Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini hewan kurban | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

CEK TEMPAT HEWAN KURBAN, MENTAN SEBUT STOKNYA AMAN

Mentan SYL saat mengecek ketersediaan hewan kurban di Bogor. (Foto: Istimewa)

Jelang Idul Adha tahun ini, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), memastikan ketersediaan hewan kurban secara nasional dalam kondisi aman.

“Kami hari ini melakukan pengecekan on the spot, tempat-tempat yang dipersiapkan untuk menampung sapi, kerbau, dan hewan lainnya dalam rangka persiapan idul kurban yang sebentar lagi akan berlangsung,” ujar Mentan SYL usai mengecek ketersediaan hewan kurban di Kandang Kelompok Ternak milik PT Bima Jaya Farm yang berlokasi di Simpang Yasmin, Bogor, Senin (19/6/2023).

Depo yang di cek langsung Mentan ini menampung 900 ekor sapi yang 90% di antaranya berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan 150 kambing/domba. Berdasarkan informasi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), seluruh hewan kurban di depo tersebut dipastikan telah mengantongi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Bahkan usai meninjau depo, Mentan SYL menyatakan semua hewan kurban dalam kondisi sehat dan sesuai standar yang telah ditetapkan.

“Hari ini saya cek ear tag, jadi semua hewan kurban yang dari daerah, NTT, NTB, maupun Sulawesi harus ada ear tag, dan saya cek tadi yang di sini ada semua,” ucapnya.

Ia menambahkan, pihaknya bersama pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota senantiasa berkoordinasi mempersiapkan hewan kurban tahun ini dalam segala aspek. Ia mengaku telah membentuk tim gugus tugas yang setiap minggunya melaporkan kesiapan hewan kurban di tingkat daerah.

“Tahun ini saya pastikan Kementan mempersiapkan hewan kurban dengan jauh lebih baik dalam segala aspek, tentu kami bersama dengan kabupaten dan provinsi yang ada di Indonesia,” terang dia.

Diketahui, ketersediaan hewan kurban saat ini dalam kondisi cukup bahkan suprlus. Kementan mencatat ketersediaan hewan kurban 2023 secara nasional, baik sapi, kerbau, kambing, maupun domba mencapai 2.737.996 ekor, sementara kebutuhan hewan kurban tahun ini diproyeksikan sebanyak 1.743.051 ekor atau meningkat 2% dari tahun sebelumnya. (INF)

WEBINAR LALU LINTAS TERNAK KURBAN SAAT MEREBAKNYA PENYAKIT HEWAN

Webinar yang diselenggarkan oleh PPSKI berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal update PMK dan LSD, bagaimana lalu lintas ternak menuju kurban. (Foto: Dok. Infovet)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD) masih menjadi momok bagi peternak ruminansia, apalagi menjelang Hari Raya Iduladha yang seharusnya menjadi momen menguntungkan bagi peternak. Lalu lintas ternak antar daerah pun menjadi urgensi untuk menekan penyebaran penyakit.

Seperti dibahas dalam webinar yang diselenggarkan oleh Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal “Update PMK dan LSD, Bagaimana Lalu Lintas Ternak Menuju Kurban” yang dilaksanakan pada Sabtu (17/6/2023).

Ketua PPSKI, Nanang Purus Subendro, pada kesempatan tersebut mengatakan, menjelang Iduladha selama dua tahun belakangan peternak dirundung problematika yang membuat peternak merugi, mulai dari pandemi COVID-19 (penerapan PPKM), hingga kemunculan penyakit LSD dan PMK.

“Kerugian peternak diperkirakan tergerus sekitar 25% dari modal yang dimiliki akibat adanya PMK, jadi banyak peternak yang tadinya sudah deal untuk menjual sapi tetapi batal karena sapinya terkena penyakit. PMK membuat musibah yang sangat luar biasa,” ujar Nanang.

Kondisi makin berat bagi peternak kala penyakit LSD juga ikut membayangi. Kata Nanang, langkah pemerintah dalam menangani LSD tidak segegap-gempita seperti penanganan PMK.

“Peternak pun masih kesulitan karena keterbatasan vaksinasi LSD, sementara untuk vaksinasi PMK memang banyak. Menjelang idul kurban ini menjadi harapan peternak, semoga melalui diskusi ini kita semua mendapat pencerahan,” ucap Nanang.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Makmun Junaidin, mewakili Dirjen PKH, menjelaskan kriteria hewan kurban di tengah mewabahnya penyakit.

Dipaparkan Makmun, menurut Fatwa MUI No. 34/2023 tentang pelaksanaan kurban saat maraknya wabah LSD dan antisipasi penyakit Peste des Petits Ruminants (PPR), hewan kurban dengan gejala klinis LSD ringan (benjolan belum menyebar keseluruh tubuh), tidak berpengaruh pada kerusakan daging hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

“Pada kasus LSD ringan seperti benjolannya hanya sedikit, satu atau dua benjolan belum menyebar ke seluruh tubuh, masih sah menjadi hewan kurban,” ujar Makmun.

Untuk syarat lalu lintas ternak kurban bebas LSD juga dijelaskan Makmun, yakni bila hewan telah divaksin tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH dan telah divaksin minimal 21 hari sebelum dilalulintaskan. Sementara jika hewan tidak divaksin, tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH, dilakukan isolasi selama 28 hari sebelum dilalulintaskan, dan dilakukan uji laboratorium dengan metode PCR secara pooling maksimal lima sampel dengan hasil negatif.

Selain itu, pemerintah juga mengatur hewan kurban dengan gejala mirip PPR melalui fatwa yang sama, kambing dan domba dengan gejala klinis sub-akut (demam dengan suhu tubuh 39-40° C), hewan tidak menunjukan gejala klinis parah, dan sembuh dalam waktu 10-14 hari, hukumnya juga sah dijadikan hewan kurban.

“Dalam kondisi seperti ini untuk menekan penyebaran penyakit dan padatnya lalu lintas ternak kurban, solusi lain yakni para pekurban tidak harus berkurban di tempatnya, bisa di tempat lain. Misal pekurbannya di Jakarta, kurbannya di wilayah lain ini bisa dilakukan dan bisa disaksikan nanti secara daring. Sudah banyak lembaga-lembaga yang menawarkan hal tersebut,” pungkas Makmun.

Adapun pada kegiatan tersebut menghadirkan narasumber di antaranya Indyah Aryani (Kepala Dinas Jawa Timur), Rismiati (Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta), dan Yudi Arif (CEO Baqara Muda Perkasa). (RBS)

SOSIALISASI & BIMTEK PELAKSANAAN KURBAN DI TENGAH WABAH

Sosialisasi dan bimtek pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan penyakit hewan yang dilaksanakan secara hybrid di Kantor Kementan. (Foto: Dok. Infovet)

Menjelang pelaksanaan Hari Raya Iduladha, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), melaksanakan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan wabah penyakit hewan.

Kegiatan dilakukan secara hybrid pada Rabu (14/6/2023), dihadiri sekitar 1.000 orang dari medik dan paramedik selaku tim pemantau hewan kurban, para Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) selaku pelaksana kegiatan pemotongan hewan kurban di luar RPH-R. Adapun narasumber pada sosialisasi dan bimtek di antaranya Drh Denny Widaya Lukman dan Drh Vetnizah Juniantito dari IPB University.

“Kegiatan sosialisasi dan bimtek kami laksanakan mengingat pelaksanaan kurban tahun ini kita dihadapkan dengan munculnya penyakit hewan baru, yaitu Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi dan kewaspadaan akan munculnya Peste des Petits Ruminant (PPR) pada kambing dan domba”, kata Dirjen PKH Kementan, Nasrullah, dalam keterangan resminya, Jumat (16/6/2023).

Ia menjelaskan, kegiatan ini sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), terutama untuk menyikapi munculnya LSD di beberapa daerah. “Bapak Mentan mengarahkan agar pemerintah memberi bimbingan yang dapat memberikan ketenangan jiwa pada masyarakat. Kegiatan ini juga sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pencegahan penyebaran penyakit. Pencegahan harus dimulai dari kegiatan penjualan hewan kurban hingga pelaksanaan pemotongan kurban, baik di rumah pemotongan hewan ruminansia (RPH-R) maupun di luar RPH.”

Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat ini telah menerbitkan Fatwa MUI No. 34/2023 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Merebaknya Penyakit LSD dan Antisipasi Penyakit PPR pada Hewan Kurban. Upaya ini, kata dia, dilakukan agar penyediaan hewan kurban memenuhi syariat Islam dan memenuhi kesehatan hewan.

Selain itu, Kementan juga menerjunkan tenaga medik dan paramedik veteriner untuk melakukan pemantauan pelaksanaan kurban di lapangan. “Kami imbau kepada seluruh dinas yang menangani fungsi PKH, organisasi profesi, serta fakultas kedokteran hewan di Indonesia ikut berpartisipasi aktif memantau pelaksanaan kurban di lapangan,” imbuhnya.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif, saat kegiatan sosialisasi dan bimtek mengharapkan kegiatan ini dapat memberi tambahan pengetahuan dalam menangani hewan maupun produk hewan saat pelaksanaan kurban.

“Dengan bimtek kita harapkan pelaksanaan pemotongan hewan kurban memenuhi standar higiene, sanitasi, dan daging yang dihasilkan memenuhi standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH),” ujar Syamsul.

Ia juga menerangkan bahwa seluruh proses pemotongan hewan kurban tidak boleh dilakukan sembarangan. “Mulai dari penyembelihan sampai proses penyediaan daging harus dilakukan dengan benar, karena dalam ibadah kurban tidak hanya mengacu pada aspek halal saja, tetapi juga harus tayib,” tukasnya. (INF)

PERGERAKAN LSD, KEWASPADAAN JELANG IDUL KURBAN

Klinis pedet limosin yang terinfeksi LSD. (Foto: Istimewa)

Virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau yang merupakan genus Capripoxvirus, satu keluarga dari Poxviridae. Pertama kali muncul di Afrika pada 1928. Merebak di Zambia pada 1929, mejalar ke berbagai negara di Afrika hingga menyeberang ke utara ke area Mediterania. Lalu lintas penggembalaan, perdagangan ternak ruminansia untuk mencukupi keperluan ternak potong menyebabkan penyakit ini menyeberang lintas perbatasan negara, antar benua.

Penyakit bergerak ke timur memasuki Asia Selatan. India, Nepal, Bhutan Sri Langka kemasukan dan kedatangan virus LSD, termasuk China. Penyakit pada akhirnya masuk ke Asia Tenggara. Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam dan semenanjung Malaysia kemasukan juga turut diserangnya. Manifestasi klinis muncul pada ternak sapi di negara-negara tetangga dekat Indonesia ini. Pergerakan lalu lintas antar negara di Asia Selatan ke Asia Tenggara dan antar negara di negara-negara utara Indonesia sulit dikontrol, melintas batas negara dengan mudahnya. Ancaman di utara Indonesia pada akhirnya masuk juga ke Indonesia, LSD ditemukan telah menginfeksi sapi di Sumatra, kemudian menyeberang ke Pulau Jawa, masuk ke Kalimantan Tengah dengan izin sapi potong.

Potensi Penyebaran Dalam Pulau
Sapi potong lintas pulau diizinkan masuk dengan kondisi sehat dan memang untuk dipotong. Pada kenyataannnya sapi datang dengan kapal akan dibagi dan disetok ke beberapa kandang penampungan milik pedagang yang patungan modal mendatangkan ternak dari pulau produsen ternak sapi ke pulau lain konsumen sapi. Menjelang Idul Kurban, sapi bisa distok 2-3 bulan, untuk dipelihara dan digemukkan, sebagian dipotong di rumah potong pribadi yang dekat dengan kandang penampungan, sebagian juga dikirimkan lintas kabupaten bahkan lintas provinsi.

Tidak dipungkiri, klinis LSD akan tampak diantara sapi jantan yang datang di kandang. Subklinis dari daerah asal atau klinis tersisip diantara sapi pejantan yang sehat. Akibatnya klinis LSD akan ada diantara sapi yang berada di tempat penampungan. Potong segera sapi demikian dengan pengawasan adalah langkah yang tepat memotong siklus penularan dan penyebaran virus. Melakukan disinfeksi tempat pemotongan dan membakar kulit terinfeksi termasuk kelenjar pertahanan sapi.

Klinis Penyakit
Penyakit LSD ada yang menyebut “penyakit lato-lato”, sesuai saat kemunculan dan penyebaranya bersamaan dengan musimnya anak-anak bermain lato-lato. Muncul benjolan bulat-bulat pada kulit sapi hingga sebesar bulatan plastik mainan lato-lato. Masyarakat juga menamai “penyakit benjol-benjol kulit”.

Sapi terinfeksi virus LSD akan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2023.

Ditulis oleh:
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya

KURBAN DI MASA PANDEMI, PERHATIKAN PROTOKOL KESEHATAN

Tani on Stage menyosialisasikan kurban di tengah pandemi COVID-19. (Foto: Humas PKH)

Jelang Hari Raya Kurban yang masih dalam kondisi pandemi COVID-19, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), melakukan sosialisasi hal tersebut agar tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada Selasa (21/7), didukung oleh Biro Humas dan Informasi Publik melalui talk show “Tani on Stage” (TOS).

“TOS kita optimalkan untuk mensosialisasikan segala macam program dan event khusus termasuk pelaksanaan kurban sesuai protokol kesehatan dan ketentuan pemotongan hewan kurban,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri.

Sementara Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita, menyampaikan bahwa pelaksanaan Hari Raya Idul Adha tahun ini akan sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, pelaksanaan kurban berada di tengah pandemi COVID-19 dengan mempertimbangkan situasi new normal.

Pada masa new normal ini masyarakat, kata dia, harus patuh terhadap protokol kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan. Misalnya rajin cuci tangan pakai sabun, atau menggunakan hand sanitizer, menerapkan etika batuk/pakai masker, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

New normal ini dilakukan agar masyarakat tetap produktif dan aman dari COVID-19,” kata Ketut.

Adaptasi kenormalan baru dalam pelaksanaan kurban dituangkan dalam panduan Kementan tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Non-alam COVID-19. Panduan ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen PKH No. 008/SE/PK.320/F/06/2020, tertanggal 8 Juni 2020.

Secara garis besar, panduan mengatur upaya penyesuaian terhadap pelaksanaan kenormalan baru dalam kegiatan penjualan hewan kurban dan pemotongan hewan kurban di Rumah Pemotongan Hewan-Ruminansia (RPH-R) maupun di luar RPH-R dengan memperhatikan jaga jarak fisik (physical distancing), penerapan higiene personal, pemeriksaan kesehatan awal (screening) dan penerapan higiene sanitasi.

Kepala Tim Peneliti Penyembelihan Halal HSC IPB, Supratikno, turut menambahkan bahwa ada empat kriteria hewan kurban yang baik, yaitu sehat, tidak cacat, tidak kurus dan cukup umur.

“Persyaratan hewan sehat ini menjadi penting mengingat banyak sekali penyakit hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis),” katanya
.
Hal senada juga diucapkan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif. Menurutnya, penyediaan hewan kurban yang sehat menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu, ia mengimbau masyarakat agar membeli hewan kurban sehat di tempat-tempat penjualan yang telah mendapat izin dari pemerintah daerah dan dijamin kesehatannya oleh petugas kesehatan hewan.

Selain itu, dalam penyelenggaraan kurban juga harus memperhatikan ketentuan teknis yang diatur Peraturan Menteri Pertanian No. 114/Permentan/PD.410/9/2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban. Peraturan tersebut mengatur persyaratan minimal yang harus dipenuhi mulai dari tempat penjualan, pengangkutan dan penampungan sementara di lokasi pemotongan. Juga dijelaskan tata cara penyembelihan dan distribusi daging kurban sesuai aspek teknis dan syariat Islam.

Dengan memenuhi ketentuan teknis tersebut diharapkan daging kurban telah memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).

Hal yang sama juga disarankan Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, Denny Widaya Lukman, mengenai penanganan hewan kurban, daging, jeroan, alat dan tempatnya yang harus dipisahkan.

“Terdapat dua pembagian jeroan yaitu jeroan merah, seperti, jantung, hati, limpa, ginjal dan paru. Sedangkan jeroan hijau yakni perut dan usus yang jauh lebih banyak bakteri zoonosisnya. Untuk itu harus diperhatikan pembuangan limbahnya. Limbah darah dan isi jangan dibuang ke aliran air yang umum mengalir, namun dimasukkan ke dalam tanah,” kata Denny. (INF)

INI ATURAN KEMENTAN TENTANG PELAKSANAAN KURBAN SAAT PANDEMI

Kementan terbitkan SE pelaksanaan kurban di tengah pandemi COVID-19. (Foto: Infovet/Ridwan)

Sehubungan dengan pelaksanaan pemotongan kurban pada Hari Raya Idul Adha 1441 H yang jatuh pada Juli 2020, pemerintah berupaya menyesuaikan pelaksanaan kurban karena Indonesia masih dilanda pandemi COVID-19.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban dalam Situasi Wabah Bencana Nonalam COVID-19. Kegiatan kurban meliputi penjualan dan pemotongan hewan perlu dilakukan penyesuaian terhadap prosedur kenormalan baru. 

“SE ini sebagai petunjuk pelaksanaan kegiatan kurban menyesuaikan penerapan kenormalan baru. Diharapkan kegiatan pelaksanaan kurban di tengah pandemi COVID-19 tetap berjalan optimal dengan mempertimbangkan aspek pencegahan dari penyebaran COVID-19,” ujar Dirjen PKH, Drh I Ketut Diarmita, di Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Surat yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan wali kota ini menegaskan langkah-langkah pencegahan potensi penularan COVID-19 di tempat penjualan dan pemotongan hewan kurban, diantaranya menjaga jarak dan menghindari perpindahan orang antar wilayah pada saat kegiatan kurban.

“Memperhatikan juga status wilayah tempat kegiatan kurban serta edukasi soal bahayanya COVID-19 dan bagaimana cara penularannya,” ucapnya.

Sementara Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh Syamsul Ma`arif, menyebutkan bahwa surat ini akan memberikan rekomendasi dalam kegiatan penjualan dan pemotongan hewan kurban.

Dalam kegiatan penjualan hewan kurban, Syamsul menegaskan harus memenuhi syarat seperti jaga jarak fisik, penerapan kebersihan personal, kebersihan tempat dan pemeriksaan kesehatan.

“Penjualan hewan kurban juga harus dilakukan di tempat yang telah mendapat izin dari kepala daerah setempat,” tegas Syamsul.

Selain itu, penjualan hewan kurban juga harus melibatkan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), atau organisasi dan lembaga amil zakat.

"Hal ini untuk membantu pengaturan tata cara penjualan yang meliputi pembatasan waktu, tempat penjualan dan penempatan fasilitas alat kebersihan," ucap dia.

Kemudian, penjual hewan kurban juga harus dilengkapi alat pelindung diri (APD) minimal masker, lengan panjang dan sarung tangan sekali pakai. Dan setiap orang yang masuk ke tempat penjualan harus mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer. Bagi penjual yang berasal dari luar wilayah harus dalam kondisi sehat dengan melampirkan surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit.

“Setiap tempat penjualan juga wajib dilengkapi dengan pengukur suhu tubuh, tempat cuci tangan dengan air mengalir dan tempat pembuangan limbah kotoran hewan yang aman,” kata Syamsul.

Ia juga menambahkan bahwa setiap orang diimbau untuk menghindari jabat tangan atau bersentuhan langsung, menggunakan atau membawa barang pribadi seperti perlengkapan salat maupun perlengkapan makan.

"Adapun setelah pulang dari tempat kurban, juga diwajibkan mandi dan membersihkan diri," tambahnya.

Sementara untuk kegiatan pemotongan hewan kurban yaitu tetap menerapkan protokol kesehatan berupa jaga jarak, jaga kebersihan dan menggunakan masker atau face shield.

“Para petugas pemotongan hewan perlu diedukasi tentang cara penyebaran COVID-19, seperti hindari memegang muka, mulut, hidung dan mata. Jumlah petugas dalam satu ruangan juga perlu diatur agar bisa menerapkan jaga jarak,” terang Syamsul.

Petugas pemotongan hewan kurban juga diimbau tidak merokok, meludah dan memperhatikan etika bersin serta batuk selama pemotongan kurban.

“Petugas pemotongan hewan kurban juga diharuskan berasal dari lingkungan atau satu wilayah dengan tempat pemotongan hewan dan tidak sedang masa karantina mandiri,” pungkasnya. (INF)

HARGA JUAL HEWAN KURBAN DI YOGYAKARTA ALAMI KENAIKAN

Hewan kurban (Foto: Kumparan)



Mendekati Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 11 Agustus 2019, harga jual hewan kurban di Kota Yogyakarta mengalami kenaikan sekitar 10 persen dibanding harga jual tahun lalu.

“Harga jual hewan kurban di beberapa pedagang di pasar tiban pada tahun ini mengalami kenaikan sekitar 10 persen. Hal ini bisa berpengaruh pada jumlah penjualan hewan kurban tahun ini,” kata 
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Rabu (7/8).

Menurut dia, jumlah hewan kurban yang dijual di pasar-pasar tiban di Kota Yogyakarta belum terdata secara pasti karena hewan kurban masih terus keluar masuk Kota Yogyakarta.

Sebelumnya, Ketua Pusat Pengadaan Hewan Qurban (PPQ) Angkatan Muda Muhammadiyah Kotagede Budi Setiawan mengatakan, menyediakan hewan kurban berupa sapi dan kambing. Untuk kambing ada berbagai jenis, mulai dari domba, kambing Etawa hingga kambing Merino yang memiliki ukuran tubuh sangat besar.

Kambing didatangkan langsung dari peternak di Parakan Temanggung, sedangkan sapi juga didatangkan langsung dari peternak di Paliyan Gunung Kidul.

Pada tahun ini, PPHQ AMM Kotagede menargetkan mampu menjual 400 ekor kambing dan tujuh atau delapan ekor sapi.

“Harga jual kambing bervariasi antara Rp 1,8 juta hingga Rp 5 juta per ekor. Sedangkan untuk sapi dijual dengan harga Rp 21 juta untuk satu orang atau Rp 3 juta untuk sepertujuh,” katanya.

Sementara itu, di PPHQ Jogja-Qu, harga jual hewan kurban juga hampir sama yaitu Rp 1,7 juta hingga Rp 5 juta per ekor untuk kambing, sedangkan untuk sapi Rp 21 juta sudah termasuk biaya penyembelihan atau pembeli bisa membeli sepertujuh sapi dengan harga Rp 3 juta. (Sumber: antaranews.com)


105 ORANG PETUGAS PEMANTAU HEWAN KURBAN DITERJUNKAN

Pelepasan tim pemantau hewan kurban oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita (tengah), didampingi Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif (kiri). (Foto: Humas Ditjen PKH)

Dalam rangka menjaminan kesehatan, keamanan dan kelayakan daging pada pemotongan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha 1440 H, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), menurunkan sebanyak 105 orang petugas pemantau hewan kurban ke wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi.

Tim akan menjadi bagian dari ribuan petugas yang diterjunkan untuk pemeriksaan hewan kurban yang berasal dari berbagai instansi, seperti mahasiswa kedokteran hewan, petugas dinas, organisasi profesi dan profesional bidang kesehatan hewan dan masyarakat veteriner di seluruh Indonesia.

Pelepasan tim pemantauan pemotongan hewan kurban dilakukan pada Selasa (6/8), setelah acara pelatihan atau bimbingan teknis bagi para petugas. Acara dihadiri perwakilan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). 

Disampaikan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, bahwa pentingnya pengawasan lalu lintas ternak dalam menghadapi Hari Raya Kurban, mengingat baru-baru ini merebak kembali kasus Antraks di Kabupaten Gunung Kidul. Petugas bekerjasama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) diminta memastikan bahwa hewan kurban yang akan dipotong dalam keadaan sehat, sehingga masyarakat tidak khawatir terhadap penyakit hewan yang sifatnya zoonosis.

Ia menambahkan, penjaminan kesehatan hewan penting untuk mencegah menyebarnya penyakit dari satu daerah ke daerah lain. Oleh karena itu untuk hewan yang ditransportasikan disertai dengan Sertifikat Veteriner/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) sebagai bukti hewan tersebut sudah diperiksa dokter hewan berwenang di daerah asal dan sehat.

“Jika menemukan adanya gejala penyakit yang mencurigakan, petugas harus memberikan respon cepat berkoordinasi dengan dinas setempat dan balai veteriner. Petugas juga harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa tempat pemotongan hewan kurban harus layak dan higienis,” ucapnya.

Sementara pakar kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) dari FKH IPB, Hadri Latif, menyampaikan pentingnya penerapan aspek Kesmavet dalam penanganan hewan dan daging kurban. Prinsip-prinsip kesejahteraan hewan, pemeriksaan sebelum pemotongan dan setelah pemotongan, serta higiene dan sanitasi harus dipahami petugas, karena hal ini menentukan kelayakan produk hewan yang akan dikonsumsi. 

Menurutnya, dalam pemeriksaan setelah hewan disembelih pada jeroan kadang ditemukan adanya cacing, baik cacing hati maupun cacing lambung. Jika pada organ hati, terutama di saluran empedu hati ditemukan cacing, maka bagian hati yang mengandung cacing harus disayat dan dimusnahkan. Jika sebagian besar hati yang mengandung cacing menjadi “mengeras” maka keseluruhan organ hati tersebut harus dipisahkan untuk dimusnahkan, karena tidak layak konsumsi. (INF)

EDUKASI MEMILIH DAN MEMPERLAKUKAN HEWAN KURBAN YANG BAIK

Foto: Dok. Kementan


Kegiatan edukasi serta sosialisasi dalam memilih dan memperlakukan hewan kurban yang baik digelar Kementerian Pertanian (Kementan) pada Tani On Stage (TOS) Dago, Bandung, Minggu (4/8).
\
"Daging kurban harus ditangani baik. Sebagai contoh pencacahan daging kurban. Jika penanganannya tidak baik maka akan berpotensi menyumbangkan 10.000-100.000 kuman per menitnya," kata Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian, Syamsul Ma'arif.

Ditengah antusiasme ratusan masyarakat yang hadir, Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) memberikan pemahaman tentang bagaimana memilih, menangani, motongan, mengemas, menyimpan hingga membagikan daging dan hewan kurban kepada masyarakat.

Ma'arif menyatakan Kementan telah melakukan serangkaian upaya mulai dari penyediaan regulasi, sosialisasi, pembinaan dan juga pemeriksaan serta pengawasan daging dan hewan kurban. Bahkan Kementan sudah membangun fasilitas percontohan pemotongan hewan kurban di 21 lokasi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Banten, dan NTB.

Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas yang Membidangi Fungsi Peternakan, dan Kesehatan Hewan di seluruh provinsi, dan saat ini stok hewan kurban lokal dinyatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan.

"Kami perkirakan tahun ini akan terjadi lonjakan permintaan 10 persen lebih tinggi dari 2018, dan kami sudah antisipasi kebutuhan masyarakat ini," kata Ma'arif.

Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat Koesmayadie mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen melaksanakan prinsip ASUH hewan kurban tersebut. Provinsi Jawa Barat sudah menyiapkan 880 personil untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban.

"Demi menjaga kualitas hewan kurban, masyarakat sebaiknya membeli hewan kurban yang sudah dikalungkan label "Sehat, Telah Diperiksa" oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat," jelas Koemayadie.

Dosen Fakultas Kesehatan Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) Denny Wijaya Lukman secara detail menjelaskan aspek teknis dalam mengidentifikasi daging dan hewan kurban yang baik.

Denny menguraikan, terkait hati hewan yang ditemukan cacing. Menurutnya, kondisi seperti itu daging hewan tersebut masih layak dikonsumsi, akan tetapi organ atau bagian yang terdapat cacing dibersihkan jika dan jika mengeras harus di buang.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kuntoro Boga Andri selaku penggagas event TOS ini mengatakan pihaknya akan terus melanjutkan kegiatan edukasi ini, agar memberikan banyak informasi program dan tips pertanian bagi masyarakat.

"Banyak Informasi yang Kementan miliki. Kami siap memberikan edukasi agar makin banyak petani muda dan masyarakat yang mendukung program Kementan," kata Kuntoro. (Rilis/INF)      

WASPADA ANTRAKS JELANG HARI RAYA IDUL ADHA

Pastikan memilih hewan di tempat hewan kurban yang telah ditetapkan/diawasi pemerintah dan memastikan hewan memiliki SKKH dari dinas. (Foto: Infovet/Ridwan)

Menjelang Hari Raya Idul Adha 1440 H yang jatuh pada 11 Agustus 2019, pemerintah lewat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengimbau masyarakat mewaspadai adanya kasus antraks pada hewan kurban. I Ketut Diarmita, Dirjen PKH, Kementan menyampaikan pesan tersebut melalui rilisnya tanggal 11 Juli 2019.

Melalui pesan tertulisnya, Kamis (11/7/2019), Dirjen PKH I Ketut Diarmita menjelaskan, penyakit ini bisa menyerang hewan seperti sapi, kerbau, dan kambing/domba, serta bisa ditularkan ke manusia (zoonosis) melalui kontak dengan hewan tertular atau benda/lingkungan yang tercemar.

“Walaupun berbahaya, penyakit antraks di daerah tertular bisa dicegah dengan vaksinasi yang disediakan pemerintah. Sementara untuk daerah bebas antraks bisa dicegah dengan pengawasan lalu lintas hewan secara ketat,” ujar Ketut.

Ia mengungkapkan, “Saat ini beberapa provinsi di Indonesia memang tercatat pernah melaporkan kasus antraks, namun dengan program pengendalian yang ada, kasus tersebut sifatnya sporadis dan dapat terkendali, sehingga kerugian peternak dapat diminimalisir dan ancaman kesehatan masyarakat bisa kita tekan.”

Sesuai standar Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), dalam penanganan wabah antraks, jika di wilayah tersebut dalam waktu 20 hari tidak ada kasus (kematian), maka antraks di wilayah tersebut dapat dinyatakan terkendali, sehingga lalu lintas dan perdagangan hewan rentan dapat dilakukan sepanjang hewan tidak berasal dari wilayah yang sedang wabah.
“Yang terpenting hewan harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan hasil uji laboratorium,” ucapnya.

Sebagai langkah kewaspadaan antraks, Ketut meminta dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan kurban di tempat penampungan/pemasaran, pengaturan dan pengawasan tempat penampungan/pemasaran hewan, pengawasan pelaksanaan dan jadwal vaksinasi antraks, sosialisasi dan bimbingan teknis, serta pemeriksaan teknis pada hewan sebelum dan setelah pemotongan saat pelaksanaan kurban. 

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Syamsul Ma'arif, mengemukakan, berdasarkan data Ditjen PKH 2018, penyembelihan hewan kurban di Indonesia mencapai 1.224,284 ekor, terdiri dari 342.261 ekor sapi, 11.780 ekor kerbau, 650.990 ekor kambing, dan 219.253 ekor domba. Kebutuhan ternak kurban 2019 diprediksi meningkat sekitar 10% dari kebutuhan 2018.

“Sebagai bentuk perlindungan kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit seperti antraks, kita terjunkan tim pemantauan hewan kurban di seluruh Indonesia yang terdiri dari petugas pusat, provinsi, kab/kota, juga dari unsur mahasiswa kedokteran hewan dan organisasi profesi,” kata Syamsul.

Sementara, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, memberikan tips dalam memilih hewan kurban yang sehat, yaitu dengan cara memilih hewan di tempat hewan kurban yang telah ditetapkan/diawasi pemerintah dan memastikan hewan memiliki SKKH dari dinas/petugas kesehatan hewan, serta pada saat dilihat/diperiksa hewan kurban tersebut bernafas teratur, berdiri tegak dan tidak ada luka, bola mata bening dan tidak ada pembengkakan, area mulut dan bibir bersih, lidah bergerak bebas dan air liur cukup membasahi rongga mulut, serta area anus bersih dan kotoran padat.

“Dengan memastikan aspek-aspek tersebut, maka hewan kurban yang dipilih aman dari kemungkinan sakit,” tandasnya. (INF)

Begini Penatalaksanaan Hewan Kurban yang Baik dan Benar

Pembicara (dari kiri): Ira Firgorita, Supratikno, Hadri Latif, Drh Deni Noviana (moderator) dan H. Romli. (Foto: Ridwan)

Memasuki Hari Raya Idul Adha 1439 H yang jatuh pada 22 Agustus 2018, Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jabar II dan IKA FKH IPB, melaksanakan seminar nasional bertajuk “Penatalaksanaan Hewan Kurban yang Baik dan Benar”.

Menurut Ketua Askesmaveti, Fitri Nursanti Poernomo, kegiatan ini diadakan untuk memberi pemahaman dan pengertian kepada masyarakat mengenai penanganan hewan kurban yang baik dan benar. “Semoga acara ini bermanfaat dan berkah bagi kita semua,” ujarnya di Gedung Bimtek BPMSPH, Bogor, Kamis (16/8).

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet), Kementerian Pertanian, Syamsul Maarif, yang turut hadir sebagai keynote speech, mengemukakan, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kurban, yakni kesehatan hewan kurban, proses penyembelihan hewan kurban agar halal dan distribusi hewan kurban.

“Sebab pemotongan hewan kurban ini tidak boleh main-main. Semua masyarakat ikut terlibat. Diharapkan pemotongan hewan kurban bisa dilaksanakan sesuai aturan dan syariat islam, serta memenuhi unsur Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH),” kata dia.

Dirkesmavet, Syamsul Maarif, menjadi keynote speech dihadapan peserta, didampingi Ketua Askesmaveti, Fitri Nursanti Poernomo. (Foto: Ridwan)

Agar pemotongan memenuhi aturan tersebut, H. Romli Eko Wahyudi, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kabupaten Bogor, yang menjadi pembicara, memaparkan tahapan penyembelihan kurban yang baik dan benar. Mulai dari waktu penyembelihan (10, 11, 12 dan 13 bulan dzulhijjah), jenis hewan kurban (unta, domba/kambing, sapi, kerbau dan sejenisnya), umur mencukupi, musinnah dari kambing usia satu tahun (masuk tahun kedua), musinnah sapi dua tahun (masuk tahun ketiga) dan unta genap lima tahun (masuk tahun keenam). Kemudian hewan kurban yang disembelih atas nama Allah dan terpotongnya tiga saluran (nafas, makanan dan darah).

“Tata caranya penyembelihan dengan membaca Bismillahi Allahu Akbar, salawat kepada nabi, hewan kurban menghadap kiblat dan membaca takbir,” jelas Romli.

Ia menambahkan, bagi juru penyembelih kurban diwajibkan kepada Muslim yang taat, baligh, memiliki pengetahuan Islam, sehat jasmani dan rohani, serta bebas dari luka atau penyakit yang bisa mencemari produk (daging kurban).

Selain itu, lanjut dia, perlakuan kepada hewan kurban sebelum disembelih juga penting untuk diperhatikan. Kerap kali di lapangan, Romli masih menemukan perlakuan terhadap hewan kurban yang asal, seperti pakan dan minum seadanya, tidak diberikan tempat berteduh, tempat penyembelihan yang terlalu terbuka dan lain sebagainya.

Untuk menghindari hal itu, Drh Supratikno, Dosen Anatomi Fisiologi Kedokteran IPB, menjelaskan, pentingnya perlakuan antemortem sebelum hewan disembelih. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan dan kesehatan, serta menghindari pemotongan ternak betina produktif.

Pemeriksaan tersebut, kata dia, tetap berpedoman pada prinsip kesejahteraan hewan. “Hewan kurban ditempatkan pada penampungan minimal yang memiliki atap, disediakan tempat pakan dan minum, menjelang penyembelihan dipuasakan selama 12 jam untuk menghindari isi perut yang berlebihan,” kata Supratikno yang juga Anggota Halal Science Center IPB.

Lebih lanjut ia memaparkan, alat penyembelihan yang digunakan harus benar-benar tajam untuk menghindari tersiksanya hewan kurban saat disembelih. “Pisaunya harus tajam dan ukurannya mencukupi, dilakukan dengan satu kali sembelih atau dua kali dengan pisau tetap menempel pada leher kurban,” jelas dia.

Dengan terpenuhinya seluruh penanganan dan proses penyembelihan sesuai aturan, kata Supratikno yang juga Asesor Juru Sembelih Halal ini, akan memberikan terjaminnya status kehalalan produk dan jaminan terhadap kualitas daging yang dihasilkan.

Pada kesempatan tersebut, juga menghadirkan narasumber lain, yakni Drh Ira Firgorita dari Direktorat Kesmavet dan Dr Drh Hadri Latif, Dosen Kesmavet FKH IPB. Seminar dihadiri oleh 97 peserta yang terdiri dari 46 dokter hewan. (RBS)

Kementan: Hewan Kurban Harus Sehat dan Dagingnya Higienis

Dirjen PKH menghadiri acara Public Awareness Pemotongan Hewan Kurban 1439 H di Jakarta Timur (Foto: Humas Ditjen PKH)

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita mengingatkan, hewan kurban harus sehat dan dagingnya juga  higienis. "Daging Hewan Kurban harus memenuhi persyaratan ASUH yakni Aman, Sehat, Utuh dan Halal," kata Ketut dalam acara Public Awareness Pemotongan Hewan Kurban 1439 Hijriah di Sentra Pemotongan Hewan Kurban Al Azhar Jakarta Timur, Jumat (3/8/2018).

Dirjen PKH saat diwawancarai sejumlah media (Foto: Humas Ditjen PKH)

Hal tersebut telah diatur dalam Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 114 Tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban.

Guna menjamin daging hewan kurban memenuhi persyaratan tersebut, Ditjen PKH telah melakukan beberapa hal. Di antaranya memfasilitasi pilot project tempat pemotongan hewan kurban di lima wilayah di lima wilayah DKI Jakarta  salah satunya termasuk di Sekolah Al Azhar Sentra Primer Jakarta Timur, serta 12 lokasi di 12 provinsi lainnya

Poin kedua adalah imbauan peningkatan kewaspadaan terhadap peningkatan zoonosis saat pelaksanaan hewan kurban kepada seluruh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh provinsi/kabupaten/ kota. Imbauan diberikan melalui Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 1 Agustus 2018.

Selain itu, Ditjen PKH turut  membentuk tim terpadu pemantauan hewan tahun 2018 sebanyak 2.698 orang petugas. Mereka terdiri atas Tim Ditjen PKH, Dinas DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, Kementerian Agama BPJPH, FKH IPB dan PDHI yang pada hari ini tanggal 3 Agustus 2018 yang dilepas oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mewakili Menteri Pertanian.

Pada kesempatan tersebut, Ketut menyebutkan kebutuhan hewan kurban untuk tahun 2018 diprediksi sebanyak 1.504.588 ekor, naik sekitar lima persen dari pemotongan hewan kurban tahun 2017. Kebutuhan hewan kurban ini terdiri dari, sapi sebanyak 462.339 ekor, kerbau sebanyak 10.344 ekor, kambing sebanyak 793.052 ekor dan domba sebanyak 238.853 ekor. (Humas Ditjen PKH)


Dinas Peternakan Pastikan Hewan Kurban Bebas Antraks

Dinas Peternakan sejumlah provinsi memastikan hewan kurban bebas Antraks. (Foto: Nunung) 

Jelang perayaan Idul Adha 1439 Hijriah, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Provinsi Jawa Barat mewaspadai ancaman hewan kurban yang terjangkit Antraks.

"Kita juga menerima kiriman hewan kurban dari luar, nanti akan kita periksa di lokasi cek point," ujar Kadis Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Dewi Sartika, di Bandung, Rabu, 1 Agustus 2018, seperti dilansir dari Kantor Berita Antara.

Dewi menerangkan pengawasan hewan kurban itu akan bekerja sama dengan tempat potong hewan, dokter hewan dari IPB dan Unpad, untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum didistribusikan.

Apalagi Jabar akan kedatangan hewan kurban yang berasal dari wilayah yang rawan terjadi endemik Antraks seperti Jateng, Yogyakarta, Jatim, NTT dan NTB.

Selain pengawasan, upaya Pemprov Jabar mencegah hewan agar terbebas dari Antraks yaitu dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan kurban yang berasal dari Jabar maupun luar daerah. Menurut dia, pemerintah akan menyiapkan 29 ribu lebih vaksin, yang akan difokuskan untuk dilakukan vaksinasi di daerah atau desa yang disinyalir terpapar antraks.

"Di Jabar itu ada lima Kabupaten dan tiga kota yang rawan antraks diantaranya Bogor, Bekasi, Purwakarta, Karawang, Subang, Bogor, Depok dan Bekasi. Tapi walau sekarang kasus Antraks belum ada, tapi kita tetap awasi dan cegah," tandasnya.

Sementara itu Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari mulai melakukan pengawasan hewan ternak dengan membentuk tim khusus untuk memastikan kesehatan hewan ternak di 11 Kecamatan yang ada di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari, Sitti Ganef, mengatakan tim pengawas telah dibentuk untuk menghadapi hari raya kurban ini. Tim terdiri dari dokter dan para medis yang ahli dalam penanganan kesehatan hewan. Mereka ditugaskan mengecek hewan ternak, utamanya kesehatannya agar layak konsumsi dan dijadikan kurban.

“Kita sudah bentuk tim yang akan mobile memeriksa kesehatan hewan yang layak untuk dijadikan kurban. Tim ini akan turun seminggu sebelum lebaran dan sesudah lebaran,” kata Sitti Ganef ditemui di kantor Wali Kota Kendari, Rabu (1/8/2018), dilansir dari sultrakini.com.

Selain memeriksa kesehatan hewan sebelum hari raya, tim juga memantau kesehatan hewan saat hari raya Idul Adha di rumah potong hewan (RPH).

Demi mengantisipasi pemotongan sapi-sapi produktif pada saat hari raya nantinya, pihaknya terus melakukan sosialisasi untuk tidak melakukan pemotongan hewan produktif guna mewujudkan program upaya khusus sapi wajib bunting (Upsus Siwab).

Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari juga membuka kesempatan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan pemeriksaan kesehatan hewannya sebelum dijadikan kurban. ***



ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer