yakni Penasehat Pinsar Petelur Nasional, Yoseph Setiabudi dan Guru Besar FKH Unair, Prof Dr Ir Sri Hidanah MS. Webinar diselenggarakan atas kerja sama Indonesia Livestock Alliance (ILA) dan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI). (RBS)

PERUNGGASAN PASCA PANDEMI

Ternak unggas. (Sumber: Agrarindo.com)

Dunia sedang menghadapi ancaman pandemi COVID-19 yang telah membunuh lebih dari 1 juta orang di dunia. Sampai saat ini semua orang disarankan untuk tetap menjaga jarak, rajin mencuci tangan dan menggunakan masker lantaran vaksin belum ditemukan. Konon, ketiga hal itu akan terus dilakukan meskipun vaksin sudah ditemukan. Dampak dari pandemi ini sangat luar biasa, makhluk yang tak kelihatan ini juga telah memporak-porandakan ekonomi di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Kira-kira pertanyaan banyak orang sama, apa dan bagaimana setelah pandemi ini berakhir khususnya di sub sektor perunggasan?

Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal terutama di sektor peternakan, khususnya perunggasan. Hari ini banyak orang lebih waspada dalam mengonsumsi makanan. Apalagi ada rumor bahwa COVID-19 bisa menular lewat makanan. Di sisi lain, ada tantangan dalam teknis perunggasan yaitu produksi, kekebalan dan kesehatan pada ternak unggas. Ketiga hal tersebut tentu menjadi pembahasan yang berkelanjutan. Lantas kita bertanya bagaimana para pelaku usaha menyikapi dampak pandemi ini dan bagaimana itu jika dikaitkan dengan kepastian keamanan pangan bagi konsumen? Muara dari semua produksi peternakan adalah pangan.

Kita harus akui bahwa masih banyak kelemahan terkait soal kesehatan ternak atau pengendalian penyakit yang terjadi, baik itu dalam kandang hingga kualitas daging pada makanan yang tersedia di meja makan. Dalam banyak praktik di kandang, tak sedikit pelaku usaha masih tetap menggunakan antibiotik dalam melancarkan pembesaran ternak unggas. Masih banyak pula rumah pemotongan ayam (RPA) yang belum menerapkan standar pemotongan yang memenuhi syarat higienis dan sanitasi untuk menjamin kualitas daging. Pandemi COVID-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi industri peternakan di Indonesia dalam meningkatkan keamanan pangan asal hewan.

Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibotik pada pakan unggas masih menjadi diskusi yang berkelanjutan sampai hari ini. Meskipun antibiotic growth promoter (AGP) pada pakan sudah dilarang di Indonesia, tapi penggunaannya masih dilakukan oleh sejumlah praktisi peternakan khususnya pada ternak broiler. Dilema dari AGP adalah satu sisi mendorong pertumbuhan bagi ternak, di sisi lain berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Resisten antibiotik menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat secara global baik langsung maupun tidak langsung.

Resisten antibiotik dapat menular ke manusia secara langsung adalah dengan mengonsumi unggas, sedangkan yang tidak langsung bisa terjadi lewat kotoran unggas yang mencemari lingkungan (air dan tanah). Diperlukan upaya secara cepat dan berkelanjutan dalam menemukan alternatif antibiotik misalnya prebiotik, probiotik dan senyawa antimikroba. Bahan kimia nabati menunjukkan bahwa dalam suplementasi pakan asam kaprilat, rantai asam lemak secara konsisten mengurangi kolonisasi Campylobacter pada ayam broiler (Solis de los Santos, dkk., 2008; 2009; 2010). Kemampuan in vitro dari thymol dan carvacrol untuk menghambat Campylobacter jejuni dan Salmonella Enteritidis dalam isi sekal ayam (Kollanoor Johny, dkk., 2010). Probiotik dan prebiotik dalam studi Arsi et al. (2015 b) menunjukkan bahwa prebiotik tidak secara konsisten mengurangi Campylobacter. Namun, prebiotik secara signifikan menurunkan beban Campylobacter bila digunakan dalam kombinasi dengan probiotik spp. (Arsi dkk., 2015).

Keamanan Pangan
Bahan pangan asal ternak nomor dua paling besar dikonsumsi di dunia adalah unggas, setelah daging babi. Tapi konsumsi daging nomor wahid di Indonesia adalah daging unggas. Oleh sebab itu, perhatian semua pihak pada unggas tak boleh disepelekan. Namun berapa banyak rumah potong atau tempat pemotongan hewan unggas yang ada telah memenuhi syarat higiene dan sanitasi? Dengan mudah kita menemukan tempat pemotongan yang tidak layak di pasar atau di sekitar rumah.

Tempat pemotongan yang tidak layak ini ditandai dengan ciri-ciri kotor, sistem penangan limbah yang tidak memadai, darah atau limbah berceceran di tanah, bangunan yang terbuat dari kayu, kandang penampungan ayam hanya berjarak 2-5 meter, pekerja yang tidak mengenakan perlengkapan yang standar (tidak bersih) dan sebagainya. Kondisi tempat pemotongan seperti ini amat berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena kontaminasi bakteri patogen.

Penyakit yang ditimbulkan jika produk pangan terkontaminasi bakteri patogen adalah infeksi dan keracunan. Infeksi yang dimaksud akibat tertelannya mikroba dan berkembang biak di dalam alat pencernaan. Gejala yang timbul dari sini diketahui adalah sakit perut, pusing, muntah dan diare (Bruckle, dkk., 1987). Sekitar 60-70% penyakit diare disebabkan makanan yang mengandung mikroba patogen (Winarno, 2004). Sedangkan keracunan agak berbeda dengan infeksi, yaitu mikroba terlebih dahulu bertumbuh dalam bahan pangan kemudian tertelan oleh manusia. WHO mendata secara global bahwa 1 dari 10 orang di dunia sakit akibat keracunan makanan dan 420.000 orang meninggal dunia akibat keracunan makanan.

Dalam upaya menjaga agar produk pangan asal hewan terjamin higien dan sanitasinya, pemerintah telah membuat peraturan yang cukup jelas. Bahwa untuk produk mentah pangan (karkas) yang dikomersialkan wajib memiliki sertifikat kontrol veteriner. Tapi sayangnya, hal ini masih langka di Indonesia. Kita dengan mudah menemukan tempat pemotongan yang tidak memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Beberapa waktu lalu, salah satu pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian mengungkapkan hanya sedikit sekali RPA di Indonesia yang memiliki NKV. Padahal, berdasarkan Undang-Undang No. 18/2009 juncto No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 60 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh nomor kontrol veteriner…”

Tantangan COVID-19 terhadap Unggas
Meskipun kesamaan dalam susunan genetik manusia dan ayam adalah sekitar 60%, sistem kekebalan manusia dan spesies unggas sangat berbeda, sehingga protokol, jenis dan aplikasi vaksinasi berbeda (Hafez dan Attia, 2020). Beberapa studi terbaru tampaknya menujukkan COVID-19 tidak menular pada ternak unggas. Kendati demikian, penerapan biosekuriti yang ketat di lokasi kandang harus dipertahankan untuk membatasi penyebaran COVID-19 ke peternakan. Karena kemungkinan terjadinya mutasi bisa terjadi (Montse dan Bender, 2020).

Meskipun saat ini belum ada bukti bahwa makanan dapat menyebarkan COVID-19, masyarakat global dihadapkan pada pertimbangan dalam pembelian makanan. Bakteri dan virus bisa tumbuh di suhu 5-60° C. Sebaiknya jika masyarakat hendak memesan daging unggas bawalah kotak pendingin dan es untuk menjaga makanan pada suhu yang dingin selama diperjalanan. Jangan biarkan daging unggas berada pada suhu ruang selama lebih dari 2 jam. Setelah sampai di rumah, daging unggas dimasukkan ke dalam kulkas atau freezer untuk penyimpanan yang aman.

Pandemi ini sebetulnya momentum yang tepat dalam rangka membenahi kualitas produk perunggasan nasional. Ini merupakan tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, pelaku usaha, perguruan tinggi dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan perlu menindak tegas pelaku usaha yang tidak memiliki NKV, karena ini berkaitan dengan nyawa manusia. Masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam memilih produk unggas yang sudah terjamin mutunya. Bagi pelaku usaha, sudah saatnya lebih peduli pada lingkungan dan masyarakat, tidak semata-mata mengejar profit belaka (People, Planet, Profit). Perguruan tinggi menjadi ujung tombak dalam mengedukasi masyarakat dan juga dalam melakukan riset/inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat. Semoga pandemi ini cepat berlalu. Usaha perunggasan Indonesia semakin maju. ***

Oleh: Febroni Purba (Praktisi Peternakan Unggas Lokal)

WEBINAR NASIONAL ASOHI, DAMPAK PANDEMI PADA BISNIS PETERNAKAN

Webinar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2020 “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”. (Foto: Dok. Infovet)

Selasa, 24 November 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali mengadakan agenda rutin tahunannya yakni Webinar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2020 bertemakan “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”.

Kegiatan kali ini diadakan secara virtual mengingat kondisi pandemi yang urung usai. “Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang terjadi di luar prediksi. Usaha peternakan menghadapi tantangan penurunan daya beli, namun di sisi lain terjadi perubahan pola belanja masyarakat dimana transaksi online mengalami peningkatan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan tatap muka yang kini bergeser pada kegiatan online/daring,” ujar Ketua Panitia, Drh Yana Ariana.

Namun begitu diharapkan webinar kali ini tetap bisa memberikan referensi bagi para pelaku industri peternakan dalam menyusun rencana dan melakukan evaluasi bisnis. Hal itu ditambahkan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

“Kegiatan ini selalu mengikuti perkembangan situasi aktual. Pada 2020 diprediksi terjadi pelemahan ekonomi global, sehingga dunia usaha harus berhati-hati. Kini dengan adanya pandemi COVID-19, semua hal terjadi di luar prediksi. Sehingga diharapkan melalui webinar ini peserta mendapat informasi yang bermanfaat mengenai situasi peternakan saat ini dan prediksinya 2021 mendatang,” ungkap Irawati.

Khusus membahas penanganan COVID-19 dan dampak COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia, ASOHI menghadirkan pembicara tamu Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, dan ekonom Dr Faisal Basri.

Menurut paparan Faisal, kondisi ekonomi Indonesia saat ini shock akibat pandemi yang merajalela. “Saat ini situsinya masih memburuk, perekonomian kita menurun. Ini juga pengaruh dari perekonomian dan perdagangan dunia yang berantakan,” ujar Faisal.

Lebih lanjut, kondisi tersebut juga mempengaruhi pendapatan masyarakat yang semakin melemah, yang turut berdampak pada berkurangnya konsumsi protein hewani (daging) Indonesia.

“Pemerintah juga enggak serius menangani COVID-19 ini, karena bukannya membuat aturan darurat memerangi pandemi, malah membuat aturan antisipasi dampak pandemi. Sehingga efeknya Indonesia banyak mengalami penurunan ekonomi,” ucap dia. Dari prediksinya, tahun depan penurunan ekonomi juga masih terjadi.

Untuk keluar dari kemerosotan, Faisal mengimbau pemerintah fokus pada peningkatan konsumsi rumah tangga.

Sementara menurut Prof Wiku, untuk meminimalisir gelombang pandemi, pengontrolan penyakit melalui masyarakat menjadi kunci, selain menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.

“Ekosistem dan keanekaragaman hayati adalah penopang dan penentu keberlangsungan hidup manusia. Bersikap eksploitatif terhadap alam adalah investasi untuk bencana di masa mendatang,” kata Prof Wiku.

Hal itu juga yang menjadi perhatian untuk meminimalisir adanya ancaman penyakit baru di Indonesia. “Kita harus waspada terhadap ancaman penyakit baru. Dalam 16 tahun terakhir ada empat penyakit baru muncul, diantaranya H1N1, H7N9, Mers-Cov dan COVID-19. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan alam menjadi hal yang harus dilakukan,” tukasnya.

Selain mereka berdua, turut pula dihadirkan narasumber dari para ketua asosiasi bidang peternakan, diantaranya Achmad Dawami (Ketua GPPU), Desianto B. Utomo (Ketua GPMT), Eddy Wahyudin dan Samhadi (Pinsar Indonesia), Yudi Guntara Noor (Ketua HPDKI), Teguh Boediyana (Ketua PPSKI), Sauland Sinaga (Ketua AMI) dan Irawati Fari (Ketua ASOHI), yang masing-masing memberikan pemaparan mengenai situasi bisnis di 2020 dan proyeksinya pada 2021 mendatang. (RBS)

MILAD KE-41: ASOHI SERENTAK BAGIKAN 5.000 MAKANAN BAGI WARGA TERDAMPAK COVID-19

Pengurus ASOHI Nasional membagikan paket makanan berupa daging ayam dan telur bagi warga terdampak COVID-19. (Foto: Dok. Infovet)

Pengurus Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Nasional maupun Daerah pada Minggu (25/10), serentak menggelar kegiatan bagi-bagi makanan dengan menu daging ayam dan telur sebanyak 5.000 paket kepada warga terdampak COVID-19 di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan ASOHI Peduli bertajuk “Ayo Makan Daging Ayam dan Telur” di 17 daerah diselenggarakan dalam rangka memperingati Milad ke-41 tahun ASOHI yang menghimpun pelaku industri obat hewan di Indonesia.

Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh anggota yang telah ikut melaksanakan kegiatan ASOHI Peduli bagi warga terdampak COVID-19.

“Terima kasih kepada seluruh jajaran pengurus ASOHI Nasional dan Daerah yang telah meluangkan waktu, tenaga, sumber daya lainnya untuk menyukseskan acara ulang tahun ASOHI ke-41 dalam bentuk kegiatan CSR/ASOHI Peduli. Alhamdulillah acara berjalan lancar, sukses dan aman,” ujar Irawati dalam keterangannya.

Menurutnya, kegiatan ini menjadi bagian kontribusi ASOHI dalam mengedukasi masyarakat dan meningkatkan konsumsi protein hewani.

“Sebab mengonsumsi daging ayam dan telur itu menyehatkan dan mencerdaskan masyarakat, sekaligus kita membantu meningkatkan industri peternakan,” ucapnya.

Ia pun berharap kegiatan yang baik ini mendapat berkah dari Sang Pencipta “Semoga amalan yang dilakukan dengan mulia ini dibalas oleh Allah SWT dengan berkah dan rahmat yang berlipat ganda. Semoga ASOHI makin jaya, salam sehat,” pungkas Ira.

Kegiatan di Daerah
ASOHI Cabang Jawa Tengah ikut membagikan ratusan menu makanan daging ayam dan telur yang langsung dimasak besama warga di dapur darurat di Nayu Timur, RT 01 RW 08, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari.

Ketua ASOHI Jawa Tengah, Agus Eko Sulistiyo, menyatakan total sebanyak 409 paket makanan dibagikan kepada warga yang membutuhkan. “Serentak ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia dengan total keseluruhan 5.000 paket. Kebetulan Solo menjadi kota penyelenggara khusus wilayah Jawa Tengah,” kata Agus dikutip dari Radar Solo.

Dengan dibantu warga sekitar, kegiatan amal tersebut pun berjalan lancar. “Kami libatkan masyarakat untuk meningkatkan semangat gotong royong di tengah pandemi COVID-19. Tentu selama kegiatan kami menerapkan protokol kesehatan ketat,” ucapnya.

Sementara kegiatan yang sama di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dilakukan secara maraton mulai 23-25 Oktober 2020, yang difokuskan disejumlah panti asuhan di Kota Makassar dan Maros.

Kegiatan ASOHI Peduli di daerah. (Foto: Istimewa)

Dilansir dari Otomakassar.com, Ketua ASOHI Sulsel, Drh Djatmiko, mengungkapkan bahwa pemberian asupan gizi protein hewani penting untuk menjaga kesehatan tubuh dari serangan COVID-19.

“Kita pilih panti asuhan karena komunitas masyarakatnya terbilang daya belinya cukup rendah, sekaligus ASOHI memberi perhatian untuk kelangsungan generasi muda,” kata Djatmiko.

ASOHI Sulsel sendiri menyediakan 400 boks makanan dengan menu daging ayam dan telur. Pada hari pertama diberikan ke panti Yakartuni di Kota Makassar dan sekolah Tahfidz Qur’an Rabbani di Kabupaten Maros. Hari kedua dilaksanakan di panti asuhan Al Ma’arifah dan panti asuhan Al Abrar, serta kelompok ojek online di Kota Makassar. Pada hari terakhir dipusatkan kampanye makan daging ayam dan telur di pantai Losari dan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Kota Makassar. (RBS)

COVID-19 MELANDA, USAHA “MINI LAYER URBAN FARMING” BOLEH DICOBA

Mini Layer Urban Farming, budi daya ayam petelur yang bisa dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. (Foto: Dok. Handris)

Awal 2020 ini dunia sedang dilanda pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara-negara di dunia. Roda perekonomian pun turun drastis pada titik terendah, yang mengakibatkan banyak sekali perusahaan dan usaha kecil menengah tidak bisa bertahan oleh terpaan krisis ekonomi yang kencang ini.

Banyak cara dilakukan berbagai perusahaan agar tetap bisa bertahan menghadapi gelombang krisis ini. Mulai dari mengurangi skala produksi serta mengatur jadwal masuk kerja dari karyawan aktifnya. Dampak ini sungguh terasa pada perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi, hiburan, perhotelan, wisata kuliner dan terutama pariwisata.

Dalam kondisi sulit dan kritis seperti ini perlu mengasah insting bisnis dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam rangka menghadapi badai krisis yang belum diketahui sampai kapan akan berakhir dan seberapa parah dampaknya.

Salah satu ide kreatif dan imajinatif adalah diciptakannya model beternak ayam petelur mini atau skala kecil yang dinamakan “Mini Layer Urban Farming” oleh Koperasi Makmur Sidoarjo,  Jawa Timur. Selama ini masyarakat hanya tahu bahwa telur ayam ras yang dikonsumsi setiap hari adalah dari hasil produksi peternakan ayam petelur (layer) intensif berskala besar. Padahal model, bentuk dan cara beternak ayam petelur itu sendiri masyarakat awam masih banyak yang belum tahu.

Kendati demikian, dengan adanya Mini Layer Urban Farming ini masyarakat jadi bisa mengetahui bagaimana model, bentuk dan cara melakukan budi daya ayam petelur dalam skala kecil. Masyarakat bisa mempraktikkan sendiri bagaimana cara beternak ayam petelur yang baik dan benar. Hal yang dulu mungkin hanya sebuah impian, sekarang bisa direalisasikan menjadi kenyataan yang bisa setiap hari mereka kerjakan di rumah atau disela-sela waktu luang sebelum dan setelah jam kerja utama.

Seperti namanya, Mini Layer Urban Farming adalah kegiatan beternak ayam petelur skala kecil yang bisa dilakukan oleh masyarakat urban, yaitu masyarakat perkotaan yang tidak mempunyai lahan yang luas. Kegiatan usaha ini termasuk kategori kegiatan yang multi-purpose, yang mempunyai banyak fungsi sebagai kegiatan usaha beternak, sekaligus mengisi waktu luang, refreshing, maupun edukasi dan pelatihan bisnis pada anak-anak maupun lembaga pendidikan.

Mini Layer Urban Farming adalah konsep beternak ayam petelur dalam kandang baterai yang hanya berjumlah delapan ekor. Paket ternak ini terdiri dari kandang dan ayam dara siap bertelur. Namun, paket kandang dan ayam baru bisa direalisasi untuk wilayah Jawa Timur saja, untuk wilayah di luar Jawa timur hanya berlaku penjualan kandang saja karena terkendala pengiriman ayamnya. Kendati begitu, kandang bisa diisi tak hanya untuk ayam petelur, melainkan ayam kampung ataupun ayam arab.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada budi daya Mini Layer Urban Farming ini adalah sebagai berikut: 
• Siapkan tempat dengan luas tanah 2 x 3 meter.
• Pastikan tempat tersebut mendapat sirkulasi udara yang baik dan cukup, serta teduh.
• Buatlah lantai semen di bawahnya agar tidak becek dan mudah dibersihkan.
• Tempatkan kandang mini di atas lantai semen tersebut.
• Bersihkan tempat minum dan isi penuh dengan air bersih setiap pagi (air minum harus selalu tersedia).
• Pemberian pakan layer komplit (pakan jadi) bisa dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Pakan bisa dibeli di poultry shop wilayah masing-masing atau dengan mencampur sendiri (konsentrat layer : jagung : katul = 35% : 50% : 15%).
• Jatah pakan adalah 120 gram/ekor/hari. Pagi hari diberikan 60 gram dikalikan jumlah ayam, begitu juga pada pemberian pakan sore harinya. 
• Bersihkan kotoran setiap hari agar tidak menumpuk dan menimbulkan bau. Hal ini juga sebagai pencegah penyebaran penyakit pada ayam.
• Lakukan penyemprotan dengan disinfektan sesuai dosis pada label setiap hari untuk membunuh bakteri dan virus yang ada di kandang.
• Berikan penerangan lampu mulai pada pukul 18:00-22:00, setelah itu lampu dimatikan sampai pagi hari.
• Setelah itu baru bisa dilakukan pemungutan telur.
• Untuk mencegah bau kotoran, bisa diberikan probiotik melalui pakan.

Melihat aktivitas kegiatan dan cara budi daya Mini Layer Urban Farming, sangat memungkinkan usaha ini bisa dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di perdesaan maupun perkotaan dengan lahan terbatas. Lahan yang sempit serta modal yang besar sudah bukan manjadi masalah lagi. Dari memulai berbisnis mini layer ini, nantinya bisa dikembangkan menjadi usaha peternakan ayam petelur yang lebih besar lagi. Untuk itu perlu belajar, praktek, mendalami, mencermati, serta mengevaluasi agar usaha budi daya bisa menjadi berkembang dan membawa manfaat bagi banyak orang, khususnya di era pandemi COVID-19 ini.

Konseptor Mini Layer Urban Farming, Drh Handris Nugraha (kiri) dan Drh Andy Siswanto. (Foto: Dok. Handris)

Diharapkan dengan hadirnya budi daya mini layer ini masyarakat masih bisa beraktivitas serta melakukan kegiatan usaha dengan konsep urban farming yang tentunya sangat bermanfaat. Konsep Mini Layer Urban Farming juga sangat cocok sebagai salah satu pilihan program bina lingkungan, desa dan kampung tangguh, kemandirian gizi dan ekonomi, serta program CSR (Corporate Social Responsibility) oleh perusahaan-perusahaan yang mudah dilakukan dengan biaya yang murah, serta mudah dikontrol dan dievaluasi keberhasilan maupun kendalanya.

Untuk masyarakat yang kurang beruntung, dengan mendapatkan project mini layer farm ini, mereka bisa mempunyai tambahan lapangan kerja baru, kemandirian gizi dan ekonominya.  Hasil produksi telur selain bisa dikonsumsi sendiri, juga bisa untuk dijual kepada masyarakat.

Analisis usaha Mini Layer Urban Farming

 

Investasi

Biaya

Pendapatan

Perbulan

Kandang

1.200.000

5.000

Ayam pullet

800.000

18.333

Pakan

158.400

Penjualan telur (Rp/bulan)

278.400

Total

2.000.000

181.733

278.400

 

 

 

 

Keuntungan bersih (Rp/bulan)

95.000

ROI (bulan)

21


Catatan:
• Jumlah ayam/pullet (ekor) : 8 (delapan)
• Asumsi produksi (80-90%) : 0.80
• Memproduksi telur         : 7 (tujuh) butir/hari (90% x 8 ekor)
• Produksi satu bulan (butir) : 192
• Harga pakan (Rp/kg)         : 5.500
Feed konsumsi (120 gram/ekor/hari) : 0.12
• Biaya pakan (Rp/bulan) : 158.400
Life time kandang (tahun) : 20
• Beban biaya kandang (Rp/perbulan) : 5.000 
• Beban biaya pullet (Rp/perbulan) : 18.333
• Asumsi pemeliharaan         : s/d 24 bulan
• Asumsi harga telur (Rp/butir) : 1.450
• Asumsi harga ayam afkir 8 ekor (Rp) : 360.000 
• Harga sapronak tergantung wilayah dan bisa berubah setiap saat. ***

Ditulis oleh:
Drh Handris Nugraha (Praktisi perunggasan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer