Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Lumpy Skin Disease | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEWASPADAAN PENYAKIT MENULAR AGAR BERKURBAN AMAN

Pemeriksaan klinis di pasar hewan pada beberapa ruminansia dan pengembilan sampel perlu dilakukan pada ruminansia yang diduga terinfeksi. (Foto: Dok. Sulaxono)

Idul Adha 2024 akan jatuh pada pertengahan Juni. Peternak dan pedagang ruminansia  dalam masa tiga bulan mulai mempersiapkan diri dengan membeli, menumpuk stok ternak untuk mengisi kandangnya, menambah kandang, dan mengisi dengan ternak baru. Ternak digemukkan dalam waktu tiga bulan untuk bisa dijual saat harga ternak memuncak saat 1-2 minggu menjelang kurban. Keuntungan akan diperoleh dengan margin tinggi, panen tahunan bagi peternak dan juga para pedagang.

Fenomena umum terjadi saat persiapan peternak dan pedagang mulai mengumpulkan ternak adalah pergerakan, pengangkutan ternak dari daerah, pulau kantong ternak ke berbagai daerah yang memerlukan. Pergerakan akan terjadi antar pulau, antar provinsi, juga antar kabupaten. Ternak antar kabupaten akan saling bertemu di pasar hewan. Ternak yang sehat dan yang carrier penyakit dari berbagai kabupaten maupun provinsi akan bertemu di pasar hewan. Kondisi lalu lintas yang meningkat, pertemuan ternak sehat dengan ternak subklinis sakit atau karier penyakit tidak menutup kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari satu pulau ke pulau lain, dari satu provinsi atau kabupaten ke tempat lain.

Apalagi ditambah dengan kondisi cuaca dan kelelahan transportasi bisa memicu dan menimbulkan stres pada ternak. Stres yang terjadi akan memicu menurunkan daya tahan tubuh dan bisa memicu timbulnya beberapa penyakit menular strategis.

Ada beberapa penyakit menular strategis yang perlu diwaspadai menjelang persiapan ibadah kurban, yang bisa terjadi secara akut hingga per akut. Beberapa daerah asal ternak masih endemis terhadap beberapa penyakit strategis di antaranya penyakit mulut dan kuku (PMK), lumpy skin disease (LSD), antraks, penyakit Jembrana, septicaemia epizootica (SE), dan surra.

Peran dokter hewan dan organisasi profesi diperlukan dalam pemeriksaan ante mortem dan post mortem untuk menjamin ternak sehat dan pencegahan penularan, serta penyebaran penyakit menular antar ternak apalagi yang yang bersifat zoonosis adalah penting. Masyarakat memerlukan jaminan bahwa ternak yang akan digunakan untuk kurban adalah ternak yang sehat dan tidak terjadi penyebaran penyakit strategis.

• Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Pemerintah telah berhasil mengendalikan penyebaran cepat PMK melalui vaksinasi massal di berbagai daerah tertular penyakit, surveilans pasca vaksinasi massal, serta kerja sama antar pihak dalam negeri dan mitra kerja luar negeri. Namun demikian, vaksinasi PMK memerlukan kontinuitas, selain kewaspadaan dini, laporan dini, dan respon cepat. Surveilans virologis melalui sampling di lokasi bekas kasus perlu dilakukan untuk mendeteksi keberadaan ternak carrier aktif yang sembuh dari sakit dan ternak yang subklinis sakit tetapi tidak terdeteksi secara klinis kecuali melalui pemeriksaan serologis maupun virologis.

Ternak di lokasi yang sembuh atau proses sembuh dari PMK masih bisa dikenali dengan luka yang menutup dengan warna kuning kecokelatan pada celah kaki depan-belakang atau pada gusinya. Pada sapi-sapi keturunan impor, luka-luka bekas PMK termasuk kepincangan sangat mudah dikenali, tetapi pada sapi Bali kondisi demikian sulit dideteksi kecuali oleh petugas medis yang berpengalaman.

Jejas luka bekas infeksi PMK pada area mulut biasanya sudah menutup dalam jangka waktu seminggu. Pada gusi hanya ditemukan bekas luka yang sudah ditutup oleh jaringan ikat berwarna kuning kecokelatan, demikian pada bagian lidah dan bagian lainnya dari area mulut. Pada sapi demikian dalam darahnya masih bisa terdeteksi matriks virus PMK melalui pemeriksaan dengan PCR.

Pemeriksaan sapi yang dipasarkan di pasar hewan juga diperlukan, disamping tindakan disinfeksi. Pasar hewan merupakan tempat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2024. 

Ditulis oleh:
Ratna Loventa
Medik Veteriner Ahli Pertama, Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Purna Tugas Medik Vetriner Ahli Madya di Kota Banjarbaru

INDONESIA TERIMA BANTUAN VAKSIN LSD TAHAP KEDUA

Nuryani Zainuddin (kiri) saat penyerahan bantuan vaksin LSD tahap dua melalui Dane Roberts. (Foto: Istimewa)

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menerima bantuan vaksin lumpy skin disease (LSD) tahap kedua sebanyak 500.000 dosis dari Australia.

Vaksin tersebut diberikan secara resmi kepada Kementan dalam kegiatan serah terima pada Senin (8/1/2024), di Gudang cold chain  PT Kiat Ananda, untuk disimpan sebelum didistribusikan. Simbolis penyerahan bantuan vaksin dilakukan oleh Dane Roberts (Konselor Pertanian Australia), kepada Nuryani Zainuddin (Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan).

Pada kesempatan tersebut Nuryani mengatakan, kemitraan antara Indonesia dan Australia sangatlah penting untuk terus berkolaborasi dalam melawan penyakit LSD yang telah terkonfirmasi di 17 provinsi di Indonesia.

Penyerahan vaksin ini merupakan bagian keseluruhan donasi 1 juta dosis vaksin LSD yang telah disepakati di 2023, yang diberikan oleh Departemen Pertanian, Perikanan, dan Perhutanan Australia untuk membantu Indonesia dalam menangani LSD.

Sebelumnya, tahap pertama vaksin LSD sebanyak 500.000 dosis telah didonasikan pada Mei 2023 dan telah terdistribusi ke beberapa provinsi tertular.

“Dengan tambahan donasi 500 ribu dosis vaksin LSD, tahun ini vaksinasi akan dilakukan lebih intensif utamanya di provinsi-provinsi sentra ternak seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung," ujar Nuryani, melalui siaran resminya, Rabu (10/1/2024).

Ia menambahkan bahwa harus dilakukan percepatan vaksinasi LSD dengan menyasar populasi rentan di provinsi baru tertular, ternak yang belum mendapatkan vaksin, dan untuk vaksinasi ulang tahunan di daerah tertular.

Menurutnya, dukungan dari Australia akan sangat membantu memperkuat kemampuan untuk mengendalikan dan mencegah perluasan penyebaran LSD di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Australia atas pendekatan proaktif dan dukungan akan pentingnya kesehatan hewan dalam mempromosikan pertanian berkelanjutan, serta ketahanan pangan bagi masyarakat di Indonesia," ucapnya.

Sementara, Dane Roberts turut menyampaikan komitmen kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam penanganan LSD sudah ada sejak awal wabah.

“Kami memiliki hubungan kerja yang sangat erat dengan Indonesia dalam menyediakan dukungan upaya pengendalian penyakit hewan darurat, dan kami akan terus melanjutkan keterlibatan kami dalam memberikan dukungan teknis dan berbagai program lainnya," kata Dane. (INF)

MEMPERCEPAT PEMULIHAN KULIT SAPI PASCA LSD

Sapi jantan yang dipersiapkan untuk kurban namun bekas LSD masih terlihat. (Foto: Infovet/Joko)

Prevalensi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Indonesia mulai melandai, walau di beberapa daerah masih dalam kondisi aktif sporadis. Beberapa daerah sentra sapi yang telah mengalami LSD lebih awal saat ini sudah masuk pada fase kesembuhan.

Penyakit LSD telah menunjukan kondisi seleksi alam. Sapi yang sembuh merupakan sapi yang mempu melawan virus karena daya tahan tubuh lebih baik, atau sapi segera mendapat penanganan lebih awal, ataupun sapi mendapatkan penanganan berkelanjutan dengan pemberian ivermectin, antibiotik, multivitamin dan terapi suportif lainnya. Sebagian sapi yang kurang memiliki daya tahan tubuh baik, atau terlambat penanganan maupun sapi yang tidak mendapatkan pelayanan penanganan intensif telah mengalami kematian atau potong paksa.

Para peneliti dari Turki yakni Eda Balkan, dkk. (2022), melakukan penelitian menarik tentang daya hambat ivermectin pada masing-masing infeksi virus capripox (termasuk LSD dan cacar pada kambing-domba). Penelitian menunjukan bahwa ivermectin memiliki daya hambat sangat kuat pada replikasi virus LSD hingga mencapai 99.8% serta daya hambat sheeppox (cacar domba) mencapai 99.7%. Treatment ivermectin 2.5 μM pada LSD mampu menurunkan secara signifikan virion infektif pada fase penempelan, penetrasi dan replikasi virus. Treatment ivermectin 2.5 μM pada cacar domba mampu menurunkan secara signifikan virion infektif pada fase penempelan dan replikasi virus. Ivermectin memengaruhi siklus replikasi virus capripox (cacar kambing) lebih efektif pada tahap pasca masuknya virus daripada tahap sebelum virus masuk.

Informasi dari penelitian di atas sangat bermanfaat untuk menjawab keraguan banyak orang terkait efektivitas ivermectin untuk penanganan LSD pada saat infeksi aktif ataupun pada saat setelah penyembuhan. Pengalaman penulis menangani LSD di lapangan dengan ivermectin sangat efekif. Pada infeksi ringan pemberian ivermectin yang tersedia di pasaran (harga bervariasi) masih efektif. Pada infekasi sedang-berat membutuhkan ivermectin dengan kualitas menengah-bagus (identik dengan harga lebih mahal). Pada infeksi sedang-berat pemberian ivermectin dilakukan dengan 2-3 kali treatment interval selama tiga hari sampai satu minggu.

Penyakit LSD menyerang di semua umur, jenis kelamin dan breed. Sapi jantan bakalan, penggemukan dan sapi kurban tak luput dari serangan LSD. Hal ini menjadi kendala serius untuk aktivitas jual beli kurban ataupun di rumah pemotongan hewan. Sapi jantan terinfeksi LSD dengan bentol di seluruh tubuh akan menimbulkan jejas-jejas yang ada di permukaan kulitnya. Bentol yang masih bernanah sudah pasti tidak layak untuk dikonsumsi daging atau untuk kurban. Para pekurban akan menganggap adanya bekas bentol kulit sebagai cacat, walau pada masa penyembuhan sapi sudah terlihat gemuk.

Pengalaman lapangan menunjukan ada tiga jenis treatment yang membantu pemulihan jejas pada kulit agar… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2023.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

WEBINAR LALU LINTAS TERNAK KURBAN SAAT MEREBAKNYA PENYAKIT HEWAN

Webinar yang diselenggarkan oleh PPSKI berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal update PMK dan LSD, bagaimana lalu lintas ternak menuju kurban. (Foto: Dok. Infovet)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD) masih menjadi momok bagi peternak ruminansia, apalagi menjelang Hari Raya Iduladha yang seharusnya menjadi momen menguntungkan bagi peternak. Lalu lintas ternak antar daerah pun menjadi urgensi untuk menekan penyebaran penyakit.

Seperti dibahas dalam webinar yang diselenggarkan oleh Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) berkolaborasi dengan CBC Indonesia soal “Update PMK dan LSD, Bagaimana Lalu Lintas Ternak Menuju Kurban” yang dilaksanakan pada Sabtu (17/6/2023).

Ketua PPSKI, Nanang Purus Subendro, pada kesempatan tersebut mengatakan, menjelang Iduladha selama dua tahun belakangan peternak dirundung problematika yang membuat peternak merugi, mulai dari pandemi COVID-19 (penerapan PPKM), hingga kemunculan penyakit LSD dan PMK.

“Kerugian peternak diperkirakan tergerus sekitar 25% dari modal yang dimiliki akibat adanya PMK, jadi banyak peternak yang tadinya sudah deal untuk menjual sapi tetapi batal karena sapinya terkena penyakit. PMK membuat musibah yang sangat luar biasa,” ujar Nanang.

Kondisi makin berat bagi peternak kala penyakit LSD juga ikut membayangi. Kata Nanang, langkah pemerintah dalam menangani LSD tidak segegap-gempita seperti penanganan PMK.

“Peternak pun masih kesulitan karena keterbatasan vaksinasi LSD, sementara untuk vaksinasi PMK memang banyak. Menjelang idul kurban ini menjadi harapan peternak, semoga melalui diskusi ini kita semua mendapat pencerahan,” ucap Nanang.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Makmun Junaidin, mewakili Dirjen PKH, menjelaskan kriteria hewan kurban di tengah mewabahnya penyakit.

Dipaparkan Makmun, menurut Fatwa MUI No. 34/2023 tentang pelaksanaan kurban saat maraknya wabah LSD dan antisipasi penyakit Peste des Petits Ruminants (PPR), hewan kurban dengan gejala klinis LSD ringan (benjolan belum menyebar keseluruh tubuh), tidak berpengaruh pada kerusakan daging hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

“Pada kasus LSD ringan seperti benjolannya hanya sedikit, satu atau dua benjolan belum menyebar ke seluruh tubuh, masih sah menjadi hewan kurban,” ujar Makmun.

Untuk syarat lalu lintas ternak kurban bebas LSD juga dijelaskan Makmun, yakni bila hewan telah divaksin tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH dan telah divaksin minimal 21 hari sebelum dilalulintaskan. Sementara jika hewan tidak divaksin, tidak menunjukan gejala klinis LSD dibuktikan dengan SKKH, dilakukan isolasi selama 28 hari sebelum dilalulintaskan, dan dilakukan uji laboratorium dengan metode PCR secara pooling maksimal lima sampel dengan hasil negatif.

Selain itu, pemerintah juga mengatur hewan kurban dengan gejala mirip PPR melalui fatwa yang sama, kambing dan domba dengan gejala klinis sub-akut (demam dengan suhu tubuh 39-40° C), hewan tidak menunjukan gejala klinis parah, dan sembuh dalam waktu 10-14 hari, hukumnya juga sah dijadikan hewan kurban.

“Dalam kondisi seperti ini untuk menekan penyebaran penyakit dan padatnya lalu lintas ternak kurban, solusi lain yakni para pekurban tidak harus berkurban di tempatnya, bisa di tempat lain. Misal pekurbannya di Jakarta, kurbannya di wilayah lain ini bisa dilakukan dan bisa disaksikan nanti secara daring. Sudah banyak lembaga-lembaga yang menawarkan hal tersebut,” pungkas Makmun.

Adapun pada kegiatan tersebut menghadirkan narasumber di antaranya Indyah Aryani (Kepala Dinas Jawa Timur), Rismiati (Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta), dan Yudi Arif (CEO Baqara Muda Perkasa). (RBS)

SOSIALISASI & BIMTEK PELAKSANAAN KURBAN DI TENGAH WABAH

Sosialisasi dan bimtek pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan penyakit hewan yang dilaksanakan secara hybrid di Kantor Kementan. (Foto: Dok. Infovet)

Menjelang pelaksanaan Hari Raya Iduladha, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), melaksanakan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) pelaksanaan kurban di tengah kewaspadaan wabah penyakit hewan.

Kegiatan dilakukan secara hybrid pada Rabu (14/6/2023), dihadiri sekitar 1.000 orang dari medik dan paramedik selaku tim pemantau hewan kurban, para Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) selaku pelaksana kegiatan pemotongan hewan kurban di luar RPH-R. Adapun narasumber pada sosialisasi dan bimtek di antaranya Drh Denny Widaya Lukman dan Drh Vetnizah Juniantito dari IPB University.

“Kegiatan sosialisasi dan bimtek kami laksanakan mengingat pelaksanaan kurban tahun ini kita dihadapkan dengan munculnya penyakit hewan baru, yaitu Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi dan kewaspadaan akan munculnya Peste des Petits Ruminant (PPR) pada kambing dan domba”, kata Dirjen PKH Kementan, Nasrullah, dalam keterangan resminya, Jumat (16/6/2023).

Ia menjelaskan, kegiatan ini sesuai arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), terutama untuk menyikapi munculnya LSD di beberapa daerah. “Bapak Mentan mengarahkan agar pemerintah memberi bimbingan yang dapat memberikan ketenangan jiwa pada masyarakat. Kegiatan ini juga sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pencegahan penyebaran penyakit. Pencegahan harus dimulai dari kegiatan penjualan hewan kurban hingga pelaksanaan pemotongan kurban, baik di rumah pemotongan hewan ruminansia (RPH-R) maupun di luar RPH.”

Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat ini telah menerbitkan Fatwa MUI No. 34/2023 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Merebaknya Penyakit LSD dan Antisipasi Penyakit PPR pada Hewan Kurban. Upaya ini, kata dia, dilakukan agar penyediaan hewan kurban memenuhi syariat Islam dan memenuhi kesehatan hewan.

Selain itu, Kementan juga menerjunkan tenaga medik dan paramedik veteriner untuk melakukan pemantauan pelaksanaan kurban di lapangan. “Kami imbau kepada seluruh dinas yang menangani fungsi PKH, organisasi profesi, serta fakultas kedokteran hewan di Indonesia ikut berpartisipasi aktif memantau pelaksanaan kurban di lapangan,” imbuhnya.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif, saat kegiatan sosialisasi dan bimtek mengharapkan kegiatan ini dapat memberi tambahan pengetahuan dalam menangani hewan maupun produk hewan saat pelaksanaan kurban.

“Dengan bimtek kita harapkan pelaksanaan pemotongan hewan kurban memenuhi standar higiene, sanitasi, dan daging yang dihasilkan memenuhi standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH),” ujar Syamsul.

Ia juga menerangkan bahwa seluruh proses pemotongan hewan kurban tidak boleh dilakukan sembarangan. “Mulai dari penyembelihan sampai proses penyediaan daging harus dilakukan dengan benar, karena dalam ibadah kurban tidak hanya mengacu pada aspek halal saja, tetapi juga harus tayib,” tukasnya. (INF)

PERGERAKAN LSD, KEWASPADAAN JELANG IDUL KURBAN

Klinis pedet limosin yang terinfeksi LSD. (Foto: Istimewa)

Virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau yang merupakan genus Capripoxvirus, satu keluarga dari Poxviridae. Pertama kali muncul di Afrika pada 1928. Merebak di Zambia pada 1929, mejalar ke berbagai negara di Afrika hingga menyeberang ke utara ke area Mediterania. Lalu lintas penggembalaan, perdagangan ternak ruminansia untuk mencukupi keperluan ternak potong menyebabkan penyakit ini menyeberang lintas perbatasan negara, antar benua.

Penyakit bergerak ke timur memasuki Asia Selatan. India, Nepal, Bhutan Sri Langka kemasukan dan kedatangan virus LSD, termasuk China. Penyakit pada akhirnya masuk ke Asia Tenggara. Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam dan semenanjung Malaysia kemasukan juga turut diserangnya. Manifestasi klinis muncul pada ternak sapi di negara-negara tetangga dekat Indonesia ini. Pergerakan lalu lintas antar negara di Asia Selatan ke Asia Tenggara dan antar negara di negara-negara utara Indonesia sulit dikontrol, melintas batas negara dengan mudahnya. Ancaman di utara Indonesia pada akhirnya masuk juga ke Indonesia, LSD ditemukan telah menginfeksi sapi di Sumatra, kemudian menyeberang ke Pulau Jawa, masuk ke Kalimantan Tengah dengan izin sapi potong.

Potensi Penyebaran Dalam Pulau
Sapi potong lintas pulau diizinkan masuk dengan kondisi sehat dan memang untuk dipotong. Pada kenyataannnya sapi datang dengan kapal akan dibagi dan disetok ke beberapa kandang penampungan milik pedagang yang patungan modal mendatangkan ternak dari pulau produsen ternak sapi ke pulau lain konsumen sapi. Menjelang Idul Kurban, sapi bisa distok 2-3 bulan, untuk dipelihara dan digemukkan, sebagian dipotong di rumah potong pribadi yang dekat dengan kandang penampungan, sebagian juga dikirimkan lintas kabupaten bahkan lintas provinsi.

Tidak dipungkiri, klinis LSD akan tampak diantara sapi jantan yang datang di kandang. Subklinis dari daerah asal atau klinis tersisip diantara sapi pejantan yang sehat. Akibatnya klinis LSD akan ada diantara sapi yang berada di tempat penampungan. Potong segera sapi demikian dengan pengawasan adalah langkah yang tepat memotong siklus penularan dan penyebaran virus. Melakukan disinfeksi tempat pemotongan dan membakar kulit terinfeksi termasuk kelenjar pertahanan sapi.

Klinis Penyakit
Penyakit LSD ada yang menyebut “penyakit lato-lato”, sesuai saat kemunculan dan penyebaranya bersamaan dengan musimnya anak-anak bermain lato-lato. Muncul benjolan bulat-bulat pada kulit sapi hingga sebesar bulatan plastik mainan lato-lato. Masyarakat juga menamai “penyakit benjol-benjol kulit”.

Sapi terinfeksi virus LSD akan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2023.

Ditulis oleh:
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya

PETERNAK DI JAWA: LUMPHY SKIN DISEASE BEBAN BARU SETELAH PMK

Sapi perah dengan gejala LSD berat. (Foto: Infovet/Joko)

Belum setahun berlalu wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melulu-lantahkan peternakan Indonesia. Hingga saat ini, PMK masih meninggalkan PR cukup banyak terkait rendahnya produktivitas dan perfoma reproduksi.

Belum selesai itu, saat ini peternak harus menerima musibah yang tidak kalah berat, yaitu penyakit Lumphy Skin Disease (LSD). Penyakit yang disebabkan oleh virus pox ini awalnya masuk ke Indonesia terdeteksi di wilayah Sumatra bagian tengah, sebelum PMK masuk ke Indonesia. Selama terjadinya wabah PMK di Indonesia, lalu lintas ternak diatur begitu ketat oleh tim Satgas Nasional PMK melalui zonasi (hijau-kuning-merah). Hal ini mendukung fakta yaitu seharusnya tidak ada lalu lintas ternak dari Sumatra bagian tengah ke Jawa. Faktanya beberapa bulan lalu, LSD terdeteksi di beberapa daerah di Jawa Tengah dan saat ini hampir merata di seluruh daerah di Jawa.

Gejala klinis umum LSD meliputi demam tinggi, hipersalivasi, keluarnya leleran hidung, penurunan nafsu makan. Gejala menciri biasanya diawali dengan munculnya alergi kulit sebesar kancing baju di beberapa bagian tubuh, tumbuh membesar sebagai bentol-bentol ukuran 1-2,5 cm yang merupakan fase viremia (beredarnya virus keseluruh tubuh).

Bentol disertai keradangan, membesar seperti bisul disertai demam. Bisul tersebut akan berkembang menjadi abses berbagai ukuran dan menimbulkan jejas-jejas di kulit, tembus hingga bisa sampai ke daging. Penampilan luar sapi yang terkena LSD sangat buruk, sehingga apabila dijual harganya pun sangat rendah. Bisul akan pecah dengan tampilan kulit terlihat berlubang, terkadang basah dan berakhir menghitam.

Pada sapi perah, gejala klinis tersebut diikuti penurunan produksi susu. Demam tinggi, alergi di seluruh tubuh termasuk di ambing dan puting, penurunan nafsu makan menjadi faktor menurunya produksi susu.

Penanganan yang terlambat menjadi penyebab... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

WASPADAI LSD, PETERNAK DI TANJUNGPINANG DIIMBAU TIDAK DATANGKAN SAPI DARI DAERAH TERTULAR

LSD Kembali Merebak, Peternak Diminta Waspada
(Sumber : Istimewa)

Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kota Tanjungpinang mengimbau para peternak atau pedagang sapi di wilayahnya agar tidak membeli atau mendatangkan hewan ternak dari wilayah tertular Lumpy Skin Disease (LSD).

Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner DP3 Kota Tanjungpinang, Wantin Diarni, menuturkan meskipun saat ini status Tanjungpinang bebas penyakit LSD. Namun, pihaknya tetap mewaspadai adanya potensi ancaman penularan virus tersebut terhadap hewan ternak.

"Jangan cepat tergiur dengan harga bibit ternak  yang murah. Saat mendatangkan ternak harus ikuti aturan yang berlaku, jika butuh pendampingan bisa hubungi dinas terkait," ucapnya.

Lebih lanjut Wantin menerangkan, jika ada indikasi hewan ternak tertular ternak dengan gejala demam tinggi, timbul benjolan pada kulit dengan batas yang jelas, terdapat keropeng pada hidung dan rongga mulut, demam dan hipersalivasi.

Maka, diharapkan para peternak segera melaporkan kasus tersebut ke instansi terkait. Sebab, penyakit LSD ini bisa ditularkan melalui gigitan serangga, seperti nyamuk, caplak dan lalat. Selain itu, penularannya juga terjadi melalui air liur dan lendir hidung sapi yang terinfeksi.

"Tanda-tandanya ternak malas bergerak, nafsu makan menurun, pada ternak bunting akan mengalami keguguran bahkan kemandulan pada ternak jantan," tutup Wantin. (INF)

PATAKA BAHAS LSD BERSAMA PARA STAKEHOLDER

Webinar PATAKA Membahas Wabah LSD

Rabu (20/4) Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) mengadakan webinar yang membahas wabah Lumpy Skin Disease (LSD) yang melanda Indonesia baru - baru ini. Webinar digelar melalui daring Zoom Meeting dan live streaming melalui kanal youtube PATAKA. 

Ketua Umum PATAKA Ali Usman dalam sambutannya mengatakan, hadirnya LSD sebagai wabah baru di Indonesia merupakan kekhawatiran baru bagi para peternak dan pengusaha di sektor persapian. Oleh karenanya dibutuhkan respon dan penanganan yang tepat.

"Mungkin dari yang saya tahu penyakit ini kematiannya tidak terlalu tinggi, tetapi tetap saja kalau penularannya cepat, bisa gawat juga," kata Usman.

Lebih lanjut mengenai LSD dijelaskan oleh Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh. Secara rinci ia menjelaskan mengenai aspek - aspek terkait penyakit ini. 

"Di Indonesia ini penyakit masuk karena lalu lintas yang kurang terjaga, sebagaimana kita ketahui bahwa di negara lain ini juga terjadi dengan pola yang sama," kata dia.

Munawaroh juga menyoroti fasilitas check point yang kurang dimaksimalkan, padahal peran dari check point yang dimiliki oleh Kementan tersebut merupakan salah satu unsur esensial dalam mengendalikan penyakit hewan lintas batas, termasuk LSD. 

Selain itu ia juga menyebut bahwa penyakit LSD dapat menyebar cepat melalui vektor serangga terbang seperti nyamuk, lalat pengisap darah, kutu, dan caplak. Oleh karena itu mengendalikan vektor juga menjadi aspek penting dalam pengendalian LSD.

Yang tak kalah penting menurut Munawaroh yakni vaksinasi. Dengan dilakukannya program vaksinasi, penyakit dapat dicegah sedini mungkin, dan disinilah pemerintah juga harus banyak memfokuskan kegiatannya.

Dalam kesempatan yang sama pemerintah yang diwakili oleh Direktur Kesehatan Hewan Drh Nuryani Zainuddin mengatakan bahwa pemerintah telah mengerahkan segala upaya dalam mencegah LSD masuk ke Indonesia.

Sebelumnya pemerintah telah beberapa kali memberikan notifikasi terkait penyakit ini, upaya lain seperti pelatiahn teknis juga telah dilakukan, namun apa daya ternyata penyakit ini memang tidak terbendung.

Kini pemerintah memfokuskan diri dalam program vaksinasi darurat. Kurang lebih target vaksinasi sebanyak 450.000 dosis, dan baru 100.000 dosis yang baru bisa dilaksanakan karena terkendala dana.

"Sementara ini vaksinasi yang tersedia bagi 100.000 dosis, diharapkan nanti akan diperluas, kami sudah melakukan pengajuan anggaran terkait penanggulangan penyakit ini, namun karena dananya masih terbatas, jadi belum bisa maksimal juga kitanya," tutur dia.

Aspek sosial ekonomi menurut Nuryani juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam mengendalikan LSD di Riau.

"Kami merasa ini sangat nyata, peternak dan pemilik hewan terlihat acuh. Mereka lebih takut ternaknya kena Jembrana daripada LSD. Ini bisa jadi duri dalam daging juga, meskipun begitu tetap kami lakukan pendekatan supaya mereka lebih aware dengan penyakit ini," kata dia.

Aspek ekonomi yang dimaksud oleh Nuryani yakni terkait dengan pengendalian lalu lintas ternak vs stok daging sapi. Dengan diperketatnya lalu lintas ternak, otomatis kemungkinan terjadinya kelangkaan daging sapi yang berujung kenaikan harga bisa saja terjadi, dan inilah yang menurutnya juga adalah kendala terbesar.

Sementara itu Drh Nanang Purus Subendro Ketua Umum Pehimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) juga menyoroti aspek lalu lintas ternak terkait mewabahnya LSD.

Menurut dia, dengan banyaknya pulau kecil di sekitar Sumatera memungkinkan tejadi pengiriman sapi secara ilegal dari luar. Sehingga perdagangan ilegal yang tidak terkontrol inilah yang menjadi faktor risiko juga.

Ia juga kerap kali ditanya oleh eksportir sapi asal Australia terkait wabah LSD di Indonesia. Menurutnya ini juga menjadi suatu hal yang cukup mengkhawatirkan.

"Bisa saja nanti teman - teman kami di Australia menyoroti hal ini, jadi nanti mereka bikin kebijakan untuk sementara tidak mengekspor sapi ke Indonesia. Ini kan bahaya, feedlot bisa rugi, lalu peternak juga rugi kalau yang diekspor dari sana dagingnya saja," tutur dia.

Selain itu, menurut Nanang Indonesia sedikit beruntung karena Riau merupakan daerah resipien sapi, bukan produsen. Ia membandingkan bila LSD datang pertama kali di Lampung , Jawa Timur, atau NTB.

"Kita sedikit beruntung, kalau dia sampai duluan di Lampung, Jatim, atau NTB akan lebih gawat. Itu daerah produsen dan kalau sudah ada wabah biasanya nanti akan terjadi panic selling. namun begitu tetap kita semua harus bekerja keras untuk mengendalikan wabah ini," tutur Nanang

PB PDHI ADAKAN SEMINAR MITIGASI WABAH LSD

Ketum PDHI bersama para pembicara seminar

Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit yang baru - baru ini mewabah di Indonesia khususnya di Provinsi Riau. Atas kekhawatiran mewabahnya LSD PB PDHI menggelar seminar nasional terkait mitigasi wabah penyakit LSD secara luring di Hotel Grand Whiz Simatupang maupun daring mellaui aplikasi Zoom Meeting pada Jum'at (1/4) yang lalu. 

Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh menyatakan keprihatinannya atas datangnya kembali penyakit baru ke Indonesia. melalui webinar ini diharapkan nantinya PDHI dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait mitigasi wabah LSD. 

"Sebagai partner pemerintah kami ingin berbuat lebih, memberikan rekomendasi bagaimana sebaiknya wabah ini ditangani. Sapi dan daging sapi sudah menjadi bagian penting negara ini, dengan adanya LSD ini juga akan berpotensi mengganggu supply dan demand daging sapi. Nah makanya hal ini harus sgera ditangani supaya tidak seperti ASF kemarin," kata Munawaroh dalam sambutannya.

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Arif Wicaksono (Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan), Drh Tri Satya Putri Naipospos (Ketua Umum CIVAS), Prof Widya Asmara (Guru Besar FKH UGM), dan Didiek Purwanto (Ketua Umum GAPUSPINDO). 

Drh Arif Wicaksono yang menjadi narasumber pertama mengatakan bahwa hingga kini LSD yang mewabah di Riau telah menginfeksi 381 ekor sapi secara keseluruhan dan sapi yang mati akibat LSD tercatat sebanyak 3 ekor, dan yang dipotong secara terpaksa sebanyak 14 ekor. 

"Kabupaten Indragiri Hulu merupakan kabupaten yang terbanyak terinfeksi LSD, kami masih melakukan mitigasi, dan sudah melakukan vaksinasi kepada sapi - sapi yang masih belum terinfeksi. Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan 450.000 dosis vaksin untuk melakukan vaksinasi di sana," tutur Arif.

Sementara itu Drh Tri Satya Putri Naiposos secara mendalam menjelaskan epidemiologi penyakit ini. Ia bialng bahwa LSD menyebar dari benua Afrika yang juga banyak menyerang ruminansia di sana. Penyebarannya paling banyak dikarenakan oleh kontak langsung dan juga melalui vektor serangga seperti nyamuk, lalat pengisap darah, dan caplak.

"Yang juga perlu kita cermati penyakit ini memang tidak begitu mematikan, namun tetap harus dicegah. Terlebih lagi ini merupakan penyakit eksostik di sini, makanya kita harus banyak belajar dari beberapa negara Afrika. Jangan lupakan satwa liar juga, karena satwa liar di sana (Afrika) secara serologis terdeteksi LSD, makanya kalau perlu satwa liar kita dilakukan itu uji serologis biar kita tahu juga keadaanya," tutur wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Sementara itu Prof Widya asmara menyatakan bahwa LSD bukanlah penyakit yang zoonotik. Ini juga sekaligus mengonfirmasi berita - berita hoax terkait LSD yang beredar di media sosial dan beberapa portal berita.

"Jadi enggak usah takut makan daging atau olahan daging, ini bukan penyakit yang zoonotik. Jadi jangan sampai masyarakat menerima berita - berita hoax mengenai LSD. Daging hewan yang terinfeksi LSD masih boleh dikonsumsi, hanya masalah etika saja," tutur Prof Widya.

Kesiapan pelaku usaha terkait wabah LSD juga dipaparkan oleh Didiek Purwanto. Menurutnya, pelaku usaha terutama feedlot sudah pasti siap dengan hal ini, namun ia menyatakan keraguannya bahwa akan kesiapan peternak mandiri.

"Saya kemarin ke Jawa Timur nanya ke peternak, mereka nggak tahu itu LSD. Di Riau sendiri bahkan saya tanya kalau peternak malah enggak takut LSD, soalnya enggak bikin sapi mati sekaligus banyak kaya penyakit Jembrana, nah ini harus dibenahi," tutur Didiek. (CR)


SEJAK FEBRUARI 2022, TOTAL 242 EKOR SAPI TERINFEKSI LSD DI RIAU

Vaksinasi LSD Sebagai Antisipasi dan Pengendalian Penyakit
                                                                   (Sumber : Kementan)

Ternak sapi di Provinsi Riau diserang penyakit eksotik. Penyakit yang diderita sapi-sapi tersebut merupakan penyakit kulit bernama Lumpy Skin Disease (LSD). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau mencatat sejak 9 Februari 2022, sejauh ini sudah ada 242 ekor sapi yang terkena penyakit tersebut.

"Sejak penyakit (LSD) ini ditemukan pada sapi ternak di Kabupaten Indragiri Hulu, kemudian berkembang di tujuh kabupaten dan kota di Riau," sebut Kepala Dinas PKH Provinsi Riau, Herman (10/3/2022).

Ia merincikan, ternak sapi di tujuh daerah yang terpapar LSD adalah, Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 114 ekor, Pelalawan 25 ekor, Kampar 8 ekor, Dumai 20 ekor, Bengkalis 12 ekor, Indragiri Hilir 13 ekor, dan Siak 50 ekor.

"Jadi, jumlah sapi yang sakit terkena penyakit itu ada 242 ekor. Dari 242 ini, terdapat 3 ekor sapi yang mati. Namun, tingkat kematian sapi akibat penyakit ini sangat kecil, maksimal 5 persen," kata Herman. Selain mati, sambung dia, terdapat 13 ekor sapi dipotong paksa oleh pemiliknya, karena takut mati. "Tapi setelah kita tangani secara intensif, angka kesembuhan sapi yang terkena LSD cukup tinggi, ada 84 persen dari total sapi yang terkena penyakit. Jadi, ciri-ciri sapi mulai sembuh dari LSD ini, sapi sudah mau makan. Karena, selama sakit sapi tidak makan sebab tenggorokannya sakit," ujar Herman.

Kemudian ciri-ciri lain sapi sembuh dari penyakit LSD adalah, ulas dia, luka dibagian kulit sapi mulai mengering, lalu benjolan mulai mengecil. Namun, bekas luka masih ada.

"Jadi, dari 114 sapi yang terpapar LSD di Kabupaten Indragiri Hulu itu, kalau kita lihat dari empat kategori itu, Alhamdulillah seratus persen sudah sembuh. Begitu juga di daerah lainnya seratus persen sudah sembuh setelah kita lakukan penyuntikan vitamin. Kecuali di Kota Dumai. Dari 20 ekor sapi yang terpapar, 10 ekor sudah sembuh," imbuh Herman.

Sebelumnya, tim Dinas PKH Riau bersama Kementan sudah turun tangan melakukan penanganan terhadap penyakit LSD yang menyerang sapi, pertama kali ditemukan di Kabupaten Indragiri Hulu. (INF)




VAKSINASI SERENTAK DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH LSD MELUAS

Untuk mencegah meluasnya LSD, vaksinasi serentak dilakukan. (Foto: Istimewa)

Untuk mencegah meluasnya penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada ternak sapi, Kementerian Pertanian (Kementan) lakukan vaksinasi serentak mulai dari Provinsi Riau.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan, Nasrullah dalam siaran persnya, Jumat (18/3/2022).

“LSD merupakan penyakit hewan dari Afrika yang menyerang sapi-sapi di Riau pada sebulan terakhir ini, sehingga untuk penanganan darurat, maka Kementan melakukan vaksinasi yang bertujuan mencegah kejadian dan perluasan penyakit," Kata Nasrullah.

Dijelaskan pada tahap pertama, vaksinasi difokuskan di desa tertular dan kemudian akan dilakukan pada zona kontrol (pengendalian) dengan radius 10 km dari desa kasus. "100 ribu dosis vaksin dan logistik vaksinasinya sudah siap," Kata dia.

Lebih lanjut dijelaskan, upaya pengendalian LSD di kabupaten Indragiri Hulu, Pelalawan, Indragiri Hilir, Dumai, Siak, Bengkalis dan Kampar, mendapatkan dukungan Pemda Riau dan kabupaten, serta Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), serta Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO).

Kepala Dinas PKH Provinsi Riau, Herman, menyambut baik kegiatan vaksinasi, serta berharap kasus baru dan penyebaran LSD dari daerah tertular dapat ditekan. Menurutnya, sebanyak 188 orang petugas kesehatan hewan telah siap melaksanakan vaksinasi.

"Kami sampaikan terima kasih atas dukungan Kementan dan AIHSP serta FAO dalam pengendalian LSD di Riau," ucap Herman.

Secara terpisah Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal,  menyampaikan saat ini LSD telah menyerang Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapura, serta negara lain di Asia. Kerja sama internasional diperlukan dalam pengendalian penyakit yang dapat menular antar negara dan mengganggu perdagangan ini.

“FAO bekerja sama erat dengan Kementan dan mendukung Indonesia menangani wabah LSD dengan cepat, sebelum menimbulkan gangguan lebih lanjut pada kesehatan hewan dan sistem pangan,” ungkap Rajendra.

Hal senada juga disampaikan Team Leader AIHSP, John Leigh,  yang menyampaikan komitmennya mendampingi dan mendukung proses pengendalian LSD di Riau.

Sementara Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Nuryani Zainuddin, menyebutkan bahwa selain tujuh kabupaten tertular, vaksinasi juga dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu yang salah satu wilayahnya masuk ke dalam zona kontrol.

"Secara bertahap kita vaksinasi mulai dari desa tertular dan zona kontrol, setelah selesai semua kita bisa lanjutkan ke radius 50 km dari desa kasus atau zona surveilans," pungkas Nuryani. (INF)

KEMENTAN SIAPKAN SUMBERDAYA TANGANI LSD DI RIAU

Lumpy Skin Disease pada seekor sapi 
(Sumber : Ditjen PKH)

Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah menyampaikan siap kerahkan sumberdaya untuk menangani penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi yang telah ditemukan di Provinsi Riau. Hal tersebut Ia sampaikan di Jakarta, Sabtu (05/03). 

Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi telah ditemukan di Indonesia yaitu di Provinsi Riau, setelah sebelumnya juga terjadi di beberapa negara di Asia termasuk di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. 

"Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi," kata Dirjen PKH Nasrullah. 

Ia sebutkan bahwa Kementan telah melaksanakan berbagai upaya pencegahan masuknya penyakit LSD ini ke Indonesia.  “Upaya-upaya kewaspadaan tersebut telah dilakukan sejak penyakit ini masuk ke Asia Tenggara sejak tahun 2019”, jelasnya. Lebih lanjut Nasrullah meminta kepada semua peternak dan juga dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan, baik di kabupaten maupun provinsi agar melakukan pembatasan lalu lintas ternak untuk pencegahan penyebarluasan penyakit LSD ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Nuryani Zainuddin, Direktur Kesehatan Hewan, Kementan telah mengeluarkan Surat Edaran kewaspadaan penyakit LSD kepada para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia sebanyak 4 kali sejak itu.  

"Kita gencarkan juga sosialisasi tentang LSD melalui berbagai media serta webinar berseri tentang kesiapsiagaan terhadap LSD pada tahun 2021," tutur Nuryani. 

Upaya peningkatan kewaspadaan tersebut, menurut Nuryani membuat petugas di lapang dapat mendeteksi secara cepat kejadian LSD, melaporkan dan menanganinya. 

"Sistem kita telah berhasil mendeteksi dengan cepat, hal ini didukung dengan sistem pelaporan real-time iSIKHNAS dan kemampuan laboratorium kesehatan hewan yang baik, sehingga penyakit dapat dikonfirmasi dengan segera," tambahnya. 

Ia katakan, sesuai arahan Bapak Mentan SYL, Timnya akan gerak cepat segera melakukan berbagai langkah pengamanan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari LSD ini. 

"Strategi utama adalah vaksinasi, namun ini harus didukung dengan deteksi dini dan penelurusan kasus, pengendalian lalu lintas, pengendalian vektor, serta komunikasi, informasi dan edukasi," imbuhnya. 

Lebih lanjut Nuryani menyampaikan, penanganan LSD ini akan menantang, karena selain dapat disebarkan oleh lalu lintas sapi tertular dan produknya yang mengandung virus, LSD dapat juga ditularkan melalui perantara mekanik seperti gigitan serangga. 

Ia kembali menegaskan bahwa LSD tidak menular dan tidak berbahaya bagi manusia. Ia menghimbau agar masyarakat tidak perlu panik dan terus mendukung berbagai upaya penanganan yang akan dilakukan oleh pemerintah. 

"Kita telah siapkan sumberdaya yang cukup untuk penanganan LSD ini," pungkasnya. (INF)

DOKTER HEWAN DAN PARAMEDIK DIKERAHKAN UNTUK TANGANI LSD DI RIAU

Tim dikerahkan tangani kasus LSD di Provinsi Riau. (Foto: Istimewa)

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), Nasrullah, siap kerahkan sumber daya untuk tangani penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi di Provinsi Riau. Hal tersebut ia sampaikan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (5/3/2022).

"Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi," kata Nasrullah.

LSD pada sapi ditemukan di Provinsi Riau, setelah sebelumnya juga terjadi di beberapa negara di Asia termasuk di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.

Nasrullah menambahkan, Kementan telah melaksanakan berbagai pencegahan kewaspadaan sejak LSD masuk Asia Tenggara pada 2019.

Pada waktu yang sama Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Nuryani Zainuddin, juga telah mengeluarkan Surat Edaran kewaspadaan penyakit LSD kepada para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia sebanyak empat kali.

"Kita gencarkan sosialisasi tentang LSD melalui berbagai media serta webinar berseri tentang kesiapsiagaan terhadap LSD pada 2021," tutur Nuryani.

Upaya peningkatan kewaspadaan tersebut, kata dia, membuat petugas lapangan dapat mendeteksi secara cepat kejadian LSD, melaporkan dan menanganinya.

"Sistem kita telah berhasil mendeteksi dengan cepat, hal ini didukung sistem pelaporan real time iSIKHNAS dan kemampuan laboratorium kesehatan hewan yang baik, sehingga penyakit dapat dikonfirmasi segera," ucapnya.

Sesuai arahan Menteri Pertanian, timnya bergerak melakukan berbagai langkah pengamanan untuk mencegah penyebaran LSD lebih lanjut.

"Strategi utama adalah vaksinasi, namun ini harus didukung deteksi dini dan penelurusan kasus, pengendalian lalu lintas, pengendalian vektor, serta komunikasi, informasi dan edukasi," ucapnya.

Namun menurutnya penanganan LSD akan menantang, karena selain dapat disebarkan oleh lalu lintas sapi tertular dan produknya yang mengandung virus, LSD dapat ditularkan melalui perantara mekanik seperti gigitan serangga.

Kendati demikian, ditegaskan bahwa LSD tidak menular dan tidak berbahaya bagi manusia. Nuryani mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik dan ikut mendukung upaya penanganan oleh pemerintah. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer